PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Rumah sakit adalah institusi tempat memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat dengan tujuan penyembuhan penyakit serta terhindar
dari kematian atau kecacatan. Dalam melaksanakan fungsinya rumah sakit
harus pula mengendalikan atau meminimalkan risiko baik klinis maupun
non klinis yang mungkin terjadi selama proses pelayanan kesehatan
berlangsung, sehingga terlaksana pelayanan yang aman bagi pasien.
Oleh karena itu keselamatan pasien di rumah sakit merupakan prioritas
utama dalam semua bentuk kegiatan di rumah sakit. Untuk mencapai
kondisi pelayanan yang efektif, efisien dan aman bagi pasien, diperlukan
komitmen dan tanggung jawab yang tinggi dari seluruh personil pemberi
pelayanan di rumah sakit sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Selanjutnya kerjasama para Profesional Pemberi Asuhan (PPA) pasien
merupakan prasyarat untuk mencapai tujuan tersebut dan
dilengkapi
Salah satu elemen dalam pemberian asuhan kepada pasien (patient care)
adalah asuhan medis. Asuhan medis diberikan oleh dokter yang dalam
standar keselamatan pasien disebut DPJP : Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan.
Pengaturan tentang DPJP sangat diperlukan dalam pelaksanaan asuhan
medis
SASARAN :
1. Para Direktur Rumah Sakit dan Para Manajer Pelayanan di Rumah sakit
2. Komite Medis
3. Para dokter pemberi asuhan medis di rumah sakit
4. Kelompok profesi medis / Staf medis Fungsional.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pedoman ini berlaku pada semua lini pelayanan rumah sakit yang
meliputi : emergensi, rawat jalan, rawat inap, ruang tindakan, ruang
perawatan khusus (ICU,HCU,Hemodialisis).
BAB III
DASAR
1. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 5 : Rumah Sakit mempunyai
fungsi : huruf b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan
melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 29 Setiap Rumah Sakit
mempunyai kewajiban : huruf r. menyusun dan melaksanakan peraturan
internal Rumah Sakit (hospital by laws)
Penjelasan Pasal 29 huruf r : Yang dimaksud dengan peraturan internal
Rumah Sakit (hospital bylaws) adalah peraturan organisasi Rumah Sakit
(corporate bylaws) dan peraturan staf medis Rumah Sakit (medical staff
bylaw) yang disusun dalam rangka menyelenggarakan tata kelola
perusahaan yang baik (good corporate governance) dan tata kelola klinis
yang baik (good clinical governance). Dalam peraturan staf medis
Rumah Sakit (medical staff bylaw) antara lain diatur kewenangan klinis
(Clinical Privilege).
3. UU no 29/2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 3 Pengaturan praktik
kedokteran bertujuan untuk
1. memberikan perlindungan kepada pasien;
2. mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan medis yang
diberikan oleh dokter dan dokter gigi; dan
a. memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter dan dokter
gigi
4. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit pasal 43 menyatakan rumah sakit
wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien.
5. Permenkes 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
6. Pasal 7 Permenkes 1691/2011 mengatur hal berikut :
(1)
meliputi
I.
II.
Hak pasien;
Mendidik pasien dan keluarga;
III.
IV.
V.
VI.
VII.
merupakan
kunci
bagi
staf
untuk
mencapai
keselamatan pasien.
7. Pada Lampiran Permenkes 1691/2011 pengaturan tentang Standar I. Hak
pasien, adalah sebagai berikut :
Standar : Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan
terjadinya insiden.
Kriteria :
1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk
kemungkinan terjadinya insiden.
8. Permenkes 755/2011 tentang penyelenggaraan Komite Medik di Rumah
Sakit
9. Permenkes 1438/2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran
BAB IV
PENGERTIAN
dengan
kewenangan
klinisnya
terkait
penyakit
pasien,
dengan
tugas
menjaga
terlaksananya
asuhan
medis
duplikasi
4. Dokter yang memberikan pelayanan interpretatif, misalnya memberikan
uraian / data tentang hasil
BAB V
PELAYANAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT
Dalam UU 44/2009 pasal 5 huruf b, dinyatakan bahwa pelayanan
BAB VI
PELAYANAN BERFOKUS PADA PASIEN
(PATIENT CENTERED CARE)
Asuhan pasien dalam standar akreditasi rumah sakit versi 2012 harus
dilaksanakan berdasarkan pola Pelayanan Berfokus pada Pasien (Patient
Centered Care), asuhan diberikan berbasis kebutuhan pelayanan pasien.
Pasien adalah pusat pelayanan, dan Profesional Pemberi Asuhan (PPA)
diposisikan mengelilingi pasien.
PPA adalah tenaga kesehatan yang secara langsung memberikan asuhan
kepada pasien, a.l. dokter, perawat, bidan, ahli gizi, apoteker,
fisioterapis, analis, radiographer dsb., dengan kompetensi yang
memadai, sama pentingnya pada kontribusi profesinya, masing-masing
menjalankan tugas mandiri, kolaboratif dan delegatif. PPA memberikan
asuhan yang terintegrasi dalam satu kesatuan sebagai tim interdisiplin
dengan kolaborasi interprofesional. DPJP dalam tim adalah sebagai
ketua tim atau pemimpin klinis (Clinical leader), melakukan koordinasi,
sintesis, review dan mengintegrasikan asuhan pasien.
Informasi,
a.l.
anamnesa,
pemeriksaan
fisik,
dilakukan
dengan
metode
SOAP
pada
Catatan
ASUHAN MEDIS
Asuhan medis di rumah sakit diberikan oleh dokter spesialis, disebut
sebagai DPJP.
Di unit / instalasi gawat darurat dokter jaga yang bersertifikat kegawatdaruratan, a.l. ATLS, ACLS, PPGD, menjadi DPJP pada saat asuhan awal
pasien gawat-darurat. Saat pasien dikonsul / rujuk ke dokter spesialis dan
memberikan asuhan medis, maka dokter spesialis tsb menjadi DPJP
pasien tsb menggantikan DPJP sebelumnya, yaitu dokter jaga IGD tsb
diatas.
Pemberian asuhan medis di rumah sakit agar mengacu kepada Buku
Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik di Indonesia (Kep Konsil
no 18/KKI/KEP/IX/2006). Penerapan panduan ini selain menjaga mutu
asuhan dan keselamatan pasien, juga dapat menghindari pelanggaran
disiplin.
Asas, Dasar, Kaidah dan Tujuan Praktik Kedokteran di Indonesia intinya
adalah sbb :
Asas
nilai
ilmiah,
manfaat,
keadilan,
kemanusiaan,
BAB VII
KEWENANGAN KLINIS DAN EVALUASI KINERJA
1. Setiap dokter yang bekerja di rumah sakit yang melakukan asuhan
medis, termasuk pelayanan interpretatif (a.l. DrSp PK, DrSp PA, DrSp
Rad dsb), harus memiliki SK dari Direktur / Kepala Rumah Sakit
berupa Surat Penugasan Klinis / SPK (Clinical appointment), dengan
lampiran Rincian Kewenangan Klinis / RKK (Clinical Privilege).
Penerbitan SPK dan RKK tsb harus melalui proses kredensial dan
rekredensial yang mengacu kepada Permenkes 755/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di Rumah Sakit.
2. Regulasi tentang evaluasi kinerja profesional DPJP ditetapkan
Direktur
dengan
mengacu
ke
Permenkes
755/2011
tentang
BAB VIII
PENUNJUKAN DPJP DAN PENGELOMPOKAN STAF
MEDIS
1. Regulasi tentang penunjukan seorang DPJP untuk mengelola seorang
pasien, pergantian DPJP, selesainya DPJP karena asuhan medisnya
telah tuntas, ditetapkan Direktur / Kepala Rumah Sakit. Penunjukan
seorang DPJP dapat a.l. berdasarkan permintaan pasien, jadwal
praktek, jadwal jaga, konsul/rujukan langsung. Pergantian DPJP perlu
pengaturan rinci tentang alih tanggung jawabnya. Tidak dibenarkan
pergantian DPJP yang rutin, contoh : pasien A ditangani setiap minggu
dengan pola hari Senin oleh DrSp PD X, hari Rabu DrSp PD Y, hari
Sabtu DrSp PD Z ; karena hal tersebut akan mengakibatkan tidak
adanya kontinuitas pelayanan.
2. Regulasi tentang pelaksanaan asuhan medis oleh lebih dari satu DPJP
dan penunjukan DPJP Utama, tugas dan kewenangannya ditetapkan
Direktur / Kepala Rumah Sakit.
3. Kriteria penunjukan DPJP Utama untuk seorang pasien dapat
digunakan butir-butir sbb :
a. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang pertama kali mengelola
pasien pada awal perawatan
b. DPJP Utama dapat merupakan DPJP yang mengelola pasien dengan
penyakit dalam kondisi (relatif) terparah
c. DPJP Utama dapat ditentukan melalui kesepakatan antar para DPJP
terkait
d. DPJP Utama dapat merupakan pilihan dari pasien
e. Pada pelayanan ICU maka DPJP Utama adalah Intensivis.
4. Pengaturan tentang pengelompokan Staf Medis ditetapkan /
diorganisir oleh Direktur sesuai kebutuhan. Pengelompokan dapat
dilakukan a.l. dengan kategori per disiplin (Kelompok Staf Medis
Bedah, Penyakit Dalam, Radiologi, Mata dsb), kategori penyakit
(Kelompok Kerja / Tim Kanker Payudara, Kanker Cerviks, dsb),
kategori
organ
(Kelompok
Kerja
Tim
Serebrovaskuler,
BAB IX
TATA LAKSANA DPJP
1. Setiap pasien yang mendapat asuhan medis di rumah sakit baik rawat
jalan maupun rawat inap harus memiliki DPJP
2. Pada unit / instalasi gawat darurat, dokter jaga menjadi DPJP pada
pemberian asuhan medis awal / penanganan kegawat-daruratan.
Kemudian selanjutnya saat dilakukan konsultasi / rujuk ditempat (on
side) atau konsultasi lisan kepada dokter spesialis, dan dokter spesialis
tsb memberikan asuhan medis (termasuk instruksi secara lisan) maka
dokter spesialis tsb telah menjadi DPJP pasien ybs, sehingga saat itulah
DPJP telah berganti dari dokter jaga IGD kepada dokter spesialis tsb.
3. Apabila pasien mendapat asuhan medis lebih dari satu DPJP, maka harus
ditunjuk DPJP Utama yang berasal dari para DPJP pasien terkait.
Kesemua DPJP tsb bekerja secara tim dalam tugas mandiri maupun
di tempat-tempat
pelayanan, misalnya di Rawat Inap, ICU, UGD, dll. DPJP Utama juga
bertugas untuk menghimpun komunikasi / data tentang pasien .
7. Setiap penunjukan DPJP harus diberitahu kepada pasien dan / keluarga,
dan pasien dan / keluarga dapat menyetujuinya ataupun sebaliknya.
Rumah sakit berwenang mengubah DPJP bila terjadi pelanggaran
prosedur.
8. Koordinasi dan transfer informasi antar DPJP dilakukan secara lisan dan
tertulis sesuai kebutuhan. Bila ada pergantian DPJP pencatatan di rekam
medis harus jelas tentang alih tanggung jawabnya. Harap digunakan
Formulir Daftar DPJP ( Contoh Formulir Daftar DPJP terlampir).
dan contoh
BAB X. SUPERVISI
1. Pada proses asuhan medis dimana dilaksanakan oleh DPJP yang dibantu
oleh Staf Medis non DPJP, misalnya Residen (PPDS), Dokter Ruangan
(DR) dsb, maka diperlukan supervisi klinis medis untuk melaksanakan
monitoring dan evaluasi terhadap asuhan pelayanan klinis yang
dilaksanakan. Supervisi sangat diperlukan untuk memastikan asuhan
pasien aman dan memastikan bahwa koordinasi dan kerjasama tim yang
baik adalah pengalaman belajar bagi para profesional pemberi asuhan,
bahwa pelayanan telah diberikan dengan cara yang efektif, dan juga
untuk kepastian hukum bagi pemegang kewenangan klinisanya.
2. Diperlukan tingkat pengawasan yang konsisten dengan tingkat pelatihan
dan tingkat kompetensi para staf medis yang membantu asuhan medis .
3. Seluruh staf medis yang terlibat dalam asuhan medis memahami proses
supervisi klinis: siapa supervisor dan frekuensi supervisinya termasuk
penandatanganan
harian
dari
semua
catatan
dan
perintah,
Supervisi
Moderat Tinggi
Untuk PPDS:
Untuk PPDS:
Proses keputusan Proses keputusan
Rencana Asuhan Rencana
/ Tindakan oleh
Tindakan
DPJP
disupervisi oleh
DPJP
DPJP melakukan
tindakan sendiri, PPDS melakukan
PPDS
tindakan, DPJP
memperhatikan,
mensupervisi
membantu
langsung (onsite)
pelaksanaan
Pencatatannya di
tindakan
rekam medis ttd
Pencatatannya di
PPDS dan DPJP
rekam medis ttd
DPJP dan PPDS
Supervisi
Moderat
Untuk PPDS:
Proses keputusan
Rencana Asuhan
dilaporkan untuk
persetujuan
DPJP, sebelum
tindakan, kecuali
kasus gawat
darurat
PPDS melakukan
tindakan, DPJP
mensupervisi
tidak langsung,
sesudah
tindakan,
Supervisi Rendah
Untuk PPDS:
Proses keputusan
Rencana oleh
PPDS
PPDS melakukan
tindakan,
supervisi DPJP
melalui
komunikasi per
telpon, melalui
laporan per
telpon, laporan
tertulis di rekam
medis
Pencatatannya di
evaluasi laporan
tindakan
Pencatatannya di
rekam medis ttd
PPDS dan DPJP
rekam medis
harus divalidasi
dgn ttd DPJP
Pada keadaan
khusus, PPDS
berada ditempat
terpencil tanpa
DPJP terkait, ttg
proses validasi
dibuat kebijakan
khusus oleh RS.
Untuk DR:
Proses Asesmen
Pasien (IAP :
Pengumpulan
Informasi,
Analisis
informasi,
Penyusunan
Rencana) dan
Implementasinya
dilakukan
dengan
komunikasi
segera dengan
DPJP
Pencatatannya di
rekam medis ttd
DR, validasi
oleh DPJP
Untuk DR:
Proses Asesmen
Pasien (IAP :
Pengumpulan
Informasi,
Analisis
informasi,
Penyusunan
Rencana) dan
Implementasinya
dilakukan
dengan
komunikasi
dengan DPJP
Pencatatannya di
rekam medis ttd
DR, validasi
oleh DPJP
BAB XI
PENUTUP
Untuk dapat memenuhi standar akreditasi rumah sakit versi 2012, maka
rumah sakit memerlukan regulasi yang adekuat tentang DPJP dalam
pelaksanaan asuhan medis, dan panduan ini merupakan acuan utama bagi
rumah sakit. Diperlukan pengaturan yang spesifik untuk setiap rumah
sakit karena keunikan budaya, situasi dan kondisi setiap rumah sakit,
termasuk juga keunikan budaya tenaga medis. Regulasi harus
mencerminkan pengelolaan risiko klinis dan pelayanan berfokus kepada
pasien (patient centered care). Regulasi tsb diatas agar dapat diterapkan
oleh para pemberi asuhan, termasuk DPJP, sehingga terwujud asuhan
pasien yang bermutu dan aman.
Lampiran :
*****
Kepustakaan
1. Permenkes no 1691/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. UU no 44/2009 tentang Rumah Sakit
3. UU No 29 Tahun 2004 Praktik Kedokteran
4. Perkonsil no 11/2012 tentang Standar Kompetensi Dokter Indonesia
5. Perkonsil no 48/2010 tentang Kewenangan Tambahan Dokter Dokter
Gigi
6. Permenkes no 1438/2010 Standar Pelayanan Kedokteran
7. Manual Komunikasi Efektif, KKI, 2006
8. KepKonsil no 18/2006 Penyelenggaraan Praktik Kedokteran Yang Baik
di Indonesia
9. KepKonsil no 19/2006 Kemitraan Dalam Hubungan Dokter Pasien
10.Kode Etik Kedokteran Indonesia, 2012
11.SK PB IDI no 111/2013 tentang Penerapan Kode Etik Kedokteran
Indonesia