Anda di halaman 1dari 13

KELEMBAGAAN DAN TUGAS SERTA FUNGSI DARI BNPB,

BADAN PENCARIAN DAN PERTOLONGAN, SERTA BADAN


PENANGAN KONFLIK SOSIAL

Disusun Oleh:
Fenika Nikmatul Rizki
P27820714026

PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2015-2016

KELEMBAGAAN DAN TUGAS SERTA FUNGSI DARI


BNPB, BADAN PENCARIAN DAN PERTOLONGAN, SERTA BADAN
PENANGAN KONFLIK SOSIAL

I.

UU No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana


a. Kelembagaan

1. Badan Nasional Penanggulangan Bencana


Merupakan Lembaga Pemerintah Nondepartemen setingkat
menteri. BNPB terdiri atas unsur:
a) Pengarah penanggulangan bencana
Memiliki fungsi merumuskan konsep lebijakan penanggulangan
bencana nasional, memantau, dan mengevaluasi dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana.
b) Pelaksana penanggulangan bencana
Merupakan kewenangan Pemerintah yang memiliki fungsi
koordinasi, komando, dan pelaksana dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana. Dan anggotanya terdiri atas tenaga
professional dan ahli.
2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
BPBD terdiri dari:
a) Badan pada tingkat provinsi dipimpin oleh seorang pejabat setingkat
di bawah gubernur atau setingkat eselon Ib;dan
b) Badan pada tingkat kabupaten/kota dipimpin oleh seorang pejabat
setingkat di bawah bupati/walikota atau setingkat eselon IIa.
BPBD terdiri atas unsur:
a) Pengarah penanggulangan bencana
Memiliki fungsi merumuskan konsep lebijakan penanggulangan
bencana nasional, memantau, dan mengevaluasi dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah. Keanggotaannya
terdiri atas pejabat epemerintah daerah terkait dan anggota
masyarakat professional dan ahli.
b) Pelaksana penanggulangan bencana.
Memiliki fungsi koordinasi, komando, dan pelaksana dalam
penyelenggaraan penanggulangan pada wilayahnya. Keanggotaan
unsur pelaksana penanggulangan bencana daerah terdiri atas tenaga
professional dan ahli.

b. Tugas dan Fungsi


1. BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mempunyai tugas:
1) Memberikan pedoman dan pengarahan terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana,
penanganan tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi secara
adil dan setara;
2) Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundangundangan;
3) Menyampaikan informasi kegiatan kepada masyarakat;
4) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada
Presiden setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan pada setiap
saat dalam kondisi darurat bencana;
5) Menggunakan dan mempertanggungjawabkan sumbangan/bantuan
nasional dan internasional;
6) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
7) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundangundangan; dan
8) Menyusun pedoman pembentukan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah.
Dan BNPB memiliki fungsi yang meliputi:
1) Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat serta efektif
dan efisien; dan
2) Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.
2. BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) mempunyai tugas:
1) Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan
pemerintah daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana
terhadap usaha penanggulangan bencana yang mencakup
pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta
rekonstruksi secara adil dan setara;
2) Menetapkan
standardisasi serta

kebutuhan penyelenggaraan

penanggulangan bencana berdasarkan Peraturan Perundangundangan;


3) Menyusun, menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana;

4) Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana;


5) Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada
wilayahnya;
6) Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada
kepala daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap
saat dalam kondisi darurat bencana;
7) Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang;
8) Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan
9) Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan Peraturan Perundangundangan.
Dan BPBD memiliki fungsi sebagai berikut:
1) Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan
penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan tepat, efektif dan
efisien; serta
2) Pengoordinasian pelaksanaan kegiatan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, dan menyeluruh.

c. Kesimpulan
Dalam undang undang nomor 24 tahun 2007 bencana didefinisikan
sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. ( UU No. 24 tahun 2007 Pasal
1 ayat (1) )
Merujuk kepada pasal satu dalam Undang-Undang nomor 24 tahun
2007 dijelaskan beberapa istilah atau perngertian dari bencana alam yaitu
antara lain :
1) Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak


psikologis.
2) Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa
gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin
topan, dan tanah langsor. ( UU No. 24 tahun 2007 Pasal 1 ayat (2) )
3) Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal
teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. ( UU No.
24 tahun 2007 Pasal 1 ayat (3) )
4) Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan
teror. ( UU No. 24 tahun 2007 Pasal 1 ayat (4) )
5) Berdasarkan pengertian bencana alam yang terdapat di dalam
Undang-Undang No. 24 tahun 2007 di atas, maka bencana alam dapat
dikategorikan menjadi tiga jenis yaitu bencana alam, bencana nonalam
dan bencana sosial.
Potensi bencana yang dapat datang kapan saja membuat penanganannya
membutuhkan keterlibatan semua pihak. Atas dasar kondisi tersebut, BNPB
dibentuk sebagai pusat koordinasi antara berbagai institusi dan lembaga
yang berkaitan dengan penanganan bencana. Namun demikian, karena
luasnya cakupan tugas yang diemban BNPB dan koordinasi antar lembaga
sering kali terbentur oleh masalah birokrasi serta aturan, maka hingga saat
ini sulit untuk berharap BNPB dapat menjadi solusi dari semua
permasalahan bencana di Indonesia. Karena itulah langkah proaktif dari
elemen masyarakat dan organisasi kemasyarakatan dalam mengurangi
dampak merugikan dari bencana diharapkan dapat membantu BNPB dalam
memenuhi tugasnya

II.

UU No. 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial


a. Kelembagaan
III. Kelembagaan penyelesaian konflik terdiri atas pemerintah,
pemerintah daerah, pranata adat dan/atau pranata social, serta Satuan Tugas
Penyelesaian Konflik Sosial.
1. Mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial:
1) Penyelesaian Konflik dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah
Daerah dengan mengedepankan Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial
yang ada dan diakui keberadaannya.
2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mengakui hasil penyelesaian
Konflik melalui mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial.
3) Hasil kesepakatan penyelesaian Konflik melalui mekanisme Pranata
Adat dan/atau Pranata Sosial memiliki kekuatan yang mengikat bagi
kelompok masyarakat yang terlibat dalam Konflik.
4) Dalam hal penyelesaian Konflik melalui mekanisme Pranata Adat
dan/atau Pranata Sosial, tidak dapat diselesaikan, maka penyelesaian
Konflik dilakukan oleh Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial.
5) Penyelesaian Konflik melalui mekanisme Pranata Adat dan/atau
Pranata Sosial, difasilitasi oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota
dengan melibatkan aparatur kecamatan dan kelurahan/desa setempat.
2. Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial
1) Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial merupakan lembaga
penyelesaian Konflik yang bersifat ad hoc.
2) Satuan Tugas Penyelesaian Konflik, dibentuk oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah dalam hal:
a) tidak ada Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial di daerah Konflik;
b) tidak berfungsinya Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial di daerah
Konflik;
c) tidak berjalannya mekanisme musyawarah untuk mufakat melalui
Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial;
d) tidak tercapainya kesepakatan melalui mekanisme musyawarah
Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial; dan
e) telah ditetapkannya Status Keadaan Konflik.
IV.
V. Keanggotaan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik:

1. Keanggotaan Daerah
1) Keanggotaan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial
kabupaten/kota, terdiri atas unsur Pemerintah Daerah dan
masyarakat.
2) Unsur Pemerintah Daerah, terdiri atas:
a)

bupati/wali kota;

b)

ketua DPRD kabupaten/kota;

c)

instansi Pemerintah dan/atau satuan kerja perangkat daerah sesuai dengan


kebutuhan;

d)

kepala kepolisian resor;

e)

komandan distrik militer/komandan satuan unsur TNI; dan

f)

kepala kejaksaan negeri.


3) Unsur masyarakat, terdiri atas:
a) Tokoh agama;
b) Tokoh adat;
c) Tokoh masyarakat;
d) Pegiat perdamaian; dan
e) Wakil pihak yang berkonflik.
4) Unsur masyarakat harus memperhatikan keterwakilan
perempuan sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen).
VI.
2. Keanggotaan Provinsi
1) Keanggotaan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial
provinsi, terdiri atas unsur Pemerintah Daerah dan masyarakat.
2) Unsur Pemerintah terdiri atas:
a) Gubernur;
b) Ketua DPRD provinsi;
c) Instansi Pemerintah dan/atau satuan kerja pemerintah daerah
d)
e)
f)
g)

provinsi sesuai dengan kebutuhan;


Kepala kepolisian daerah;
Panglima daerah militer/komandan satuan unsur TNI;
Kepala kejaksaan tinggi; dan
Unsur Pemerintah Daerah pada Satuan Tugas Penyelesaian
Konflik Sosial skala kabupaten/kota.

3) Unsur masyarakat terdiri atas:


a) tokoh agama;

b) tokoh adat;
c) tokoh masyarakat;
d) pegiat perdamaian; dan
e) wakil pihak yang berkonflik dari Satuan Tugas Penyelesaian
Konflik Sosial skala kabupaten/kota.
4) Unsur

masyarakat

harus

memperhatikan

keterwakilan

perempuan sekurang-kurangnya 30 % (tiga puluh persen).


3. Keanggotaan Nasional
1) Keanggotaan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial skala
nasional, terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.
2) Unsur Pemerintah, terdiri atas:
a) kementerian yang membidangi koordinasi urusan politik,
hukum, dan keamanan;
b) kementerian

yang

membidangi

koordinasi

urusan

kesejahteraan rakyat;
c) kementerian yang membidangi urusan dalam negeri;
d) kementerian yang membidangi urusan pertahanan;
e) kementerian yang membidangi urusan keuangan negara;
f) kementerian yang membidangi urusan kesehatan;
g) kementerian yang membidangi urusan sosial;
h) kementerian yang membidangi urusan agama;
i) Polri;
j) TNI;
k) Kejaksaan Agung;
l) Badan Nasional Penanggulangan Bencana;
m) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia;
n) unsur Pemerintah Daerah dari Satuan Tugas Penyelesaian
Konflik Sosial skala provinsi yang berkonflik; dan
o) instansi pemerintah terkait lainnya sesuai dengan kebutuhan.
3) Unsur masyarakat, terdiri atas:
a) tokoh agama;
b) tokoh adat;

c) tokoh masyarakat;
d) pegiat perdamaian;
e) wakil pihak yang berkonflik dari Satuan Tugas
Penyelesaian Konflik Sosial skala provinsi; dan
f) lembaga masyarakat lain yang terkait sesuai dengan
kebutuhan.
4) Unsur masyarakat, harus memperhatikan keterwakilan perempuan
sekurang-kurangnya 30% (tiga puluh persen).
VII.
b. Tugas dan Fungsi
1) Mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial:
2) Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial
VIII.

Tugas dan fungsi Satuan Penyelesaian Konflik Sosial antara lain:

1. Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial bertugas menyelesaikan


Konflik sosial melalui musyawarah untuk mufakat.
2. Penyelesaian

Konflik

melalui

musyawarah

untuk

mufakat

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikat bagi kelompok


masyarakat yang terlibat dalam Konflik.
3. Dalam hal penyelesaian Konflik tidak tercapai, penyelesaiannya
dilakukan melalui pengadilan.

IX.

Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan Tugas Penyelesaian

Konflik Sosial menyelenggarakan fungsi:


1. pencarian fakta dan pemberian kesempatan kepada pihak yang
berkonflik untuk menyampaikan fakta dan penyebab terjadinya
Konflik;
2. pencarian data atau informasi di instansi pemerintah dan/atau swasta
terkait sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. koordinasi dengan instansi terkait untuk memberikan pelindungan
kepada korban, saksi, pelapor, pelaku, dan barang bukti sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. perumusan opsi yang dapat disepakati dengan mempertimbangkan

kepentingan pihak yang berkonflik;


5. perumusan kesepakatan yang telah dicapai;
6. penghitungan jumlah kerugian dan besaran kompensasi, restitusi,
rehabilitasi, dan/atau rekonstruksi;
7. penyampaian rekomendasi kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah
Daerah dalam upaya rehabilitasi dan Pemulihan Pascakonflik; dan
8. penyampaian laporan akhir pelaksanaan tugas dan fungsi Satuan
Tugas Penyelesaian Konflik Sosial kepada Pemerintah/Pemerintah
Daerah dengan tembusan kepada DPR/DPRD.
c. Kesimpulan
X.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada hasil

penelitian dan pembahasan, maka dikemukakan beberapa kesimpulan


sebagai hasil dari pembahasan tentang peranan Intelkam, TNI dalam
mengantisipasi Konflik Sosial.
a. Peranan yang dilakukan oleh pihak Intelijen dan Keamanan TNI dalam
mengantisipasi Konflik Sosial adalah berdasarkan Pasal 6 UndangUndang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial yaitu
meliputi memelihara kondisi damai dalam masyarakat,
mengembangkan sistem penyelesaian konflik secara damai, meredam
potensi konflik, dan membangun sistem peringatan dini.
XI.
XII.

Dalam mengantisipasi konflik sosial,TNI telah melakukan

inovasi berupa Rembuk Pekon yang merupakan cara penyelesaian


masalah dari tingkatan terendah masyarakat secara musyawarah untuk
mufakat tanpa harus adanya proses hukum secara litigasi.
XIII.

Ketika terjadinya konflik, bukanlah dikarenakan adanya

tindakan indisipliner dan kealpaan dari Intelkam TNI, melainkan karena


perkembangan konflik berjalan dengan sangat cepat dan masyarakat
yang terlibat cukup banyak serta tidak lagi memikirkan dampak sosial
dan dampak hukum yang akan dihadapi.
XIV.

b. Faktor-faktor yang menjadi penghambat Intelkam TNI dalam


mengantisipasi Konflik Sosial yaitu:
1. Faktor Personil
XV. Faktor personil yang hanya mencapai 50% dari
komposisi ideal di tingkatan TNI sudah tentu mengganggu kinerja
Intelkam dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dalam menjaga
dan memelihara keamanan ketertiban serta mengantisipasi
terjadinya konflik sosial dalam masyarakat.
XVI.
2. Faktor Sarana dan Prasarana
XVII. Kurangnya sarana dan prasarana yang dimiliki
Intelkam merupakan salah satu faktor penghambat. Luasnya
wilayah hukum Intelkam TNI memiliki sarana dan prasarana yag
sudah tentu harus mumpuni. Hal ini dikarenakan agar informasi
yang didapat cepat dilaporkan dan dengan cepat juga dapat
dilakukan tindakan menjawab dinamika yang berkembang.
XVIII.
3. Faktor Adat Budaya
XIX.

Perbedaan adat budaya dari masing-masing suku

yang mendiami suatu daerah tersebut. Hal ini memerlukan kejelian


dari Intelkam dalam memelihara kondisi keamanan dan ketertiban
dalam masyarakat.
XX. UU No. 29 Tahun 2014 Tentang Pencarian dan Pertolongan
a. Kelembagaan
XXI.
Pemerintah membentuk Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
Pencarian dan Pertolongan. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan
merupakan lembaga pemerintah nonkementerian. Badan Nasional Pencarian
dan Pertolongan berada di bawah serta bertanggung jawab kepada Presiden.
XXII.
Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan mendirikan
kantor/pos Pencarian dan Pertolongan sesuai dengan kebutuhan dan wilayah
tanggung jawab penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan.
XXIII.
b. Tugas dan Fungsi
1. Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan, bertugas:

a) menyusun dan menetapkan norma, standar, prosedur, kriteria, serta


persyaratan dan prosedur perizinan dalam penyelenggaraan
Pencarian dan Pertolongan;
b) memberikan pedoman dan pengarahan dalam penyelenggaraan
Pencarian dan Pertolongan;
c) menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan Pencarian
dan Pertolongan berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan;
d) melakukan koordinasi dengan instansi terkait;
e) menyelenggarakan sistem informasi dan komunikasi;
f) menyampaikan informasi penyelenggaraan Pencarian dan
Pertolongan kepada masyarakat;
g) menyampaikan informasi penyelenggaraan Operasi Pencarian dan
Pertolongan secara berkala dan setiap saat pada masa
penyelenggaraan Operasi Pencarian dan Pertolongan kepada
masyarakat;
h) melakukan pembinaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap
penyelenggaraan Pencarian dan Pertolongan; dan
i) melakukan pemasyarakatan Pencarian dan Pertolongan.
2. Selain melaksanakan tugas tersebut, Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan dapat melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
3. Dalam melaksanakan tugas-tugas di atas, Badan Nasional Pencarian dan
Pertolongan memiliki kewenangan untuk mengerahkan personel dan
peralatan yang dibutuhkan dari Tentara Nasional Indonesia dan
Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melaksanakan Operasi
Pencarian dan Pertolongan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
XXIV.
c. Kesimpulan
XXV. BNPP sebagaimana dimaksud merupakan lembaga pemerintah
nonkementerian, yang berada di bawah serta bertanggung jawab kepada
Presiden, dengan bunyi Pasal 47 Ayat (1,2) UU tersebut.
Adapun tugas NPP di antaranya adalah:

1. Menyusun dan menetapkan norma, standar, prosedur, kriteria,


serta persyaratan dan prosedur perizinan dalam penyelenggaraan
2.

Pencarian dan Pertolongan


Memberikan pedoman dan pengarahan dalam penelenggaraan

Pencarian dan Pertolongan


3. Menetapkan standardisasi dan kebutuhan penyelenggaraan
Pencarian dan Pertolongan dan,
4. Melakukan koordinasi dengan instansi terkait.
XXVI.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, BNPP

memiliki kewenangan untuk mengerahkan personel dan peralatan yang


dibutuhkan dari TNI dan Polri untuk melaksanakan Operasi Pencarian dan
Pertolongan. "BNPP mendirikan kantor/pos Pencarian dan Pertolongan sesuai
dengan kebutuhan dan wilayah tanggung jawab penyelenggaraan Pencarian
dan Pertolongan," bunyi Pasal 49 UU itu.
XXVII.

Anda mungkin juga menyukai