G1A010003
Indrasti Banjaransari
G1A010020
Rinda Puspita A.
G1A010033
I Ngurah Ardhi W.
G1A010046
Nurvita Pranasari
G1A010054
Rahmat Vanadi N.
G1A010058
Zhita Wahyu A.
G1A010061
Sarah Shafira A. R.
G1A010072
Provita Rahmawati
G1A010082
Suci Nuryanti
G1A009067
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Informasi 1
Tn. Mose, usia 38 tahun datang ke IGD diantar keluarganya dengan keluhan
penurunan kesadaran sejak 1 jam yang lalu ketika sedang tiduran. Enam jam
sebelum masuk rumah sakit, pagi hari setelah bangun tidur pasien mengeluh sakit
pada kepalanya yang semakin lama semakin hebat hingga pasien muntah, keluhan
ini tidak hilang dengan mengonsumsi obat penghilang rasa sakit. Sehingga oleh
keluarganya Tn. Mose di bawa ke rumah sakit, di tengah perjalanan Tn. Mose
mengalami kejang selama 10 menit. Sesampainya di IGD pasien mengalami
kejang kembali selama 5 menit.
Seminggu sebelum masuk rumah sakit pasien merasa demam. Pasien
mempunyai riwayat 1 bulan yang lalu, pasien mengeluh batuk, sering berkeringat
pada malam hari dan pasien merasakan berat badannya turun sehingga dengan
keluhan ini pasien berobat ke dokter. Oleh dokter, pasien dilakukan foto rontgen
dan diketahui didapatkan infeksi pada paru-parunya. Pasien diharuskan meminum
obat yang tidak boleh putus sama sekali selama 6 bulan, akan tetapi karena
keterbatasan biaya pasien tidak berobat kembali.
Informasi 2
RPD
Riwayat hipertensi disangkal
Riwayat DM disangkal
Riwayat penyakit jantung disangkal
Riwayat kejang sebelumnya disangkal
Riwayat trauma disangkal
Informasi 3
Pemeriksaan fisik
KU
: penurunan kesadaran
Kesadaran
: E2M3V2
Vital sign
-
TD 120/80
RR 24 x/menit
Suhu 390 C
Orientasi
-
Waktu
: jelek
Orang
: jelek
Tempat: jelek
Kepala
Leher
Mata
: dbn
Jantung
: dbn
Paru
: stridor (+)
Informasi 4
1. Pemeriksaan nervus cranialis
a. N. III: ODS :bentuk pupil bulat isokor diameter 3mm
OS
berkurang
b. N. VI
c. N. VII
: (+)
: (+)
Tes kernig
: (+)
4. Pemeriksaan fisiologis
: (+) meningkat
5. Kekuatan motorik
keempat ekstremitas
6. Pemeriksaan patologis
-
Reflek babinsky
: (+)
Pemeriksaan penunjang
1. Darah lengkap (Hb, leukosit, Ht, Trombosit, hitung jenis) GDS, ureum,
kreatinin, elektrolit
Hb
: 14 gr/dl
Leukosit
: 17.000 mm3
Trombosit
: 150.000 mm3
Hematokrit
: 42%
GDS
: 145 mg/dl
Ureum
: 23 mg/dl
Kreatinin
: 0,7 mg/dl
Kalium
: 4 meq/l
Natrium
: 140 meq/l
Klorida
: 101 meq/l
2. TB ICT
: (+)
3. Foto thorax
4. Brain CT scan
-
Gambaran tuberculoma
5. Lumbal pungsi
-
Warna
: xantokrom
Leukosit
Neutrophil
: <75%
Protein
: meningkat
: Plasma <50%
Diagnosa klinik
meningeal, encephalon
Diagnosis etiologi
Diagnosa banding
parasit
Prognosis
Fungsional
: dubia ad malam
Vitam
: dubia ad malam
Sanam
: dubia ad malam
Terapi
-
O2 4 ltr/menit
Phenytoin 3x100 mg iv
Causa
Tahap 1 (2 bulan)
Isoniazid 300 mg
Rifampicin 600 mg
Pirazinamid 2 gram
Etambutol 750 mg
Tahap lanjut (7-10 bulan)
Isoniazid 300 mg
Rifampicin 600 mg
BAB II
PEMBAHASAN
A. Klarifikasi istilah
1. Kejang
Merupakan masalah neurologik yang terjadi akibat lepas muatan
paroksimal yang berlebihan dari suatu populasi neuron yang sangat mudah
terpicu (fokus kejang) sehingga mengganggu fungsi normal otak (Price
dan Wilson, 2005).
2. Penurunan kesadaran dapat disebabkan oleh:
a. Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral
dan hampir selalu simetrik. Selain itu, gejala neurologinya tidak dapat
dilokalisir pada satu susunan anatomi tertentu pada susunan saraf
pusat. Penyebab gangguan kesadaran pada golongan ini terutama
akibat kekurangan O2, kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah
serta pengaruh berbagai macam toksin
b. Kekurangan O2
Otak yang normal memerlukan 3,3 cc O 2/100 gr otak/menit yang
disebut cerebral metabolic Rate for Oxygen (CMR O 2). Apabila CMR
O2 kurang dari 2,5 cc/100 gr otak/menit akan mulai terjadi gangguan
mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc/100 gr otak/menit terjadi
koma
c. Glukosa
Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap gram otak
memerlukan 5,5 mg glukosa/menit. Menurut Hinwich pada glikomi,
gangguan pertama terjadi pada cerebrum dan keudian progresif ke
batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini, hipoglikemi
menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai
pada formatio retikularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian
lain.
d. Gangguan sirkulasi darah
b.
c.
d.
e.
f.
kepala
g.
Nyeri rujukan dari daerah mata, sinus, basis kranii, gigi geligi, dan
Klasifikasi
parsial
Karakteristik
Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah;
fokus di satu bagian tetapi dapat menyebar ke
a. Parsial
sederhana
bagian lain
1. Dapat bersifat motoric (gerakan abnormal
unilateral)
2. Dapat
bersifat
membaui,
sensorik
mendengar
(merasakan,
sesuatu
yang
abnormal)
3. Dapat
bersifat
autonomic
(takikardia,
motoric,
gejala
sensorik,
kejang
parsial
kompleks
generalisata
a. Tonik-klonik
b. absence
c. mioklonik
d. atonik
Hilangnya
secara
mendadak
tonus
otot
e. klonik
f. tonik
atau torso
Peningkatan mendadak tonus otot (menjadi
kaku, kontraksi) wajah dan tubuh bagian atas;
fleksi lengan dan ekstensi tungkai
1. mata kepala mungkin berputar ke satu sisi
2. dapat menyebabkan henti nafas
Istilah
sadar
Karakteristik
1. sadar penuh akan sekeliling
2. orientasi dikatakan baik terhadap orang,
tempat, dan waktu
3. kooperatif
4. dapat
mengulang
beberapa
angka
apatis
otomatisme
(misal
mengingat
dan
memberi
penilaian
3. tidak ingat peristiwa-peristiwa sebelum
konfusi
daya
ingat,
tidak
mampu
delirium
5. tidak kooperatif
1. disorientasi waktu, tempat, dan ruang
2. tidak kooperatif
3. agitasi, gelisah, bersifat selalu menolak
(mungin berusaha keluar dan turun dari
tempat tidur, gelisah di tempat tidur,
membuka baju)
4. sulit dibangunkan
5. Kesadaran menurun disertai kekacauan
mental dan motorik seperti disorientasi,
iritatif, salah persepsi terhadap rangsang
sensorik,
6.
somnolen
sering
halusinasi
Penderita mudah
timbul
ilusi,
dibangunkan,
dan
dapat
kembali
bila
rangsangan
7.
sopor
8.
stupor
sakit
1. bisu
Stupor dalam
koma
2. tubuh flaksid
3. tidak berespon terhadap rangsang nyeri
maupun verbal
11.
1) Koma
a
kaudal
a.
Tahap diensefalik
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
terhadap
rangsangan.
Reflex
Tahap mesensefalon-pons
(1)
(2)
Diabetes insipidus
(3)
(4)
(5)
(6)
c.
yang
dalam
dan
terus-
(2)
(3)
(4)
kematian
sudah
tidak
dapat
dihindarkan.
2.
lateral
a.
b.
(2)
(3)
(4)
(5)
c.
3.
Muntah-muntah
b.
c.
Deviation konjugae
d.
e.
Proptosis
f.
g.
Hiperventilasi.
(Sidharta, 2008).
Sedangkan koma kortikal bihemisferik dalam arti bahwa koma timbul
karena neuron-neuron kortikal kedua bihemisferium tidak dapat bekerja,
dapat dibedakan dalam dua kelompok, yaitu kelompok primer dan
sekunder (Sidharta, 2008).
Kelompok primer terjadi karena metabolism neuron terganggu akibat
faktor-faktor intrinsik yang ditentukan oleh gen, sehingga merupakan
inborn error of metabolism dan penyakitnya dikenal sebagai ensefalopati
metabolik primer (Sidharta, 2008).
Kelompok sekunder atau ensefalopati metabolik sekunder terjadi
akibat neuron-neuron kortikal kedua bihemisferium berdegenerasi akibat
komplikasi intoksikasi, gangguan keseimbangan elektrolit, defisiensi
makanan, dan sebagainya (Sidharta, 2008).
Tabel 3. Glasgow Coma Scale (Price dan Wilson, 2005)
No.
1.
Respon
Score
Membuka mata (E)
Spontan: membuka mata spontan
4
Terhadap rangsang suara: membuka mata bila dipanggil 3
atau diperintahkan
Terhadap rangsang nyeri: membuka mata bila ada tekanan 2
pada jari di atas bantalan kuku proksimal
Tidak ada: mata tidak membuka terhadap rangsang apapun
2.
3.
menunjukan
lokasi
nyeri
dan
mencoba
f. Koma (GCS: 3)
3. Gangguan pada system apa? Sistem persarafan
4. Penyebab penurunan kesadaran karena adanya gangguan pada penyaluran
impuls saraf dari neuron penggalak kewaspadaan di talamus menuju
neuron pengemban kewaspadaan di korteks serebri (Sidharta, 2008).
5. Mekanisme kejang (Martini, 2012)
Peningkatan tekanan
intrakranial
hipoperfusi
otak
metabolisme intrasel dan
penurunan produksi ATP
gangguan pompa ion Na/K
Influx Na
>>>>>
Potensial aksi
>>>>>
ion Ca masuk ke membran presinaps >>>>
eksositosis
neurotransmitter
depolarisasi otot di
neuromuscular
junction
retikulum sarkoplasma di
otot melepaskan Ca >>>>>
Kontraksi
>>>>
Kejang
ini
akan
menghasilkan
kontraksi
berlebih
dan
menyebabkan kejang.
7. Input spesifik dan input non spesifik (Mardjono dan Sidharta, 2009)
input
spesifik
Non spesifik
Berjalan melalui
lintasan aferen impuls
neuron-neuron di formatio
reticularis medulla spinalis
dan batang otak, sebagian
ada yang melewati cabang
kolateral dulu
kesadaran
menuju/
merangsang/
rangsang kuat, misal nyeri tetapi tidak terbangun sempurna dan tidak
memberikan jawaban verbal yang baik (Setiyohadi et. al., 2009).
Sumber lain menyebutkan untuk interpretasi GCS adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
terstimulasi
chemotriggerzone
(CTZ)
sebagai
b. Orientasi waktu
Hari apa sekarang? Sekarang tanggal berapa? Bulan
berapa? Tahun berapa? dan sebagainya.
c. Orientasi tempat
Dimana sekarang kita berada? Apa nama tempat ini?
Dilokasi mana sekarang kita berada? dan sebagainya.
12. Stridor adalah bunyi kontinyu yang dihasilkan oleh getaran jalan nafas
ekstrathorax dan merupakan suara respirasi bernada tinggi, berisik
seperti orang mengorok pada fase inspirasi, serta merupakan suatu
tanda obstruksi saluran pernapasan. Penyebab stridor adalah sumbatan
laring atau trakea. Stridor bukan merupakan penanda gejala TB ekstra
paru. Suara ini dapat terdengar tanpa menggunakan alat bantu
stetoskop. Pada pasien ini stridor terjadi akibat pasien mengalami
penurunan kesadaran hingga tahap koma sehingga yang terjadi adalah
lidah tertarik ke belakang dan menutupi saluran pernafasannya
sehingga dihasilkan suara stridor (Bickley, 2008).
13. Pemeriksaan penunjang sputum.
Indikasi pemeriksaan sputum yakni di duga terdapat penyakit
pada paru-paru. Manfaat pemeriksaan sputum antara lain pemeriksaan
sputum bersifat mikroskopik dan penting untuk diagnosis etiologi
berbagai penyakit pernafasan, serta dapat menjelaskan organisme
penyebab penyakit, contoh : Tuberculosis.
Untuk
pemeriksaan
sputum
mungkin
tidak
dilakukan,
Pemeriksaan N. VI
a.
Fungsi: Somatomotorik.
Pemeriksaan N. VII
a. Fungsi motorik : Kesimetrisan muka (kerutan dahi, pejaman
mata, plika nasolabialis, sudut mulut)
b.
c.
Pemeriksaan ptosis
Inspeksi :
Melihat apakah kelopak mata atas memotong iris pada titik yang sama
secara bilateral atau tidak.
Pupil
Pemeriksaan pupil meliputi :
Bentuk dan ukuran pupil.
Bentuk yang normal adalah bulat. Ukuran pupil yang normal
kira-kira 2-3 mm (garis tengah). Pupil yang mengecil disebut
Meiosis, yang biasanya terdapat pada Sindroma Horner, pupil
Argyl Robertson( sifilis, DM, multiple sclerosis). Sedangkan
pupil yang melebar disebut mydriasis, yang biasanya terdapat
pada parese/ paralisa m. sphincter dan kelainan psikis yaitu
histeris
Perbandingan pupil kanan dengan kiri
Perbedaan diameter pupil
Refleks pupil
Terdiri atas :
Reflek cahaya
Diperiksa mata kanan dan kiri sendiri-sendiri. Satu mata
ditutup dan penderita disuruh melihat jauh supaya tidak ada
akomodasi dan supaya otot sphincter relaksasi. Kemudian
diberi cahaya dari samping mata. Pemeriksa tidak boleh
kerja
sikap tubuh.
Yang dinilai bukan hanya ada atau tidak adanya sensasi tetapi juga
meliputi perbedaan-perbedaan sensasi yang ringan, dengan demikian
4
5
3)
4)
5)
6)
b
c
yang timbul.
Kejadian-kejadian tertentu yang berkaitan.
Apakah ada kejadian-kejadian
terjadinya
keluhan.
Misalnya
pada
yang
HNP,
memicu
penderita
nyeri
meningkat
pada
keadaan-keadaan
yang
motorik,
tebal.
Mulailah dari daerah yang dicurigai abnormal menuju daerah yang
normal. Bandingkan daerah yang abnormal dengan daerah normal
yang kontralateral tetapi sama (misalnya: lengan bawah volar kanan
dengan kiri)
Penderita diminta untuk mengatakan ya atau tidak apabila
merasakan adanya rangsang, dan sekaligus juga diminta untuk
menyatakan tempat atau bagian tubuh mana yang dirangsang.
d. Pemeriksaan sensasi getar/vibrasi
Alat yang digunakan adalah garpu tala berfrekuensi 128 atau
a
b
16.
Pemeriksaan
neurolo
a.
gis
Kaku kuduk
Tangan
pemeriksa
ditempatkan
di
dua
musculus
pada
bagian
leher
(M.
Kernig Sign
Penderita berbaring, paha difleksikan pada persendian panggul
sampai membuat sudut 90 derajat. Tungkai bawah diekstensikan
pada persendian lutut. Ekstensikan sampai dengan sudut 135
derajat antara tungkai bawah dan atas. Bila nyeri atau ada tahanan
kernig sign + (Lumbantobing, 2008).
c.
b.
d.
(Sidharta, 2005).
PERLU DIPERHATIKAN:
1. Relaksasi sempurna: orang coba harus relaks dengan posisi
seenaknya. Bagian (anggota gerak) yang akan diperiksa harus
terletak sepasif mungkin (lemas) tanpa ada usaha orang coba
untuk mempertahankan posisinya.
2. Harus ada ketegangan optimal dari otot yang akan diperiksa. Ini
dapat dicapai bila posisi dan letak anggota gerak orang coba diatur
dengan baik.
3. Pemeriksa mengetukkan Hammer dengan gerakan fleksi pada
sendi
tangan
dengan
kekuatan
yang
sama,
yang
dapat
Normal
mampu
bertahan.
Bila
ada
kelemahan
brachii
musculocutaneus.
yang
disarafi
oleh
C5&6
melalui
Normal
13 gr/dl-18 gr/dl
4500-10.000 sel/mm3
40-52%
150.000-400.000 sel/mm3
200 mg/dl
0,7-1,2 mg/dl
5-25 mg/dl
3,5-5,0 meq/l
135-145 meq/l
95-105 meq/l
(-)
Info
14 gr/dl
17.000 sel/mm3
42%
150.000 sel/mm3
145 mg/dl
0,7 mg/dl
23 mg/dl
4 meq/l
140 meq/l
101 meq/l
(+)
interpretasi
normal
meningkat
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
normal
Apabila
serum
mengandung
antibodi
IgG
terhadap
M.tuberculosis,
maka
antibodi
akan
berikatan
dengan
dan
garis
antigen
membentuk
warna
merah muda
20. Pemeriksaan TB ICT, foto thorax, pungsi lumbal
ICT
tuberculosis)
Uji
Immunochromatographic
adalah
uji
serologi
tuberculosis
untuk mendeteksi
(ICT
antibodi
juga dapat terjadi ke ginjal, tulang, sendi, selaput otak (meninges), dan
sebagainya (Rasad, 2001).
Pada pemeriksaan radiologi, gambaran tuberculosis milier
yang berupa bayangan-bayangan kecil itu kelihatan berbatas sangat
tegas, seakan-akan tiap bintik itu dapat diangkat dengan pinset.
Besarnya pada tiap kasus berlainan, tetapi pada satu kasus biasanya
sama besar. Bayangan-bayangan ini sebenarnya disebabkan oleh
superposisi dari banyak tuberkel, dan ini mungkin sama sekali tidak
mengakibatkan suatu bayangan sebelum jumlahnya cukup banyak
atau besarnya cukup luas untuk menyebabkan suatu bayangan karena
superposisi. Oleh karena itu radiograf mula-mula mungkin berbentuk
normal, akan tetapi akan tampak bayangan-bayangan itu didalam kirakira 2 minggu. Sementara didalam pengobatan, bayangan-bayangn
hilang jauh sebelum tuberkel-tuberkel secara patologis benar-benar
menghilang,
sehingga
sebaiknya
pengobatan
tetap
diteruskan
walaupun pasien telah merasa enak badan dan oleh karena gambaran
radiologi telah menjadi normal. Mungkin ada tanda-tanda lain dari
tuberculosis paru-paru seperti suatu kavitas, atau kelenjar-kelenjar
hilus mungkin membesar (Simon, 1986).
Gambaran radiologis dari tuberculosis
miliaris
adalah
pengambilan
(terbaik
<
jam).
Penundaan
warna
dimungkinkan
adanya
kelainan
(Gandosoebrata, 2010).
i.
Merah oleh adanya darah. Jika darah berasal dari pungsi
maka warna dalam tabung pertama berbeda dengan
tabung kedua dan ketiga dan jika dipusingkan akan
kembali jernih, sedangkan jika perdarahan subarachnoid
maka warna dalam ketiga tabung akan sama dan cairan
ii.
iii.
iv.
Sulfosalisilat
Metode kolorimetrik
Menurut Lowry, dye-binding dengan Coomasie brilliant
v.
Meningitis
Bakterial
Meningkat
Keruh
> 1000/ml
Predominan PMN
Sedikit meningkat
Normal/menurun
Meningitis Virus
Meningitis TBC
Biasanya normal
Jernih
< 100/ml
Predominan MN
Normal/meningkat
Biasanya normal
Bervariasi
Xanthochromia
Bervariasi
Predominan MN
Meningkat
Rendah
Nilai Normal
1
Tekanan
: 50-180 cm H2O
Eritrosit
:-
Leukosit
Glukosa
Nilai Abnormal
Leukosit
Interpretasi Abnormal
Meningkat
Menurun
Abses, infeksi akut, infark cerebri, meningitis, penyakit
Eritrosit
Klorid
Glukosa
demyelinisasi, tumor
Trauma, perdarahan
Hiperglikemia sistemik
Meningitis, Tuberculosis
Infeksi bakteri, infeksi
jamur,
meningitis,
tuberculosis,
post
subarachnoid
Tekanan
hemorrhagik
Perdarahan, infeksi, trauma, Koma diabetikum, syok,
tumor
Protein
spinalis
DM, Penurunan
drastis
tumor
Neurosifilis,
sindroma -
Globulin
Guillain
Multiple
Warna LCS
Sclerosis
1 Kemerahan
Barre,
:
perdarahan
subarachnoidea,
adalah
radang
jaingan
otak.
Meningoensefalitis
Parasit : amoeba
Meningitis
Sakit kepala, demam, fotofobia, tes rangsang Meningeal (+),
tanda neurologik fokal (biasanya abnormal n. Cranialis III,
IV, VI), papil edema
Ensefalitis
Sakit kepala, demam, penurunan kesadaran, kejang, muntah,
parestesia, defisit neurologis
Terapi/penatalaksanaan
a. Infus
Diberikan IVFD (intravenous fluid drip) Asering 20 tpm
b. Oksigenasi
Diberikan O2 4 liter/menit
c. Steroid
Diberikan untuk :
1) Menghambat reaksi inflamasi
2) Mencegah komplikasi infeksi
3) Menurunkan edema serebri
4) Mencegah perlekatan
5) Mencegah arteritis/infark otak
Indikasi:
1) Kesadaran menurun
2) Defisit neurologis fokal
Dosis :
(peningkatan
permeabilitas
sawar
darah
otak).
1. Umur penderita
2. Jenis kuman penyebab
3. Berat ringan infeksi
4. Lama sakit sebelum mendapat pengobatan
5. Kepekaan kuman terhadap antibiotika yang diberikan
6. Adanya dan penanganan penyulit.
BAB III
KESIMPULAN
1. Meningoensefalitis tuberculosis adalah suatu reaksi peradangan akibat
infeksi sekunder Mycobacterium tubeculosis yang mengenai parenkim
otak, satu atau semua lapisan selaput yang membungkus jaringan otak dan
dan
gejala
meningoensefalitis
merupakan
gabungan
dari
DAFTAR PUSTAKA
Bahar, A. 1998. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Balentine. 2010. Enchepalitis and Meningitis. Diakses tanggal 18 Maret 2013.
<http://emedicine.com>
Bickley, L. S. 2008. Sistem Saraf. Dalam Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan
Riwayat Kesehatan Bates. Jakarta : EGC.
Corwin, E.J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.
Faqih. 2012. Pemeriksaan Neurologis. Universitas Muhammadiah Malang.
Diakses pada tanggal 10 Maret 2013. <http://faqudin.staff.umm.ac.id>
Juwono, T. 1996. Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Lumbantobing. 2008. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Mardjono, M., Sidharta, P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat.
Martini, F. 2012. Fundamental of Anatomy and Physiology. New York: Pearson
Education.
Pedoman Nasional TB Anak. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi PP Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2005. <www.idai.or.id>
Price, S.A., Wilson, L.M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit Volume 2. Jakarta: EGC.
Rasad, S., Kartoleksono, S., Ekayuda, I. 2001. Radiologi Diagnostik. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setiyohadi., Bambang., Subekti., Imam. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing.
Scheld, M. 2004. Infection of the Central Nervous System 3 Edition.
Philladelphia: Lippincot William and Willkins.
Sibernagi, S. 2012. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Sidaharta, P. 2005. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Jakarta: Dian
Rakyat.
Simon, G. 1986. Diagnostik Rontgen Untuk Mahasiswa Klinik Dan Dokter
Umum. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Olesen J. 2004. The International Classification of Headache Disorders-II. Ceph
Int Journal of Headache. Vol 24: 1-150.
WHO. 1995. Petunjuk Membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC.