PENULISAN HUKUM
Oleh:
Nama
: Mangiring Silalahi
NIM
: 11010110151270
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
i
MOTTO
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya
yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa melainkan
beroleh hidup yang kekal.
( Yohanes 3 : 16 )
Kerjakanlah tugasmu, kerjakanlah kewajibanmu, tanpa menghitung-hitung akibatnya.
( Ir. Soekarno )
Do what you should do and do what you like to do.
( Prof. Sudharto P. Hadi, M.ES, Ph.D )
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Fakultas
Hukum
Universitas
Diponegoro
Semarang;
Papa dan Mama yang sangat kusayangi dan kucintai;
Kakak-kakakku Duma Evi Ulina S, Neni Agustina S, Denni Nova
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul
KEBIJAKAN
KAPOLRESTABES
SEMARANG
DALAM
ini
dimaksudkan
sebagai
salah
satu
persyaratan
guna
vi
5. Bapak Prof. Dr. Nyoman Serikat P J, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing
I yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan, petunjuk, arahan,
semangat dan kepercayaan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan;
6. Bapak Purwoto, S.H.,M.H. selaku Dosen Pembimbing II yang senantiasa
memberikan bimbingan, arahan, semangat dan kepercayaan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya;
7. Tim Penguji yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji
penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro Semarang;
8. Seluruh Dosen Bagian Hukum Pidana atas didikan yang beliau-beliau
berikan menjadi inspirasi bagi penulis untuk berusaha menjadi lebih baik
dan agar tidak pernah puas dalam menggali ilmu;
9. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang dan
segenap Civitas Akademik Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
Semarang yang telah banyak membantu selama masa studi penulis;
10. Kedua orangtua penulis Bapak P Silalahi dan Ibu R Sihombing yang sangat
penulis sayangi, terima kasih untuk doa dan kasih sayangnya;
11. Saudari-saudariku kak Evi, kak Neni, kak Nova, dek Rosa dan dek Limsa
yang selalu memberikan semangat untuk segera menyelesaikan tulisan ini;
12. Adek-adek komselku Yosa, Budi, Christiadi, Moko, dan Aldo terimakasih
buat doa dan semangat yang kalian berikan;
13. Saudara- saudari seperjuangan Agi, Lia, Mesi, David, Arif, Kamil, Oliv dan
Fetty yang telah berjuang bersama untuk menghadapi setiap tantangan;
vii
14. Temen-temen Kontrakan Fredom, Mesi, David, Daniel dan Ramzit yang
memotivasi penulis untuk terus menjadi lebih baik;
15. Keluarga Besar Persekutuan Mahasiswa Kristen (PMK) Fakultas Hukum
Universitas
Diponegoro
terimakasih
untuk
kebersamaan,
jalinan
Mangiring Silalahi
viii
ABSTRAK
Kebijakan hukum merupakan salah satu faktor yang mendapat peranan
penting dalam konteks negara hukum. Hukum menetapkan apa yang harus
dilakukan dan atau apa yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Preman dalam
kesehariannya adalah manusia yang ingin bebas, hidup tidak mau diatur, kadang
penuh dengan kekerasan, dan tidak peduli pada norma dan etika yang hidup di
masyarakat. Efek dari premanisme di Indonesia khususnya di Semarang adalah
ketakutan yang timbul dalam masyarakat. Dengan kata lain premanisme akan
selalu mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu
Polrestabes Semarang harus bisa menangani masalah premanisme. Dalam
penelitian ini metode pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan
yuridis normatif.
Kebijakan Kapolrestabes Semarang dalam menangani masalah
premanisme di Kota Semarang dilakukan dengan beberapa langkah/tindakan,
yang digolongkan menjadi dau langkah, yaitu langkah preventif (pencegahan)
yang terdiri dari sosialisasi/penyuluhan, bimbingan dan patroli, serta langkah
represif (penanggulangan, menekan, mengekang, menahan atau menindas) yang
terdiri dari dua tahap yaitu tahap penyelidikan (serangkaian tindakan penyelidik
untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan) dan tahap
penyidikan (serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang terjadi guna menemukan tersangkanya). Dalam menjalankan langkah
tersebut Polrestabes Semarang tidak lepas dari hambatan-hambatan. Oleh karena
itu bantuan dari pihak luar pun sangat diharapkan.
ix
DAFTAR ISI
ii
iii
MOTTO .....................................................................................................
iv
vi
ABSTRAK ................................................................................................
ix
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan..................................................
10
10
12
16
16
19
25
25
27
28
29
30
30
32
34
35
36
38
39
43
45
48
52
xi
80
81
82
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................
85
B. Saran ........................................................................................
86
DAFTAR PUSTAKA
xii
BAB I
PENDAHULUAN
undang. Namun dalam arti yang lebih luas penegakan hukum itu adalah
upaya menjamin tegaknya hukum tidak hanya dalam institusi formal tetapi
juga menjamin tegaknya nilai-nilai keadilan yang ada dalam kehidupan
bermasyarakat.
Hukum menetapkan apa yang harus dilakukan dan atau apa yang
boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju
bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga
perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan
negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang
demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum.
Untuk mendukung tercapainya tujuan tersebut, perlu memperhatikan
pembangunan di bidang hukum, yang salah satunya yaitu hukum pidana.
Hukum pidana dari suatu bangsa merupakan indikasi yang sangat penting
untuk mengetahui tingkat peradaban bangsa itu, karena didalamnya tersirat
bagaimana pandangan
bangsa tersebut
susila),
perlindungan,
pengayoman,
dan
pelayanan
kepada
masyarakat.
Rumusan tugas pokok tersebut bukan merupakan urutan prioritas,
ketiga-tiganya sama penting, sedangkan dalam pelaksanaannya tugas pokok
mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat
dan lingkungan yang dihadapi karena pada dasarnya ketiga tugas pokok
tersebut dilaksanakan secara simultan dan dapat dikombinasikan. Di
samping itu, dalam pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum,
untuk
mengembalikan
keamanan
dan
kesejahteraan
B. PERUMUSAN MASALAH
Dalam penelitian ini permasalahan dan pembahasan akan dibatasi
pada kebijakan dalam menangani premanisme di Polrestabes Semarang.
Adapun permasalahan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana kebijakan Kapolrestabes Semarang dalam menangani
premanisme di Kota Semarang?
2. Apakah yang menjadi hambatan bagi Polrestabes Semarang dalam
menangani premanisme di Kota Semarang?
C. TUJUAN PENELITIAN
Perumusan tujuan penelitian merupakan pencerminan arah dan
penjabaran strategi terhadap masalah yang muncul dalam penelitian.
Dengan adanya tujuan penelitian maka suatu penelitian akan lebih terarah
dan lebih bermanfaat. Adapun tujuan yang hendak dicapai dengan adanya
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui
kebijakan
Kapolrestabes
Semarang
dalam
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Setiap hasil penelitian termasuk penelitian hukum pasti mempunyai
kegunaan. Diharapkan penelitian hukum ini dapat memberi manfaat bagi
5
Kegunaan Teoritis
a.
b.
2.
Kegunaan Praktis
a.
b.
c.
dan
akademisi
lainnya
mengenai
kebijakan
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari lima sub bab yang terdiri dari Latar belakang
penelitian (Sub Bab A), Perumusan Masalah (Sub Bab B), Tujuan
Penelitian (Sub Bab C), Kegunaan Penelitian (Sub Bab D), serta
Sistematika Penulisan Skripsi (Sub Bab E).
Dalam Sub Bab A diuraikan sedikit tentang latar belakang
Lembaga Kepolisian, tugas dan kewajibannya serta wewenang yang
diperolehnya. Dalam hal ini wewenang untuk menetapkan kebijakankebijakan dalam rangka mensejahterakan masyarakat.
Dalam Sub Bab B diuraikan mengenai perumusan masalah yang
akan diteliti. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyimpangan dalam
pengumpulan data serta kekaburan dalam pembahasan hasil penelitian.
Pokok-pokok permasalahan yang akan diteliti adalah kebijakan
Kapolrestabes Semarang dalam menangani masalah premanisme di
Kota Semarang serta hambatan-hambatan yang dialami.
Dalam Sub Bab C dijelaskan mengenai tujuan dari penelitian dan
penulisan hukum ini. Tujuan ini dibagi menjadi tujuan obyektif dan
tujuan subyektif.
Dalam Sub Bab D dijelaskan tentang kegunaan yang diharapkan
oleh penulis dari penelitian dan penulisan hukum ini. Kegunaankegunaan ini dikelompokkan menjadi kegunaan teoritis dan kegunaan
praktis.
2.
3.
5. BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan bab penutup dalam skripsi ini yang terdiri
dari Kesimpulan (Sub Bab A) dan Saran (Sub Bab B) yang bertujuan
agar terdapat kesimpulan dalam Kebijakan Kapolrestabes Semarang
dalam menangani premanisme di Kota Semarang yang dapat digunakan
sebagai bahan untuk mengatasi masalah premanisme yang ada di Kota
Semarang dan di kota-kota lain, serta sebagai bahan pertimbangan
dalam melakukan penyempurnaan terhadap peraturan perundangundangan yang berhubungan dengan kepolisian.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
dan
badanbadan
resmi,
yang
bertujuan
untuk
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan
Konsep KUHP Baru, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), halaman 3.
10
Ibid., halaman 3.
Ibid., halaman 3.
7
Ibid., halaman 3.
8
Ibid., halalaman 5-6
6
11
2.
pidana
berarti mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundangundangan pidana yang paling baik dalam arti memenuhi syarat
keadilan dan daya guna11. Dalam kesempatan lain beliau
menyatakan
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana (Bandung, Alumni, 1981), halaman 159.
Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat (Bandung, Sinar Baru, 1983), halaman
20.
11
Sudarto, Op.cit., halaman 161.
10
12
positif
pada
sifat
represif
(penindasan,
12
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Jakarta : Kencana Prenada
Media Group 2008), halaman 23.
13
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,
2005), halaman 92.
14
Kebijakan
strategis
dari
formulasi
merupakan
keseluruhan
proses
tahapan
paling
fungsionalisasi
dan
tentang
perbuatan
apa
yang
dilarang.
b) Perencanaan
atau
kebijakan
mengenai
14
Ibid.,halaman 198.
15
dan
ketertiban
masyarakat,
penegakan
hukum,
perlindungan,
2. Tugas Kepolisian
Dalam Pasal 13 Undang - Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Repubik Indonesia, disebutkan bahwa tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
15
Djoko Prakoso, S.H., Polri Sebagai Penyidik Dalam Penegakan Hukum, (Jakarta:Bina
Aksara, 198), halaman 142.
18
19
memberikan
bantuan
dan
pertolongan
dengan
pelayanan
kepada
masyarakat
sesuai
dengan
21
22
penangkapan,
penahanan,
penggeledahan,
dan
penyitaan;
b. Melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat
kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan;
c. Membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka
penyidikan;
d. Menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri;
e. Melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
g. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
h. Mengadakan penghentian penyidikan;
i. Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;
j. Mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi
yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan
mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang
yang disangka melakukan tindak pidana;
23
yang
memiliki
wewenang,
berarti
petugas
tersebut
24
C. PENGERTIAN PREMANISME
1.
Subyek Premanisme
Preman termasuk kata benda yang mempunyai banyak arti,
berikut ini kutipan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia :
sebutan kepada orang jahat (penodong, perampok, pemeras, dsb):
Preman Medan sangat terkenal;
partikelir, swasta;
bukan tentara; sipil (tentang orang, pakaian, dsb);
kepunyaan sendiri (tentang kendaraan dsb); orang preman, orang
sipil, bukan militer; mobil preman, mobil pribadi (bukan mobil
dinas); pakaian preman, bukan pakaian seragam militer.
Satu bulan terakhir istilah preman dan premanisme menjadi
topik hangat berita di Indonesia. Dari empat definisi preman yang ada
dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, definisi pertamalah yang
dimaksud para pemimpin negara, politisi, akademisi dan blogger,
yang sama-sama gencar membahas preman dan premanisme di
Indonesia. Padahal 40-an tahun lalu preman itu masih berkonotasi
positif, misalnya yang dimaksud polisi berpakaian preman adalah
polisi yang tidak berpakaian dinas, bukan polisi yang memakai
pakaian dan atribut preman. Mobil preman bukan mobil milik preman,
tetapi mobil pribadi.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dari pernyataannya
tentang pemberantasan preman, mengartikan preman itu kelompok25
2.
Pengertian Premanisme
Premanisme bukan merupakan kata asli dari Indonesia. Kata
premanisme ini berawal dari kata preman yang berasal dari bahasa
Inggris yaitu free man yang berarti manusia bebas. Kemudian kata
free man diIndonesiakan menjadi preman, hal ini dikarenakan lidah
orang Indonesia susah mengejanya. Preman dalam kesehariannya
memang adalah manusia yang ingin bebas, hidup tidak mau diatur,
kadang penuh dengan kekerasan, dan tidak peduli pada norma dan
etika yang hidup di masyarakat. Jika kata preman ditambah dengan
akhiran isme sehingga menjadi premanisme, maka pengertiannya
menjadi faham kebebasan yang dianut seseorang untuk menghalalkan
segala cara guna mencapai tujuannya. Efek dari premanisme di
17
27
3.
28
BAB III
METODE PENELITIAN
B. METODE PENDEKATAN
Dalam penelitian ini, metode pendekatan yang digunakan adalah
metode pendekatan Yuridis Empiris. Pendekatan yuridis dimaksudkan bahwa
penelitian ditinjau dari peraturan-peraturan yang merupakan data sekunder.
29
C. SPESIFIKASI PENELITIAN
Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Metode
deskriptif adalah prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan
menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampil atau sebagaimana adanya.
Deskriptif analitis adalah suatu penelitian yang berusaha menemukan gejalagejala yang diperlukan dalam dokumen atau suatu buku dan menggunakan
informasi-informasi yang berguna di bidang masing-masing. Dalam
penelitian ini akan digambarkan mengenai keadaan objek yang akan diteliti
yaitu penanganan premanisme yang dilakukan oleh polisi, khususnya
mengenai kebijakan Kapolrestabes dalam menangani premanisme di Kota
Semarang.
18
Ronny Hanitjo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1998), halaman 250.
30
31
32
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Rencana Kerja Kepolisian Resor Kota Besar Semarang Tahun 2012, halaman 2.
34
administrasi
Pemerintahan
Polrestabes
Semarang
terwujudnya pengayoman,
20
35
bagi
masyarakat
dalam
upaya
meningkatkan
penegakan
berkesinambungan,
profesional
hukum
dan
secara
transparan,
konsisten,
dengan
21
36
kepercayaan
masyarakat
terhadap
kinerja
pemberantasan
preman,
kejahatan
jalanan,
37
38
melaksanakan
tugas
dan
fungsinya,
Polrestabes
39
b.
jajaran
meningkatkan
untuk
memelihara,
kemampuan
membangun
profesionalisme
Polri
dan
yang
Meningkatkan
kesiapan,
kesiapsiagaan
dan
efektifitas
e.
f.
Berupaya
meningkatkan
kemampuan
deteksi
dini
dan
40
h.
Memantapkan
pembinaan
kemitraan
berupa
kegiatan
pengawalan
dan
patroli
terhadap
kegiatan
masyarakat;
41
j.
k.
dengan
memanfaatkan
perkembangan
ilmu
yang
melibatkan
kelompok
massa,
kejahatan
fungsional
tugas
dan
dalam
untuk
rangka
meningkatkan
mengantisipasi
tuntutan
42
perkembangannya
untuk
ditentukan
langkah
berikutnya;
g. Melakukan gelar perkara terhadap kasus pelik yang terjadi dan
melibatkan para penyidik yang menangani;
24
43
44
B. KEBIJAKAN
KAPOLRESTABES
SEMARANG
DALAM
peraturanperaturan
yang
dikehendaki
yang
25
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana (Bandung, Alumni, 1981), halaman 159.
Sudarto, Hukum Pidana dan Perkembangan Masyarakat (Bandung, Sinar Baru, 1983), halaman
20.
26
45
27
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: Alumni,
2005), halaman 92
28
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repubik Indonesia.
29
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Repubik Indonesia.
46
30
47
48
kegiatan
sosialisasi
ini
maka
dibuatlah
laporan
tentang
pelaksanaannya.
b. Bimbingan
Kegiatan bimbingan yang dilaksanakan oleh Polrestabes
Semarang dapat diberikan dalam suatu forum yang telah dibentuk.
Forum tersebut misalnya Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat
yang biasa disingkat FKPM, dan ada juga Forum Kemitraan Polisi
Masyarakat dan Mahasiswa (FKPMM). Hal ini diwajibkan bagi
setiap anggota Polrestabes Semarang untuk mempunyai minimal
satu orang dalam masyarakat yang harus dibimbingnya.
c. Patroli
Patroli dilakukan oleh seluruh anggota polisi yang ada di
Polrestabes Semarang secara bergantian. Biasanya dipimpin oleh
bagian Sabara dan Reserse Polrestabes Semarang. Setiap anggota
polri yang bertugas melaksanakan patroli harus dilengkapi surat
perintah sesuai dengan KUHAP dan Undang-undang No. 2 Tahun
2002. Dan sebelum melakukan patroli, akan didahului dengan
arahan dari pimpinan yang biasa disebut Arahan Pimpinan Patroli
(APP). Setelah itu dilakukan pengecekan perlengkapan yang akan
digunakan dan pengecekan personil yang terlibat. Pengecekan
perlengkapan misalnya kendaraan yang akan digunakan, alat
komunikasi yang diperlukan, dll. Sedangkan perlengkapan personel
misalnya terdiri dari pakaian yang akan digunakan untuk
49
33
50
yang
52
Tahun
1981
Tentang
Hukum
Acara
Pidana
Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 1 ayat (24) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
53
Pasal 1 ayat (25) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
54
Pasal
selanjutnya
menjelaskan
bahwa
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
42
Pasal 1 ayat (20) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
43
Pasal 16 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
41
55
56
kepentingan
berwenang
melakukan
penuntutan,
penahanan
penuntut
atau
umum
penahanan
lanjutan.
c) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang
pengadilan dengan penetapannya berwenang melakukan
penahanan.
46
47
Pasal 1 ayat (21) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
57
48
58
Pidana,
Rechtenordonnantie
Pasal
25
dan
(pelanggaran
Pasal
26
terhadap
59
pengawasan
terhadapnya
untuk
dalam
penyidikan,
penuntutan
atau
49
60
61
tidak
tersangka
menutup
dari
kemungkinan
tahanan
sebelum
dikeluarkannya
berakhir
waktu
tidak
tersangka
menutup
dari
kemungkinan
tahanan
sebelum
dikeluarkannya
berakhir
waktu
52
62
53
63
dari
tahanan
sebelum
berakhir
waktu
dapat
mengadakan
penangguhan
54
55
65
3) Penggeledahan Badan
Yang dimaksud penggeledahan badan dalam Pasal 1
butir (18) Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum
Acara Pidana adalah tindakan penyidik untuk mengadakan
pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari
benda yang diduga keras ada pada badannya atau dibawanya
serta, untuk disita.56 Pasal 32 sampai dengan Pasal 37
Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara
Pidana
mengatur
tentang
penggeledahan
yang
dapat
dalam
melakukan
penyidikan
dapat
56
Pasal 1 ayat (18) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 32 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
58
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
57
66
59
67
yang
bersangkutan,
kecuali
benda
yang
60
68
69
Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
Pasal 38 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
70
pengadilan
negeri
setempat
guna
memperoleh
persetujuannya.
Pasal 39 Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang
Hukum Acara Pidana:65
a) Yang dapat dikenakan penyitaan adalah :
benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang
seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan
pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana;
benda yang telah dipergunakan secara langsung
untuk
melakukan
tindak
pidana
atau
untuk
mempersiapkannya;
benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana;
benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan
melakukan
tindak
pidana;
benda
lain
yang
65
71
66
72
73
perkara
yang
bersangkutan
memperoleh
penuntut
umum
atas
izin
hakim
yang
71
74
c) Guna
kepentingan
pembuktian
sedapat
mungkin
tidak
termasuk
ketentuan
sebagaimana
tersebut
dikesampingkan
untuk
hukum,
kecuali
apabila
benda
itu
72
75
73
Pasal 1 ayat (16) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana.
76
ini,
dapat
dilakukan
pada
semua
tingkat
77
dan
para
pejabat
pada
semua
tingkat
76
78
kepolisian
didasari
oleh
doktrin-doktrin
kepolisian
yang
Untuk
menambah
kesadaran
masyarakat,
Polrestabes
80
kurangnya
kepedulian
masyarakat
terhadap
untuk
lebih
peduli
terhadap
orang
lain
dan
79
81
82
menggunakan
beberapa
pasal
sekaligus
dan
83
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Polrestabes
Semarang, penulis memberikan kesimpulan, yaitu:
1. Kebijakan Kapolrestabes Semarang dalam menangani masalah
premanisme
di
Kota
Semarang
dilakukan
dengan
beberapa
terdiri
dari
beberapa
kegiatan
yaitu
Sosialisasi,
84
B. SARAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Polrestabes Semarang,
penulis memiliki beberapa saran yaitu:
1. Adanya koordinasi yang lebih intensif antara masing-masing bagian di
Polrestabes
Semarang
dalam
melaksanakan
kegiatan-kegiatan
85
86
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Arief, Barda Nawawi, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana
Perkembangan Penyusunan
Konsep KUHP Baru, Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2008.
Arief, Barda Nawawi, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung:
Penerbit Alumni, 2003.
Khoidin, M dan Sadjijino, Mengenal Figur Polisi Kita, Yogyakarta:
Laksbang PRESSindo, 2006.
Marlina, Hukum Penitensier, Medan: PT. Refika Aditama, 2011.
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana,
Bandung: Alumni, 2005.
Nitibaskara, Ronny Rahman, Tegakkan Hukum Gunakan Hukum,
Jakarta: PT Kompas Nusantara, 2006.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1984.
Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Penelitian Hukum
Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, Bandung, Alumni, 1981.
Sudarto, Hukum Pidana I, Semarang: Yayasan Sudarto a/n FH. Undip
Semarang,1990.
Sularto,R.B dan Budi Hermidi, Dasar Dasar Teknik Keterampilan Non
Litigasi (Bidang Hukum Penitensier), Semarang: Badan Penerbit
UNDIP, 2007.
Tongat, Hukum Pidana Materiil, Malang: UMM Press, 2006.
Widiyanti, Ninik, Kejahatan Dalam Masyarakat dan Pencegahannya,
Jakarta: PT Bina Aksara, 1987.
B. PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 43 Tahun 1999.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No 54 Tahun 2001 Tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Pemerintah No 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VI/MPR/2000
Tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor VII/MPR/2000
Tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
C. INTERNET
http://www.polri.go.id/organisasi/op/vm.
http://www.scribd.com/doc/24887805/Viktimisasi-Struktural-DalamPelaksanaan-Operasi-Premanisme-oleh-Polri.
http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2184192-pengertianupaya-preventif.