Anda di halaman 1dari 91

SEMINAR KASUS KEPERAWATAN GERONTIK PADA Tn S

DENGAN GANGGUAN NEUROLOGI STROKE DI RUANG


ISOLASI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA WARGA TAMA
INDERALAYA OGAN ILIR TAHUN 2008

DISUSUN OLEH :
Agung Putrawan
Deky Candrawan
Yuri Andrian
Dody Edwin Andara
Thaib Affandri S
Nuraliah
Asnilawati
Patiya

Tri Yuni Wulandari


Esti Hidayanti
Dherlirona
Furri Permata Sari
Maya Fadilah
Elkarina
Febriani Nova Sari
Dian Agustiani

Yeni Marlia Sari


Reni latika
Amini
Hilli Aulianah
Cici Destiana
Emi Puspa P
Yeni Meriza

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2008

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan arunia-Nya, sehingga kelompok dapat menyelesaikan laporan hasil dari
Keperawatan Gerontik di Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Inderalaya Ogan
Ilir 2008. penyelesaian laporan ini dapat selesai karena adanya dukungan dari
berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini kelompok ingin mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Drs. Muzakir M. Selaku kepala panti sosial tresna werdha warga tama
inderalaya.
2. Ibu Dra. Mardiyah, Selaku Kepala Subbag Tata Usaha yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama proses praktikum
3. Ibu Masmini, selaku Kasi penyantunan yang telah memberikan bimbingan
dan saran selama proses praktikum
4. Bapak Ansori, S.Sos, selaku Kasi Pembinaan Penyaluran Kerohanian dan
Keterampilan yang telah memberikan bimbingan dan saran selama proses
praktikum
5. Ibu Titi Sundari, AmK, selaku Petugas Poliklinik yang telah memberikan
bimbingan dan saran selama proses praktikum.
6. Ns. Ilit Puspita, S.Kep, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan
bimbingan dan saran

7. Ns. Suzana, S.Kep, selaku pembimbing akademik yang telah memberikan


bimbingan dan saran.

Kelompok menyadari kekurangan dan keterbatasan yang ada pada penulisan


laporan ini oleh karena itu kelompok mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun demi kesempurnaan yang akan datang.

Palembang, 5 Desember 2008


Kelompok VI

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................................
KATA PENGANTAR ..............................................................................................
DAFTAR ISI.............................................................................................................

i
ii
iv

BAB 1

PENDAHULUAN....................................................................................
1.1
Latar Belakang.............................................................................
1.2
Tujuan .........................................................................................
1.2.1 Tujuan Umum ..............................................................
1.2.2 Tujuan Khusus .............................................................
1.3
Tempat dan Waktu ......................................................................
1.4
Manfaat .......................................................................................
1.4.1 Bagi Peneliti ............................................................
1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan..........................................
1.4.3 Bagi Mahasiswa ......................................................
1.5
Metoda Penulisan ........................................................................

1
1
4
4
4
5
5
5
5
5
5

BAB II

TINJAUAN PANTI ...............................................................................


2.1 Sejarah Panti ....................................................................................
2.2 Struktur dan Fungsi .........................................................................
2.3 Visi, Misi, Moto dan Nilai ................................................................

7
7
7
8

BAB III KONSEPTUAL TEORI .......................................................................


10
3.1 Konsep Penyakit .............................................................................
10
A Pengertian ....................................................................................
10
B Etiologi ........................................................................................
11
C Patofisiologi .................................................................................
15
D Tanda dan gejala ..........................................................................
18
E Penatalaksanaan ...........................................................................
20
3.2 Konsep Keperawatan ......................................................................
40
A Pengkajian .....................................................................................
40
B Diagnosa Keperawatan..................................................................
43
C Intervensi: Tujuan, Rasional........................................................... 43
D Evaluasi ........................................................................................
51
BAB IV TINJAUAN KASUS ..............................................................................
4.1 Pengkajian ......................................................................................
4.2 Analisa Data .....................................................................................
4.3 Diagnosa Keperawatan .....................................................................
4.4 Intervensi dan Implementasi Keperawatan .......................................
4.5 Evaluasi/ Catatan Perkembangan ......................................................

53
53
62
66
71
75

BAB V

84

PEMBAHASAN ....................................................................................

BAB VI PENUTUP .............................................................................................


5.1 Kesimpulan .......................................................................................
5.2 Saran .................................................................................................
Daftar Pustaka
Lmpiran

90
90
91

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
Pembangunan kesehatan pada hakekatnya adalah penyelenggaraan upaya

kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap
penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal,
sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Pengertian sehat
yaitu keadaan yang meliputi kesehatan jasmani, rohani dan sosial dan bukan hanya
keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan saja (UU Pokok Kesehatan
RI 1990).
Upaya kesehatan yang semula berupa upaya penyembuhan penderita, secara
berangsur-angsur berkembang ke arah kesatuan upaya kesehatan untuk seluruh
masyarakat dengan peran serta masyarakat yang mencakup upaya peningkatan
(promotif),

pencegahan

(preventif),

penyembuhan

(kuratif)

dan

pemulihan

(rehabilitatif) yang bersifat menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Adapun


indikator tercapainya pembangunan kesehatan adalah meningkatnya status gizi dan
umur harapan hidup serta menurunnya angka kesakitan dan angka kamatian (Madari,
2000 : 94).
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan dan penyebab kematian nomor
dua di dunia dengan lebih dari 5,1 juta angka kematian pada tahun 1998. Pada tahun
2020 diperkirakan 7,6 juta orang akan meninggal karena stroke. Peningkatan tertinggi

akan terjadi pada Negara berkembang, terutama pada wilayah Asia Pasifik (Siswono,
2001).
Menurut American Heart Association (AHA), hampir 700.000 orang Amerika
menderita stroke setiap tahunnya. Sekitar 25 persen mengalami stroke fatal. Hampir
setiap 45 detik terjadi serangan stroke dan hampir setiap 3,1 menit seseorang
meninggal karena stroke. Stroke telah menghabiskan sekitar 40 juta dollar Amerika
untuk biaya kesehatan dan hilangnya produktifitas tiap tahunnya. Di Amerika Serikat
stroke menduduki rangking ke 3 dalam menyebabkan kematian dan penyebab cacat
(Majalah Kedokteran Atmajaya Vol. 1 no. 2, 2002 : 95).
Salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia, yaitu
masalah penyakit stroke. Hal tersebut ditunjukkan dengan tingginya angka kesakitan
dan angka kematian yang disebabkan oleh stroke. Stroke adalah penyakit gangguan
fungsional otak vokal maupun global dengan gejala dan tanda sesuai bagian otak
yang terkena, sebelumnya tanpa peringatan, dapat sembuh sempurna, sembuh dengan
cacat atau kematian akibat gangguan aliran darah ke otak karena perdarahan dan non
perdarahan (Junaidi, 2004) dalam Meldayani 2006).
Menurut Yayasan Stroke Indonesia terdapat kecenderungan meningkatnya
jumlah penyandang stroke di Indonesia dalam dasawarsa terakhir. Kecenderungannya
menyerang generasi muda yang masih produktif. Hal ini akan berdampak terhadap
menurunnya tingkat produktifitas serta dapat mengakibatkan terganggunya sosial
ekonomi keluarga. Di Indonesia stroke merupakan penyakit nomor tiga yang
mematikan setelah penyakit jantung dan kanker. Bahkan menurut survey tahun 2004

stroke merupakan pembunuh nomor satu di rumah sakit pemerintah di seluruh


penjuru Indonesia. Diperkirakan ada 500.000 penduduk yang terkena stroke. Dari
jumlah tersebut sepertiganya bisa pulih kembali, sepertiga lainnya mengalami
gangguan fungsional ringan sampai sedang dan sepertiga sisanya mengalami
gangguan fungsional berat yang mengharuskan penderita terus menerus di kasur
(Yastroki, 2007).
Mobilisasi dini merupakan suatu program rehabilitasi stroke, khususnya
selama beberapa hari sampai minggu setelah stroke, tujuannya untuk mencegah
terjadinya

kekakuan

(kontraktur)

dan

kemunduran

pemecahan

kekakuan

(dekondisioning), mengoptimalkan pengobatan sehubungan masalah medis dan


menyediakan bantuan psikologis pasien dan keluarganya (Junaidi, 2004).
Perawatan

terhadap

pasien

stroke

harus

dimulai

sedini

mungkin.

Keterlambatan akan menimbulkan hal-hal kurang baik dan tidak diinginkan.


Perawatan yang dilakukan meliputi perawatan yang dilakukan oleh tim medis,
perawat dan dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pemulihan
penderita stroke karena anggota keluarga merupakan orang terdekat dengan pasien.
Penderita pasca stroke diingatkan secara terus menerus untuk memperhatikan
dan mengontrol segala aktivitas dan gaya hidup, agar dapat terhindar dari serangan
stroke susulan, biasanya kondisi jauh lebih parah di bandingkan stroke sebelumnya
dan dapat membawa pada kematian.
Masyarakat awam tidak menyadari bahwa stroke berbahaya

dapat

menimbulkan kecacatan dan kematian. Informasi tentang penanganan segera pada

pasien stroke tidak di dapat oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah. Keluarga
belum mengenal gejala stroke akut yakni kelemahan otot wajah, gerakan tangan dan
gangguan bicara merupakan tiga hal yang harus diperhatikan sebelum sampai ke
rumah sakit kurang dari tiga jam.
.
1.2

Tujuan

Tujuan Umum
Mahasiswa mampu meningkatkan kemampuan

kognitif, afektif dan

psikomotor dengan mengaplikasikan ilmu atau teori-teori keperawatan


gerontik yang diperoleh selama perkuliahan kedalam pelaksanaan secara
nyata melalui praktik keperawatan gerontik khususnya stroke panti werda
1.2.1

Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada asuhan keperawatan
stroke pada lansia.
2. Mahasiswa mampu memberikan perencanaan pada asuhan keperawatan
stroke pada lansia.
3. Mahasiswa mampu melakukan pelaksanaan pada asuhan keperawatan
stroke.
4. Mahasiswa mampu melakukan evauasi pada asuhan keperawatan stroke
pada lansia.

1.3

Tempat dan Waktu


Tempat

: Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Indralaya (OI)

Waktu

: Praktik keperawatan gerontik kelompok VI yang terdiri dari


23 orang peserta yang melaksanakan praktek selama 18 hari
mulai pelaksanaannya tanggal 18 November sampai dengan 6
Desember 2008.

1.4
1.4.1

Manfaat Penelitian
Bagi Panti
Dalam rangka mengidentifikasi keadaan para lansia dan memberikan
pelayanan secara komprehensif baik fisik, mental, dan spiritual

1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan STIK Bina Husada


Meningkatkan kerjasama yang baik antara institusi pendidikan dengan lahan
praktek Panti Sosial Tresna Werdha Warga Tama Indralaya (OI) salah satu
upaya mencapai visi STIK Bina Husada
1.4.3 Bagi Mahasiswa
Mahasiswa mampu meningkatkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor
dengan mengaplikasikan ilmu atau teori teori keperawatan gerontik yang
diperoleh selama perkuliahan pelaksanaan secara nyata praktek keperawatan
gerontik di Panti werdha.

1.5. Metode Penulisan


Dalam penulisan makala ini kami menggunakan metode deskriftif dengan
pendekatan asuhan keperawatan secara teoritis yaitu metode yang memberikan
gambaran dan studi kepustakaan yang ada.
Untuk menunjang laporan kasus dibutuhkan informasi dalam bahan rujukan
yang diperoleh melalui studi keperawatan yaitu satuu kegiatan untuk
memperoleh bahan-bahan bacaan ilmia yang berhubungan dengan judul laporan
yang didapat dari buku-buku, diktat dan catatan ilmia lainnya.

BAB II
TINJAUAN PANTI

2.1 Sejarah Panti


Panti sosial Tresna Werdha Warga Tama Inderalaya adalah Unit Pelaksanaan
Teknis Dinas (UPTD) di lingkungan Dinas Kesejahteraan Sosial Provinsi
Sumatera Selatan yang memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada para
lanjut usia terlantar meliputi wilayah Provinsi Sumatera Selatan yang berada
dibawah dan tanggung jawab langsung kepada Dinas kesejahteraan Sosial
Provinsi Sumatera Selatan.
Panti sosial Tresna Werdha warga Tama Inderalaya adalah panti pelayanan
kesejahteraan sosial bagi para lansia berupa pemberian penampungan, jaminan
hidup, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk rekreasi,
bimbingan sosial mental serta agama sehingga terciptanya tingkat kualitas hidup
dan kesejahteraan para lansia yang layak dalam tata kehidupan masyarakat,
bangsa dan negara meliputi ketentraman lahir dan batin.
Berdasarkan peraturan daerah Provinsi Sumatera Selatan No. 12 tahun 2001
tentang susunan organisasi dan tata kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD)
dilingkungan kesejahteraan sosial Provinsi Sumatera Selatan dimana Tresna
Werdha Warga Tama Inderalaya merupakan panti pelayanan para lansia yang
terlantar,Panti ini berdiri pada tahun 1979/1980.

2.2 Struktur dan Fungsi


Berdasarkan SK Gubernur Provinsi Sumatera Selatan No. 821. 2/3/R/BKD/2001)
a. Kepala Panti

Esl. III. a

b. Kepala sub Bag. Tata Usaha

Esl. IV.a

c. Kasie Penyantun

Esl. IV. a

d. Kasie pembinaan kerohanian dan penyaluran keterampilan

Esl. IV. a

e. Kelompok Fungsional

Tugas Pokok dan Fungsi


a. Kepala panti:
Kepala Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) Tresna Werdha Warga Tama
Inderalaya mempunyai tugas melaksanakan pembinaan dan pemeliharaan
serta penyantunan terhadap orang lansia terlantar, agar dapat hidup secara
wajar. Untuk melaksanakan tugas sebagaimana tersebut diatas Kepala tresna
Werdha Warga Tama Inderalaya mempunyai tugas:

Pemberian motivasi, observasi dan identivikasi

Pengungkapan dan penelaahan masalah

Pelayanan, penampungan, pengasramaan, pemeliharaan dan perawatan

Pelayanan pembinaan sosial serta mental.

Pemberian bimbingan usaha keterampilan.

Pemberian bimbingan kerohanian keagamaan.

b. Kepala Sub bagian tata usaha


Sub bag tata usaha mempunyai tugas meliputi ketatausahaan, kepegawaian,
keuangan, perlengkapan umum serta perencanaan dan pelaporan. Untuk
melaksanakan tugas tersebut sub bag tata usaha mempunyai fungsi:

Pengelolaan surat menyurat, kepegawaian, perlengkapan, keuangan


dan perencanaan program pelaporan

Penyusunan rencana program, penyusunan data dan laporan kerja serta


penyebaran informasi

Pelaksanaan pengaturan jadwal bagi personil yang bertugas.

c. Kepala seksi penyantunan


Seksi penyantunan mempunyai tugas dalam rangka pemberian pelayanan
kesejahteraan sosial kepada lansia dalam panti. Untuk melaksanakan tugas
tersebut diatas seksi penyantunan mempunyai fungsi:

Pelaksanaan motivasi, identifikasi, dan konsultasi

Pengungkapan masalah

Pelaksanaan pelayanan, penampungan pengasramaan, pemeliharaan


dan perawatan.

d. Kepala seksi pembinaan kerohanian dan penyaluran keterampilan:


Kepala seksi pembinaan kerohanian dan penyaluran keterampilan mempunyai
tugas menyiapkan bahan-bahan dalam rangka bimbingan keterampilan dan
pembinaaan kerohanian keagamaan. Untuk melaksanakan tugas diatas seksi
pembinaan kerohanian dan penyaluran keterampilan mempunyai tugas:

Pelaksanaan pelayanan pembinaan fisik dan mental.

Pelaksanaan bimbingan usaha keterampilan.

Pelaksanaan bimbingan kerohanian keagamaan.

e. Kelompok pejabat pekerja sosial fungsional:


Mempunyai tugas memberikan pelayanan kesejahteraan sosial dan rehabilitasi
sosial kepada para lansia terlantar warga binaan.

2.3 Visi dan Misi


2.3.1 Visi
Memberiakan pelayanan kesejahteraan sosial lansia terlantar dibidang
pelayanan bimbingan fisik, mental, sosial dan keterampilan dalam tata
kehidupan bermasyarakat agar dapat hidup secara wajar.
2.3.2 Misi

Memberikan bimbingan fisik, mental, spiritual, sosial, dan keterampilan

Mengutamakan kualitas pelayanan bagi lansia.

Meningkatkan akrebilitas kebagian daerah yang masih belum terjangkau


permasalahan kesejahteraan sosial khususnya masalah lansia dalam
rangka pemerataan pembangunan.

Meningkatkan pelayanan sesuai dengan bakat dan keterampilan.

BAB III
KONSEPTUAL TEORI

3.1 Konsep Penyakit


3.1.1 Pengertian
Stroke didefinisikan sebagai manifestasi klinik gangguan fungsi serebral vokal
atau global yang terjadi secara mendadak selama lebih dari 24 jam atau berakhir
dengan kematian, dan gangguan vaskuler (WHO, 1982 dalam Rizki 2005).
Stroke merupakan suatu sindrom klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi
otak yang dapat menimbulkan kematian (Rahmawati, 2005).
Stroke adalah penyempitan pembuluh darah arteri ke otak dapat menimbulkan
stroke, otot jantung diberi oksigen dan nutrisi yang diangkut oleh darah melalui
arteri-arteri kecil dan gangguan suplai darah pada bagian otak (Soeharto, 2002).
Stroke adalah suatu penyakit yang menyebabkan pembuluh darah dalam
menyediakan darah kepada otak terganggu. Stroke termasuk penyakit serebro
vaskuler (pembuluh darah otak ) yang ditandai dengan kematian jaringan otak (
infark serebral ) yang terjadi karena berkurangnya aliran darah dan oksigen ke otak
(Lenny, 2007).
Stroke secara umum merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan
mendadak dan berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah
otak (Hudak dan Gallo, 1997) dalam Iriyan Gunawan, 2008.

3.1.2 Etiologi
Berdasarkan sifat gangguan darah, stroke dibagi atas stroke non hemoragi dan
stroke hemoragi. Stroke non hemoragi terjadi akibat penyumbatan pembuluh darah ke
otak.

Penyakit

vaskuler

utama

yang

menimbulkan

penyumbatan

adalah

arterosklerosis proses penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah pada


arterosklerosis trombosis berlangsung secara bertahap stroke dan juga dapat
disebabkan oleh trombosis dari jantung yang berjalan ke arteri karotis yang disebut
emboli dan proses ini terjadi secara cepat.
Stroke hemoragi terjadi akibat pecahnya pembuluh darah otak, dapat
disebabkan oleh hipertensi dan rupture venus malprognosanya buruk dapat terjadi
edema cerebri dan peningkatan tekanan intra cranial sehingga menyebabkan heunlasi
batang otak (WHO, 1999).

Stroke biasanya diakibatkan salah satu dari empat kejadian yaitu:


a.

Trombosis cerebral
Adalah arterosklerosis cerebral dan perlambatan sirkulasi cerebral adalah

penyebab utama trombosis cerebral adalah penyebab paling umum dari stroke,
gejalanya bervariasi: sakit kepala, pusing dan kejang.
b.

Emboli cerebral
Adalah abnormalitas patologi pada jantung kiri, seperti: endokarditis, infektif,

penyakit jantung rematik, infark miokard, serta infeksi pulmonal.

c.

Iskemia cerebral
Adalah insuvisiensi suplai darah ke otak terutama karena konstriksi pada

arteri yang mensuplay darah ke otak.


d.

Hemoragi cerebral
Adalah hemoragi dapat terjadi hemoragi subdural atau epidural (Brunner &

Sudarth, 2002).

Otak memerlukan oksigen yang diangkut oleh darah. Penyakit stroke terjadi
jika ada gangguan aliran darah ke bagian otak. Gangguan ini terbagi menjadi 2 bagian
yaitu:
a.

Stroke iskemia: gangguan fungsi otak secara tiba-tiba yang disebabkan oleh
penurunan aliran oksigen yang dapat mematikan sel-sel saraf.

b.

Stroke hemoragi: terjadi pendarahan otak yang menurunkan aliran oksigen dan
sel-sel saraf akan mati, area yang terkena akan terganggu.

3.1.2.1 Faktor resiko stroke


Menurut lumban tobing (2001) faktor resiko stroke dapat dibagi menjadi 2
yaitu:
a.

Faktor resiko stroke yang kuat (mayor) adalah:


1. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
2. Penyakit jantung meliputi infark miokard.
3. Penyakit katup jantung.

4. Gagal jantung kongestif.


5. Diabetes mellitus.

b.

Faktor-faktor resiko stroke yang lemah (minor) adalah:


1. Kadar lemak yang tinggi dalam darah.
2. Hematokrit tinggi.
3. Merokok.
4. Kegemukan.
5. Kadar asam urat tinggi.
6. Kurang gerak badan atau olahraga.
7. Fibrinogen tinggi.

Menurut Henderson faktor-faktor yang mempengaruhi penyakit stroke


meliputi:
a.

Tekanan darah tinggi


Hal ini biasanya adalah tekanan darah tinggi yang berlarut-larut atau dikenal

seperti hipertensi yang dapat merusak arteri, diikuti oleh penyempitan dan akhirnya
terjadi penyumbatan.
b.

Penyakit arteri
Proses penuaan, tekanan darah tinggi, diabetes melitus, penyakit jantung,

seperti angina (nyeri) atau serangan jantung apalagi mengalami stroke ringan yang
dikenal sebagai iskemia mungkin pasokan darah ke kaki tidak lancar.

c.

Gaya hidup
Penyakit jantung ditemukan 2-3 kali lebih sering pada pasien yang pernah

mengalami stroke dibandingkan dengan yang tidak. Oleh karena itu tidaklah
mengejutkan bahwa perubahan gaya hidup yang dianjurkan bagi orang yang beresiko
mendapat serangan jantung.
d.

Bekuan darah
Ada resiko yang tinggi pada stroke embolisme yaitu stroke yang disebabkan

oleh terlepasnya gumpalan darah dari daerah jantung atau daerah lainnya di otak dan
penyumbatan pembuluh darah arteri di otak yang terus-menerus.
e.

Hemoragi otak
Dapat disebabkan oleh tekanan darah yang sangat tinggi, berbagai macam

penyakit dan arteri yang lemah serta rusak atau kurangnya pembekuan darah yang
disebabkan oleh leukemia atau pengobatan untuk mencegah pembekuan darah.
Menurut Soeharto, (2002) faktor resiko stroke terhalangnya aliran darah di
dalam pembuluh arteri yang disebabkan oleh timbunan arterosklerosis atau plak.
Seperti telah berulang kali disebutkan plak di arteri koroner dapat menyebabkan
penyakit jantung koroner, bahkan serangan jantung. Dari segala faktor yang
berlangsung maupun tidak berlangsung mendorong tertutupnya plak yang merupakan
faktor resiko penyakit jantung koroner berarti juga menjadi faktor resiko stroke
seperti kolesterol dan lemak yang abnormal, hipertensi, terbentuk diabetes melitus,
kegemukan.

3.1.3

Patofisiologi
Stroke disebabkan oleh 2 jenis gangguan sirkulasi, yaitu: iskemia dan

hemoragi. Pada stroke iskemia yang disebut juga aliran darah ke sebagian otak
berkurang atau berhenti. dapat disebabkan oleh sumbatan atau kelainan pada jantung
yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau oleh tekanan perfusi yang
menurun. Hemoragi dapat meningkatkan tekanan intracranial dan menyebabkan
systemia didaerah yang mengalami iskemia dapat menyebabkan pendarahan.

3.1.3.1 Stroke iskemia


Didefinisikan secara patofisiologi sebagai kematian jaringan otak karena
pasokan darah yang tidak adekuat. Definisi klinik stroke iskemia ialah defisit
neurologis vokal yang timbul akut dan berlangsung lebih lama dari 24 jam dan tidak
disebabkan pendarahan, dapat disebabkan oleh stenosis arteri vokal berkombinasi
dengan tekanan perfusi atau aliran kolateral.

3.1.3.2 Asal thrombus


Oklusi vaskuler hampir selalu disebabkan oleh thrombus yang terdiri dari
trombosis, fibrin, eritrosit dan leukosit.

3.1.3.3 Arterotrombo embolisme


Arterosklerosis pembuluh darah besar merupakan penyebab yang paling
sering dari iskemia cerebri vokal pada orang dewasa menyebabkan iskemia melalui

oklusi trombotik dari arteri pada tempat terjadinya arterosklerosis atau oleh oklusi
emboli pada pembuluh darah yang lebih kecil.

3.1.3.4 Emboli Otak


Adalah emboli terbentuk dari gumpalan darah, fibrin, trombosit, kolesterol,
lemak, udara, tumor, metastase, bakteri, benda asing. Dari penelitian epidemiologi
gumpalan darah merupakan penyebab yang paling sering dari emboli di otak. Bahan
lainnya seperti materi yang padat, cair, gas, dapat menghambat aliran darah di arteri
dan mengakibatkan anoreksia di jaringan distal dari obstruksi. Akibat obstruksi di
daerah hilir terjadi iskemia dan fungsi neuron dan jaringan yang lainnya, seperti:
dinding pembuluh darah terganggu.

3.1.4

Tanda dan Gejala

Stroke menyebabkan berbagai defisit neirologik, bergantung pada lokasi lesi


pembuluh darah mana yang tersumbat. Ukuran area yang perfusinya tidak adekuat
dan jumlah aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).
1. Defisit Lapang Penglihatan
a. Homonimus Hemianopsia (kehilangan setengah lapang penglihatan)

Tidak mempunyai orang atau objek di tempat kehilangan penglihatan

Mengabaikan salah satu sisi tubuh

Kesulitan menilai jarak

b. Kehilangan penglihatan perifer

Kesulitan melihat pada malam hari

Tidak menyadari objek atau batas objek

c. Diplopia

Penglihatan ganda

2. Defisit Motorik
a. Hemiparesis / Hemiplegia
Kelemahan wajah, lengan dan kaki pada sisi yang sama (karena lesi pada
hemisfer yang berlawanan)
b. Ataksia

Berjalan tidak mantap, tegak

Tidak mampu menyatukan kaki, perlu dasar berdiri yang luas

c. Disatria
Kesulitan dalam membentuk kata
d. Disfagia
Kesulitan dalam menelan
3. Defisit Sensori
-

Parestisia (terjadi pada sisi yang berlawanan dari lesi)

Kebas dan kesemutran pada tubuh

4. Defisit Verbal
a. Apasia Ekspresif : Tidak mampu membentuk kaat yang dipahami
b. Apasia Reseptif : Tidak mampu memahami kata yang dibicarakan
c. Apasia Global : Kombinasi apasia ekspresif dan reseptif.
5. Defisit Kognitif
a. Kehilangan memori jangka pendek dan panjang
b. Penurunan lapang perhatian
c. Kerusakan kemampuan untuk berkonsentrasi
d. Perubahan penilaian
6. Defisit Emosional
a. Kehilangan kontrol diri
b. Labilitas emosional
c. Penurunan toleransi pad situasi yang menimbulkan stress
d. Depresi
e. Menarik diri
f. Rasa takut, bermusuhan dan marah
g. Perasaan isolasi

3.1.5

Penatalaksanaan

3.1.5.1 Pencegahan
Pencegahan stroke dilakukan dengan mengendalikan faktor resiko yang dapat
memicu terjadinya serangan hipertensi meningkat sampai 4 atau 5 kali lebih besar
dari orang yang memiliki tekanan darah normal. Pasien yang pernah terkena serangan
stroke sebelumnya memiliki resiko besar untuk mendapatkan serangan kembali
terutama tahun-tahun pertama serangan, modifikasi gaya hidup dengan mengontrol
berat badan, olahraga, diet, tidak merokok dan mengkonsumsi obat-obat yang
diperlukan untuk mencegah terjadinya penyakit yang dapat memicu serangan
merupakan rangkaian tindakan pencegahan timbulnya stroke (Menurut Harsono,
1996).
Menurut lumban tobing, (2001) Pencegahannya adalah penderita harus
berhenti merokok, olahraga dan agar stroke tidak kambuh diberikan obat-obat anti
agregasi trombosit misalnya: asetosal dan tiklopidin, tujuannya bermanfaat mencegah
serangan stroke. Dosis aspirin 40-1300 mg/hari dan dosis tiklopidin 2x 250mg/hari.
Menurut Rahmawati, (2005) Pencegahannya adalah menerapkan pola hidup
sehat, dengan mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang, rajin berolahraga,
menghindari stres dan memeriksakan kesehatan secara teratur.

3.1.5.2 Terapi sesudah serangan stroke

Menurut Sumoarjono, (1998) bahwa terapi terhadap pasien stroke yang


mengalami gangguan efektif ini meliputi:
a. Terapi somatic yaitu dengan obat-obatan yang ditujukan kepada gangguan
peredaran darah pada otak (stroke).
b. Psikofarmaka yaitu obat-obatan yang ditujukan terhadap gangguan psikiatriknya.
c. Psikoterapi, termasuk dengan pendekatan keagamaan.
d. Fisioterapi.
Faktor-faktor lingkungan dan keluarga juga berperan dalam proses
penyembuhan pasien. Terapi perawatan pasien stroke dilakukan sejak fase akut dan
subakut maupun fase kronis.
Setelah melewati fase akut, tim medis akan melakukan terapi fisik untuk
merangsang kemampuan motorik.
a.

Posisi Baring
1) Ranjang tempat pasien berbaring seluruhnya harus datar.
2) Kepala ditinggikan 30 derajat dengan posisi yang nyaman.
3) Posisi tidur diusahakan dilakukan secara dinamis, artinya pasien jangan tidur/
berbaring pada satu sisi yang terlalu lama, posisi pasien harus diubah-ubah
tiap beberapa waktu.

b.

Duduk
Pasien diusahakan untuk dapat duduk secepat mungkin, apabila belum mampu

berubah posisi dari baring ke posisi duduk, maka perawat atau anggota keluarga
dapat membantu. Keadaan ranjang pada bagian kepala diusahakan selurus mungkin

sehingga pasien dapat duduk dengan lurus dan bila perlu bawah punggung pasien
dapat di ganjal dengan bantal untuk membantunya.
c.

Terapi Bicara
Pasien dianjurkan untuk secepatnya memulai mengadakan dan memulihkan

kemampuan bicaranya dengan jalan mengemukakan segala hal yang ia ingin katakan
dengan ucapannya yang terdengar, walaupun timbul berbagai kesulitan dalam
mengemukakan kepada orang lain.
d.

Fisioterapi
Segera setelah mobilisasi dini dan pasien telah mampu duduk dengan baik,

maka sekarang pasien diusahakan untuk segera duduk di kursi dengan melakukan
sendiri maupun melalui bantuan orang lain.
e.

Psikoterapi
Ada beberapa hal yang dirasakan oleh pasien yang selamat dari stroke

beberapa tahun kemudian, diantaranya adalah kehilangan minat pada aktivitas


rekreasi (Iskandar, 2004)

3.1.5.3 Mobilisasi pada pasien stroke


1)

Definisi mobilisasi dini


Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana pasien atau klien mampu melakukan

pergerakan secara mandiri (Tarwoto & Wartona, 2004 dalam Aisyah, 2005)
mobilisasi yang dilakukan terhadap pasien pasca stroke meliputi perubahan posisi,
menggerakkan tangan dan kaki. Pasien harus dibesarkan harapannya agar mau aktif

sedapat mungkin dalam keadaan untuk aktivitas melalui perubahan-perubahan posisi


di tempat tidur dan sering melaksanakan rentang gerak yang aktif (Long, 1996 dalam
Aisyah, 2005).
Menurut Iskandar, (2004) mobilisasi dini dilakukan di tempat tidur, perawatan
suportif dini untuk memulai kegiatan yang memperbaiki fungsi neurologist melalui
terapi fisik dan tehnik lainnya. Mobilisasi di tempat tidur merupakan suatu program,
khususnya setelah beberapa hari pasca stroke. Tujuannya untuk mencegah terjadinya
kekakuan pada otot.
2)

Tahap-tahap mobilisasi dini.

a.

Fase akut
Pada fase akut (biasanya 48-72 jam pertama setelah serangan stroke) keadaan

pasien belum stabil, sehingga pasien harus berbaring di tempat tidur.Tetapi sikap dan
posisi pasien harus diperhatikan, terutama pada anggota badan yang lumpuh. Selain
untuk mencegah terjadinya kecacatan, juga untuk memberikan rasa nyaman kepada
pasien. Selain memperhatikan sikap dan posisi pasien, kita juga harus memberikan
latihan-latihan pasif anggota gerak atas dan bawah yang berguna untuk mencegah
terjadinya kekakuan otot dan sendi.

1. Posisi Pasien
Posisi pasien harus diubah setiap 2-3 jam berupa terlentang, miring ke sisi
yang sehat dan miring ke sisi yang sakit. Pada waktu miring ke sisi yang sakit,
usahakan tidak lebih dari 20 menit.
BERBARING TERLENTANG:
-

Posisi kepala, leher dan punggung harus


lurus.

Letakkan bantal dibawah bahu dan lengan


yang lumpuh secara hati-hati, sehingga
bahu terangkat ke atas dengan lengan agak
ditinggikan dan memutar ke arah luar, siku
dan pergelangan tangan agak ditinggikan.
-

Letakkan pula bantal dibawah paha


yang lumpuh dengan posisi agak
memutar kearah dalam, lutut agak
ditekuk.

MIRING KE SISI YANG SEHAT:


-

Bahu

yang

lumpuh

harus

menghadap

kedepan,lengan yang lumpuh memeluk bantal


dengan siku diluruskan.

Kaki yang lumpuh diletakkan di depan,di


bawah paha dan tungkai diganjal bantal,
lutut ditekuk.

MIRING KE SISI YANG LUMPUH


-

Lengan yang lumpuh menghadap ke depan,


pastikan bahwa bahu pasien tidak memutar
secara berlebihan.

Kaki yang lumpuh agak ditekuk, kaki yang


sehat menyilang diatas kaki yang lumpuh
dengan di ganjal bantal.

2.

LATIHAN PASIF ANGGOTA GERAK ATAS DAN BAWAH.

a)

Latihan pasif anggota gerak atas.


Gerakan menekuk dan meluruskan sendi
bahu:
Tangan satu penolong memegang siku, tangan
lainnya memegang lengan.
Luruskan siku, naikkan dan turunkan lengan
dengan siku tetap lurus.

Gerakan menekuk dan meluruskan siku:


Pegang lengan atas dengan tangan satu, tangan
lainnya menekuk dan meluruskan siku.

Gerakan memutar pergelangan tangan:


Pegang lengan bawah dengan tangan satu
tangan lainnya menggenggam telapak tangan
pasien.
Putar pergelangan tangan pasien ke arah luar
(terlentang) dan ke arah dalam (telungkup).
Konsul terapi fisik sebelum melakukan latihan ini:
Gerakan

menekuk

dan

meluruskan

pergelangan tangan:
Pegang lengan bawah dengan tangan satu,
tangan lainnya memegang pergelangan tangan
pasien.
Tekuk

pergelangan

tangan

kebawah.

Gerakan memutar ibu jari:

keatas

dan

Pegang telapak tangan dan keempat jari


dengan tangan satu, tangan lainnya memutar
ibu jari tangan.

Gerakan menekuk dan meluruskan jari-jari


tangan:
Pegang pergelangan tangan dengan tangan
satu, tangan lainnya menekuk dan meluruskan
jari-jari tangan.

b) Latihan pasif anggota gerak bawah


Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal
paha:
Pegang lutut dengan lengan satu, tangan
lainnya memegang tungkai.
Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut tetap
lurus.
Gerakan menekuk dan meluruskan lutut:
Pegang lutut dengan tangan satu, tangan
lainnya memegang tungkai.
Kemudian tekuk dan luruskan lutut.
Gerakan untuk pangkal paha:

Gerakan kaki pasien menjauh dan mendekati


badan (kaki satunya ).

Gerakan memutar pergelangan kaki:


Pegang tungkai dengan tangan satu, tangan
lainnya memutar pergelangan kaki.

2.4.2.2 Fase Latihan Aktif.


Selain latihan pasif yang dilakukan oleh terapi fisik atau oleh pengasuh, bila
keadaan umum pasien telah stabil, pasien dilatih untuk melakukan latihan aktif
anggota gerak atas dan bawah secepat (sedini ) mungkin.

1. LATIHAN AKTIF ANGGOTA GERAK ATAS DAN BAWAH.


Latihan 1 :
- angkat tangan yang lumpuh menggunakan
tangan yang sehat ke atas.
- letakkan kedua tangan di atas kepala .
- kembalikan tangan ke posisi semula.
Latihan II :
- angkat tangan yang lumpuh melewati dada
ke arah tangan yang sehat
- kembali ke posisi semula.

Latihan III :
- angkat tangan yang lemah

menggunakan

tangan yang sehat ke atas.


- kembali seperti semula.

Latihan IV :
- tekuk siku yang lumpuh menggunakan tangan
yang sehat.
- luruskan siku kemudian angkat ke atas.
- letakkan kembali tangan yang lumpuh
di tempat tidur.

Latihan V:
- pegang pergelangan tangan yangl lumpuh
menggunakan tangan yang sehat, angkat ke
atas dada.
- putar pergelangan tangan ke arah dalam dan
ke arah luar.

Latihan VI :

- tekuk jari-jari yang lumpuh dengan tangan


dan luruskan.
- putar ibu jari yang lemah menggunakan
tangan yang sehat.

Latihan VII :
- letakkan kaki yang sehat dibawah lutut yang
lumpuh.
- turunkan kaki yang sehat, sehingga punggung
kaki yang sehat berada dibawah pergelangan
kaki yang lumpuh.
- angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki
yang sehat, kemudian turun kan pelan-pelan.

Latihan VIII :
- angkat kaki lumpuh menggunakan kaki yang
3 cm.
- ayunkan kedua kaki sejauh mungkin ke arah
satu sisi,kemudian ke sisi sebelahnya (sisi
satunya).
- kembali ke posisi semula dan ulangi lagi.

Latihan IX :
- anjurkan pasien untuk menekuk lututnya,
bantu pegang pada lutut yang lumpuh dengan
tangan satu.
- dengan tangan lainnya penolong memegang
pinggul pasien.
- anjurkan pasien untuk mengangkat bokongnya.
- kembali ke posisi semula dan ulangi lagi.

2. LATIHAN KESEIMBANGAN
Bila keadaan umum pasien telah stabil yang dinyatakan oleh tim
medis,mulailah melatih keseimbangan duduk, berdiri dan berjalan.
a). Melatih keseimbangan duduk.
- penolong berdiri di sebelah sisi yang lumpuh,
penolong lainnya berdiri di sisi yang sehat
(bila diperlukan).
- letakkan lengan anda yang dekat dengan
kepala pasien dibelakang punggung pasien,
demikian pula tangan penolong satunya.
- tarik bersama-sama pasien kearah
duduk tegak.
- bila pasien telah mampu menjaga

keseimbangan waktu duduk, letakkan bantal di


belakang kepala, leher dan bahu yang
lumpuh(jumlah 4 bantal), letakkan juga satu
bantal

di

bawah

lengan

yang

lumpuh

(perhatikan gambar).

b ). Melatih keseimbangan berdiri.


- sediakan cermin besar supaya pasien dapat
melihat apakah berdirinya sudah tegak atau
belum.
- berikan kesempatan kepada pasien untuk
berusaha berdiri sendiri semaksimal mungkin.
- berdirilah dekat sisi pasien yang lumpuh untuk
memberikan perasaan aman padanya.
3. LATIHAN MENGGUNAKAN TANGAN YANG LUMPUH
Hampiri dan berbicara dengan pasien dari sisi tubuh yang lumpuh, sentuhlah
anggota tubuh yang lumpuh tersebut dan gosoklah dengan lembut.
- jangan topang pasien bila tiba-tiba pasien
seakan terjatuh (condong ke sisi yang
lumpuh), karena pasien akan belajar
sendiri untuk
tubuhnya.

menjaga keseimbangan

- berikan motivasi kepada pasien untuk


menggunakan tangan yang lumpuh
sesering mungkin
- gunakan sling/penyanggah sesuai yang
dianjurkan terapi fisik.

4. LATIHAN MOBILISASI
Sebelum latihan berjalan, pastikan bahwa pasien telah mampu berdiri dan
menjaga keseimbangannya dengan baik. Posisi penolong pengasuh) harus selalu
berada di sisi yang lemah dan membantu pasien dari arah tersebut.
a).

Latihan berjalan menggunaka tongkat berkaki satu atau berkaki empat.


Anjurkan pasien untuk meletakkan tongkat di
depannya agak kesamping, langkahkan kaki
yang lemah terlebih dulu diikuti kaki yang
sehat, ulangi cara ini untuk belajar berjalan
selanjutnya.

b).

Latihan naik turun tangga.

- Naik tangga dibantu penolong. Penolong berdiri di belakang pasien. Langkahkan


kaki yang sehat terlebih dahulu sambil tangan berpegang pada pergelangan
tangga,kemudian kaki lumpuh langkahkan pada anak tangga yang sama.

- Turun tangga dibantu penolong. Sambil berpegang pada pegangan tangga,


langkahkan terlebih dahulu kaki yang lemah, kemudian diikuti kaki yang sehat.

- Penolong berdiri di depan


pasien menghadap ke pasien.

- naik dan turun tangga tanpa


menggunakan tongkat.

- naik dan turun tangga


menggunakan tongkat.

5. LATIHAN BERKOMUNIKASI
Selain konsul ke terapi bicara dan melakukan kegiatan seperti yang telah
dibicarakan di muka, biasanya terapi okupasi memberikan latihan-latihan sebagai
berikut:

Latihan menulis.

Latihan membaca.

Latihan mengucapkan
huruf
A, I, U, E, O.

Latihan mendengar suara, misalnya :


musik,

kaset

berisi

suara

anggota

keluarga.

Latihan berkomunikasi menggunakan


papan
tulisan.

yang bergambar atau berupa

3.2

Konsep Lansia
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun
proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, akan tetapi
pada kenyataannya, proses ini lebih menjadi beban bagi orang lain
dibandingkan proses lain yang terjadi. Beberapa factor yang menyebabkan
adanya perbedaan penyakit yang dihadapi individu sepanjang hidupnya, antara
lain perbedaan dalam pekerjaan yang dilakukan, perbedaan keadaan social dan
ekonomi yang rendah. Proses tersebut mempunyai konsekuensi terhadap aspek
social, biologis, dan psikologis. Perawat yang akan merawat lansia harus
mengerti sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal.
Penuaan biologis terjadi secara perlahan-lahan; banyak mempengaruhi
beberapa system tubuh dari pada system yang lain dan mempercepat tahun
kehidupan. Hal ini memberikan beberapa pengertian terhadap proses penuaan
biologis dan menunjukkan bahwa pembelahan sel lebih lanjut mungkin terjadi
untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan, sesuai dengan berkurangnya umur.
Pada beberapa system, seperti system saraf , system musculoskeletal
dan jantung, sel pada jaringan dan organ dalam system itu tidak dapat diganti
jika sel tersebut dibuang karena rusak atau mati. Oleh akrena itu, system
tersebut beresiko mengalami proses penuaan dan mempunyai kemampuan
yang sedikit atau tidak sama sekali untuk tumbuh dan memperbaiki diri,
dengan konsekuensi yang buruk karena system sel tidak dapat diganti.

a. Perubahan Kulit dan Sistem Muskuloskeletal


Perubahan pada kulit lansia dalam pembentukan sistem tubuh individu
mengakibatkan kulit lebih mudah rusak. Oleh karena perlu penanganan yang
hati-hati oleh staf keperawatan. Sistem musculoskeletal yang merupakan
komponen struktural utama, mengalami perubahan dalam musculature, yaitu
otot mengecil secara progresif (dekalsifikasi). Perubahan yang lambat
membuat tulang pada lansia lebih mudah fraktur, dan hal ini mengalami
penanganan yang hati-hati oleh staf perawat. Penurunan elastisitas sendi
disebabkan oleh adanya perubahan dalam sintesis kolagen, yang cenderung
mengalami kerusakan.

b. Perubahan Kardiopulmonal
Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan seperti arteri yang
kehilangan elastisitasnya. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan nadi dan
tekanan sistolik. Perubahan tekanan darah yang fisiologis mungkin benarbenar merupakan tanda penuaan yang normal. Di dalam sistem pernafasan,
terjadi pendistribusian ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan banyak
kalsium dan sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini
berhubungan dengan perubahan postural yang menyebabkan penurunan
efisiensi ventilasi paru. Berdasarkan alasan ini lansia mengalami salah satu hal
terburuk yang dapat ia lakukan yaitu istirahat di tempat tidur dalam waktu

yang lama. Perubahan dalam sistem pernafasan membuat lansia lebih rentan
terhadap komplikasi pernafasan akibat istirahat total, seperti infeksi pernafasan
akibat penurunan ventilasi paru.

c. Sistem pencernaan dan Metabolisme


Perubahan kecil yang terjadi pada sistem pencernan merupakan
kemunduran fungsi yang nyata. Perawat harus mengetahui proses penuaan
yang tidak normal salah satunya organ hati. Kondisi yang secara normal tidak
ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbilkan efek yang merugikan ketika
diobati. Karen apada lansia kecenderungan terjadin peningkatan efek samping.

d. Sistem Perkemihan
Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan banyak
fungsi yang mengalami kenunduran contoh laju filtrasi, ekskresi, dan
reabsorbsi oleh ginjal. Hal ini akan memberikan efek pada lansia. Pola
perkemihan yang tidak normal seperti banyaknya berkemih dimalam hari
menunjukkan bahwa inkontinensia urin meningkat.

e. Sistem Saraf dan Endokrin


Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomi dan atrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia namun sulit untuk mendefinisikan karena
faktor usia itu sendiri. Terkadang seluruh kekuatan mental mereka hilang dan

dianggap ini merupakan kurang didukung tiang kuat. Perubahan seperti reaksi
dan reflek yang lambat terjadi sesuai dengan perubahan dalam kemampun
untuk mempertahankan postur tubuh. Mereka banyak beradaptasi dengan
keadaan tersebut, namun mengarah pada frekuensi kecelakaan. Ini akibat dari
kemunduran pendengaran dan penglihatan mereka. Yang pasti suara harus jelas
dan terarah untuk memastikan mereka mengerti yang kita katakan.
Kemunduran fungsi endokrin tidak berarti aktivitas seksual mereka berhenti.
Aspek yang penting adalah penurunan kemampuan untuk melawan infeksi.

3.3

Konsep Keperawatan

a.

Pengkajian
1. Aktivitas / Istirahat
Gejala : - Merasa mudah lelah
- Merasa sulit melakukan aktivitas karena kelemahan / paralis
Tanda : - Gangguan Tonus otot, paralitik
- Gangguan penglihatan
-

Gangguan tingkat kesadaran

2. Sirkulasi
Gejala : Adanya penyakit jantung, riwayat hipertensi postural
Tanda : -

Hipertensi arterial berhubungan dengan adanya embolisme


Disritmia, perubahan EKG

Desiran pada karotis, femoralis dan arteri iliaka/ aorta

3. Integritas EGO
Gejala : Perasaan tidak berdaya (putus asa)
Tanda : -

Emosi yang labil dan ketidak siapan berhubungan dengan


marah, sedih, dan gembira

Kesulitan mengekspresikan diri

4. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urine
Tanda : Distensi kandung kemih, berlebih, bising usus (-)

5. Makanan dan Cairan


Gejala : -

Nafsu makan hilang

Mual, muntah selama fase akut

Kehilangan sensasi pada lidah, pipi, tenggorok, disfasia.

Adanya riwayat diabetes

Tanda : Kesulitan menelan

6. Neurosensori
Gejala : -

Sinkope / pusing
Penglihatan menurun, buta total, perubahan hilang sebagian

Tanda : Diplopia, defek pandang


7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas yang berbeda-beda (karena arteri
karotis yang terkena)
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah.

8. Pernafasan
Gejala : -

Kemampuan menelan / batuk / hambatan jalan nafas

Timbulnya nafas sulit dan tidak teratur

Suara nafas terdengar (aspirasi dan espirasi)

9. Keamanan
Gejala : -

Motorik / sensorik masalah dengan penglihatan


Perubahan persepsi terhadap orientasi tremperaturr tubuh
(stroke kanan)

Kesulitan untuk melihat objek dari sisi kiri (stroke kanan),


hilang kewaspadaan terhadap bagian yang sakit.

Tanda :

- Kesulitan

dalam

menelan,

tidak

mampu

memenuhi

kebutuhan sendiri
-

Gangguan dalam memutuskan, tidak sabar/ kurang kesadaran


diri

10. Interaksi Sosial


Gejala : Masalah bicara, ketidakmmapuan untuk berkomunikasi

b. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau oklusi
pembuluh darah serebral
2. Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan,
hemiparese
3. Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan sentral
bicara
4. Risiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak
adekuat
5. Kurang kemampuan merawat diri b.d. kelemahan, gangguan neuromuscular,
kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi, nyeri, kerusakan
persepsi
6. Risiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan kesadaran
7. Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan perawatan b.d.
kurang informasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal sumber

c. Intervensi
DP 1 : Penurunan perfusi serebral b.d. adanya perdarahan, edema atau
oklusi pembuluh darah serebral
Intervensi
Rasionalisasi
1. Pantau
adanya
tanda-tanda 1. Mengetahui kecenderungan tingkat
penurunan perfusi serebral: GCS,
kesadaran dan potensial peningkatan
memori, bahasa, respon, pupil dll.
TIK dan mengetahui lokasi, luas,
dan kemajuan/resolusi kerusakan
SSP.
2. Observasi tanda-tanda vital (tiap 2. Memberikan
gambaran
lebih
jam sesuai kondisi pasien)
lengkap tentang keterlibatan / bidang
masalah vaskular.
3. Pertahankan posisi tirah baring 3. Aktivitas/ stimulus yang kontinu
pada posisi anatomis atau posisi
dapat meningkatkan TIK istirahat
kepala tempat tidur 15-30 derajat.
total dan ketenangan mungkin
diperlukan
untuk
pencegahan
terhadap perdarahan dalam kasus
stroke
hemoragik/
perdarahan
lainnya.
4. Hindari valsava manuever seperti 4. Manuever
valsava
dapat
batuk, mengejan dan sebagainya.
meningkatkan
TIK
dan
memperbesar
resiko
terjadinya
perdarahan
5. Pertahankan
lingkungan
yang 5. Lingkungan yang nyaman dan
nyaman.
tenang diperlukan untuk mengurangi
peningkatan TIK.
6. Hindari
fleksi
leher
untuk 6. Mencegah peningkatan tekanan
mengurangi resiko jugular.
arteri dengan meningkatkan drainase
dan meningkatkan sirkulasi / perfusi
serebral.
7. Kolaborasi :
7. Kolaborasi :
Beri Oksigen sesuai indikasi
Menurunkan hipoksia yang dapat
menyebabkan vasodilatasi serebral
dan
tekanan
meningkatkan/
terbentuknya edema.

Laboratorium : AGD, gula darah,


dll.
Pemberian terapi sesuai advis
CT Scan kepala untuk diagnosa
dan monitoring.

Memberikan informasi tentang


keefektifan pengobatan/ kadar
terapeutik.
Bermanfaat
untuk
mengatasi
situasi.
Membantu dalam melihat lokasi
atau kondisi dari otak

DP 2: Gangguan mobilitas fisik b.d. kerusakan neuromuskuler, kelemahan,


hemiparese
Intervensi
Rasionalisasi
1. Pantau tingkat kemampuan mobilisasi 1. Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan
klien
dan dapat memberikan informasi
mengenai pemulihan
2. Pantau kekuatan otot
2. Mengidentifikasi kemampuan otot
3. Rubah posisi tiap 2 jam
3. Menurunkan
resiko
terjadinya
trauma/iskemia jaringan. Daerah yang
terkena mengalami perburukan /
sirkulasi yang lebih jelek dan
menurunkan sensasi dan lebih besar
menimbulkan kerusakan
4. Pasang trochanter roll pada daerah 4. Alas/dasar yang keras menurunkan
yang lemah.
stimulasi
fleksi
jari-jari,
mempertahankan jari-jari dan ibu jari
pada posisi yang normal.
5. Lakukan ROM pasif atau aktif sesuai 5. Meminimalkan
atrofi
otot,
kemampuan dan jika TTV stabil.
meningkatkan sirkulasi, membantu
mencegah kontraktur.
6. Libatkan
keluarga
dalam 6. Membantu proses pemulihan pasien
memobilisasi klien.
yang lebih efektif.
7. Kolaborasi Fisioterapi
7. Program
yang
khusus
dapat
dikembangkan untuk menemukan
kebutuhan yang berarti / menjaga
kekurangan
tersebut
dalam
keseimbangan,
koordinasi,
dan
kekuatan.

DP 3 : Gangguan komunikasi verbal b.d. kerusakan neuromuscular, kerusakan


sentral bicara.
Intervensi
1. Evaluasi sifat dan beratnya afasia
pasien, jika berat hindari memberi
isyarat non verbal
2. Lakukan komunikasi dengan wajar,
bahasa jelas, sederhana dan bila perlu
diulang.
3. Dengarkan dengan tekun jika pasien
mulai bicara.
4.

5.

6.
7.

Rasionalisasi
1. Mengetahui tipe kerusakannya dan
dapat memilih terapi yang tepat.

2. Pasien
mungkin
kehilangan
kemampuan untuk memantau ucapan
yang keluar.
3. Melakuakn penilaian terhadap adanya
kerusakan sensorik (afasia sensorik)
dan kerusakan motorik (afasia
motorik).
Berdiri di dalam lapang pandang 4. Pasien dengan lapang pandang focus
pasien pada saat berbicara.
terhadap perawat dapat memudahkan
komunikasi dan pasien mampu
menerima yang disampaikan perawat.
Latih otot bicara secara optimal.
5. Mengidentifikasi adanya disartria
sesuai dengan komponen motorik dari
berbicara (seperti lidah, gerakan bibir,
control
napas)
yang
dapat
mempengaruhi artikulasi dan mungkin
juga tidak disertai afasia motorik.
Libatkan keluarga dalam melatih 6. mengurangi isolasi sosial pasien dan
komunikasi verbal pada pasien.
meningkatkan penciptaan komunikasi
yang efektif.
Kolaborasi dengan ahli terapi wicara. 7. pengkajian
secara
individual
kemampuan bicara dan sensorik,
motorik dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi.

DP 4 : Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d. intake nutrisi tidak
adekuat.
Intervensi
Rasionalisasi
1. Kaji
faktor
penyebab
yang 1. Faktor ini mempengaruhi dalam
mempengaruhi
kemampuan
menentukan pilihan terhadap jenis
menerima makan/minum.
makanan sehingga pasien harus
terlindung dari aspirasi.
2. Hitung kebutuhan nutrisi.
2. Untuk mengetahui berapa intake
makanan
dan
minuman
yang
dibutuhkan pasien.
3. Catat intake makanan.
3. Meningkatkan proses pencernaan dan
toleransi pasien terhadap nutrisi yang
diberikan dan dapat meningkatkan
kerjasama pasien saat makan.
4. Beri latihan menelan.
4. Mengevaluasi
keefektifan
atau
kebutuhan
mengubah
pemberian
nutrisi.
5. Berikan makan via NGT.
5. Makan melalui selang NGT mungkin
diperlukan pada awal pemberian, jika
pasien mampu menelan makanan
lunak atau makanan setengah cair
mungkin lebih mudah diberikan tanpa
menimbulkan aspirasi.
6. Timbang berat badan secara berkala.
6. Merupakan sumber yang efektif untuk
mengidentifikasi
kebutuhan
kalori/nutrisi
tergantung
pada
usia,berat badan, ukuran tubuh,
keadaan penyakit sekarang.

DP 6 : Kurang kemampuan merawat diri b.d. kelemahan, gangguan


neuromuscular, kekuatan otot menurun, penurunan koordinasi otot, depresi,
nyeri, kerusakan persepsi
Intervensi
Rasionalisasi
1. Pantau tingkat kemampuan klien 1. Membantu dan mengantisipasi /
dalam merawat diri.
merencanakan pemenuhan kebutuhan
secara individu.
2. Berikan bantuan terhadap kebutuhan 2. mengurangi
rasa
ketergantungan
yang benar-benar diperlukan saja.
pasien
terhadap
bantuan
yang
diberikan agar pasien menjadi mandiri.
3. Buat
lingkungan
yang 3. Agar pasien mapu beradaptasi dengan
memungkinkan
klien
untuk
lingkungannya dalam aktivitas seharimelakuakn ADL mandiri.
hari.
4. Motivasi klien untuk melakukan ADL 4. Diharapkan dengan adanya motivasi
sesuai kemampuan.
pasien mampu melakukan aktivitas
sehari-hari tanpa bantuan.
5. Sediakan alat bantu diri bila mungkin. 5. Membantu pasien dalam melakukan
aktivitas.

DP 7 : Resiko cedera b.d. gerakan yang tidak terkontrol selama penurunan


kesadaran.
INTERVENSI
RASIONALISASI
1. Berikan lingkungan yang menunjang 1. Penerangan dan penempatan barang
kegiatan klien .
yang sederhana, dapat memudahkan
aktivitas klien

Lantai tidak basah

Penerangan yang cukup

Jauhkan
barang-barang
yang tidak terlalu diperlukan
2. Anjurkan
klien
untuk
tetap 2. Tongkat yang digunakan dapat
menopang berat tubuh
menggunakan tongkat dengan hatihati
3. Anjurkan klien untuk menggunakan 3. Menghindari resiko untuk jatuh
bed yang rendah

4. Dekatkan barang-barang pribadi agar 4. Menghindari resiko terjatuh


mudah terjangkau
DP 8 : Kurang pengetahuan (klien dan keluarga) tentang penyakit dan
perawatan b.d. kurang informasi, keterbatasan kognitif, tidak mengenal
sumber.
Intervensi
Rasionalisasi
1. Evaluasi derajat gangguan persepsi 1. Membantu dalam membangun harapan
sendori.
yang realitis dan meningkatkan
pemahaman
terhadap
keadaan
kebutuhan saat ini.
2. Diskusikan proses patogenesis dan 2. Meningkatkan
pemahaman,
pengobatan dengan klien dan
memberikan harapan pada masa
keluarga.
datang dan menimbulkan harapan pada
masa datang dan menimbulkan
harapan dari keterbatasan hidup secara
normal.
3. Identifikasi cara dan kemampuan 3. berbagai tingkat bantuan mungkin
untuk
meneruskan
program
diperlukan berdasarkan kebutuhan
perawatan di rumah.
secara individu.
4. Identifikasi faktor resiko secara 4. Memberikan penguatan visual dan
individual dan lakukan perubahan
sumber rujukan setelah sembuh.
pola hidup.
5. Buat daftar perencanaan pulang.
5. meningkatkan kesehatan secara umum
dan mungkin menurunkan resiko
kambuh.
d. Evaluasi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d interupsi aliran darah ke otak
Klien mampu Mempertahankan tingkat kesadaran biasanya/membaik, fungsi
kognitif dan motorik/sensori
Klien mampu Mendemonstrasikan TTV stabil dan tak adanyna tanda0tanda
peningkatan TIK.
Klien mampu Menunjukkkan tidak ada kelanjutan deteriorasi atau kekambuhan
defisit.

2. Kerusakan mobilitas Fisik b.d penurunan fungsi motorik:


Klien mampu Mempertahankan posisi optimal dari fungsi yang dibuktikanoleh tak
adanya kontraktur/footdrop
Klien mampu Mempertahankan/meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh
yang terkena atau kompensasi
Klien mampu Mendemonstrasikan teknik/prilaku yang memungkinkan aktifitas
Klien mampu Mempertahankan integritas kulit.
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d efek kerusakan hemisfer bahasa/bicara

Klien mampu Mengidentifikasikan pemahaman tentang masalah komunikasi

Klien

mampu

Membuat

metode

komunikasi

dimana

kebutuhan

dapat

diekspresikan

Klien mampu Menggunakan sumber-sumber dengan tepat.

4. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake yang tidak adekuat

Klien mampu mempertahankan intake yang dibutuhkan tubuh.

Klien mampu menambah berat badan klien.

5. Resti cidera b.d defek lapang pandang motorik/persepsi

Klien mampu Mengidentifikasi faktor yang meningkatkan resiko terhadap cidera.

Klien mampu Memperagakan tindakan keamanan untuk mencegah cidera.

Klien mampu Meminta bantuan bila diperlukan

6. Defisit perawatan diri b.d kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan dan


ketahanan otot.
Klien mampu Mendemonstrasikan teknik/perubahan gaya hidup untuk memenuhi
kebutuhan perawatan diri
Klien mampu Melakukan aktifitas` perawatan diri dalam tingkat kemampuan
sendiri

Klien mampu Mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas, memberikan bantuan


sesuai kebutuhan.

BAB IV
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN LANJUT USIA


1. IDENTITAS
Nama

: Tn S

Umur

: 70 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki


Agama

: Islam

Alamat

: Baturaja

Pendidikan

: Tidak pernah sekolah

Pekerjaam

: Petani

2. RIWAYAT KESEHATAN
Dikirim dari : Datang sendiri
Alasan datang ke Panti Wherda : Tidak ada yang mengurus dirumah, karena klien
menderita stroke.
Keluhan Saat ini : Kelemahan pada kaki dan tangan kanan.

Riwayat Penyakit Sekarang : Klien mengatakan ekstremitas atas dan bawah bagian
dextra belum dapat digerakkan secara aktif, dengan tonus otot menurun, kekuatan
otot lemah, sejak 8 tahun yang lalu.
Riwayat Medik yang lalu : -

Riwayat penyakit Hipertensi

- Riwayat penyakit Diabetes Melitus


Obat-obatan
Dosis
Klien pernah minum
obat-obatan
hipertensi dan Dm
namun tidak tahu
nama obatnya

3.

Keterangan

POLA PERSEPSI PEMELIHARAAN KESEHATAN

Merokok

: Iya , 1-2 bungkus perhari

Minuman keras

: tidak minum-minuman keras

Obat-obatan terlarang : Tidak


Alergi (Makanan)

: Ya, Ikan laut..

Keluhan

: Merasa gatal-gatal

Masalah Keperawatan: Kurang Pengetahuan


IV. POLA AKTIVITAS/ LATIHAN
Aktifitas
Mandiri
Makan/minum
Mandi
Berpakaian
Ke WC
Pindah tepat
Ambulasi

Kemampuan melakukan aktifitas


Bantuan
Bantuan Keterangan
minimal
total

2 Tangan, tongkat
2 Tangan, tongkat

5. POLA NUTRISI
Diet tertentu

: Tidak ada

Anjuran diet

: Tidak ada

Nafsu makan

: Tidak berubah

Perubahan berat badan selama 6 bulan terakhir : Tidak berubah


Kesulitan menelan: Tidak ada kesulitan menelan
Gigi

: Tidak utuh

VI. POLA ELIMINASI


Kebiasaan BAB

: 3 hari 1 kali, konsistensi lunak, Warna Kuning

Kebiasaan BAK : 3 -4 kali sehari

VII. POLA ISTIRAHAT


Malam

: 9 jam ( 20.00 05.00 wib)

Siang

: Tidak pernah tidur

Kebiasan tidur

: Tidak ada

Kesulitan tidur

: Tidak ada

VIII. PENGKAJIAN FISIK


Data Klinik

Umur

: 70 tahun

TB

: 160 cm

BB

: 58 kg

Suhu

: 36 C

Nadi

: 80x/menit

TD

: 120/80 mmHg

RR

: 20x/menit

Batuk

: Tidak

Metabolik/ Integumen
Kulit

: Tidak ada kelainan

Warna

: Tidak sianosis

Temperatur

: Hangat

Turgor

: Mengalami penurunan

Oedema

: Tidak ada

Benjolan

: Tidak ada

Kemerahan

: Tidak ada

Gatal

: Tidak ada

Mulut
Gusi

: Tidak ada lesi

Gigi

: Tidak ada

Rambut

: Bau

Keluhan

: Personal Hygiene kurang terjaga

Masalah Keperawatan : Defisit perawatan diri ; kebersihan rambut.


IX. SISTEM NEUROSENSORI
-

Nervus Olpaktorius (N I)
Penciuman

: Baik (kanan dan kiri)

Anosmia

: Klien bisa mencium objek yang diuji

Hyposmia

: Daya penciuman klien baik

Masalah Keperawatan

: Tidak ada masalah keperawatan

Nervus Optikus
Visus

: tidak dapat di ukur

Lapang pandang

: OD : lapang pandang
OS : lapang pandang

Keluhan

: Tidak dapat membaca (buta Aksara)

Masalah keperawatan

: Gangguan sensori perceptual penglihatan

Nervus oculomotorius, trochealis dan abdusen ( N III, IV, VI )


Kanan

Kiri

Diplopia

: tidak ada

tidak ada

Cela mata

: tidak ada

tidak ada

Ptosis

: tidak ada

tidak ada

Sikap bola mata

: Simetris

simetris

Strabismus

: tidak ada

tidak ada

Exophtalamus

: tidak ada

tidak ada

Gerak bola mata

: medial atas bawah, lateral atas bawah baik

Pupil
- bentuk

Kanan
: bulat

Kiri
bulat

- Isokor/anisokor

: isokor

isokor

- midriais/miosis

: tidak ada

Tidak ada

- reflek cahaya

: Baik

Baik

- Langsung

: baik

baik

- tak langsung

: Baik

baik

- reflek pupil

: baik

Baik

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah


-

Nervus Trigeminus (N V)
Motorik
- Mengunyah

: (+) Baik

(+) Baik

- Membuka mulut

: (+) baik

(+) Baik

- Mengigit

: (+) Baik

(+) Baik

- refleks Kornea

: (+) baik

(+) Baik

Sensorik/sensibilitas
- wajah

: Wajah kanan terasa

wajah kiri terasa

- dagu

: (+) baik

(+) Baik

- pipi

: (+) baik

(+) Baik

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah


-

Nervus Fasialis ( N VII )


Motorik

Kanan

Kiri

- Mengerutkan dahi

: Dahi kanan bisa

Dahi kiri bisa

- Menutup mata

: Mata kanan bisa

Mata kiri bisa

- Menunjukkan gigi

: Klien menunjukkan gusi

- Lipatan nasoabilitas : Baik


Sensorik
- 2/3 depan lidah

: Kemampuan perasa baik

Baik

Masalah keperawatan : Tidak ditemukan masalah

Nervus akustik / nervus vestibula kokhlearis (N VIII)


- Suara bisikan

: Telinga kanan baik

- Detik arloji

: Telinga kanan kurang

Telinga kiri kurang

- Test weber

: Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

- Test rinne

: Tidak diperiksa

Tidak diperiksa

Masalah keperawatan : tidak ada masalah


-

Nervus Glasso Faringgeus ( N IX )


- Afasia

: (-)

- Disatria

: (-)

- Disfagia

: Tidak ada (-)

- Disfonia

: Tidak ada (-)

- Reflek Muntah

: Reflek muntah positif

- Batuk

: (-)/ tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak ada masalah


-

Nervus Vagus ( N X )
- Posisi uvula

: Di tengah

- Suara bicara

: Bisa bicara

- Gangguan menelan : Tidak ada


Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
-

Telinga kiri baik

Nervus Assecorius (N XI)


- memutar kepala

: klien bisa memutar kepala

- Angkat bahu

: Klien bisa mengangkat bahu

- Masalah Keperawatan

: Tidak ada masalah

Nervus hipoglosus ( N XII)


- Menjulurkan lidah dan menarik kembali

: Bisa

- Disatria

: (-)

Masalah Keperawatan

: Tidak ada masalah

III. Reflek
- Reflek tendon

: Kiri (+)

Kanan (-)

- Reflek brakhioradialis

: Kiri (+)

Kanan (-)

- Reflek trisep

: Kiri (+)

Kanan (-)

- Reflek lutut/patella

: Kiri (+)

Kanan (-)

Masalah keperawatan

: gangguan mobilitas fisik

IV. Kesimpulan
GCS

: 12 (E4M4V4)

Koordinasi

: OS : Test hidung - jari hidung ; baik


OD : Tidak terkoordinasi dengan baik

Status motorik

: Lemah pada sisi kanan

Kekuatan Otot

: Kanan derajat 3, kiri derajat 5

Ekstremitas

: Ekstremitas atas dan bawah bagian dextra tidak


dapat digerakkan secara aktif

Syaraf syaraf otak


Nervus I

: Tidak ada kelainan

Nervus II

: klien tidak dapat melihat benda yang berada


disamping klien.

Nervus III

: Tidak ada kelainan

Nervus IV

: Tidak ada kelainan

Nervus V

: Tidak ada kelainan

Nervus VI

: Tidak ada kelainan

Nervus VII

: Tidak ada kelainan

Nervus VIII

: Klien tidak dapat mendengar suara detik arloji.

Nervus IX

: Tidak ada kelainan

Nervus X

: Tidak ada kelainan

Nervus XI

: Tidak ada kelainan

Nervus XII

: Tidak ada kelainan

X. POLA KONSEP DIRI/ PERSEPSI/TOLERANSI/KOPING


Klien mengatakan hidup dipanti sangat menyenangkan, tidak ada hal yang dapat
membuat sedih, karena dipanti semua kebutuhan dapat terpenui serta kehilangan
atau perubahan dalam satu tahun terakhir yang dirasakan klien tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada masalah keperawatan.

XI. POLA HUBUNGAN PERAN


Lansia tidak mempunyai keluarga lagi sehingga klien mengatakan hidup di panti
lebih naik karena sangat diperhatikan. Teman lansia tidak tahu kalau klien tinggal
di Panti Sosial Tresna Wherda

XII. KEGIATAN KEAGAMAAN


Klien beragama islam, dan tidak rutin dalam mengikuti kegiatan keagamaan
seperti bimbimgan mental, shoat berjamaah karena klien menderita strike serta

klien percaya bila berobat secara teratur penyakit yang dideritanya dapat hilang
dan sembuh.
XIII. KEADAAN LINGKUNGAN
Lantai wisma kotor dan basah dan dapat menimbulkan resiko jatuh, kamar mandi
kotor dengan lantai yang licin, sedangkan pegangan kamar mandi tidak ada,
penerangan cukup.
Masalah keperawatan : Resiko cidera

4.2

No
1..

Analisa Data
Nama Klien

: TN S

Umur

: 70 tahun

Data Senjang
DS :
-

Etiologi
Arterosklerosis

Klien mengatakan sejak

mobilitas

dirinya menderita stroke

menyumbat aliran darah ke

klien susah untuk berjalan

otak

Klien mengtakan dirinya


beraktifitas

dengan

bantuan tongkat

nutrisi & O2 sel otak


berkurang

DO :

defisit neurologik
Kli

en tampak menggunakan
-

area frontal
Syaraf motorik kehilangan

tongkat
Ka

fungsi normal

ki kanan klien susah untuk


Kehilangan control volunter

digerakkan
-

TD

terhadap gerakan motorik

RR

Penurunan tonus dan

: 110/80 mmhg
-

spastisitas

: 20 x/menit
-

Te
Ekstremitas menjadi kaku

mperatur 360 C
-

Na

Masalah
Kerusakan

fisik

di 80 x/menit

Kerusakan mobilitas fisik

H
asil pemeriksaan

refleks

(tendon, gordon, trisep,


biseps)

pergerakan

Derajat
sendi

pada

siku 600 dan pada kaki 50.


2.

DS :
-

arterosklerosis

Klien mengatakan pernah


menyumbat aliran darah ke
akan terjatuh

otak

Klien mengatakan sering


berjalan

menggunakan

nutrisi & O2 sel otak


berkurang

tongkat

atau

berjalan

mengesot.

defisit neurologik
area frontal dan oksipital

DO :
-

Klien

Syaraf motorik kehilangan


berjalan

dengan

tongkat
-

fungsi normal
Kerusakan saraf motorik,

Kaki kanan tampak sulit

Kehilangan fungsi normal

digerakkan
-

Lantai

wisma

tampak

Kehilangan control volume


terhadap gerakan

basah
-

Stroke

terjadi

pada

Hemiparesis

Resti cidera

hemisfer kiri.
Ekstremitas menurun, tidak
dapat menopang tubuh
Resti cidera

3.

DS :
-

Klien mengatakan tangan


kanan terasa berat untuk

Kesulitan tangan kanan ber


gerak, dan kurangnya sarana
penurunan aktivitas

Defisit
perawatan
diri

bergerak.
Defisit perawatan diri

DO
-

Tempat tidur tidak rapih,


serta tidak bersih

Personal hygiene kurang:


Rambut bau, kumis dan
jenggot tidak dicukur.

4.

DS
-

arterosklerosis
Klien mengatakan tidak
bisa baca tulis

menyumbat aliran darah ke


otak

Klien mengatakan tidak


bersekolah

nutrisi & O2 sel otak


berkurang
defisit neurologik

Kurang
pengetahuan

DO
-

Klien banyak bertanya


tentang penyakitnya

Syaraf motorik kehilangan


fungsi normal

Klien tidak melakukan


Defisit fungsi otak

latihan RPS tiap hari


-

area frntal

Ekspresi

wajah

klien

Perubahan kemampuan
intelektual

tampak bingung.

Kesulitan dalam pemahaman


Kurang motivasi

Kurang pengetahuan
Aterosklerosis

DS
-

Klien mengatakan mata

Ganggaun
sensori

Defisit lampang pandang


sebelah kanan kabur
-

penglihatan

Klien mengatakan mata


sebelah

kanan

Penurunan lapang pandang

bila
Gangguan sensori penglihatan

melihat seperti bayangbayang


DO
-

Pada saat diuji vesus


klien

tidak

dapat

menyebutkan angka yang

dimaksud
4.3

Nervus yang bermasalah:

Nervus Optikus (N II)


Diagnosa Keperawatan
1.

Kerusakan mobolitas fisik berhubungan dnegan penurunan fungsi


motorik/ekstremitas.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan dalam waktu


2 x 24 jam klien dapat beraktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil:
Kekakuan pada sendi, jari-jari tangan dan kaki kanan berkurang.

1.

Intervensi
Ajarkan
klien

untuk

1.

Rasionalisasi
Rentang
gerak

aktif

melakukan latihan rentang

meningkatkan massa, tonus, dan

gerak aktif/fasif

kekuatan otot serta memperbaiki


fase jantung dan pernafasan.

2.

Anjurkan

klien

untuk

mengubah posisi
3.

2. Mencegah

kontraktur

fleksi

aktifitas

secara

.panggul

Bantu klien dengan perlahan

3. Peningkatan

dari barbaring ke posisi

bertahap

akan

menurunkan

duduk dan biarkan klien

keletihan

dan

menigkatkan

menjuntaikan tungkainya di

tahanan

samping

tempat

tidur

beberapa

menit

sebelum

berdiri
4.

Observasi

klien

dalam

melakukan pergerakan
5.

Anjurkan
mengambil

klien
posisi

4. Mengidentifikasi

kekuatan

/kelemahan otot
untuk
yang

5. Memberikan

kenyamanan

dan

mencegah cidera

nyaman pada waktu tidur


dan duduk
2.

Resti cidera (jatuh) berhubungan dengan defisit lapang pandang, persepsi dan
motorik, kondisi lantai basah.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, dalam waktu 2x24 jam klien
dapat mencegah / meminimalkan terjadinya cidera dengan kriteria
hasil :
-

Meminta bantuan untuk ambulasi bila ada indikasi

Mampu melakukan manuver dengan aman dilingkungan.

Mengenakan alat perlindungan yang perlu selama waktu yang


dilakukan

Menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cidera.

Intervensi
Rasionalisasi
1. Berikan lingkungan yang menunjang 1. Penerangan
dan penempatan
kegiatan klien .

barang yang sederhana, dapat

- Lantai tidak basah

memudahkan aktivitas klien

- Penerangan yang cukup


- Jauhkan

barang-barang

yang

tidak

terlalu diperlukan
2. Anjurkan klien untuk tetap menggunakan 2. Tongkat yang digunakan dapat
tongkat dengan hati-hati

menopang berat tubuh

3. Anjurkan klien untuk menggunakan bed 3. Menghindari resiko untuk jatuh


yang rendah
4. Dekatkan barang-barang pribadi agar 4. Menghindari resiko terjatuh
mudah terjangkau
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan mobilitas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan dalam waktu 1 x 24 jam klien
dapat memenuhi kebutuhan keperawatan diri dengan kriteria hasil :
Badan bersih
Tempat tidur rapih
Kumis dan jenggot rapi
Intervensi
Rasionalisasi
1. Motivasi klien untuk membersihkan tempat 1. Motivasi dapat meningkatkan
tidur, mencukur kumis dan jenggot.

kemampuan

klien

untuk

beraktifitas
2. Berikan bantuan

minimal pada aktifitas

2. Meningkatkan

kemandirian

dan yang tidak dapat melakukan oleh klien

klien

secara mandiri
3. Hindari melakukan sesuatu untuk klien

3. Mempertahankan

yang dapat dilakukannya sendiri, tapi

harga

diri

dan meningkatkan pemulihan

berikan bantuan sesuai kebutuhan


4. Pertahankan dukungan , sikap yang tegas.

4. Pasien

akan

empati

tetapi

mengetahui

memerlukan
perlu

pemberi

untuk
asuhan

yang akan membantu klien


secara konsisten
5. Berikan umpan balik positip untuk setiap 5.Meningkatkan perasaan makna
usaha yang dilakukan atas keberhasilannya

diri, meningkatkan kemandirian dan


mendorong klien untuk berusaha
secara kontiu

4.

Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang


mengingat, tidak mengenal sumber informasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Dalam waktu2 x24 jam klien
dapat mengetahui tentang penyakit yang di deritanya, dengan kriteri hasil :
Klien mampu menjelaskan : pengertian, penyebab, tanda gejala.

Intervensi
Rasionalisasi
1. Diskusikan keadaan patologis yang 1. Membantu dalam membangun harapan
khusus dan kekuatan pada individu

yang

realitis

pemahaman

dan

meningkatkan

terhadap

keadaan

kebutuhan saat ini


2. Tinjau ulang keterbatasan saat ini dan 2. Meningkatkan
di diskusikan rencana/kemungkinan

memberikan

melakukan kembali aktifitas

datang

pemahaman,
harapan

pada

dan menimbulkan

masa
harapan

pada masa datang dan menimbulkan


harapan dai keterbatasan hidup secara
normal
3. Diskusikan rencana untuk memnuhi 3. Berbagai tingkat bantuan mengkin
kebutuhan perawatan diri

diperlukan

berdasarkan

pada

kebutuhan secara individu


4. Berikan instruksi dan jadwal tertulius 4. Memberikan penguatan visual dan
mengenai aktifitas, pengobatan dan

sumber rujukan setelah sembuh

paktor-paktor penting lainnya.


5. Identifikasi

faktor-faktor

resiko 5. Meningkatkan kesehatan secara umum

secara individual (seperti hipertensi,

dan

kegemukan, merokok,, aterosklerosis)

kambuh

dan perubahan pola hidup

mungkin

menurunkan

resiko

5. Gangguan sensori penglihatan berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan


Tujuan : Setelah melakukan tindakan keperawatan, Dalam waktu2 x24 jam klien
mampu meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu dengan
kriteria hasil:
-

Mempertahankan/meningkatkan lapang pandang agar memungkinkan melakukan


aktivitas.

Memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan

INTERVENSI
1. Kaji kemampuan/

RASIONALISASI
keterbatasan 1. Untuk mengetahui

klien melihat
2. menciptakan

sejauhmana

penglihatan klien
lingkungan

yang

2. Menurunkan/membatasi

jumlah

sederhana, pindahkan perabot yang

stimulus penglihatan yang mungkin

membahayakan

dapat menimbulkan kebingungan

3. ciptakan lingkungan yang nyaman

3. Memberikan ketenangan untuk klien

dan tenang

dapat

membantu

proses

penyembuhan

4.4
No.
Dp

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Waktu

Implementasi

Respon

Paraf

24-11-08
08.30

1. Melakukan
gerak

latihan

aktif

&

rentang

pasif

pada

extremitas
08.40

2. Mengobservasi

klien

dalam

melakukan pergerakan

1. ROM terbatas dan klien CoNers


mampu untuk melakukan
Bina
RPS.
Husa
da
2. Klien
menggunakan
tangan

kirinya

menggerakkan

untuk
tangan

kanannya untuk memakai


pakaian

08.55
3. Menganjurkan
09.00

klien

untuk

merubah posisi miring ki/ka


4. Menganjurkan

klien

3. Klien menerima anjuran


dari perawat

untuk

mengambil posisi yang nyaman

4. Klien menuruti anjuran


yang diberikan

pada waktu tidur/ duduk


09.05

5. Membantu
perlahan

klien
dari

dengan

berbaring

ke

5. Klien menuruti anjuran


yang diberikan.

posisi duduk dan biarkan klien


untuk

menjuntaikan

tungkai

kakinya disamping tempat tidur


selama beberapa menit sebelum
berdiri
2

24-11-08
09.10

1. Menciptakan
suasana

yang

lingkungan
nyaman

/
dan

bersih
09.15

09.10

2. Mendekatkan

barang-barang

1. Klien

merasa

senang CoNers
ruangannya dibersihkan
Bina
Husa
da
2. Klien telah meletakkan

pribadi yang sering digunakan

barang-barang pribadinya

agar mudah untuk dijangkau

di dekat tempat tidurnya

klien
3. Menganjurkan

menggunakan

3. Kien

sering

tongkat dengan hati-hati

menggunakan tongkatnya
untuk

beraktivitas

(mandi,ke Toilet)
24-11-08 1. Memberikan motivasi kepada 1. Klien mau membersihkan CoNers
klien
untuk
membersihkan
tempat tidurnya. Klien
10.00
Bina
tempat tidur, mencukur kumis
mau mencukur kumis dan Husa
da
dan jenggot.
jenggotnya
10.10
2. Memberikan bantuan minimal 2. Klien
tidak
dapat
pada aktivitas yang tidak dapat

mengambil makanan dari

dilakukan secara mandiri oleh

dapur untuk itu

klien

minta

klien
dibantu

mengambilkan
makanannya.

10.15

3. Menghindari melakukan sesuatu 3. Klien dapat melakukan


untuk

klien

yang

dapat

dilakukannya sendiri

aktivitas minimal untuk


memenuhi kebutuhannya
(mandi, berpakaian, dan
ke toilet)

10.20

4. Mempertahankan

dukungan/ 4. Klien termotivasi untuk

memotivasi

melakukan perawatan diri


sebisa

10.30

mungkin

yang

dapat dilakukannya
5. Memberikan umpan balik positif 5. klien merasa senang atas
terhadap usaha yang dilakukan

usaha

yang

dapat

ia

lakukan.
4

24-11-08 1. Mendiskusikan keadaan patologis 1. Klien


10.40

yang dialami klien

mengetahui CoNers
patologi
penyakitnya
Bina
disebabkan oleh riwayat Husa

hipertensi

yang da

dideritanya pada waktu


yang lalau
10.16

2. Meninjau ulang keterbatasan saat 2. Klien

mengatakan

ini dan mendiskusikan rencana/

kesulitan

untuk

kemungkinan melakukan aktivitas

melakukan

aktivitas

karena sebagian anggota


gerak

tubuhnya

susah

untuk digerakkan
10.25

3. Mendiskusikan

10.30

rencana

untuk 3. Klien

latihan-latihanpergerakan

diri

sendinya setiap hari

aktivitas/ latihan untuk pemulihan


5. Mengidentifikasi

Hipertensi)
24-11-08 1. Mengkaji
10.55

instruksi yang diberikan


mengalami kenaikan lagi.

keterbatasan klien melihat

kabur pada mata sebelah Ners


kanan

2. Menciptakan lingkungan yang 2. Klien


11.10

Bina
merasa

sederhana, memindahkan perabot

dengan

yang membehayakan

lingkungannya

3. Menciptakan lingkungan yang 3. Klien


nyaman dan tenang untuk kien

NO
DP

mengikuti

kemampuan/ 1. Klien tidak dapat melihat/ Co-

11.00

4.5

mau

faktor-faktor 5. Tekanan darah klien tidak

resiko secara individual (seperti


5

melakuakn

memenuhi kebutuhan perawatan

4. Memberikan instruksi mengenai 4. Klien


10.45

mau

senang Husa
keadan da

merasa

nyaman

dengan lingkungannya.

EVALUASI KEPERAWATAN
WAKTU

CATATAN PERKEMBANGAN

PARAF

26-11-2008

S : Klien mengatakan mau melakukan


pergerakan

Co-Ners

Jam

latihan

sendi tetapi tangan dan Bina

08.30

kakinya terasa berat untuk digerakkan.

Husada

O:
Kaki dan tangan kanan klien susah digerakkan.
TD 120/80 mmHg
Derajat pergerakan tangan klien mencapai 900
Derajat pergelangan kaki 50 C
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I : Implementasi diteruskan
1. Melakukan rentang gerak aktif/pasif
2.

Mengobservasi

klien

dalam

melakukan

pergerakan.
3. Mengajurkan klien untuk mengambil posisi
yang nyaman pada waktu tidur/duduk.
4. Menganjurkan klien untuk merubah posisi
miring kanan/kiri.
5.

Membantu

klien

dengan

perlahan

dari

berbaring ke posisi duduk dan biarkan klien


untuk menjuntaikan

kakinya di samping

tempat tidur selama beberapa menit sebelum


berdiri.
E : Klien belum dapat melakukan rentang gerak
2

26 -11- 2008

aktif secara mandiri.


S:

Co-Ners

Jam

Klien mengatakan tidak pernah terjatuh

Bina

09.00

Klien

mengatakan

sering

berjalan Husada

menggunakan tongkat atau bila telah lelah


menggunakan kakinya dengan merangkak.
O:
Klien tampak menggunakan tongkat
Lantai ruangan klien terlihat kering dan tidak
licin
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan

26-11-2008

S:

Jam

Klien mengatakan dirinya bisa mandi, makan Bina

09.30

dan berpakaian sendiri


Klien mengatakan tidak bisa memotong kuku,

Co-Ners

Husada

mencukur kumis dan jenggot, karena tangan


kanan susah digerakkan
O:
Klien tampak rapi
Kancing baju terpasang dengan tepat
Kuku klien masih tampak panjang
Kumis dan janggut belum di cukur
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
I :Implementasi diteruskan
1. Memberikan bantuan minimal untuk memotong
kuku dan mencukur kumis dan jenggot.
2. Memberikan umpan balik positif terhadap
usaha yang telah dilakukan oleh klien.
E : Klien belum dapat melakukan perawatan diri
secara mandiri.
4

26-11-2008

S:

Jam

10.00

Co-Ners
Klien mengatakan dirinya tidak bisa baca tulis Bina
(tidak sekolah).

- Klien mengatakan sering meminta bantuan pada

Husada

mahasiswa untuk menjelaskan pengertian dan


penatalaksanaan penyakit stroke.
O:
- Klien mengerti tentang penyakitnya
- Klien tidak bertanya-tanya lagi tentang
penyakitnya
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi diteruskan
I : Implementasi diteruskan
1.Memberikan instruksi mengenai aktivitas/
latihan untuk pemulihan
2.Mengidentifikasi

faktor-faktor

resiko

secara individual (seperti Hipertensi)


E : Klien memahami tentang penyakit stroke dan
5

26-11-2008

mau melakukan pergerakan sendi secara aktif


S:

Jam

10.30

Klien

mengatakan

mata

sebelah

kanan Bina

penglihatannya masih kabur


-

Klien mengatakan dapat beradaptasi dengan


keadaanya

O:
- Klien tampak tenang
- Ekspresi wajah rileks

Co-Ners

Husada

A : Masalah teratasi sebagian


P : Intervensi diteruskan
I : Implementasi diteruskan
1.

Menciptakan lingkungan yang sederhana,


memindahkan perabot yang membehayakan

2.

Menciptakan lingkungan yang nyaman


dan tenang untuk kien

E : Klien belum dapat melihat dengan jelas pada


mata sebelah kanan
1

27-11-2008

S : Klien mengatakan sudah dapat

Jam

melakukan Co-Ners

rentang pergerakan sendiri setiap pagi secara Bina


mandiri.
O:
Tangan klien sudah dapat digerakkan sedikit
demi sedikit.
Kaki klien tampak belum dapat digerakkan
TD 110/80 mmHg
Derajat pergerakan tangan klien mencapai 1200
Derajat pergelangan kaki 50 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
I : Implementasi diteruskan

Husada

1. Melakukan rentang gerak aktif/pasif


2. Mengobservasi

klien

dalam

melakukan

pergerakan.
3. Membantu klien dengan perlahan untuk
menggerakkan kakinya.
E : Klien sudah dapat melakukan rentang gerak
sendi secara mandiri namun dalam batas
pengawasan.
2.

27-11-2008

S:

Jam

Klien mengatakan dirinya bisa mandi, makan Bina

09.00

dan berpakaian sendiri

Co-Ners

Husada

Klien mengatakan tidak bisa memotong kuku,


mencukur kumis dan jenggot, karena tangan
kanan susah digerakan
O:
Klien tampak rapi
Kancing baju terpasang dengan tepat
Kuku klien sudah dipotong
Kumis dan janggut sudah
A : Masalah teratasi
3.

27-11-2008

P : Intervensi dihentikan
S : Klien mengatakan mengetahui tentang Co-Ners

Jam
09.10

penyakitnya.

Bina

O : Klien dapat menyebutkan pengertian,

Husada

tanda dan gejala tentang stroke


A : masalah teratasi
4

27

P : Intervensi dihentikan
S : Klien mengatakan sudah mengetahui tentang Co-Ners

November
2008

penyakit stroke

O : Klien dapat menyebutkan pengertian, tanda Husada

Jam

dan gejala penyakit stroke

09.30

A : Masalah teratasi

27

P : Intervensi dihentikan
S:

November

Klien

2008
Jam
09.40

Bina

mengatakan

Co-Ners
mata

sebelah

kanan Bina

penglihatannya masih kabur

Husada

- Klien mengatakan dapat beradaptasi dengan


keadaanya
O:
- Klien tampak tenang
- Ekspresi wajah rileks
A : Masalah teratasi

28-11-2008
Jam

P : Intervensi dihentikan
S : Klien setiap pagi klien melakukan pergerakan Co-Ners
sendi secara mandiri secara aktif

Bina

08.30

O:

Husada

- Tangan klien sudah dapat digerakkan sedikit


demi sedikit.
Klien melakukan pergerakan sendi pada tangan
dan kaki secara mandiri setiap pagi
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

BAB V
PEMBAHASAN

5.1

Gangguan Mobilitas Fisik


Bermacam penyebab gangguan mobilitas fisik. Lansia dapat mengalami

gangguan mobilitas fisik karena alasan fisik dan psikologis. Alasan fisik adalah
fraktur, nyeri, paralis, kelelahan, tidak bisa jalan. Alasan psikologis yang dapat
menyebabkan gangguan mobilitas menjadi makin parah.

Untuk meningkatkan kepekaan rangsangan pada tubuh pasien yang lumpuh,


maka pasien harus mendapat rangsangan yang maksimal pada sisi yang lumpuh yaitu
dengan melakukan mobilisasi.
Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana pasien atau klien mampu melakukan
pergerakan secara mandiri (Tarwoto & Wartona (2004) dalam Aisyah, 2005).
Mobilisasi yang dilakukan terhadap pasien stroke meliputi perubahan posisi,
menggerakkan tangan dan kaki. pasien harus dibesarkan harapannya agar mau aktif
sedapat mungkin dalam keadaan untuk aktifitas melalui perubahan-perubahan posisi
di tempat tidur dan sering melaksanakan rentang gerak katif (Long, 1996 dalam
Aisyah, 2005)
Pada Tn. M

mengalami penurunan fungsi syaraf motorik disebabkan

kehilangan fungsi syaraf otak, sehingga mengalami gangguan motorik fisik gangguan
mobilitas fisik.
Masalah keperawatan gangguan mobilitas fisik yang dialami Tn. M yang
disebabkan penurunan fungsi syaraf motorik. Untuk mengatasi masalah tersebut
mahasiswa memberikan tindakan keperawatan mengajarkan latihan rentang
pergerakan sendi, mengubah posisi dan selalu observasi dalam melakukan gerakan,
letakkan klien pada posisi yang nyaman. Setelah dilakukan tindakan keperawatan
masalah klien mengenai gangguan mobilitas fisik teratasi sebagian.

5.2

Defisit Perawatan Diri

Menurut (DoengesE, Marilynn,2000 hal 293-305) Kurang perawatan diri b.d


kerusakan neuromuskuler, penurunan kekuatan dan ketahanan, kehilangan kontrol
/koordinasi otot ditandai dengan adanya kerusakan kemampuan melakukan AKS
misalnya ketidakmampuan makan ,mandi, memasang/melepas baju, kesulitan tugas
toileting dapat dilakukan Intervensi dengan kaji kemampuan dan tingkat kekurangan
(dengan menggunakan skala 1-4) untuk melakukan kebutuhan sehari-hari, Hindari
melakukan sesuatu untuk pasien yang dapat dilakukan pasien sendiri, tetapi berikan
bantuan sesuai kebutuhan, Kaji kemampuan pasien untuk berkomunikasi tentang
kebutuhannya untuk menghindari dan atau kemampuan untuk menggunakan
urinal,bedpan, Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada
kebiasaan pola normal tersebut. Kadar makanan yang berserat, Anjurkan untuk
minum banyak dan tingkatkan aktivitas. Berikan umpan balik yang positif untuk
setiap usaha yang dilakukan atau keberhasilannya. Sedangkan untuk kolaborasi dapat
dilakukan dengan cara berikan supositoria dan pelunak feses, konsultasikan dengan
ahli fisioterapi/okupasis.
Pada Tn. M mengalami keterbatasan gerak kekuatan tangan kanan tidak
penuh serta kurangnya sarana di wisma, sehingga klien mengalami defisit perawatan
diri.
Masalah keperawatan deficit perawatan diri yang dialami oleh Tn. M yang
disebabkan oleh kekuatan otot tangan kanan tidak penuh dan sarana tidak memadai.
Untuk mengatasi masalah keperawatan maka mahasiswa memberikan tindakan
keperawatan memotivasi klien untuk membersihkan tempat tidur, mencukur kumis

dan jenggot, memberikan bantuan minimal pada aktifitas dan yang tidak dapat
dilakukan oleh klien secara mandiri, mempertahankan dukungan sikap yang tegas dan
memberikan umpan balik positif untuk setiap tindakan yang dilakukan atas
keberhasilannya. Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah klien mengenai
deficit perawatan diri teratasi sebagian.

BAB VI
PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Dari seluruh tindkan keperawnatan yang diberikan pada klien S tentang
penyakit neurologis STROKE yang menimbulkan masalah keperawatan dapat
disimpulkan:
6.1.1 Gangguan Mobilitas Fisik

Gangguan mobilitas fisik yang dialami oleh klien dapat teratasi sebagian setelah
diberikan tindakan keperawatan secara mandiri oleh mahasiswa praktikan ners.
6.1.2 Resiko Cidera
Resiko cidera yang dialami oleh klien dapat teratasi setelah diberikan tindakan
keperawatan secara mandiri oleh mahasiswa praktikan ners maupun secara kolaborasi
dengan petugas panti.
6.1.3 Defisit Perawatan Diri
Defisit perawatan diri yang dialami klien dapat teratasi setelah diberikan tindakan
keperawatan secara mandiri oleh mahasiswa praktikan ners maupun secara kolaborasi
dengan petugas panti.
6.1.4 Kurang Pengetahuan
Kurang pengetahuan yang dialami klien dapat teratasi setelah diberikan tindakan
keperawatan secara mandiri oleh mahasiswa praktikan ners.

6.1.5 Gangguan Sensori Penglihatan


Gangguan sensori penglihatan yang dialami klien dapat teratasi setelah diberikan
tindakan keperawatan secara mandiri maupun secara kolaborasi dengan petugas panti.

6.2 Saran
1. Bagi Pihak Panti

Dihararapkan adanya peningkatan pelayanan kesehatan untuk lansia yang


tinggal dipanti baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan instansi kesehatan
terkait.
2. Bagi Lansia
Diharapkan dapat menjaga kesehatan dengan mengikuti kegiatan yang sudah
ada dipanti, serta meningkatkan pola hidup bersih dan sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai