Fakultas Kedokteran
Universitas Mulawarman
Disusun oleh:
Famela Asditaliana (1310015058)
Melinda Payung Tasik (1510029018)
Pembimbing:
dr. Hj. Sukartini, Sp. A
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
segala rahmat, hidayat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tutorial klinik yang berjudul Bronkopneumonia dengan Wheezing Atopi.
Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan tutorial klinik ini tidak
lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. dr. Hj. Sukartini, Sp. A., sebagai dosen pembimbing klinik selama stase anak di
divisi Respirologi.
2. Seluruh pengajar yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis hingga
pendidikan saat ini.
3. Rekan sejawat dokter muda yang telah bersedia memberikan saran dan
mengajarkan ilmunya pada penulis.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Akhir kata, Tiada gading yang tak retak. Oleh karena itu, penulis
membuka diri untuk berbagai saran dan kritik yang membangun guna
memperbaiki laporan ini. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semuanya.
April, 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
3
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama
: An. A.T
Umur
: 1 tahun 1 bulan
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
: KM 31 RDR Batuah
Tanggal masuk
Tanggal keluar
: 01 April 2016
No. RM
: 89.86.39
Nama Ayah
: Tn. J
Umur
: 60 tahun
Alamat
: KM 31 RDR Batuah
Pekerjaan
: Petani
Pendidikan Terakhir
: SD
Ayah perkawinan ke
:I
: sehat
Nama Ibu
: Ny. S
Umur
: 42 tahun
Alamat
: KM 31 RDR Batuah
Pekerjaan
: IRT
Pendidikan Terakhir
: SD
Ibu perkawinan ke
: II
: sehat
Anamnesis
Anamnesis didapatkan dari alloanamnesis. Alloanamnesis dilakukan
terhadap ibu pasien pada tanggal 28 Maret 2016 pukul 08:00 wita.
Keluhan Utama
Periksa di
: Puskesmas
Penyakit kehamilan
:-
:-
Riwayat Kelahiran :
Lahir di
: Praktek Bidan
di tolong oleh
: Bidan
: 9 bulan
Jenis partus
: spontan
Pemeliharaan postnatal
Periksa di
:-
Keluarga berencana
: tidak
Memakai sistem
:-
: percaya
: 3800 gram
: ibu lupa
: 8 kg
: 76 cm
Miring
: ibu lupa
Tengkurap
: 4 bulan
Tersenyum
: 1 bulan
Duduk
: ibu lupa
Gigi keluar
: ibu lupa
Merangkak
: ibu lupa
Berdiri
: belum bisa
Berjalan
: belum bisa
: 9 bulan
Masuk TK
: Belum
Masuk SD
: Belum
ASI
: 0 hari
Dihentikan
: belum dihentikan
Alasan
:-
Susu sapi/buatan
:-
:-
Buah
:-
Bubur susu
: 6 bulan
Tim saring
:-
:-
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi wajib lengkap
Hepatitis B : 3 kali
BCG
: 1 kali
Polio
: 4 kali
DPT
: 3 kali
Campak
: 1 kali
Dalam satu rumah dihuni oleh 7 orang, yaitu: ayah, ibu dan saudarisaudari pasien. Tidak ada hewan peliharaan di rumah.
Anggota keluarga dirumah atau tetangga tempat pasien bermain tidak ada
yang sedang atau sering mengalami batuk seperti yang dialami pasien.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: composmentis
Tanda-tanda vital
1. Tekanan darah :
2. Frekuensi nadi :
3. Frekuensi nafas
4. Suhu
: 60x/menit
: 37,3 oC
108x/menit
7
Status Gizi
Berat Badan
8 kg
Tinggi Badan :
76 cm
BB/U
TB/U
BB/TB
0(Normal).
Status Generalisata
Kepala
Bentuk : Normochepali
Mulut
Leher
10
KGB
Thorax
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
: supel, tidak ada nyeri tekan, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: timpani
Ekstremitas
Superior & Inferior : akral hangat, CRT <2 detik, tidak edema
Pemeriksaan Penunjang
1. Foto Thoraks
Lab
Haemoglobin
Leukosit
Trombosit
Hematokrit
GDS
Ureum
Creatinin
Natrium
Value
11.7
14.700
198.000
33.8
115
25
0,9
137
450000/
37,0-54,0 %
60-150 mg/dl
10-40 mg/dl
0,5-1,5 mg/dl
135-155
11-16,5 g/dl
4000-10000/
150000-
11
Kalium
Chloride
mmol/L
3,6-5,5 mmol/L
95-108 mmol/L
4,2
108
Diagnosis Kerja
: Bronkopneumonia
Terapi
-
Prognosis
: Dubia et Bonam
Follow Up harian
Tanggal
Perjalanan Penyakit
Pengobatan
- IVFD D5 NS 800 cc/24
28-03-2016
BB: 8 kg
Loading dexamethasone
4 mg (maintenance 3 x
1,5 mg)
jam
ampicilin 3 x 250 mg
12
29-03-206
cotrimoxasole 3 x 1,5 mg
BB: 8 kg
paracetamol 3 x cth
30-03-2016
cotrimoxasole 3 x 1,5 mg
BB : 8 kg
ampicilin 3 x 250 mg
paracetamol 3 x cth
Cefixime 2 x 20 mg
31-03-2016
BB : 8 kg
01-04-2016
Pasien pulang
13
BB : 8 kg
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
BRONKOPNEUMONIA
Definisi
akut dari parenkim paru pada bagian distal bronkiolus terminalis dan meliputi
bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus alveolaris, dan alveoli, yang
seringkali mengenai anak dan balita, yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur
dan benda-benda asing. Pada keadaan normal, alveolus terisi udara, namun pada
pasien dengan bronkopneumonia, alveoli akan terisi dengan pus dan cairan,
sehingga menyebabkan nyeri dada, hambatan oksigenasi dan sesak napas.4
Epidemiologi
14
anak-anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi, sedangkan
di Amerika pneumonia menunjukkan angka 13% dari seluruh penyakit infeksi
pada anak di bawah umur 2 tahun. Menurut survey kesehatan nasional (SKN)
2001, 27,6% kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan
oleh penyakit system respirasi, terutama pneumonia.4,7
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan karena infeksi dari
1.
Faktor Infeksi
a.
Virus (RSV).
b.
Pada bayi ;
3) Bakteri: Streptokokus
pneumoni,
Haemofilus
influenza,
Pada anak-anak :
2.
Bronkopneumonia hidrokarbon :
b.
Bronkopneumonia lipoid :
Faktor Risiko
Faktor risiko adalah faktor atau keadaan yang mengakibatkan
seorang anak rentan menjadi sakit atau sakitnya menjadi berat. Berbagai faktor
risiko yang meningkatkan kejadian, beratnya penyakit dan kematian karena
pneumonia, yaitu status gizi (gizi kurang dan gizi buruk memperbesar risiko),
pemberian ASI ( ASI eksklusif mengurangi risiko), suplementasi vitamin A
(mengurangi risiko), suplementasi zinc (mengurangi risiko), bayi berat badan lahir
rendah (meningkatkan risiko), vaksinasi (mengurangi risiko), dan polusi udara
dalam kamar terutama asap rokok dan asap bakaran dari dapur (meningkatkan
risiko).2,3
16
Klasifikasi
dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli
telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti
secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 1,7
1.
a.
Pneumonia lobaris
b.
Pneumonia interstitialis
c.
Bronkopneumonia
2.
a.
pneumonia = CAP)
b.
pneumonia)
3.
a.
Pneumonia bakteri
b.
Pneumonia virus
c.
Pneumonia mikoplasma
d. Pneumonia jamur
4.
a.
Pneumonia tipikal
b.
Pneumonia atipikal
5.
a.
Pneumonia akut
b.
Pneumonia persisten
Kejang
Kesadaran menurun
Hipertermi / hipotermi
Pneumonia
-
b. Pneumonia Berat
Chest indrawing
tahun
Kejang
Kesadaran menurun
Malnutrisi.
Patogenesis
Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai
saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat
meningkatkan kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah
dengan mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan
sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.
1,2,7
eksudatif jaringan ikat paru yang bisa lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau
intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi akibat
pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan
infiltrasi neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi
jaringan menyebabkan penurunan compliance paru dan kapasitas vital.
Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi menyebabkan
terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang
kemudian menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen
menyebabkan peningkatan kerja jantung. 1,2,7
19
yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan
peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia
20
ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah
pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup
histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur
komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk
melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.
Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium
sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.
Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus
ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen
hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Manifestasi Klinis
21
infeksi saluran nafas bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara
mendadak sampai 39-40 derajat C dan mungkin disertai kejang karena demam
yang tinggi.Anak sangat gelisah, dispneu, pernafasan cepat dan dangkal disertai
pernafasan cuping hidung dan sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk
biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan mendapat batuk setelah
beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering kemudian menjadi
produktif.1
1. Inspeksi
Pada inspeksi terlihat setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik,
interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping hidung.
retraksi dinding dada;penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung..
Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi
tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh
pada dinding dada, yaitu jaringan ikat inter dan subkostal, fossae supraklavikula
dan suprasternal. Kebalikannya, ruang interkostal yang melenting dapat terlihat
apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.Retraksi lebih mudah terlihat
pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan lebih lemah
dibandingkan anak yang lebih tua.
adanya distress pernapasan dan dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara
abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada). Pengembangan hidung
22
memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas atas
dan keseluruhan.Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan
mencegah tekanan negatif faring selama inspirasi.
2. Palpasi
Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris. Konsolidasi
yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama
jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
3. Perkusi
Pada perkusi tidak terdapat kelainan.
4. Auskultasi
Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring ataupun suara
nafas bronkial. Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang
melalui sekret jalan napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
Gejala
klinik
pada
bronkopneumonia
juga
dapat
dibagi
1.
Neonatus
Pneumonia pada neonatus jarang menimbulkan gejala
2.
3.
23
4.
Pada kelompok usia ini gejala yang sering muncul adalah demam,
muntah pada penderita pneumonia paru lobus inferior, nuchal rigidity pada
penderita pneumonia paru kanan lobus superior.
Penegakkan Diagnosa
Diagnosis ditegakkan apabila ditemukan 3 dari 5 gejala, yakni
1. Sesak napas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding
dada
2. Suhu badan tinggi
3. Ronkhi basah halus-sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis (pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan
limfosit predominan, dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil yang
predominan)
Diagnosa banding
a. Bronkiolitis
b. Eksaserbasi bronkiektasis
c. Payah jantung
d. Aspirasi benda asing
Pemeriksaan Penunjang
a.
Pemeriksaan radiologis
24
atau beberapa lobus. Jika difus (merata) biasanya disebabkan oleh Staphylokokus
pneumonia. 7,8,10,11
pada
bercak
pneumonia
infiltrat
b.
Adalah suatu protein fase akut yang disintesis oleh hepatosit. Sebagai
respon infeksi atau inflamasi jaringan, produksi CRP distimulai oleh sitokin,
terutama interleukin 6 (IL-6), IL-1 dan tumor necrosis factor (TNF). Secara klinis
CRP digunakan sebagai diagnostik untuk membedakan antara faktor infeksi dan
non infeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi superfisialis dan profunda.
Kadar CRP biasanya lebih rendah pada infeksi virus dan bakteri. CRP kadangkadang digunakan untuk evaluasi respon terapi antibiotik.7,8
c. Uji serologis
25
infeksi bakteri atipik. Peningkatan IgM dan IgG dapat mengkonfirmasi diagnosis
5,7
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Diagnosis terbaik adalah berdasarkan etiologi, yaitu dengan pemeriksaan
Ge
Pneumonia
Bakteri
2. Didahului
infeksi
jal
saluran
pernapasan
Kli
3. Mendadak
nis
tinggi
panas
Pneumonia Virus
tenggorokan
3. Secara
dengan
batuk,
sesak,
bakteri,
cuping
ringan
takipnea,
umum
sama
pneumonia
tetapi
lebih
umum
sama
Pe
sianosis.
1. Dada bagian
me
sakit tertinggal
dengan
pneumonia
rik
2. Retraksi intercostal
bakteri,
tetapilebih
saa
ringan
n
fisi
k
yang
atau bronchial
4. Rales
halus
1. Secara
dan
keadaan
tidak
ada,
kemudian
untuk
menjadi
lab
resolusi
Leukositosis
ola
(18
tor
40.000/mm3)
iu
dengan geseran
ke
kiri
Leukosit
atau
turun
sedikit
meningkat
pada
hitung jenis
Fo
LED meningkat
Bercak
Biasanya
to
bercak infiltrate
didapatkan
ro
tersebar
infiltrate difus di
ntg
(bronkopneumo
daerah parahiler.
en
nia)
atau
meliputi satu /
sebagian lobus
(pneumonia
lobaris)
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pneumonia khususnya bronkopneumonia pada
anak terdiri dari 2 macam, yaitu penatalaksanaan umum dan khusus, sebagai
berikut 9
1. Penatalaksaan Umum
a. Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau
PaO2pada analisis gas darah 60 torr.
2. Penatalaksanaan Khusus
27
a.
error) maka harus dilaksanakan dengan pemantauan yang ketat, minimal tiap 24
jam sekali sampai hari ketiga.Bila penyakit bertambah berat atau tidak
menunjukkan perbaikan yang nyata dalam 24-72 jam, maka ganti dengan
antibiotik lain yang lebih tepat sesuai dengan kuman penyebab yang diduga
28
(sebelumnya perlu diyakinkan dulu ada tidaknya penyulit seperti empyema, abses
paru yang menyebabkan seolah-olah antibiotik tidak efektif).9
Komplikasi
rongga thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran
bakteremia dan hematologi.Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah
komplikasi yang jarang dari penyebaran infeksi hematologi. 9
WHEEZING
Epidemiologi
Wheezing pada anak merupakan permasalahan kesehatan yang
hanya dengan satu episode wheezing yang tidak memberikan respon terhadap
bronkodilator memelukan pemeriksaan roentgen thorax.35
Etiologi
Wheezing
terjadi
selama
fase
ekspirasi
yang
mengalami
Klasifikasi
Transient wheezing merupakan wheezing yang sudah muncul sejak
satu tahun pertama kehidupan. Umumnya wheezing ini tidak berhubungan dengan
riwayat astma dalam anggota keluarga ataupun riwayat alergi. Faktor primer yang
mempengaruhi munculnya gambaran wheezing ini adalah menurunnya fungsi paru
pada bayi dan akan menetap hingga umur 16 tahun. Faktor risiko lainnya
mencakup prematuritas, jenis kelamin laki-laki, paparan dengan saudara atau anak
lain ditempat penitipan anak, riwayat ibu yang merokok selama kehamilan, dan
paparan terhadap asap rokok setelah lahir. Transient wheezing ini akan membaik
dengan sendirinya pada usia 3 tahun.33,35,30
Pada wheezing non atopi atau yang sering disebut viral wheezing,
serangan muncul diakibatkan oleh infeksi virus yang berulang. Fungsi paru pada
pasien dengan wheezing tipe ini umumnya normal namun akan terjadi obstruksi
saluran pernapasan seknder akibat infeksi dari virus. Penyebab utamanya masih
belum diketahui. Namun terdapat beberapa faktor seperti respon imun spesifik
dan terganggunya fungsi saluran napas yang terlihat secara histologis.33,35,30
30
Wheezing tipikal
Transient early wheezing
Wheezing atipikal
GERD
Kelainan kongenital
wheeze
Cystic fibrosis
Wheezing atopi
Kelainan jantung
Tuberculosis
Tabel Klasifikasi Wheezing27
31
Mekanisme
Wheezing adalah suara bernada tinggi, menyerupai siulan yang
terjadi ketika saluran pernapasan yang lebih kecil menyempit akibat terjadinya
bronkospasme, edema mukosa, produksi mucus dalam jumlah berlebih, atau
akibat dari inhalasi benda asing. Suara ini terdengar paling sering pada fase
ekspirasi sebagai akibat dari adanya obstruksi. Wheezing polifonik terjadi akibat
terjadinya sumbatan luas pada saluran napas sehingga menimbulkan suara dengan
nada beragam dengan level obstruksi yang berbeda seperti pada astma. Sedangkan
Wheezing monofonik merupaka suara dengan nada tunggal akibat obstruksi pada
saluran napas atas selama ekpirasi, seperti pada kasus trakeomalasia distal atau
bronkomalasia. Apabila obstruksi terjadi pada saluran napas ekstratorakal selama
inspirasi, maka suara yang ditimbulkan adalah stridor.33
Diagnosa Banding
Wheezing adalah suara pernapasan frekuensi tinggi nyaring yang
disebabkan oleh infeksi saluran respiratorik akut akibat virus, seperti bronkiolitis
atau batuk dan pilek. Setelah umur dua tahun, hampir semua wheezing disebabkan
oleh asma. Kadang-kadang anak dengan pneumonia disertai dengan wheezing.
Diagnosis pneumonia harus selalu dipertimbangkan terutama pada umur dua.36
32
Alergi
Astma
Refluks Gastroesophageal
Infeksi :
Bronkiolitis
Bronchitis
Pneumonia
Cystic Fibrosis
Masa Mediastinal
Anomali Trakeobronkial
Riwayat Keluarga
terkena infeksi saluran pernapasan maka dapat dicurigai hal tersebut sebagai
penyebab dari wheezing pada anak. Misalnya pertussis, tuberculosis, infeksi virus
pada saluran pernapasan. Sedangkan bila dari anamnesa didapatkan adanya
riwayat keluarga dengan penyakit astma, alergi, eksema maka kecurigaan kearah
astma maupun wheezing atopi semakin kuat.33
33
Onset wheezing
Gambaran Wheezing
Seasonal
atas dan bawah juga dapat menyebabkan wheezing. Respiratory syncytial virus
(RSV) merupakan menyebab wheezing tersering pada anak usia muda. Di
Amerika, infeksi RSV banyak terjadi pada bulan November sampai Mei, dengan
puncak pada bulan Januari dan Februari. RSV merupakan penyebab bronkiolotis
tersering pada anak, mencakup 80 persen kasus terjadi pada anak kurang dari satu
tahun. Virus lain yang dapat menyebabkan wheezing seperti Metapneumovirus,
menyerang bayi pad abulan Desember hingga April. Wheezing yang disebabkan
oleh croup sering terjadi pada musim gugur dan musim dingin. Sedangkan
wheezing yang berkaitan dengan allergen dari lingkungan sekitar lebih sering
terjadi pada musim semi dan gugur; allergen dalam rumah seperti tungau dan
binatang peliharan akan menyebabkan wheezing berulang dengan intensitas yang
sama sepanjang tahun. Wheezing yang disebabkan astma juga dapat dipicu oleh
perubaha iklim.33
Meskipun hingga saat ini maih banyak perbedaan pendapat. Sebuah penelitian
34
pada pasien GERD yang diberikan obat golongan inhibitor pompa proton tidak
mengurangi gejala dari asma.33
Onset Mendadak
Aspirasi benda asing dapat terjadi setiap saat. Namun hal ini paling
sering terjadi pada usia 8 bulan hingga 4 tahun. Obstruksi saluran napas atas akan
menyebabkan batuk, tersedak, dan bahkan wheezing. Benda asing yang masuk
didalam laringotrakeal umumnya akan ditemukan dalam 24 jam pada 90 persen
anak, dan terdiagnosa segera dalam 1 minggu pertama. Anak dengan gejala
berulang atau tidak ada perbaikan kemungkinan telah terjadi pneumonia akibat
infeksi sekunder pada atelectasis obstruktif.33
Batuk
dengan GERD. Batuk kering yang tidak produktif dan memburuk pada malam
hari mungkin berhubungan dengan GERD, alergi, atau astma. Obstruktif sleep
apnea mungkin ditandai dengan anak yang terbatuk atau wheezing lalu terbangun
pada malam hari serta sering dijumpai snoring. Sleep apnea pada bayi sering
dikaitkan dengan anomaly kranifasial, dan pada anak yang lebih besar bisanya
berhubungan dengan hipertrofi adenotonsilar.33
Perubahan Posisi
35
Pemeriksaan Fisik
Anak yang datang dengan wheezing yang terdengar tanpa stetoskop
dan tidak ditemukan tanda distress pernapasan biasanya wheezing
yang terjadi disebabkan oleh kelainan kongenital. Pemeriksaan yang
dilakukan melihat apakah ada retraksi, pernapasan cuping hidung,
dan dengkuran yang merupakan tanda dari distress pernapasan.
Dengan auskultasi litas dapat menemukan lokasi wheezing, stridor
maupun rhonki. Namun kebanyakan suara ini tidak akan terdengar
apabila anak tidak bisa menarik napas dalam. Pemeriksaan juga
36
dilakukan
secara
tenggorokan.
menyeluruh
Tanda
dan
dari
gejala
kulit,
seperti
telinga,
hidung,
dermatitis
atopi,
Berkaitan
dengan
pemberian
makan, batuk, dan muntah
Berkaitan dengan perubahan posisi
Demam disertai ronki
Gejala episodic, batuk, respon
terhadap bronkodilator
Murmur, kardiomegali dan sianosis
tanpa distress pernapasan
Riwayat
penyakit
saluran
pernapasan dan gagal tumbuh
Seasonal patern, napas cuping
hidung, retraksi interkosta
Stridor dengan drooling
Mendadak dan tersedak
Kemungkinan
Diagnosa
GERD
Trakeomalasi
Pneumonia
Asma
Kelainan jantung
Cystic fibrosis
Bronkiolitis, croup,
alergi
Epiglotitis
Aspirasi
benda
asing
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang dilakukan menyesuaikan dari usia dan etiologi
37
Diagnosa
Benda Asing
Obstruksi
-Tumor
-Pembesaran
KGB
-Displasia
Bronkopulmoner
Cara
Diagnosa
Pemeriksa
an Fisik
Foto
Thorax
Foto
Thorax
Pemeriksa
an Fisik
CT Scan,
Biopsi
Terapi
Bronko
skopi
Bedah
Herediter
Laringotrakeobro
nkomalasia
-Cystic Fibrosis
GERD
Laringosk
op,
fluorosko
pi
Pemeriksa
an Fisik,
analisa
Sweat
eleckrolit
pH,
Endoskop
i
Terapi
sesuai
penyeba
b
Terapi
sesuai
penyeba
b
Terapi
sesuai
penyeba
b
Trakeos
tomi
Terapi
inhalasi
,
fisiotera
pi
Medika
si
38
PENATALAKSANAAN
Anamnesis
Pemeriksaan
ekspirasi memanjang
hiperinflasi dada
atau terdapat tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam selain wheezing, beri
bronkodilator kerja cepat dan lakukan penilaian setelah 20 menit. Respons
terhadap bronkodilator kerja cepat dapat membantu menentukan diagnosis dan
terapi.
Salbutamol nebulisasi
39
Jika kedua cara tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) secara
subkutan. Jika kedua cara untuk pemberian salbutamol tidak tersedia, beri
suntikan epinefrin (adrenalin) subkutan dosis 0.01 ml/kg dalam larutan 1:1
000 (dosis maksimum: 0.3 ml), menggunakan semprit 1 ml. Jika tidak ada
perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua kali lagi dengan interval dan
dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat dan diberikan
steroid dan aminofilin.
sentral, tidak bisa minum karena distres pernapasan, tarikan dinding dada bagian
bawah sangat dalam) atau bernapas cepat, harus dirawat di rumah sakit.
DAFTAR PUSTAKA
40
1. Bennete
M.J.
2013.
Pediatric
Pneumonia.
http://emedicine.medscape.com/article/967822-overview.
2. Unicef WHO. 2006. Penumonia The Forgotten Killer of Children.
3. Suardi AU, Bratasena A, Supriyatno B, Setyanto DB, Sulani F, Djahir H,
Djelantik IGG, Sundoro J, Pritasari K, Said M, Weber M, Kaswandani N,
Soedjatmiko. 2009. Situational Analysis of Acute Respiratory Infection s in
Children in Indonesia. Jakarta.
4. Bradley J.S., Byington C.L., Shah S.S, Alverson B., Carter E.R., Harrison C.,
Kaplan S.L., Mace S.E., McCracken Jr G.H., Moore M.R., St Peter S.D.,
Stockwell J.A., and Swanson J.T. 2011. The Management of CommunityAcquired Pneumonia in Infants and Children Older than 3 Months of Age :
Clinical Practice Guidelines by the Pediatric Infectious Diseases Society and
the Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis. 53 (7): 617-630.
5. Kementerian kesehatan RI. Bulletin Jendela Epidemiologi Pneumonia Balita.
2010. Jakarta.
6. Sutrisna B. 1993. Risk factors for Pneumonia in children under 5-years of age
and a model for its control.Summary of dissertation, University of Indonesia.
7. Nelson A et al. (2000). Ilmu Kesehatan Anak. Vol. I. Edisi 15. Jakarta: EGC.
8. Pneumonia dalam Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD AWS/ FK UNMUL.
9. WHO. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. 2009. Jakarta
10. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2012. Panduan Pelayanan Medis Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta : Penerbit IDAI.
11. `Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak RSUD A. WAHAB SYAHRANIE. 2006.
Pedoman Diagnosis dan Terapi. Samarinda
12. Ginting, Susi.. Pneumonia, Penyebab Kematian Balita Nomor Satu.Januari
2009.
13. Anonim. 2007. Sepuluh Besar Kasus di Poli Saraf. RSUD A.Wahab
Sjahranie:Samarinda
41
14. Cockerrel, OC., Shorvon, SD. 1996. Epilepsi: current concepts. Current
medical literature, London
15. Faught,
E.Advanced
in
medical
treatments
for
epilepsi,
(online),
(http://neurology.medscape.com/medscape/CNO/2001/AES/pntAES.html,
diakses 15 Januari 2016)
16. Foldvary, N., Wyllie, E. 1999. Textbook of Clinical Neurology 1 st. WB
Saunders Company, Philadelphia.
17. Ganiswarna, S. G. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. FK UI, Jakarta.
18. Harsono. 2003. Kapita Selekta Neurologi Edisi Kedua. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta
19. Harsono. 2005. Buku Ajar Neurologi Klinis. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
20. Harsono. 2007. Epilepsi Edisi Kedua. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
21. Hidayati.
2007.
Epilepsi:
Epidemiologi
dan
Etiologi
(online),
42
43