Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demam Berdarah Dengue (DBD/Dengue Hemmoragic Fever) merupakan
masalah kesehatan yang ditemukan di daerah tropis dan subtropis, terutama di
daerah perkotaan. Demam berdarah Dengue adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk. Dengue merupakan salah
satu penyakit yang paling cepat menyebar. Dalam kurun waktu 50 tahun,
insiden penyakit dengue telah meningkat sebanyak 30 kali lipat bersamaan
dengan meningkatnya ekspansi geografi. Diperkirakan 50 juta infeksi dengue
terjadi setiap tahunnya dan diperkirakan 2,5 miliar orang hidup di daerah
dengan endemik dengue.1 Menurut World Health Organization (WHO),
Indonesia merupakan negara dengan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)
tertinggi di Asia Tenggara.2
Sebagian besar kasus DBD menyerang anak-anak. Angka fatalitas kasus
DBD dapat mencapai lebih dari 20%, menurut WHO dengan penanganan
yang baik dapat menurun hingga kurang dari 1%. 2 Di Indonesia, 12 dari 30
propinsi di antaranya merupakan daerah endemis DBD dengan case fatality
rate 1,12%. Penyebab utama demam berdarah dengue adalah virus, virus
yang dikeluarkan oleh nyamuk Aedes aegypti memalui gigitan. Selain
nyamuk aedes aegypti ada spesies lain yaitu

Aedes albopictus.3,4 Pola

penularan DBD dipengaruhi iklim dan kelembaban udara. Kelembaban udara


yang tinggi dan suhu panas justru membuat nyamuk Aedes aegypti bertahan

lama. Sehingga kemungkinan pola waktu terjadinya penyakit mungkin akan


berbeda beda dari satu tempat dengan tempat yang lain tergantung dari iklim
dan kelembabn udara. Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui
nyamuk Aedes Aegypti.5 Aedes Albopictus, Aedes Polynesiensis dan
beberapa spesies yang lain dapat juga menularkan virus ini, namun
merupakan vektor yang kurang berperan. Aedes tersebut mengandung virus
dengue pada saat menggigit manusia yang sedang mengalami viremia.
Kemudian virus yang berada di kelenjar liur berkembang biak dalam waktu
810 hari (extrinsic incubation period) sebelum dapat di tularkan kembali
pada manusia pada saat gigitan berikutnya. Sekali virus dapat masuk dan
berkembang biak di dalam tubuh nyamuk tersebut akan dapat menularkan
virus selama hidupnya (infektif). Ditubuh manusia, virus memerlukan waktu
masa tunas 46 hari (intrinsic incubation period) sebelum menimbulkan
penyakit. Penularan dari manusia kepada nyamuk dapat terjadi bila nyamuk
menggigit manusia yang sedang mengalami viremia, yaitu 2 hari sebelum
panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Demam berdarah dengue
kebanyakan terjadi pada anak usia kurang dari 15 tahun.6
Anak golongan usia 1015 merupakan golongan umur tersering menderita
DBD dibandingkan dengan bayi dan orang dewasa, dan sekitar 50% penderita
DBD merupakan golongan umur tersebut. Anak perempuan lebih beresiko
menderita DBD dibandingkan anak laki laki.3 namun dalam penelitian di
Indonesia didapati lakilaki lebih tinggi terkena DBD dibandingkan
perempuan dengan perbandingan 4:1 dikarenakan nyamuk Aedes aegypti

yang aktif menggigit pada siang hari dengan dua puncak aktivitas yaitu pada
pukul 08.00 12.00 dan 15.00 17.00, pada jam tersebut anak-anak biasanya
bermain di luar rumah. 4 Beberapa faktor yang mempengaruhi beratnya
penyakit, seperti faktor host, serotipe virus atau genotype, sekuens infeksi
virus, perbedaan antibodi crossreactive dengue, dan respons sel T. Usia lebih
tua sebelumnya memiliki faktor risiko untuk mortalitas pada demam dengue
atau demam berdarah dengue sebagai komorbiditas yang berhubungan
dengan penuaan dan penurunan imunitas sebagai faktor risiko untuk fatalitas
pada pasien tua dengan infeksi aktif. Walaupun syok dan kebocoran plasma
lebih sering terjadi pada usia muda, frekuensi perdarahan internal dapat
terjadi seiring dengan pertambahan usia. Selain itu komplikasi infeksi dengue
pada dewasa, seperti demam dengue dengan perdarahan dan DBD mengalami
peningkatan.3
1.2 Tujuan Penulisan
Laporan ini adalah untuk memenuhi tugas refrat kepanitran klinik senior
ilmu kesehatan anak, dan juga menambah wawasan dan pengetahuan penulis
serta memberikan pengetahuan dan informasi kepada pembaca mengenai
demam berdarah dengue/ dengue hemoragic fever (DHF).

BAB II

2.1 Definisi
Demam Dengue adalah penyakit febris virus akut yang seringkali
disertai dengan gejala sakit kepala, nyeri tulang atau sendi dan otot, ruam dan
lekopenia. Demam Berdarah Dengue ditandai dengan manifestasi klinis
utama yaitu demam tinggi, fenomena hemoragik, sering dengan hepatomegali
dan pada kasus berat ada tanda-tanda kegagalan sirkulasi.Pasien dapat
mengalami syok hipovolemik (penurunan cairan) akibat kebocoran plasma.
Syok ini disebut Dengue Shock Syndrome (DSS) dan dapat menjadi fatal
yaitu kematian. Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus Dengue yang berat yang ditandai gejala panas
yang mendadak, perdarahan dan kebocoran plasma yang dapat dibuktikan
dengan adanya penurunan jumlah trombosit, peningkatan hematokrit,
ditemukan efusi pleura disertai dengan penurunan kadar albumin, protein dan
natrium. 3,7

2.2 Etiologi
Demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus

Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus

merupakan virus dengan diameter 30nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4 x 106.
Terdapat 4 serotipe virus tipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan
DEN-4 yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam
berdarah dengue keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3
merupakan serotype terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotype dengue
dengan Flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis dan West
Nile virus.8

2.2 klasifikasi

infeksi dengue dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik. Infeksi dengue


simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever (sindrom infeksi virus) dan
demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue ringan,

sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue


(DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated. Perembesan plasma

sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda patognomonik DBD, sedangkan


kelainan organ lain serta manifestasi yang tidak lazim dikelompokkan ke dalam
expanded dengue syndrome atau isolated organopathy

Gambar 2.1 klasifikasi virus dengue

Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak; sedangkan DBD
dapat disertai syok atau tidak

WHO (2012) membagi derajat penyakit DBD dalam 4 derajat


Tanda dan gejala

Laboratorium

Derajat
DD

Demam disertai minimal


dengan 2 gejala
Nyeri kepala
Nyeri retro-orbital
Nyeri otot
Nyeri sendi/ tulang
Ruam kulit makulopapular
Manifestasi perdarahan
Tidak ada tanda
perembesan plasma

Leukopenia
(jumlah leukosit
4000 sel/mm3)
Trombositopenia
(jumlah trombosit
<100.000 sel/mm3)
Peningkatan
hematokrit (5%10%)
Tidak ada bukti
perembesan
plasma

DBD

Demam dan manifestasi


perdarahan (uji bendung
positif) dan tanda
perembesan plasma

Trombositopenia
<100.000 sel/mm3;
peningkatan
hematokrit 20%

DBD

II

Seperti derajat I ditambah


perdarahan spontan

Trombositopenia
<100.000 sel/mm3;
peningkatan
hematokrit 20%

DBD*

III

Seperti derajat I atau II


ditambah kegagalan sirkulasi
(nadi lemah, tekanan nadi
20 mmHg, hipotensi, gelisah,
diuresis menurun

Trombositopenia
<100.000 sel/mm3;
peningkatan
hematokrit 20%

DBD*

IV

Syok hebat dengan tekanan


darah dan nadi yang tidak
terdeteksi

Trombositopenia
<100.000 sel/mm3;
peningkatan
hematokrit 20%

Gambar 2.2 derajat dhf


*DHF derajat III dan IV juga disebut sindrom syok dengue/Dengue Shock Syndrome
(SSD/DSS)

2.3 Patofisiologi
Respon imun yang diketahui berperan dalam pathogenesis DBD
adalah Respon humoral berupa pembentukan antibody yang berparan dalam
proses netralisasi virus, sitolisis yang dimediasi komplemen dan sitotoksisitas
yang dimediasi antibody. Antibody terhadap virus dengue berperan dalam
mempercepat replikasi virus pada monosit atau makrofag. Hipotesis ini
disebut antibody dependent enhancement (ADE) Limfosit T baik T-helper
(CD4) dan T sitotoksik (CD8) berepran dalam respon imun seluler terhadap
virus dengue. Diferensiasi T helper yaitu TH1 akan memproduksi interferon
gamma, IL-2 dan limfokin, sedangkan TH2 memproduksi IL-4, IL-5, IL-6
dan IL-10. Monosit dan makrolag berperan dalam fagositosis virus dengan
opsonisasi antibodi. Namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan
replikasi virus dan sekresi sitokin oleh makrofag. Selain itu aktivitasi
komplemen oleh kompleks imun menyebabkan terbentuknya C3a dan C5a.
Terjadinya infeksi makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T
helper dan T sitotoksik sehingga diprosuksi limfokin dan interferon gamma.
Interferon gamma akan mengaktivasi monosit sehingga disekresi. berbagai
mediator inflamasi seperti TNF-, IL-1, PAF (platelet activating factor), IL-6 dan
histamine yang mengakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan terjadi
kebocoran plasma. Peningkatan C3a dan C5a terjadi melalui aktivasi oleh
kompleks virus-antibodi yang juga mengakibatkan terjadinya kebocoran plasma.
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanismen Supresi
sumsum tulang, dan Destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit.9,10

Gambar 2.3 Patofisiologi DBD

2.4 Manifestasi Klinik


Gejala Demam Berdarah Dengue (DBD) ditandai dengan manifestasi
klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan, terutama perdarahan kulit,
hepatomegali,

dan

kegagalan

peredaran

darah

(circulatory

failure).

Patofisiologi yang membedakan dan menentukan drajat penyakit Demam


Berdarah Dengue (DBD) dan Demam Dengue (DD) yaitu peningkatan
permeabilitas

dinding

pembuluh

darah,

menurunnya

volume

plasma,trombositopeni, dan distesis hemoragik.8 Umumnya pasien mengalami


fase demam Setelah periode inkubasi 5-8 hari (rentang 3-14 hari),

penyakit ini biasanya mulai dengan tiba-tiba dan diikuti 3 fase:


2.4.1 Fase Demam Akut

Biasanya pasien mengalami kenaikan temperatur seacra tiba-tiba


diikuti dengan wajah memerah, erytema pada kulit, pusing dan nyeri otot
Temperatur tubuh dapat meningkat hingga 40-41C dan demam
konvulsi dapat terjadi terutama pada bayi. Gambaran klinik DBD pada
bayi dan anak dapat ditandai oleh suatu demam 1-5 hari, inflamasi
pharyngeal, rhinitis dan batuk ringan. Anoreksia, muntah dan nyeri
abdomen sering ditemukan.Pada fase ini, demam biasanya berlangsung
2-7 hari.11

Gejala klinik DBD menyerupai gambaran klinik DD dalam


berbagai aspek, namun ruam makulo papular dan myalgia atau artralgia
lebih jarang terjadi pada kasus DBD. Tes torniquet positif pada fase ini
meningkatkan kemungkinan terjadinya dengue. Namun,gambaran klinik
ini tidak bisa membedakan antara kasus dengue berat dan dengue ringan.
Oleh karena itu memonitor tanda peringatan dan parameter klinis.

merupakan hal yang krusial untuk mengenali progres ke fase kritis.


Perdarahan ringan seperti petechiae dan pendarahan membaran mukosa
dapat terlihat. Hepar seringkali membesar dan teraba beberapa hari sejak
dimulainya demam.11,1

2.4.2 Fase Kritis

Fase kritis merupakan periode transisi 24-48 jam sekitar penurunan


suhu, ketika temperatur turun 37,5-38C, biasanya terjadi pada hari ke 3-7
sakit. Kenaikan permeabilitas kapiler bersamaan dengan kenaikan
hematrokit dapat terjadi.12
Leukopenia progresif diikuti dengan penurunan cepat jumlah
trombosit biasanya mendahului kebocoran plasma. Pada saat ini pasien
yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan membaik,

sedangkan yang yang mengalami kenaikan permeabilitas plasma akan


memburuk sebagai akibat dari kehilangan volume plasma.1

2.4.3 Fase Pemulihan

Jika pasien bertahan pada 24-48 jam fase kritis, penyerapan


bertahap dari kompartemen cairan ekstravaskuler berlangsung pada 48-72
jam berikutnya.

Keadaan

umum

membaik,

nafsu

makan

kembali,

nyeri

gastrointestinal mereda, status hamodinamik stabil dan terjadi diuresis.


Sebagian pasien mengalami ruam pethecial yang konfluen dengan
karakterisik tersebar, sekitar daerah kulit yang pucat (tanpa petechiae)
pada ekstremitas, lebih sering pada ekstremitas bawah, kadang disertai
rasa gatal. Bradikardi umum ditemukan selama fase ini.11

Gambar 2.4
Fase pada DBD

2.5 Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis WHO (2007).8,11
Terdiri dari Kriteria klinis dan Laboratorium sebagai berikut :
1) Kriteria Klinis

Demam tinggi mendadak dan terus menerus selama 2 7 hari


Didapati uji tourniquet positif dengan salah satu bentuk perdarahan:
Petekie, ekimosis, atau purpura
Perdarahan mukosa (tersering epistaksis atau perdarahan gusi),
atau perdarahan dari tempat lain.

Hematemesis dan atau melena


Pembesaran hati
Syok yang di tandai dengan nadi lemah dan cepat disertai penurunan
tekanan nadi (=20 mm H g), tekanan darah menur un (tekanan sistolik
=80 mm Hg) disertai kulit yang teraba dingin dan lembab terutama
pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah, dan timbul
sianosis di sekitar mulut.

2) Kriteria Laboratorium
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.
Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit 20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.

Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer,


atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.
Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.

Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.


IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14,
pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.

3) Tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, asites atau hipoproteinemia.

Dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia dan


hemokonsentrasi sudah cukup untuk menegakkan diagnosa DBD.Tes serologis,
kultur viral dari plasma (50% sensitif pada ke 5, pemeriksaan IgM dengan
ELISA, titer antibodi IgG yang meningkat 4 kali, serta pemeriksaan dengan
PCR terhadap virus dengue dapat membantu penegakan diagnosa pasien DBD.
Pada penderita DBD dengan enchepalitis, harus di periksa CSS/CSF untuk
membantu diagnosa Demam tinggi mendadak, tanpa sebab jelas, berlangsung
terus.

2.6. Pemeriksaan penunjang


2.6.1. Laboratorium

Cek Darah Rutin

Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen,

D-Dimer, atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi


perdarahan atau kelainan pembekuan darah.

Protein/albumin.

SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase)

Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.

Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan
diberikan transfusi darah atau komponen darah

2.7

Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap


Eleketrolit sebagai parameter pemberian cairan

Diagnosis Banding
Demam Dengue (DD).5
o Merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
o Nyeri kepala.
o Nyeri retro-oebital.
o

Mialgia / artralgia.

Ruam kulit.

Manifestasi perdarahan (petekie atau uji bending positif).

o Leukopenia.
Campak Penyakit campak disebabkan oleh virus campak.
Genus morbilivirus Famili Paramyxoviridae dengan masa inkubasi
selama 8-12 hari dan penularan melalui aerosol (percikan batuk
maupun bersin penderita). Gejala prodormal ditandai dengan malaise,
panas mencapai 38C berlangsung 7-10 hari, anoreksia batuk pilek dan
konjungtivitis. Patognomonis penyakit campak adalah adanya bercak
koplik berupa bercak merah dengan warna putih ditengahnya di
mukosa pipi berhadapan dengan gigi molar kedua, dijumpai sekitar

akhir masa prodormal, tepat sebelum timbul ruam. Pada hari ke 3-7
hari sakit timbul ruam kemerahan pada kulit yang menyebar keseluruh
tubuh mulai dari muka, kemudian meliputi badandan akhirnya
ekstremitas, akan tetapi telapak tangan dan kaki tidak ditemukan
adanya ruam tersebut. Setelah 1 minggu ruam itu pun kemudian
menghitam dan mengelupas.
Demam tifoid
Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan
oleh kuman Salmonella typhi. Penularan tifoid biasanya melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Masa inkubasi
tifoid sangat berbeda, berkisar dari 3-60 hari. Gejala awal penyakit
adalah demam (peningkatan suhu hingga 40C) terutama sore atau
malam hari, kedinginan, malaise, sakit kepala, sakit enggorokan, batuk
dan kadang-kadang sakit perut, konstipasi atau diare. Sebagai
perkembangan penyakit,
Penyakit

campak

disebabkan

oleh

virus

campak.

Genus

morbilivirus Famili Paramyxoviridae dengan masa inkubasi selama 812 hari dan penularan melalui aerosol (percikan batuk maupun bersin
penderita). Gejala prodormal ditandai dengan malaise, panas mencapai
38C berlangsung 7-10 hari, anoreksia batuk pilek dan konjungtivitis.
Chikungya
Chikungunya adalah suatu infeksi arbovirus yang ditularkan oleh
nyamuk Aedes aegypti. Penyakit ini terdapat di dearah tropis, khususnya
di perkotaan wilayah Asia, India, dan Afrika Timur. Masa inkubasi

diantara 2-4 hari dan bersifat self limiting dengan gejala akut akut (demam
onset mendadak (>40C), sakit kepala, nyeri sendi (sendi-sendi dari
ekstremitas menjadi bengkak dan nyeri bila diraba), mual, muntah, nyeri
abdomen, sakit tenggorokan, limfadenopati, malaise, kadang timbul ruam,
perdarahan jarang terjadi, dan berlangsung 3-10 hari. Gejala diare,
perdarahan saluran cerna, refleks abnormal, syok dan koma tidak
ditemuan pada chikungunya. Sisa arthralgia suatu masalah untuk beberapa
minggu hingga beberapa bulan setelah fase akut. Kejang demam bisa
terjadi pada anak-anak. Belum ada terapi spesifik yang tersedia,
pengobatan bersifat suportif untuk demam dan nyeri (analgesik dan
antikonvulsan).
Malaria
Malaria adalah penyakit menular yang dapat bersifat akut maupun
kronik, disebabkan oleh protozoa intraselular obligat Plasmodium
falciparum, P. vivax, P. ovale, dan P. malariae yang ditularkan oleh gigitan
nyamuk Anopheles betina. Penularan juga dapat terjadi melalui transfusi
darah, transplantasi organ dan transplasenta. Masa inkubasi 1-2 minggu,
tetapi kadang-kadang lebih dari setahun. Gejala malaria yaitu demam,
menggigil, malaise, anoreksia, mual, muntah, diare ringan, sakit kepala,
pusing, mialgia, nyeri tulang. Peningkatan suhu dapat mencapai 40C,
bersifat intermitten yaitu demam dengan suhu badan yang mengalami
penurunan ke tingkat normal selama beberapa jam dalam satu hari diantara
periode kenaikan demam. Periode timbulnya demam tergantung pada jenis
plasmodium yang menginfeksi. Pada malaria juga dapat ditemui

hepatomegali, splenomegali, anemia, ikterus, dan dehidrasi. Pada


pemeriksaan laboratorium umumnya ditemukan anemia, leukopenia, dan
trombositopenia.
2.7 Pentalaksanaan

Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan


cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat
perdarahan.Pada fase demam pasien dianjurkan tirah baring, diberi obat antipiretik
atau kompres hangat.

Tidak dianjurkan pemberian asetosal/salisilat dikarenakan dapat menimbulkan


gastritis, perdarahan atau asidosis sehingga antipiretik yang dianjurkan adalah
parasetamol. Pemberian cairan dan elektrolit per oral, jus buah, sir up, susu, selain
air putih juga dianjurkan pada pasien demam dengue.13

gambar 2.5 tata laksana dbd15

Pada awal perjalanan penyakit DBD tanda/gejala tidak sepesifik, sehinggpatut


diwaspadai gejala/tanda yang terlihat pada anak yang mungkin merupakan gejala
awal perjalanan penyakit DBD. Tanda/gejala awal berupa demam tinggi
mendadak tanpa sebab yang jelas, terus menerus, badan lemah, dan anak tampak
lesu. Pertama yang harus dilakukan adalah melihat tanda syok yang merupakan.
tanda kegawatdaruratan seperti gelisah, nafas cepat, bibir biru, tangan dan kaki

dingin, kulit lembab dan sebagainya. Jika ditemukan kejang, muntah berulang,
kesadaran menurun, hematemesis melena, sebaiknya dilakukan rawat inap.

Apabila tidak dijumpai tanda kegawatdaruratan, lakukan pemeriksaan uji


torniquet diikuti dengan pemeriksaan trombosit. Apabila uji torniquet (-) atau uji
torniquet (+) dengan

jumlah trombosit >100.000/ul dapat dilakukan rawat jalan dengan kontrol tiap
hari hingga demam hilang dan pemberian obat antipiretik berupa parasetamol.
Apabila jumlah trombosti <100.000/ul perlu dirawat untuk observasi. Pada pasien
rawat jalan, di beri nasehat kepada orang tua apabila terdapat tanda-tanda syok
maka pasien harus di bawa ke rumah sakit untuk diperiksa lebih lanjut. 15

Pada keadaan dehidrasi/kehilangan cairan yang disebabkan demam tinggi,


anoreksia dan muntah, dapat diberikan cairan pengganti berupa minum 50 ml/kg
berat badan dalam 4-6 jam pertama kemudian jika dehidrasi teratasi diberi cairan
rumatan 80 100 ml/kgBB dalam 24 jam berikutnya. Bila terjadi kejang demam,
diberikan antikonvulsif selain diberi antipiretik. Kemudian dilakukan pemeriksaan
hematokrit berkala untuk monitor hasil pengobatan sebagai gambaran derajat
kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan intravena.16,15

Pada pasien DBD derajat I dan II tanpa peningkatan hematokrit dilakukan


intervensi sesuai dengan gambar 2.8. Perhatikan tanda syok, raba hati setiap hari
untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati yang disertai nyeri
tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna. Apabila sudah didapati
perbaikan klinis dan laboratorium, anak dapat pulang jika memenuhi kritera.

Gambar 2.6 Penatalaksaan DBD derajat 2 tanpa peningkatan Ht15

untuk mengetahui pembesarannya oleh karena pembesaran hati


yang disertai nyeri tekan berhubungan dengan perdarahan saluran cerna.
Apabila sudah didapati perbaikan klinis dan laboratoriu m, anak dapat
pulang jika memenuhi kriteria. Adapun kriteria memulangkan pasien
adalah pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, tampak perbaikan secara klinis,
hematokrit stabil, tiga hari setelah syok teratasi. jumlah trombosit >
50.000/ul dan cenderung meningkat, serta tidak dijumpai distres
pernafasan (disebabkan oleh efusi pleura atau asidosis). manifestasi
perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%) tanpa
perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya
perdarahan. Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel
darah merah sedangkan plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk
pasien dengan DIC. DIC biasanya terjadi pada syok berat dan
menyebabkan perdarahan masif. DIC dipicu oleh hiponatremia dan
asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok berat sebaiknya dilakukan
perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi DIC. Pemberian
cairan intravena dapat dihentikan apabila hematokrit telah turun, sekitar
40%. Jumlah urin 12ml/kgBB/jam atau lebih merupakan indikasi bahwa
keadaan sirkulasi membaik Sedatif dapat diberikan untuk menenangkan
pasien tapi keadaan gelisah akan hilang dengan sendiri nya apabila
pemberian

cairan

sudah

adekuat

dan

perfusi

membaik. 16,17

Gambar 2.7 penatalaksanaan derajat 2 dengan penngkatan Ht15

Pada pasien syok, pemberian oksigen 2 liter per menit harus dilakukan
dengan menggunakan masker. Pemberian transfusi darah diberikan pada keadaan
manifestasi perdarahsn yang nyata. Penurunan hematokrit (dari 50% ke 40%)
tanpa perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya tanpa
perbaikan klinis walau diberikan cairan menunjukkan tanda adanya perdarahan.
Pemberian darah dilakukan untuk menaikkan konsentrasi sel darah merah
sedangkan plasma segar dan atau suspensi trombosit untuk pasien dengan DIC.
DIC biasanya terjadi pada syok berat dan menyebabkan perdarahan masif. DIC
dipicu oleh hiponatremia dan asidosis metabolik sehingga pada keadaan syok
berat sebaiknya dilakukan perbaikan pada asidosis sebelum berkembang menjadi
DIC.

Gambar 2.8 Tatalaksana DBD Derajat 3 dan 415

Tatalaksana syok perlu dilakukan secara agresif dan simultan mulai dari
ABC hingga resusitasi cairan untuk meningkatkan preload yang diberikan secara
cepat dan kurang dari sepuluh menit. Resusitasi cairan paling baik dilakukan pada
tahap syok hipovolemik kompensasi, sehingga mencegah terjadinya syok
dekompensasi dan ireversibel. Cairan kristaloid diberikan 10-30ml/kgBB/6-10
menit kemudian lihat tekanan darah apabila tekanan darah masih rendah
(hipotensi) ulangi pemberian cairan kristaloid apabila normotensi diberikan
tetesan rumatan kemudian dilakukan pemeriksaan urin apabila didapati
>1ml/kgBB/jam maka diberikan tetesan rumatan, apabila <1ml/kgBB/jam dan
anuri, diulangi pemberian kristaloid kemudian dilakukan pengecekan urin
kembali. Pemasangan CVP dilakukan ketika volume yang diberikan lebih dari 50100ml/kgBB dalam 1-2 jam pertama untuk menilai fungsi miokard. Bila CVP
<10mmHg berarti fungsi miokard masih baik dan resusitasi cairan dapat
diteruskan. Bila CVP >10mmHg berarti terdapat disfungsi miokard atau
penurunan kontraktilitas ventrikel kanan, peningkatan resistensi vaskular paru
(afterload ventrikel kanan) atau syok kardiogenik sehingga diperlukan pemberian
obat-obatan resusitasi seperti epinefrin, sodium bikarbonat, dopamin, glukosa,
kalsium klorida, atropin, atau dobutamin.14,15,16

2.9 Komplikasi
Pada umumnya infeksi primer dapat sembuh sendiri dan tidak
berbahaya. Komplikasi pada bayi dan anak usia muda biasanya berupa
kehilangan cairan dan elektrolit, hiperpireksia, dan kejang demam. Pada usia
14 tahun wajib diwaspadai ensefalopati dengue karena merupakan golongan
usia tersering terjadinya kejang demam

Kegagalan dalam melakukan

tatalaksana komplikasi ini, dapat memberikan jalan menuju DSS (Dengue


Shock Syndome) dengan tanda kegagalan sirkulasi, hipotensi dan syok.16,8
2.10 Pencegahan
Menurut WHO (1997) deteksi dini gejala DBD dapat mengurangi
penyebaran penyakit DBB melalui pemeriksaan laboratorium dan tanda
adanya demam tinggi disertai ruam pada kulit. Vaksin untuk DBD sampai
saat ini belum tersedia sehingga dilakukan tindakan pencegahan berupa
pengendalian vektor nyamuk Aedes sp.. Ada beberapa cara yang dianjurkan
WHO untuk mengurangi terjadinya kasus DBD seperti penggunaan alat
pelindung diri, penggunaan insektisida aerosol, jaga sanitasi air, pengurangan
sampah di sekitar wilayah rumah. Kegiatan yang paling utama dalam
menanggulangi peningkatan kasus adalah program Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) melalui gerakan 3M. (Menguras Menutup Mengubur).

Program ini kemudian berkembang menjadi PSN 3M Plus yaitu dengan


digunakan larvasida, memelihara ikan dan mencegah gigitan nyamuk.8,16
2.11 Prognosis
demam dengue berhubungan dengan antibodi yang didapat atau
infeksi awal dengan virus yang menyebabkan terjadinya DBD . Keparahan
terlihat dari usia, dan infeksi awal terhadap serotipe dengue virus yang lain
sehingga dapat mengakibatkan komplikasi hemorhagik yang parah .
Prognosis

di

terjadinyasyok.8,9

tentukan

juga

oleh

lamanya

penanganan

terhadap

Anda mungkin juga menyukai