Anda di halaman 1dari 14

1

BAB 1
PENDAHULUAN
Premedikasi dan induksi pada anak dan bayi merupakan tantangan bagi para ahli
anestesi karena pada waktu induksi seringkali menjadi trauma psikis pada anak
dan bayi. Keberhasilan penata laksanaan anestesi pada anak sangat tergantung
pada kelancaran saat pemberian premedikasi dan induksi ( Smith ) Jadi diperlukan
sekali ketrampilan dan pengetahuan dalam penata lakasanaan anestesi pada anak
dan bayi , karena hubungannya sangat erat dengan hasil yang akan dicapai.
Banyak sekali dilakukan penelitian cara yang terbaik yang bagaimana yang layak
untuk premedikasi dan induksi , ada penelitian yang menyebutkan bahwa
premedikasi melalui nasal adalah yang terbaik. Tetapi yang penting pada tindakan
anestesi untuk anak yang diperlukan adalah melakukan pendekatan dahulu
sebelum melakukan premedikasi ataupun induksi sehingga diharapkan tindakan
anestesi dapat berjalan lancar.

BAB 2
TINJAUANPUSTAKA
2.1

PSIKOLOGIS ANAK DAN ANESTESIA

Rasa takut terhadap dokter, jarum suntik , masker dan tindakan pembedahan
merupakan hal yang umum dan wajar bagi anak dan tidak dipermasalahkan atau
dikuatirkan. Pemberian premedikasi sebelum tindakan anestesi ataupun tindakan
induksi merupakan hal yang ditakutkan oleh anak dan hal ini dapat menyebabkan
trauma psikis dan apabila kita melakukan tidak hati hati dapat menyebabkan
kelainan psikologis sampai dewasa. Derajat perubahan perilaku dapat ditentukan
oleh beberapa factor :
a. Usia.
Bayi usia 6 12 bulan sudah memperlihatkan adanya perhatian pada lingkungan
sekelilingnya. Perasaan cemas atau takut akan timbul pada saat anak dibawa
kerumah sakit atau kekamar bedah , karena tempat ini merupakan hal yang asing
baginya. Selain dari pada itu juga akan terjadi tauma karena dipisahkan dari kedua
orang tuanya dan harus berhadapan dengan orang orang yang tidak dikenal dan
lingkungan yang asing. Pada usia ini sangat diperlukan sekali obat sedative
sehingga pada waktu dibawa kekamar bedah anak dalam keadaan sedasi dan
tenang. Sedangkan pada usia dibawah 6 bulan , bayi tidak terlalu sulit untuk
dipisahkan dari kedua orang tuanya dan dapat digantikan oleh perawat.

Bayi

pada usia 12 18 bulan memperlihatkan perkembangan fisik yang sangat pesat


tetapi perkembangan jiwanya belum matang. Anak pra sekolah usia 2 6 tahun
sudah memperlihatkan tingkah yang sering kali menyulitkan dan menimbulkan
masalah pada waktu penata laksanaan anestesi. Anak pada usia ini umumnya tidak
kooperatif , tidak mau berpisah dari orang tuanya dan sering berontak , tetapi ada
juga anak anak yang kooperatif sehingga sangat mudah untuk melakukan
premedikasi ataupun induksi. Pada usia ini sangat diperlukan pendekatan secara
psikologis dan penjelasan secara detail pada anak dan orang tuanya sehingga

sudah ada hubungan yang baik antara dokter anestesi dan anak. Pendekatan ini
dapat dilakukan pada waktu kunjungan pre operatif dan kalau bisa diperlihatkan
foto foto atau alat yang akan dipakai sehingga anak sudah tau sebelumnya apa
yang akan dilakukan ,ini merupakan penatalaksanaa anestesi yang ideal.

Pada

usia 6 18 tahun , ditinjau dari sudut pandang psikologis sudah merupakan


seorang dewasa kecil walaupu rasa takut , cemas , dan kuatir menghadapi
anestesi dan pembedahan masih sangat menonjol. Pada usia ini biasanya anak
sudah kooperatif , sudah banyak melakukan pertanyaan tentang tindakan yang
akan dialami dan dokter anestesi secra sabar harus menjelaskannya sehingga
timbul keberaniaan dari anak untuk menghadapi operasi.
b. Respon Emosi Anak
Perawatan yang lama akan mempengaruhi emosi anak dibandingkan dengan
masuk rumah sakit untuk rawat jalan. Apabila anak dirawat lama dan pembedahan
yang berulang harus mendapat perhatian khusus dan kalau bisa dilakukan terapi
psikologis agar pada waktu dewasa tidak terdapt kelainan jiwa.
c. Latar Belakang Etnik dan Budaya.
Walaupun perlakuaan pada anak anak pada seusia itu sama , tetapi sering kali
terdapat perbedaan perilaku yang ditemukan . Hal ini mungkin karena adanya
perbedaan latar belakang dan pendidikan dirumah , atau sosio ekonomi , sehingga
dituntut kemampuan dari dokter anestesi untuk melakukan pendekatan.
2.2 PREMEDIKASI
Manfaat dan kegunaan dari premedikasi masih menjadi perdebatan diantara para
ahli, ada yang mengatakan bahwa premedikasi pada anak anak tidak diperlukan
karena akan menimbulkan trauma yang akan dibawa sampai dewasa. Pemberian
premedikasi pada bayi/anak tidak diperlukan apabila persiapan persiapan
prabedah telah dilakukan dengan baik (Jackson) , Pmberian premediaksi dapat
membahayakan (Eckenhoff). Premedikasi merupakan trauma pada anak / bayi
(Hodges). Pada tahun 1982, Kay menyimpulkan , bahwa untuk penderita rawat

jalan tidak perlu diberikan premedikasi. Penelitian Eckenhoff , melaporkan bahwa


17% dari anak yang telah dilakukan Tonsilektomi mengalami ganguan kejiwaan
berupa ketakutan di malam hari , menjadi pemarah , dan takut pada orang asing
Terlepas dari perlu atau tidaknya premedikasi pada anak , maksud dan tujuan dari
premedikasi yang terpenting adalah :
1. Untuk menghilangkan atau mengurangi rasa takut , cemas dan gelisah
sehingga anak menjadi tenang ketika masuk kamar operasi.
o

Anak yang normal , apabila pada prabedah telah dipersiapkan


dengan baik dan diberikan premedikasi, biasanya pada waktu
masuk kekamar bedah akan tenang dan kooperatif.

2. Memudahkan dan melancarkan induksi anastesi.


3. Mencegah terjadinya perubahan perubahan psikologis atau perilaku pasca
anestesi / bedah.
4. Mengurangi sekret pada saluran nafas dan rongga mulut.
5. Sebagai vagolitik mencegah timbulnya refleks vagal akibat obat
anastesi , rangsangan fisik , atau manipulasi pembedahan. Pada neonatus
ataupun pada bayi umumnya tidak diperlukan pemberiaan premedikasi
karena tidak begitu bermanfaat.
2.3 JENIS OBAT PREMEDIKASI
Sesuai dengan maksud dan tujuan dari premedikasi , maka obat yang dipilih
umumnya dari golongan anti kholenergik , sedative hipnotik dan narkotik
analgetik.
2.3.1

Golongan Anti Kholinergik

a. Sulfas Atropin dan Skopolamin


Atropin lebih unggul dibandingkan skopolamin untuk mengendalikan bradikardia
dan aritmia lainnya terutama pada bayi usia kurang dari enam bulan. Biasanya
bradikardia timbul karena manipulasi pembedahan atau karena obat obat anestesi

seperti halothan dosis tinggi dan suksinilkolin. Sedangkan apabila diharapkan


mengurangi sekresi lair liur ( Drying Effect ) yang disertai dengan efek sedasi dan
amnesia maka sebaiknya dipilih skopolamin.
Dosis sulfas atropine : 0,02 0.03 mg /kg BB Dosis scopolamine : Usia 1 tahun :
0,10 mg Usia 1 5 tahun : 0 , 15 mg Usia 6 10 tahun : 0,20 mg.

b..Glikopirolat
Merupakan senyawa garam amonium kwartener dengan khasiat anti kholenergik
yang kuat dan panjang efek sampingnya tidak begitu kuat dibanding dengan sulfas
atropin. Glikopirolat sering digunakan sebagai alternative pilihan lain sealain
ataropi. Dosis : 5 10 U gr / kg BB intra vena.

2.3.2 Golongan Hipnotik Sedatif


a. Diazepam Merupakan obat golongan sedatif yang banyak digunakan sebagai
premedikasi untuk anak , karena berkhasiat menenangkan pada sekitar 80% kasus
tanpa mendepresi nafas dan sedikit sekali menimbulkan muntah.
Dosis : IV atau IM : 0,20 mg / kg BB
Per oral : 0,25 0,50 mg per kg BB
Per rectal : 0,40 0,50 mg per kg BB
Absorbsi lewat mukosa rectum cukup efektif.

b. Midazolam Termasuk golongan benzodiazepin yang mudah larut dalam air


dengan waktu kerja sangat cepat dan lama kerja yang tidak terlalu lama Dapat
diberikan secara parenteral dan oral. Dosis : IM : 0,05 mg per kg BB Per oral : 7,5
15 mg untuk anak ank Per rectal : 0,35 0.45 mg per kg BB.

c. Promethazine ( Phenergan )
Termasuk golongan antihistamin yang mempunyai efek sedasi cukup baik , dapat
diberikan secara peroral dengan dosis 1mg per kg BB. Dosis maksimal 30 mg.
d. Trimeprazine ( Valergan ) Telah digunakan untuk premedkasi pada anak
sejak tahun 1959 , dalam bentuk larutan dengan dosis 2 4 mg per kg BB per oral
2 jam sebelum induksi.. Dengan dosis ini cukup efektif untuk anak usia 2 10
tahun. Kerugian dari obat ini menimbulkan takikardia post operatif , tetapi
keuntungannya selain menimbulkan sedasi , juga bersifat anti emetic.

e. Barbiturat Terdapat dua sediaan yang sering digunakan untuk premedikasi


yaitu Pentobarbitone ( Nembutal ) dan Quinal Barbitone ( Seconal ) diberikan
secara oral 1 jam pra bedah dengan dosis 2 5 mg per kg BB. Obat ini tidak
pernah diberikan pada bayi dibawah usia 6 bulan karena metabolismenya lama
dan juga tidak dianjurkan untuk diberikan secara intramuskular karena akan
menimbulkan

2.3.3

rasa

sakit

Golongan

nekrosis

Narkotik

dan

abses.

Analgetik.

Narkotik jarang diberikan sebagai obat premedikasi pada bayi / anak kecil karena
sering menimbulkan rasa pusing, mual , muntah dan sampai depresi pernafasan.
Pemberian morfin biasanya diberikan atas indikasi adanya cacat jantung bawaan
yang sianotik dengan dosis 0,05 0,20 mg per kg BB IM , 1 jam pra bedah.
Meperidine ( Pethidin ) merupakan obat golongan narkotik dengan sedasi ringan
dan juga sering menimbulkan muntah sehingga jarang dipergunakan untuk
premedikasi pada anak. Methadone merupakan obat golongan narkotik yang dapat
diberikan per oral dengahn dosis 0,1 0,3 mg per kg BB.
2.4

Cara

Pemberian

Premedikasi.

Sampai saat ini belum ditemukan cara cara pemberian premedikasi pada bayi

/anak yang dianggap ideal yaitu sederhana , efektif , dan tidak menimbulkan
trauma
2.4.1

psikis

Metoda

Cara

yang

lazim

Parenteral

dipakai
IM

adalah
/

:
IV

Masih sering dipergunakan , walaupun sering ditolak oleh anak karena rasa takut
akan jarum dan sakit. Pemberian premedikasi secara parenteral ( IM /IV )
memerlukan pendekatan secara psikologis dan perlu pengalaman/ ketrampilan
menyuntik . Hampir seluruh obat premedikasi dapat diberikan secara parenteral.

2.4.2

Per

oral

Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal diberikan pada bayi / anak yang masih
kecil karena tidak akan menimbulkan trauma atau rasa sakit. Agar pemberian
secara oral ini dapat lebih efektif , biasanya waktunya lebih lama dan agar anak /
bayi suka biasanya dicampur dengan aroma obat yang lain agar terasa manis dan
disukai . Kerugian dari pemberian secara per oral : a. ditakutkan volume lambung
akan bertambah , sehingga dapat terjadi regurgitasi dan aspirasi, terutama pada
waktu induksi. Tetapi masalah ini dapat diatasi dengan cara pemberian cukup
hanya minum satu sendok makan saja dan tanpa susu. b . kadang kadang aroma
obat tidak enak dan sering ditolak . c . absorbsi dilambung sukar untuk dipastikan
sehingga tidak dapat dipastikan apakah obat sudah berefek. d . tidak semua obat
premedikasi bisa diabsorbsi dilambung. e . kesulitan mendapatkan obat
premedikasi yang dapat diberikan peroral.

Contoh sirop premedikasi : diazepam

0,2 mg per kg BB Atropine sulfas 0,02 mg per kg BB Meperidine 1,5 mg per kg


BB Gula / sirop / air putih . Jenis obat yang dapat diberikan peroral : Chloralhidrat, Nembutal , Triclofos , Vallergan. - Pentobarbitone : 3 4 mg per kg
BB. - Diazepam : 0,5 mg per kg BB. - Midazolam : 0,5 1 mg per kg BB Fentanyl

15

20

2.4.3Per

gr

per

kg

BB
rectal

Pemberian premedikasi secara rectal seringkali disebut sebagai anestesi basal.


2.4.4

Per

Nasal

Metode pemberian secara nasal masih dalam penelitian dan cara cara yang paling

baru. Obat diberikan secara tetesan atau semprotan (nose spray ) kedalam
mukosa hidung. Selanjutnya obat akan diserap lewat mukosa hidung dan masuk
dengan cepat kedalam sirkulasi darah karena mukosa hidung kaya akan pembuluh
darah. Pemberian obat secara ini akan dengan cepat memberikan efek , sehingga
kadang kadang disebut sebagai Pra Induksi. Jenis Obat : - Midazolam : 0,2 mg per
kg BB ( untuk anak 1 5 thn ) - Sulfentanil : 1,5 3 U gr per kg BB.
2.5 Permasalahan Dalam Induksi.
Seperti pemberian premedikasi , induksi juga menjadi permasalahan pada bayi
dan anak sehingga penata laksanaan anestesi pada anak mempunyai perhatian
yang khusus. Induksi anestesi harus dilakukan secara halus dan hati hati, penuh
dengan kesabaran dan sebelumnya harus dilakukan pendekatan secara psikologis.
Bahkan ahli anestesi dapat menjadi sahabat baru bagi anak tersebut , yang akan
memudahkan melakukan tindakan anestesi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
apa yang disebut Stormy Anesthetic Induction yaitu suatu keadaan dimana
induksi anestesi berlangsung tidak mulus yang akibatnya akan menimbulkan
trauma psikis yang dampaknya akan memperlihatkan perubahan perilaku pasca
anestesi / bedah. Sampai saat ini dikenal tiga metode / cara induksi yang lazim
digunakan yaitu Inhalasi , Parenteral dan Per Rectal . Induksi lewat nasal masih
merupakan
1
2

.
.

cara

Keahlian
Faktor

faktor

dan

pengalaman

penderita

usia

pribadi
,

ahli

keadaan

anestesiologi.
umum

dll.

Induksi anestesi pada bayi / anak selalu menimbulkan masalah baik dengan
metoda inhalasi , par enteral maupun per rectal . Pada induksi anestesi inhalasi
bayi akan menahan nafas , kadang kadang timbul spasme laring dan distensi
lambung, pemasangan masker juga sangat sulit . Kesulitan induksi anestesi
cenderung berkurang dengan bertambahnya usia bayi / anak . Anak anak usia pra
sekolah , pada umumnya sulit untuk dipisahkan dari orang tuanya walaupun untuk
sementara. Pada anak yang seperti demikian biasanya induksi anestesi didampingi
oleh orang tuanya dan setelah anak tertidur baru ditinggal. Dari beberapa

penelitian pada usia anak 6 7 tahun membuktikan bahwa kehadiran orang tua
pada saat induksi akan mengurangi rasa`takut dan gelisah sehingga induksi dapat
dilakukan

dengan

baik

dan

berjalan

lancar.

2.6 METODE INDUKSI ANESTESI.


2.6.1 Induksi Anestesi Per Rectal
Disebut juga Anestesi Basal atau Pre Induksi dan cara ini dipilih untuk
menghindari suntikan pada waktu premedikasi. Obat biasanya akan diabsorbsi
oleh mukosa rektum dan biasanya anak / bayi akan tertidur dalam waktu 5 10
menit. Sejak pemberian obat ahli anestesi harus selalu berada disamping anak
untuk menghindari komplikasi yang terjadi. Pada kelainan ano rectal, lambung
penuh , hipovolemia dan anak umur 6 sampai 8 tahun tidak dianjurkan cara
pemberian seperti ini. Keuntungan dari cara pemberian seperti ini terutama pada
bayi / anak , mereka menjadi lebih tenang karena kedua orang tua tetap berada
disampingnya. Induksi bisa dilakukan diruang persiapan pada waktu bayi masih
ditempat tidur dan setelah bayi tertidur baru dipindahkan ke ruang bedah.
Jenis

Obat

yang

digunakan

1 . Methohexital ( Brevital ) Berupa cairan jernih yang tidak berbau dan


mempunyai kekuatan sedative hipnotik tigakali lipat pentothal. Diberikan per
rectal dalam bentuk larutan 10% dengan dosis 25 30 mg per kg BB dan anak
akan tertidur dalam waktu 5 10 menit tanpa mempengaruhi fungsi jantung , nadi
ataupun

tekanan

darah.

2 . Diazepam . Absorbsi larutan diazepam oleh rectum cukup baik dan


farmakokinetik nya mirip seperti pemberian intra vena. Dosis : 0,4 0,5 mg per
kg

BB.

3 . Pentothal. Diberikan dalam bentuk larutan atau suppositoria dengan dosis 30


mg per kg BB dan anak akan tertidur dalam waktu 7 10 menit setelah
pemberian. Tidak dianjurkan pemberian pada anak yang mempunyai kelainan
jantung

atau

sumbatan

jalan

nafas.

10

4 . Midazolam. Dengan dosis 1 mg per kg BB ternyata induksi cukup baik,


5 . Ketamin. Belum begitu populer masih dalam penelitian.
2.6.2 Induksi Anestesi Secara Parenteral .
1

Intramuskular.

Metode ini dipilih apabila ada kesulitan dalam mencari pembuluh darah vena atau
cara induksi lain tidak memungkinkan. Sebenarnya induksi anestesi cara ini lebih
pasti dan praktis dibanding dengan cara induksi per rektal dan dapat dilakukan
pada saat bayi /anak sudah ada dimeja operasi. Kerugian metode ini adalah
suntikan sangat ditakuti anak / bayi dan volume yang diberikan cukup banyak .
Obat yang digunakan biasanya Ketamin ,dosis : 6 10 mg per kg BB dan
biasanya

akan

tidur

setelah

menit.

Intravena.

Keuntungan cara ini adalah selain cepat juga menyenangkan karena dapat berjalan
secara mulus dan cepat, terutama apabila telah terpasang infus. Kerugiannya
biasanya sangat sukar untuk memasang infus dan anak anak / bayi sering berontak
juga kesukaran mencari pembuluh vena . Untuk memudahkan pemasangan infus ,
ada beberapa pegangan : - lakukakan dahulu pendekatan secara psikologis - cari
pembuluh darah yang meyakinkan sehingga dapat sekali tusuk, misalnya vena
dilengan bagian dorsalis. - apabila kesukaran mendapatkan vena , bisa memakai
jarum sayap dahulu, sebaiknya mempergunakan jarum sayap no 25/27 - dapat
memakai anastesi lokal atau spray agar tidak terlalu sakit. - sebelum melakukan
tindakan sebaiknya diberitahukan dahulu - bahwa akan terasa sakit sedikit seperti
digigit

semut.

Obat

obat

yang

dipergunakan

1 . Pentothal . Dapat diberikan pada bayi / anak hanya perlu diiingat neonetus
sangat peka terhadap obat ini dan metabolisme berlangsung lama. Dosis untuk
induksi

bayi

anak

5mg

per

kg

BB

2 . Methohexital ( Brevital ) Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan dosis


1,5 mg per kg BB. Sebagai pilihan alternatif dari pentothal , biasanya pemulihan

11

lebih cepat dibanding pentothal dan pada anak sering menimbulkan twitching otot
dan singultus apabila dosisnya tinggi. Karena obat ini sering menimbulkan rasa
sakit pada dinding pembuluh darah , maka pemakaian sering dicampur dengan
lidocaine 2% . Liu et al melakukan penelitian pada anak usia 6 15 tahun induksi
anesthesia dengan dosis 1 2 mg per kg BB , memberikan hasil yang baik.
3 . Diazepam . Masa pemulihan obat ini lebih lama dari pentothal atau
methohexitol. Dosis : 0,4 mg per kg BB, diberikan hati hati Karen menimbul kan
rasa

sakit

pada

pembuluh

darah.

4 . Ketamin . Dosis 2 mg per kg BB., dalam waktu 1 2 menit anak sudah tidur ,
dipergunakan untuk tindakan yang tidak memerlukan relaksasi , nafas spontan dan
yang

diutamakan

khasiat

analgetiknya.

5 . Propofol . Cukup efektif untuk anak anak , tapi sering menimbulkan rasa sakit
dan terbakar sehingga cara pemberiannya memerlukan teknik yang khusus.
Dosis

2.5

3,5

mg

per

kg

BB.

6 . Midazolam. Tergolong benzodiazepine yang larut dalam air , tidak


menyebabkan rasa sakit pada pembuluh darah. Dosis : 0,15 mg per kg BB, induksi
dengan obat ini berlangsung mulus , cepat dan menyenangkan.
2.6.3 Induksi Anestesi Inhalasi
Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan ( up Take ) gas gas anestesi pada
paru anak anak / bayi lebih cepat dibanding orang dewasa karena proporsi
jaringan pembuluh darahnya lebih banyak. Karena hal tersebut diatas induksi
inhalasi pada anak anak / bayi lebih cepat dibanding orang dewasa dan eksresinya
pun lebih cepat. Karena hal tersebut diatas banyak ahli anestesi sering memakai
tehnik ini . tetapi kerugian dari tehnik ini adalah dapat menimbulkan trauma psikis
dan pengalaman yang buruk. Untuk mengatasi kendala tersebut ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan :

- persiapan pre operatif harus lebih baik. - masker

diberi rasa dan warna yang menarik. - pemasangan masker jangan langsung
menutupi
Obat

muka.
Anestesi

bisa

memakai

Untuk

tehnik
Inhalasi

single

breath.
.

12

N2O

O2

Induksi dengan gas ini karena tidak berbau , tidak merangsang tetapi induksi
anestesi akan lebih sempurna apabila ditambah gas lain seperti halothane ,
sevorane

isoflurane

sebagai

penu

njang.

Ether.

Karena baunya sangat merangsang dan tidak enak ,sering menimbulkan sekresi
yang berlebihan dan saat ini sudah tidak dipergunakan lagi. Saat induksi hamper
selalu menimbulkan batuk batuk bahkan sampai spasme larynx. Perlu pengalaman
yang

banyak.

Halothane.

Merupakan gas anestesi inhalasi yang sering dipergunakan untuk bayi / anak
karena baunya tidak merangsang dan induksi bisa berjalan mulus dan lancar. Gas
ini sering menimbulkan kejadian yang disebut drug induced hepatitis pada
pemakaian yang berulang terutama pada anak anak usia diatas 14 tahun. Induksi
anestesi berlangsung cepat, mulus dan lancar dibandingkan dengan obat anestesi
lainnya , karena baunya enak dan tidak merangsang. MAC untuk neonatus
0,87%

Bayi

1,02%

Anak

1,20%

dan

dewasa

0,75%

Isoflurane

Koefisien kelarutan gas ini dalam darah sangat rendah dibanding halothan
sehingga secara teoritis induksianestesi dan pemulihan berlangsung sangat cepat.
Gas ini hampir tidak mengalami metabolisme dalam tubuh dan dikeluarkan lewat
paru secara utuh dan sempurna . Baunya agak tidak sedap dan sedikit merangsang
jalan nafas , sehingga kadang kadang bayi / anak menahan nafas atau batuk .
Induksi anestesi dengan isoflurane perlu pengalaman yang cukup dan penuh
perhatian , karena baunya yang tidak sedap dan merangsang jalan nafas dimana
kadang

kadang

bayi

anak
.

akan

menahan

nafas.
Enflurane

Induksi anestesi dengan gas ini tidak begitu lancar dan mulus , anak sering
menahan nafas , batuk batuk , dapat terjadi spasme larynx. Koefisien kelarutan
gas`dalam lemak lebih rendah dari halothan , induksi lebih cepat dari halothan dan
pemulihannyapun lebih cepat.

13

2.6.4 Induksi Anestesi Lewat Nasal


Merupakan cara induksi anestesi yang paling baru dan dikenal dengan istilah Pra
Induksi , karena perubahan kesadaran yang timbul berbeda dengan akibat
pemberian premedikasi secara oral , atau intra muskular. Pemberian Sufentanil
lewat nasal dengan dosis 1,5 3,0 Ugr per kg BB ternyata cukup efektif sebagai
pra induksi pada anak yang lebih besar. Cara ini tidak begitu menimbulkan efek
yang traumatis.

KESIMPULAN
Anestesi pada pediatri terutama saat pemberian premedikasi dan induksi sering
menimbulkan trauma pada anak / bayi. Tehnik pemberian premedikasi dan induksi
dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti melalui oral , parenteral dan nasal.
Masing masing tehnik mempunyai keuntungan dan kerugiannya. Setiap ahli
anestesi mempunyai kemampuan yang berbeda dalam melakukan tindakan
anestesi baik untuk premedikasi , induksi maupun tehnik rumatan nya yang
tujuannya adalah untuk mengurangi trauma psikis pada bayi / anak.

14

Anda mungkin juga menyukai