Anda di halaman 1dari 43

Bagian Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman

Tutorial Klinik Respirologi

BRONKOPNEUMONIA DENGAN WHEEZING ATOPI

Disusun oleh:
Famela Asditaliana (1310015058)
Melinda Payung Tasik (1510029018)

Pembimbing:
dr. Hj. Sukartini, Sp. A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
April 2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tutorial klinik yang berjudul Bronkopneumonia dengan Wheezing Atopi.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Sukartini, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik selama stase anak di
divisi Respirologi.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran dan
mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.

April, 2016

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

Bronkopneumonia adalah penyakit yang menimbulkan gangguan pada


sistem pernafasan yang merupakan salah satu bentuk pneumonia yang terletak
pada alveoli paru. Bronkopneumonia lebih sering menyerang bayi dan anak kecil.
Hal ini dikarenakan respon imunitas mereka masih belum berkembang dengan
baik. Didapatkan bakteri tersering yang menyebabkan bronkopneumonia pada
bayi dan anak adalah Streptococcus pneumonia dan Haemophilus influenza.
Menurut WHO (2008), insidens pneumonia anak-balita di negara
berkembang adalah 151,8 juta kasus pneumonia/ tahun, 10% diantaranya
merupakan pneumonia berat dan perlu perawatan di rumah sakit. Di negara maju
terdapat 4 juta kasus setiap tahun sehingga total insidens pneumonia di seluruh
dunia ada 156 juta kasus pneumonia anak-balita setiap tahun. Terdapat 15 negara
dengan insidens pneumonia anak-balita paling tinggi, mencakup 74% (115,3 juta)
dari 156 juta kasus di seluruh dunia. Lebih dari 2 setengahnya terdapat di 6
negara, mencakup 44% populasi anak-balita di dunia.
Gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi
saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak dijumpai
pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana
pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi produktif. Gambaran klinis
pada bronkopneumoni ini harus dapat dibedakan dengan gambaran klinis
Bronkiolitis, Aspirasi pneumonia, Tb paru primer, sehingga penatalaksanaan
dapat dilakukan secara tepat.

BAB II
3

LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama

: An. A.T

Umur

: 1 tahun 1 bulan

Jenis kelamin

: Laki-laki

Alamat

: KM 31 RDR Batuah

Tanggal masuk

: 26 Maret 2016 09.46 WITA

Tanggal keluar

: 01 April 2016

No. RM

: 89.86.39

Identitas Orang tua

Nama Ayah

: Tn. J

Umur

: 60 tahun

Alamat

: KM 31 RDR Batuah

Pekerjaan

: Petani

Pendidikan Terakhir

: SD

Ayah perkawinan ke

:I

Riwayat kesehatan ayah

: sehat

Nama Ibu

: Ny. S

Umur

: 42 tahun

Alamat

: KM 31 RDR Batuah

Pekerjaan

: IRT

Pendidikan Terakhir

: SD

Ibu perkawinan ke

: II

Riwayat kesehatan ibu

: sehat

Anamnesis
Anamnesis didapatkan dari alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan
terhadap ibu pasien pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 08:00 wita.
Keluhan Utama

Batuk dan Pilek 4 hari SMRS


Keluhan Tambahan
Sesak nafas dan demam.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan batuk pilek sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit. Batuk dirasakan terus menerus, berdahak dengan
dahak berwarna putih kekuningan. Batuk dirasakan semakin memberat dan
akhirnya pasien menjadi sesak napas setiap kali batuk. Batuk dan sesak terutama
timbul pada malam dan dini hari sehingga bisa mengganggu tidur pasien.
Pasien juga ada demam sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Demam yang dirasakan terus-menerus dan demam bisa turun jika diberi obat
penurun panas namun akan meningkat kembali setelah efek obat penurun
panasnya habis. Pasien ada muntah 1 hari SMRS. Muntah sebanyak 2 kali
terutama setelah batuk. Kejang (-), buang air besar (BAB) dan buang air kecil
(BAK) dalam batas normal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Riwayat
infeksi saluran pernapasan disangkal oleh keluarga.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa. Riwayat keluarga
serumah atau teman bermain dengan penyakit infeksi saluran pernapasan
disangkal. Ibu dari pasien memiliki alergi ikan tongkol.
Riwayat Kehamilan
Pemeliharaan Prenatal

Periksa di

: Puskesmas

Penyakit kehamilan

:-

Obat-obatan yang sering diminum

:-

Riwayat Kelahiran :

Lahir di

: Praktek Bidan

di tolong oleh

: Bidan

Berapa bulan dalam kandungan

: 9 bulan

Jenis partus

: spontan

Pemeliharaan postnatal

Periksa di

:-

Keluarga berencana

: tidak

Memakai sistem

:-

Sikap dan kepercayaan

: percaya

Pertumbuhan dan perkembangan anak :

Berat badan lahir

: 3800 gram

Panjang badan lahir

: ibu lupa

Berat badan sekarang

: 8 kg

Panjang badan sekarang

: 76 cm

Miring

: ibu lupa

Tengkurap

: 4 bulan

Tersenyum

: 1 bulan

Duduk

: ibu lupa

Gigi keluar

: ibu lupa

Merangkak

: ibu lupa

Berdiri

: belum bisa

Berjalan

: belum bisa

Berbicara dua suku kata

: 9 bulan

Masuk TK

: Belum

Masuk SD

: Belum

Riwayat Makan Minum anak :

ASI

: 0 hari

Dihentikan

: belum dihentikan

Alasan

:-

Susu sapi/buatan

:-

Jenis susu buatan

:-

Buah

:-

Bubur susu

: 6 bulan

Tim saring

:-

Makanan padat dan lauknya

:-

Riwayat Imunisasi :
Imunisasi wajib lengkap

Hepatitis B : 3 kali

BCG

: 1 kali

Polio

: 4 kali

DPT

: 3 kali

Campak

: 1 kali

Keadaan Sosial Ekonomi :

Pasien tinggal dan dirawat oleh kedua orang tua.

Konsumsi untuk keluarga pasien berasal dari penghasilan ayahnya sebagai


petani

Dalam satu rumah dihuni oleh 7 orang, yaitu: ayah, ibu dan saudarisaudari pasien. Tidak ada hewan peliharaan di rumah.

Kebersihan di rumah menurut pengakuan keluarga cukup bersih. Tidak ada


anggota keluarga yang merokok.

Anggota keluarga dirumah atau tetangga tempat pasien bermain tidak ada
yang sedang atau sering mengalami batuk seperti yang dialami pasien.

Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: composmentis

Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah :
2. Frekuensi nadi :

3. Frekuensi nafas
4. Suhu

: 60x/menit
: 37,3 oC

108x/menit
7

Status Gizi

Berat Badan

8 kg

Tinggi Badan :

76 cm

BB/U

Z-skor -2 SD sampai dengan 0 (Gizi baik)

TB/U

Z-skor -2 sampai dengan 0 SD (Gizi Baik)

BB/TB

Z-skor -2 SD sampai dengan

0(Normal).

Status Generalisata

Kepala

Bentuk : Normochepali

Rambut : hitam, tidak mudah dicabut


Mata

konjungtiva tidak anemis, sklera tidak

ikterik, pupil isokor, refleks cahaya (+/+)

Hidung : nafas cuping hidung -|- , secret (-)

Mulut

: mukosa basah, tidak pucat, faring tidak hiperemis

Leher

10

KGB

: tidak ada pembesaran kelenjar getah bening

Thorax

Inspeksi

: gerakan dinding dada simetris, retraksi (-)

Palpasi

: vokal fremitus sama kanan dan kiri

Perkusi

: sonor di semua lapangan paru


Auskultasi

suara nafas vesikuler, wheezing (+/

+), Ronchi (+/+), bunyi jantung I & II normal, murmur


(-)

Abdomen

Inspeksi

: bentuk normal, simetris, datar, scar (-)

Palpasi

: supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba

Perkusi

: timpani

Auskultasi : bising usus normal

Ekstremitas

Superior & Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema

Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Thoraks

2. Darah lengkap (26-03-2016)

Lab
Haemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
GDS
Ureum
Creatinin
Natrium

Value
11.7
14.700
198.000

33.8
115
25
0,9
137

450000/

37,0-54,0 %

60-150 mg/dl

10-40 mg/dl

0,5-1,5 mg/dl

135-155

11-16,5 g/dl
4000-10000/
150000-

11

Kalium
Chloride

mmol/L

3,6-5,5 mmol/L

95-108 mmol/L

4,2
108

Diagnosis Kerja

: Bronkopneumonia

Terapi
-

IVFD D5 NS 800 cc/24 jam

Injeksi ampicillin 4 x 250 mg

Loading dexamethasone 4 mg (maintenance 3 x 1,5 mg)

Paracetamol syr 3 x cth

Ambroxol syr 3 x 1/3 cth

Nebu Ventolin 3x/hari

Prognosis

: Dubia et Bonam

Follow Up harian

Tanggal

Perjalanan Penyakit

Pengobatan
- IVFD D5 NS 800 cc/24

28-03-2016

S: Batuk berdahak (+), demam

(-),muntah 1x, sesak (+), BAB

BB: 8 kg

dan BAK dbn.

Injeksi ampicillin 4 x 250


mg

Loading dexamethasone

O : CM, nadi 108 kali/menit, RR

4 mg (maintenance 3 x

60 kali/menit, T: 37,30C, anemis

1,5 mg)

(-/-), ikt (-/-), rh (+/+), wh (-/-),

jam

Paracetamol syr 3 x cth

Ambroxol syr 3 x 1/3 cth

Nebu Ventolin 3x/hari

ampicilin 3 x 250 mg

12

29-03-206

S: sesak berkurang, demam (-),

cotrimoxasole 3 x 1,5 mg

batuk (+),BAB dan BAK dbn.

(ctm 0,8 mg; salbutamol

BB: 8 kg

0,8 mg;efedrin 4 mg;

O: CM, nadi 98 kali/menit, RR

ambroxol 4 mg) 3x1

44 kali/menit, T: 36,20C, anemis

paracetamol 3 x cth

(-/-), ikt (-/-), rh (+/+), wh (-/-),

Nebu Ventolin 3x/hari

Retraksi subcostal (-).

30-03-2016

S: sesak (-), demam (-), batuk

cotrimoxasole 3 x 1,5 mg

(+),BAB dan BAK dbn.

(ctm 0,8 mg; salbutamol

BB : 8 kg

0,8 mg;efedrin 4 mg;

O: CM, nadi 96 kali/menit, RR

ambroxol 4 mg) 3x1

ampicilin 3 x 250 mg

36 kali/menit, T: 36,30C, anemis

paracetamol 3 x cth

(-/-), ikt (-/-), rh (+/+), wh (-/-),

Nebu Ventolin 2x/hari

Retraksi subcostal (-).

Cefixime 2 x 20 mg

31-03-2016

S: sesak (-), demam (-), batuk

(ctm 0,8 mg; salbutamol

(+),BAB dan BAK dbn.

0,8 mg;efedrin 4 mg;

BB : 8 kg

ambroxol 4 mg) 3x1

O: CM, nadi 94 kali/menit, RR

36 kali/menit, T: 36,20C, anemis

(-/-), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-),


Retraksi subcostal (-).

01-04-2016

S: sesak (-), demam (-), batuk

Pasien pulang
13

(+),BAB dan BAK dbn.

BB : 8 kg

O: CM, nadi 94 kali/menit, RR


38 kali/menit, T: 36,10C, anemis
(-/-), ikt (-/-), rh (-/-), wh (-/-),
Retraksi subcostal (-).

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

BRONKOPNEUMONIA

Definisi

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis, adalah peradangan

akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli, yang
seringkali mengenai anak dan balita, yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
dan benda-benda asing. Pada keadaan normal, alveolus terisi udara, namun pada
pasien dengan bronkopneumonia, alveoli akan terisi dengan pus dan cairan,
sehingga menyebabkan nyeri dada, hambatan oksigenasi dan sesak napas.4

Bronkopneumonia digunakan untuk menggambarkan pneumonia yang


mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area
terlokalisasi didalam bronki dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di
sekitarnya. Pada bronkopneumonia terjadi konsolidasi area berbercak.5

Epidemiologi

14

Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada

anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun. Menurut survey kesehatan nasional (SKN)
2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan
oleh penyakit system respirasi, terutama pneumonia.4,7

Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi dari

berbagai bakteria, virus, dan jamur.Namun, penyakit pneumonia yang disebabkan


oleh jamur sangatlah jarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 70% penyebab
pneumonia adalah bakteri. Sulit untuk membedakan penyebab pneumonia karena
virus atau bakteri. Seringkali terjadi infeksi yang didahului oleh infeksi virus dan
selanjutnya diikuti dengan infeksi bakteri.2,3

Bakteri penyebab tersering adalah Haemophilus


influenza (20%) dan Streptococcus pneumoniae (50%). Bakteri penyebab lain
adalah Staphylococcus aureus dan Klabsiella pneumoniae. Sedangkan virus yang
sering menjadi penyebab pneumonia adalah respiratory syncitial virus (RSV) dan
influenza.Penyebab bronkopneumonia yang biasa dijumpai adalah 2,3 :

1.

Faktor Infeksi
a.

Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial

Virus (RSV).
b.

Pada bayi ;

1) Virus:virus parainfluenza, virus influenza, adenovirus, RSV,


Cytomegalovirus.

2) Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

3) Bakteri: Streptokokus

pneumoni,

Haemofilus

influenza,

Mycobacterium tuberculosa, Bordetellapertusis.


c.

Pada anak-anak :

1) Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

2) Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

3) Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis


15

d. Pada anak besar dewasa muda :

1) Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

2) Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2.

Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi 2,3 :


a.

Bronkopneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde


lambung (zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

b.

Bronkopneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara


intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu
mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan posisi
horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan pada anak
yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada jenis minyak yang
terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung asam lemak tinggi bersifat
paling merusak contohnya seperti susu dan minyak ikan.
Selain faktor di atas, daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk
terjadinya bronkopneumonia.Menurut sistem imun pada penderita-penderita
penyakit yang berat seperti AIDS dan respon imunitas yang belum berkembang
pada bayi dan anak merupakan faktor predisposisi terjadinya penyakit ini.

Faktor Risiko
Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan

seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Berbagai faktor
risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena
pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko),
pemberian ASI ( ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A
(mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir
rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara
dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan
risiko).2,3

16

Klasifikasi

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,

dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti
secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 1,7
1.

Berdasarkan lokasi lesi di paru

a.

Pneumonia lobaris

b.

Pneumonia interstitialis

c.

Bronkopneumonia

2.

Berdasarkan asal infeksi

a.

Pneumonia yang didapat dari masyarakat (community acquired

pneumonia = CAP)

b.

Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based

pneumonia)
3.

Berdasarkan mikroorganisme penyebab

a.

Pneumonia bakteri

b.

Pneumonia virus

c.

Pneumonia mikoplasma

d. Pneumonia jamur

4.

Berdasarkan karakteristik penyakit

a.

Pneumonia tipikal

b.

Pneumonia atipikal

5.

Berdasarkan lama penyakit

a.

Pneumonia akut

b.

Pneumonia persisten

WHO memberikan pedoman klasifikasi pneumonia, sebagai


berikut :

1. Usia kurang dari 2 bulan


a. Pneumonia berat

- Chest indrawing (subcostal retraction)


17

Bila ada napas cepat (> 60 x/menit)

b. Pneumonia sangat berat


-

Tidak bisa minum

Kejang

Kesadaran menurun

Hipertermi / hipotermi

Napas lambat / tidak teratur

2. Usia 2 bulan-5 tahun


a.

Pneumonia
-

Bila ada napas cepat

b. Pneumonia Berat

Chest indrawing

Napas cepat dengan laju napas


> 50 x/menit untuk anak usia 2 bulan 1

tahun

> 40 x/menit untuk anak > 1 5 tahun

c. Pneumonia sangat berat

Tidak dapat minum

Kejang

Kesadaran menurun

Malnutrisi.

Patogenesis
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai

parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme


pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.
Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan
mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi IgA lokal dan
respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,
makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. 1,2,7

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas

terganggu, atau bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke


saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari
18

saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat
meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan
sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
1,2,7

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi

eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau
intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat
pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan
infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi
jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan
terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang
kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung. 1,2,7

Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin

dan disintegrasi progresif dari sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada


kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari dimana eksudat
dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan
melalui batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura,
supurasi intrapleura menyebabkan terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi
pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan menyebabkan
penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan.

19

Secara patologis, terdapat 4 stadium terjadinya pneumonia, yaitu

sebagai berikut : 1,2,7

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)


Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
20

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel


darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai
bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena
adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi
merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada
atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini
berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih


mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin
terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat
karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler
darah tidak lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun


dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh
makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

Manifestasi Klinis

21

Pneumonia khususnya bronkopneumonia biasanya didahului oleh

infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-40 derajat C dan mungkin disertai kejang karena demam
yang tinggi.Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.1

Dalam pemeriksaan fisik penderita pneumonia, khususnya

padabronkopneumonia ditemukan hal-hal sebagai berikut : 2,9,10

1. Inspeksi
Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.

Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah

retraksi dinding dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung..
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi
tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh
pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan subkostal, fossae supraklavikula
dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.Retraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan

pergerakan fossae supraklavikular selama inspirasi merupakan tanda yang paling


dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas. Pada infant, kontraksi otot ini
terjadi akibat head bobbing, yang dapat diamati dengan jelas ketika anak
beristirahat dengan kepala disangga tegal lurus dengan area suboksipital. Apabila
tidak ada tanda distres pernapasan yang lain pada head bobbing, adanya
kerusakan sistem saraf pusat dapat dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan

adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
22

memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas
dan keseluruhan.Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan
mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.

2. Palpasi
Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi
yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama
jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Perkusi
Pada perkusi tidak terdapat kelainan.
4. Auskultasi
Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring ataupun suara
nafas bronkial. Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang
melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

Gejala

klinik

pada

bronkopneumonia

juga

dapat

dibagi

berdasarkan usia penderita. 10,11

1.

Neonatus
Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala

batuk.Biasanya gejala yang muncul adalah adanya apnea, takipnea,


sianosis, retraksi pada pernapasan, muntah, lethargi, tidak mau minum dan
merintih.Merintih pada neonatus disebabkan oleh pendekatan dari pita
suara untuk mengusahakan peningkatan tekanan positif akhir ekspirasi dan
menjaga agar jalan napas bawah tetap terbuka.Merintih menandakan
adanya penyakit pada saluran napas bagian bawah. Retraksi muncul karena
usaha untuk meningkatkan tekanan intrathoraks untuk mengkompesasi
menurunnya compliance paru.10

2.

Bayi sampai usia 1 tahun

Merintih lebih jarang muncul, namun takipnea dan retraksi sering

muncul dan mungkin diikuti dengan batuk persisten, sumbatan, demam,


iritabilitas, nafsu makan yang menurun, demam menggigil serta gejala
gastrointestinal seperti muntah dan diare. 10,11

3.

Balita usia pra sekolah

23

Gejala yang sering muncul adalah demam dan batuk, baik

produktif ataupun nonproduktif, takipnea, dan sumbatan.Terdapat juga


muntah setelah batuk.

4.

Anak dan remaja

Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam,

batuk, sumbatan, nyeri dada, dehidrasi dan letargi.

Dapat juga muncul gejala ekstrapulmonal seperti nyeri perut dan

muntah pada penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada
penderita pneumonia paru kanan lobus superior.

Penegakkan Diagnosa
Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan 3 dari 5 gejala, yakni

sebagai berikut. 7,10,11

1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding

dada
2. Suhu badan tinggi
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)

Diagnosa banding
a. Bronkiolitis
b. Eksaserbasi bronkiektasis
c. Payah jantung
d. Aspirasi benda asing
Pemeriksaan Penunjang
a.

Pemeriksaan radiologis

Foto toraks (AP/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk


menegakkan diagnosis. Foto AP dan lateral dibutuhkan untuk menentukan lokasi
anatomik dalam paru. Infiltrat tersebar paling sering dijumpai, terutama pada
pasien bayi. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infiltrat didapatkan pada satu

24

atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia. 7,8,10,11

Gambar 3 : Foto toraks PA

pada

lobaris: tampak bercak-

bercak

pneumonia
infiltrat

pada paru kanan

b.

Gambar 4 : Foto toraks PA pada bronkopneumonia.


C-Reactive Protein

Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin,
terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis
CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadangkadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.7,8

c. Uji serologis

25

Uji serologis digunakan untuk mendeteksi antigen dan antibodi pada

infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis
5,7

d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan

mikrobiologi spesimen usap tenggorok, sekresi nasopharing, sputum, aspirasi


trakhea, fungsi pleura. Sayangnya pemeriksaan ini banyak sekali kendalanya, baik
dari segi teknis maupun biaya. Bahkan dalam penelitianpun kuman penyebab
spesifik hanya dapat diidentifikasi pada kurang dari 50% kasus.10
Berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan, pneumonia dapat dibagi
menjadi 2 jenis yaitu

Ge

Pneumonia

Bakteri
2. Didahului
infeksi

jal

saluran

pernapasan

selama beberapa hari

Kli

3. Mendadak

nis

tinggi

panas

Pneumonia Virus

1. Didahului panas, batuk,


pilek, suara parau dan
nyeri

tenggorokan

selama beberapa hari.


2. Mendadak panas tinggi

4. Nyeri kepala/ dada

dan batuk menghebat

(anak besar), kejang,

3. Secara

distensi perut, kaku,

dengan

batuk,

sesak,

bakteri,

cuping

ringan

takipnea,

umum

sama

pneumonia
tetapi

lebih

umum

sama

hidung, grunting, dan

Pe

sianosis.
1. Dada bagian

me

sakit tertinggal

dengan

pneumonia

rik

2. Retraksi intercostal

bakteri,

tetapilebih

saa

3. Suara napas menurun

ringan

n
fisi
k

yang

atau bronchial
4. Rales

halus

1. Secara

dan

keadaan

umumnya lebih baik.


yang

yang mula mula


26

tidak

ada,

kemudian

untuk
menjadi

kasar pada stadium

lab

resolusi
Leukositosis

ola

(18

tor

40.000/mm3)

iu

dengan geseran

ke

kiri

Leukosit
atau

turun
sedikit

meningkat

pada

hitung jenis

Fo

LED meningkat
Bercak

Biasanya

to

bercak infiltrate

didapatkan

ro

tersebar

infiltrate difus di

ntg

(bronkopneumo

daerah parahiler.

en

nia)

atau

meliputi satu /
sebagian lobus
(pneumonia
lobaris)

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada

anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus, sebagai
berikut 9

1. Penatalaksaan Umum

a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2pada analisis gas darah 60 torr.

b. Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

c. Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena.

2. Penatalaksanaan Khusus

27

a.

Mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak

diberikan pada 72 jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi


antibodi awal.
b.

Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu

tinggi, takikardi, atau penderita kelainan jantung.


c.

Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan

manifestasi klinis.Pemilihan antibiotik dalam penanganan pneumonia pada


anak harus dipertimbangkan berdasakan pengalaman empiris, yaitu bila
tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
a. ampicillin + aminoglikosid
b. amoksisillin - asam klavulanat
c. amoksisillin + aminoglikosid
d. sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
a. beta laktam amoksisillin
b. amoksisillin-asam klavulanat
c. golongan sefalosporin
d. kotrimoksazol
e. makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
a. amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
b. tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

Karena dasar antibiotik awal di atas adalah coba-coba (trial and

error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24
jam sekali sampai hari ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau tidak
menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam, maka ganti dengan
antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga

28

(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses
paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).9

Komplikasi

Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam

rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi.Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. 9

WHEEZING

Epidemiologi
Wheezing pada anak merupakan permasalahan kesehatan yang

sering dihadapi oleh dokter keluarga. Diperkirakan sekitar 25 sampai 30 persen


bayi pernah mengalami minimal satu kali episode wheezing. Dengan perjalan usia
hingga 3 tahun, episode wheezing dapat kembali berulang pada 40 persen anak.
Dan pada hampir separuh anak hingga usia 6 tahun pernah mengalaminya.
Penyebab tersering dari wheezing pada anak yaitu astma, alergi, infeksi, refluks
gastroesophageal, dan obstruktif sleep apnea. Penyebab yang jarang seperti
kelainan kongenital, aspirasi benda asing, dan cystic fibrosis.35

Data yang lengkap mengenai riwayat pasien akan membantu dalam

penegakan diagnose. Data tersebut meliputi rwayat keluarga, onset munculnya


wheezing, gambaran dari wheezing, keterkaitan dengan musin, onset yang tibatiba, keterkaitan dengan makan, batuk, penyakit saluran napas, serta perubahan
posisi. Selain itu juga diperlukan pemeriksaan fisik dan uji diagnostic sebagai alat
penegakan diagnose. Contohnya, pada anak dengan wheezing yang berulang atau
29

hanya dengan satu episode wheezing yang tidak memberikan respon terhadap
bronkodilator memelukan pemeriksaan roentgen thorax.35

Etiologi
Wheezing

terjadi

selama

fase

ekspirasi

yang

mengalami

perpanjangan yang diakibatkan dari penyempitan dari saluran napas. Anak-anak


akan lebih rentan mengalami wheezing dibandingkan dewasa dikarenakan
perbedaan anatomis. Pada bayi dan anak usia muda, ukuran bronkus lebih kecil,
sehingga menyebabkan resistensi jalan napas yang lebih tinggi. Dan pada
akhirnya, dengan adanya tambahan penyakit pada saluran napas akan memberikan
efek lebih besar terhadap resistensi saluran pernapasan. Bayi juga memiliki sifat
elastisitas jaringan / kemampuan recoil yang lebih rendah dibandingkan dewasa.
Sehingga akan lebih mudah terjadi onstruksi dan atelectasis. Tulang kosta, trakea,
dan bronkus pada bayi dan anak usia muda lebih compliant, posisi diafragma juga
lebih horizontal. Semua faktor tersebut meningkatkan risiko wheezing dan distress
pernapasan pada bayi dan anak usia muda.35

Klasifikasi
Transient wheezing merupakan wheezing yang sudah muncul sejak

satu tahun pertama kehidupan. Umumnya wheezing ini tidak berhubungan dengan
riwayat astma dalam anggota keluarga ataupun riwayat alergi. Faktor primer yang
mempengaruhi munculnya gambaran wheezing ini adalah menurunnya fungsi paru
pada bayi dan akan menetap hingga umur 16 tahun. Faktor risiko lainnya
mencakup prematuritas, jenis kelamin laki-laki, paparan dengan saudara atau anak
lain ditempat penitipan anak, riwayat ibu yang merokok selama kehamilan, dan
paparan terhadap asap rokok setelah lahir. Transient wheezing ini akan membaik
dengan sendirinya pada usia 3 tahun.33,35,30

Pada wheezing non atopi atau yang sering disebut viral wheezing,

serangan muncul diakibatkan oleh infeksi virus yang berulang. Fungsi paru pada
pasien dengan wheezing tipe ini umumnya normal namun akan terjadi obstruksi
saluran pernapasan seknder akibat infeksi dari virus. Penyebab utamanya masih
belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor seperti respon imun spesifik
dan terganggunya fungsi saluran napas yang terlihat secara histologis.33,35,30
30

Grafik Wheezing berdasarkan Onset dan Perjalanannya.33


Anak dengan wheezing atopi umumnya dikaitkan dengan

munculnya asma pada usia selanjutnya, khususnya episode pertama wheezing


muncul setelah satu tahun kehidupan, dengan gejala yang memburuk pada malam
hari, sering kambuh, memiliki riwayat keluarga asma, peningkatan serum IgE,
serta terjadinya eosinophilia pada pemeriksan darah lengkap dan hitung jenis.
Sebelum muncul gejala, funsi paru pasien diketahui normal, namun obstruksi
mulai terjadi dalam satu tahun pertama.33,35,30

Wheezing tipikal
Transient early wheezing

Wheezing atipikal
GERD

Non atopi wheeze/ viral

Kelainan kongenital

wheeze

Cystic fibrosis

Wheezing atopi

Kelainan jantung

Aspirasi benda asing

Tuberculosis
Tabel Klasifikasi Wheezing27
31

Mekanisme
Wheezing adalah suara bernada tinggi, menyerupai siulan yang

terjadi ketika saluran pernapasan yang lebih kecil menyempit akibat terjadinya
bronkospasme, edema mukosa, produksi mucus dalam jumlah berlebih, atau
akibat dari inhalasi benda asing. Suara ini terdengar paling sering pada fase
ekspirasi sebagai akibat dari adanya obstruksi. Wheezing polifonik terjadi akibat
terjadinya sumbatan luas pada saluran napas sehingga menimbulkan suara dengan
nada beragam dengan level obstruksi yang berbeda seperti pada astma. Sedangkan
Wheezing monofonik merupaka suara dengan nada tunggal akibat obstruksi pada
saluran napas atas selama ekpirasi, seperti pada kasus trakeomalasia distal atau
bronkomalasia. Apabila obstruksi terjadi pada saluran napas ekstratorakal selama
inspirasi, maka suara yang ditimbulkan adalah stridor.33

Diagnosa Banding
Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang

terdengar di akhir ekspirasi. Hal ini disebabkan penyempitan saluran respiratorik


distal. Untuk mendengarkan wheezing, bahkan pada kasus ringan, letakkan telinga
di dekat mulut anak dan dengarkan suara napas sewaktu anak tenang, atau
menggunakan stetoskop untuk mendengarkan wheezing atau crackles/ ronki.33

Pada umur dua tahun pertama, wheezing pada umumnya

disebabkan oleh infeksi saluran respiratorik akut akibat virus, seperti bronkiolitis
atau batuk dan pilek. Setelah umur dua tahun, hampir semua wheezing disebabkan
oleh asma. Kadang-kadang anak dengan pneumonia disertai dengan wheezing.
Diagnosis pneumonia harus selalu dipertimbangkan terutama pada umur dua.36

Berikut ini daftar diagnose banding pada pasien dengan wheezing.

PENYEBAB WHEEZING PADA ANAK DAN BAYI


Tersering

32

Alergi

Astma

Refluks Gastroesophageal

Infeksi :

Bronkiolitis

Bronchitis

Pneumonia

Infeksi saluran napas atas

Obstruktif Sleep apnea


Lebih Jarang
Dysplasia Bronkopulmonal
Aspirasi Benda Asing
Jarang

Gagal jantung kongestif

Cystic Fibrosis

Masa Mediastinal

Primary ciliary dyskinesia

Anomali Trakeobronkial

Disfungsi Pita Suara

Tabel Penyebab Wheezing 33

Riwayat Keluarga

Apabila dari anamnesa didapatkan riwayat keluarga yang baru

terkena infeksi saluran pernapasan maka dapat dicurigai hal tersebut sebagai
penyebab dari wheezing pada anak. Misalnya pertussis, tuberculosis, infeksi virus
pada saluran pernapasan. Sedangkan bila dari anamnesa didapatkan adanya
riwayat keluarga dengan penyakit astma, alergi, eksema maka kecurigaan kearah
astma maupun wheezing atopi semakin kuat.33
33

Onset wheezing

Onset wheezing menentukan apakah hal tersebut disebabkan oleh

kelainan kongenital atau nonkongenital. Pada bayi, wheezing lebih sering


disebabkan oleh kelainan kongenital dibandingkan pada anak yang lebih besar.33

Gambaran Wheezing

Gambaran dari wheezing sendiri juga dapat mengarahkan kita ke

penyebabnya. Episode wheezing yang bersifat musiman atau yang berkaitan


dengan paparan terhadap lingkungan mungkin disebabkan oleh astma ataupun
atopi. Wheezing yang bersifat persisten sejak lahir lebih mungkin disebabkan oleh
kelainan kongenital. Anak dengan gangguan saluran napas menetap sejak lahir
perlu dievaluasi lebih lanjut mengenai kemungkinan cystic fibrosis, dysplasia
bronkopulmonal, laringomalasia, maupun primary ciliary dyskinesia.33

Seasonal

Beberapa kasus wheezing bersifat seasonal. Infeksi saluran napas

atas dan bawah juga dapat menyebabkan wheezing. Respiratory syncytial virus
(RSV) merupakan menyebab wheezing tersering pada anak usia muda. Di
Amerika, infeksi RSV banyak terjadi pada bulan November sampai Mei, dengan
puncak pada bulan Januari dan Februari. RSV merupakan penyebab bronkiolotis
tersering pada anak, mencakup 80 persen kasus terjadi pada anak kurang dari satu
tahun. Virus lain yang dapat menyebabkan wheezing seperti Metapneumovirus,
menyerang bayi pad abulan Desember hingga April. Wheezing yang disebabkan
oleh croup sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin. Sedangkan
wheezing yang berkaitan dengan allergen dari lingkungan sekitar lebih sering
terjadi pada musim semi dan gugur; allergen dalam rumah seperti tungau dan
binatang peliharan akan menyebabkan wheezing berulang dengan intensitas yang
sama sepanjang tahun. Wheezing yang disebabkan astma juga dapat dipicu oleh
perubaha iklim.33

Wheezing Setelah Pemberian Makan

Wheezing dapat disebabkan oleh refluks gastroesophageal.

Meskipun hingga saat ini maih banyak perbedaan pendapat. Sebuah penelitian

34

pada pasien GERD yang diberikan obat golongan inhibitor pompa proton tidak
mengurangi gejala dari asma.33

Onset Mendadak

Aspirasi benda asing dapat terjadi setiap saat. Namun hal ini paling

sering terjadi pada usia 8 bulan hingga 4 tahun. Obstruksi saluran napas atas akan
menyebabkan batuk, tersedak, dan bahkan wheezing. Benda asing yang masuk
didalam laringotrakeal umumnya akan ditemukan dalam 24 jam pada 90 persen
anak, dan terdiagnosa segera dalam 1 minggu pertama. Anak dengan gejala
berulang atau tidak ada perbaikan kemungkinan telah terjadi pneumonia akibat
infeksi sekunder pada atelectasis obstruktif.33

Batuk

Munculnya keluhan batuk setelah makan mungkin berkaitan

dengan GERD. Batuk kering yang tidak produktif dan memburuk pada malam
hari mungkin berhubungan dengan GERD, alergi, atau astma. Obstruktif sleep
apnea mungkin ditandai dengan anak yang terbatuk atau wheezing lalu terbangun
pada malam hari serta sering dijumpai snoring. Sleep apnea pada bayi sering
dikaitkan dengan anomaly kranifasial, dan pada anak yang lebih besar bisanya
berhubungan dengan hipertrofi adenotonsilar.33

Perubahan Posisi

Kelainan kongenital seperti trakeomalasia dan anomaly pembuluh

darah besar sering menyebabkan wheezing yang berkaitan dengan perubahan


posisi pada bayi.33

35

Gambar Alur Diagnosa Pasien Anak dengan Keluhan


Wheezing.33

Pemeriksaan Fisik
Anak yang datang dengan wheezing yang terdengar tanpa stetoskop
dan tidak ditemukan tanda distress pernapasan biasanya wheezing
yang terjadi disebabkan oleh kelainan kongenital. Pemeriksaan yang
dilakukan melihat apakah ada retraksi, pernapasan cuping hidung,
dan dengkuran yang merupakan tanda dari distress pernapasan.
Dengan auskultasi litas dapat menemukan lokasi wheezing, stridor
maupun rhonki. Namun kebanyakan suara ini tidak akan terdengar
apabila anak tidak bisa menarik napas dalam. Pemeriksaan juga

36

dilakukan

secara

tenggorokan.

menyeluruh

Tanda

dan

dari

gejala

kulit,
seperti

telinga,

hidung,

dermatitis

atopi,

lymphadenopati, murmur jantung, dan rhinorea dapat membantu


penegakan diagnosa. Jari tabuh dan warna kuku yang mengalami
perubahan menggambarkan suatu perjalanan penyakit saluran
pernapasan yang kronik.33

Geajala dan Tanda

Berkaitan
dengan
pemberian
makan, batuk, dan muntah
Berkaitan dengan perubahan posisi
Demam disertai ronki
Gejala episodic, batuk, respon
terhadap bronkodilator
Murmur, kardiomegali dan sianosis
tanpa distress pernapasan
Riwayat
penyakit
saluran
pernapasan dan gagal tumbuh
Seasonal patern, napas cuping
hidung, retraksi interkosta
Stridor dengan drooling
Mendadak dan tersedak

Kemungkinan
Diagnosa
GERD

Trakeomalasi
Pneumonia
Asma

Kelainan jantung

Cystic fibrosis

Bronkiolitis, croup,
alergi
Epiglotitis
Aspirasi
benda
asing

Gambar Hasil Pemeriksaan Fisik dengan Diagnosis Banding 33

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan menyesuaikan dari usia dan etiologi

yang dicurigai. Pemasangan alat pengukur saturasi oksigen sangatlah berguna


pada bayi dan anak usia muda. Apabila terdapat kecurigaan mengenai infeksi
bakteri atau virus, maka dapat dilakukan swab, kultur sputum dan darah, uji
tuberculosis. Uji chloride dapat digunakan untuk mendiagnosis cystic fibrosis.
Untuk menyingkirkan kemungkinan GERD dapat dilakukan pemeriksaan pH,
barium enema, atau endoskopi. Uji allergen dapat dilakukan pada anak dengan
usia lebih dari 2 tahun.33

37

Pemeriksaan foto roentgen thorak diindikasikan untuk anak dengan


wheezing yang tidak berespon terhadap bronkodilator atau wheezing
yang sifatnya berulang. Foto polos dapat mengidentifikasi kelainan
kongenital, kelainan parenkim, jenis benda asing yang radioopaq,
dan kelainan jantung. Apabila hasil dari pemeriksaan foto thorak
normal, namun pasien tetap mengalami wheezing, maka disarankan
untuk dilakukakn pemeriksaan bronkoskopi.33

Diagnosa

Benda Asing

Obstruksi
-Tumor
-Pembesaran
KGB
-Displasia
Bronkopulmoner

Cara
Diagnosa
Pemeriksa
an Fisik
Foto
Thorax

Foto
Thorax
Pemeriksa
an Fisik
CT Scan,
Biopsi

Terapi

Bronko
skopi
Bedah

Herediter
Laringotrakeobro
nkomalasia
-Cystic Fibrosis

GERD

Laringosk
op,
fluorosko
pi
Pemeriksa
an Fisik,
analisa
Sweat
eleckrolit
pH,
Endoskop
i

Terapi
sesuai
penyeba
b
Terapi
sesuai
penyeba
b
Terapi
sesuai
penyeba
b

Trakeos
tomi
Terapi
inhalasi
,
fisiotera
pi
Medika
si

Gambar Diagnosa Banding Pasien Anak dengan Keluhan


Wheezing 33

38

PENATALAKSANAAN

Alur Penatalaksanaan di Pusat Layanan Primer 36

Anamnesis

Sebelumnya pernah terdapat wheezing

Memberi respons terhadap bronkodilator

Diagnosis asma atau terapi asma jangka panjang.

Pemeriksaan

wheezing pada saat ekspirasi

ekspirasi memanjang

hipersonor pada perkusi

hiperinflasi dada

crackles/ronki pada auskultasi.

Respons terhadap bronkodilator kerja cepat


Jika penyebab wheezing tidak jelas, atau jika anak bernapas cepat

atau terdapat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam selain wheezing, beri
bronkodilator kerja cepat dan lakukan penilaian setelah 20 menit. Respons
terhadap bronkodilator kerja cepat dapat membantu menentukan diagnosis dan
terapi.

Berikan bronkodilator kerja-cepat dengan salah satu cara berikut:

Salbutamol nebulisasi

Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan aliran udara minimal 6-

10 L/ menit. Alat yang direkomendasikan adalah jet-nebulizer (kompresor


udara) atau silinder oksigen. Dosis salbutamol adalah 2.5 mg/kali
nebulisasi; bisa diberikan setiap 4 jam, kemudian dikurangi sampai setiap
6-8 jam bila kondisi anak membaik. Bila diperlukan, yaitu pada kasus
yang berat, bisa diberikan setiap jam untuk waktu singkat.
2

Salbutamol dengan MDI (metered dose inhaler) dengan spacer

39

Alat spacer dengan berbagai volume tersedia secara komersial.

Penggunaannya mohon lihat buku Pedoman Nasional Asma Anak. Pada


anak dan bayi biasanya lebih baik jika memakai masker wajah yang
menempel pada spacer dibandingkan memakai mouthpiece. Jika spacer
tidak tersedia, spacer bisa dibuat menggunakan gelas plastik atau botol
plastik 1 liter. Dengan alat ini diperlukan 3-4 puff salbutamol dan anak
harus bernapas dari alat selama 30 detik.
3

Jika kedua cara tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) secara
subkutan. Jika kedua cara untuk pemberian salbutamol tidak tersedia, beri
suntikan epinefrin (adrenalin) subkutan dosis 0.01 ml/kg dalam larutan 1:1
000 (dosis maksimum: 0.3 ml), menggunakan semprit 1 ml. Jika tidak ada
perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua kali lagi dengan interval dan
dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat dan diberikan
steroid dan aminofilin.

Lihat respons setelah 20 menit. Tanda adanya perbaikan:

distres pernapasan berkurang (bernapas lebih mudah)

tarikan dinding dada bagian bawah berkurang.

Anak yang masih menunjukkan tanda hipoksia (misalnya: sianosis

sentral, tidak bisa minum karena distres pernapasan, tarikan dinding dada bagian
bawah sangat dalam) atau bernapas cepat, harus dirawat di rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

40

1. Bennete

M.J.

2013.

Pediatric

Pneumonia.

http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.
2. Unicef WHO. 2006. Penumonia The Forgotten Killer of Children.
3. Suardi AU, Bratasena A, Supriyatno B, Setyanto DB, Sulani F, Djahir H,
Djelantik IGG, Sundoro J, Pritasari K, Said M, Weber M, Kaswandani N,
Soedjatmiko. 2009. Situational Analysis of Acute Respiratory Infection s in
Children in Indonesia. Jakarta.
4. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of CommunityAcquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age :
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and
the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.
5. Kementerian kesehatan RI. Bulletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita.
2010. Jakarta.
6. Sutrisna B. 1993. Risk factors for Pneumonia in children under 5-years of age
and a model for its control.Summary of dissertation, University of Indonesia.
7. Nelson A et al. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Vol. I. Edisi 15. Jakarta: EGC.
8. Pneumonia dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD AWS/ FK UNMUL.
9. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Jakarta
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.
11. `Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD A. WAHAB SYAHRANIE. 2006.
Pedoman Diagnosis dan Terapi. Samarinda
12. Ginting, Susi.. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor Satu.Januari
2009.
13. Anonim. 2007. Sepuluh Besar Kasus di Poli Saraf. RSUD A.Wahab
Sjahranie:Samarinda

41

14. Cockerrel, OC., Shorvon, SD. 1996. Epilepsi: current concepts. Current
medical literature, London
15. Faught,

E.Advanced

in

medical

treatments

for

epilepsi,

(online),

(http://neurology.medscape.com/medscape/CNO/2001/AES/pntAES.html,
diakses 15 Januari 2016)
16. Foldvary, N., Wyllie, E. 1999. Textbook of Clinical Neurology 1 st. WB
Saunders Company, Philadelphia.
17. Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FK UI, Jakarta.
18. Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
19. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
20. Harsono. 2007. Epilepsi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
21. Hidayati.

2007.

Epilepsi:

Epidemiologi

dan

Etiologi

(online),

(http://www.google.com, diakses 25 januari 2016)


22. Mansjoer, A., Suprohaita., Wardhani, WI., Setiowulan, W. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua. Media Aesculapius, Jakarta.
23. Mardjono, M., Sidharta P. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat,
Jakarta.
24. Markam, S. 1992. Penuntun Neurologi Edisi Kedua. Binarupa Aksara, Jakarta.
25. Mycek, Mary J., Harvey, Richard A., Champe, Pamela C., 1995. Farmakologi
Ulasan Bergambar. Widya Medika, Jakarta.
26. Ngoerah, I. 1990. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlangga University
Press, Surabaya.
27. Annemie, B., Peter, M. (2006). Astma Therapy for Children Under 5 Years of
Age. Medscape. Dari http://www.medscape.com/viewarticle/520040.
28. Eric, S. C., et al. (2014) Pediatric Reactive Airway Disease. Medscape. Dari
http://emedicine.medscape.com/article/800119-overview.
29. Erwin, W. G. (2009). Pediatric Asthma. ATS Journal, 6, 278-282.
30. IDAI. (2010). Buku Ajar Respirologi Anak. Edisi Pertama. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI

42

31. Laurie, B. (2009). Diagnosis of Wheezing in Infants and Children Reviewed.


Medscape Medical News. Dari http://www.medscape.org/viewarticle/573491.
32. National Asthma Council Australia. (2012). Astma & Wheezing in The First
Years of Life.
33. Philip, P. (2008). Wheeze in Infants and Young Children. NZFP, 35(4), 264269.
34. Siregar, S. P. (2000). Faktor Atopi dan Asma Bronkial pada Anak. Sari
Pediatri, 2(1), 23-28.
35. Weiss, L. N. (2008). The Diagnosis of Wheezing in Children. American
Family Physician, 77(8), 1109-1114.
36. WHO. (2013). Hospital Care for Children. Second Edition.

43

Anda mungkin juga menyukai