Anda di halaman 1dari 19

MODUL

MANAJEMEN BENCANA
PERENCANAAN KONTIJENSI DAN MANAJEMEN KEMITRAAN DALAM
SITUASI BENCANA

Disusun Oleh :
Fenika Nikmatul

Rizki
Mohammad Iqbal

(P27820714026)
(P27820714027)

PRODI DIV GAWAT DARURAT KAMPUS SURABAYA


JURUSAN KEPERAWATAN
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

1. KATA PENGANTAR
2.

3.

Puji syukur saya ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

berkat Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga kami masih diberikan kesempatan untuk
menyusun modul ini dengan tidak ada halangan dan tepat pada waktunya . Dalam
modul ini saya membahas tentang Perncanaan Kontinjensi dan Manajemen
Kemitraan dalam Situasi Bencana. Oleh karena itu, kami mengucapkan banyak
terima kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan modul ini,
sehingga penyusunan modul ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
4.

Dalam penyusunan modul ini, kami menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dalam menyelesaikan modul ini. Oleh karena itu, saya mengharapkan
kritik dan saran dari pihak pembaca dan Ibu/Bapak pengajar yang bersangkutan, agar
modul ini dapat lebih baik lagi dan bermanfaat bagi seluruh pihak pembaca.
5.

Akhir kata kami sebagai penyusun mengucapkan terimakasih sebesar-

besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan modul ini.
6.
7.
8.
9.

Surabaya, 22 Febuari 2016


10.
11.
12.

13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
1

Penyusun

24.
25.
26. DAFTAR ISI
27.
28. Kata Pengantar...................................................................................... i
29. Daftar Isi................................................................................................ ii
1. Pokok Materi Pembelanjaran .................................................................1
2. Uraian materi ..........................................................................................
a. Pengertian Kontinjensi dan Rencana Kontinjensi ............................2
b. Perncanaan Kontinjensi.....................................................................6
c. Manajemen Kemitraan dalam Situasi Bencana ................................17
3. Refrensi ..................................................................................................19
4. Soal .........................................................................................................20

30. Pokok Materi Pembelajaran


a. Pengertian Kontinjensi dan Rencana Kontinjensi
b. Perncanaan Kontinjensi
c. Manajemen Kemitraan dalam Situasi Bencana
31. Uraian Materi
A. Pengertian Kontinjensi dan Rencana Kontinjensi
32.

Kontinjensi (contingency) adalah suatu keadaan atau situasi yang

diperkirakan akan segera terjadi, tetapi mungkin juga tidak akan terjadi
(Oxford Dictionary & BNPB, 2011). Sedankan menurut Childs & Dietrich
(2002) kontinjensi adalah:
33.

The additional effort to be prepared for unexpected or quickly

changing circumstances (Childs & Dietrich, 2002: 241)


34.

Perecanaan kontinjensi pada hakikatnya adalah suatu proses

identifikasi dan penyusunan rencana yang didasarkan pada keadaan


kontinjensi tersebut. Beberapa lembaga internasional telah memberikan
definisi perencanaan kontinjensi yang lengkap, diantaranya:
United Nation Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR) yang
mendefinisikan perencanaan kontinjensi sebagai proses manajemen yang
menganalisis potensi kejadian atau sistuasi tertentu yang bisa
mengancam masyarakat atau lingkungan dan proses menetapkan
pengaturan awal, agar mampu merespon ancaman tersebut secara tepat
waktu, efektif, dan sesuai (Vidiarina, undated).
The Inter-Agency Standing Committee (IASC) yang mendefinisikan
perencanaan kontinjensi sebagai proses untuk menentukan tujuan,
pendekatan, dan prosedur program untuk menanggapi situasi yang
diperkirakan akan terjadi, termasuk mengidentifikasi kejadian tersebut
dan membuat skenario serta rencana yang tepat untuk mempersiapkan
dan menanggapinya secara efektif (Vidiarina, undated).
The International Federation of Red Cross and Red Crescent (IFRC)
yang mendefinisikan perencanaan kontinjensi sebagai proses untuk
menentukan prosedur operasional dalam merespon kejadian khusus atau
risiko berdasarkan pada sumberdaya dan kapasitas yang dimiliki dan
memenuhi syarat sehingga respon bisa dilakukan secara tepat waktu,
efektif, dan sesuai (Vidiarina, undated).

35.
36.

Dari berbagai definisi di atas bisa diketahui bahwa tujuan utama

dari perencanaan kontinjensi adalah untuk meminimalisir dampak dari


ketidakpastian dengan melakukan pengembangan skenario dan proyeksi
kebutuhan saat keadaan darurat terjadi. Suatu rencana kontinjensi mungkin
saja tidak pernah diaktifkan jika keadaan yang diperkirakan tidak pernah
terjadi.
37.

Dalam panduan yang diberikan oleh BNPB pemerintah daerah

hanya diberikan arahan untuk membuat rencana kontinjensi untuk


menghadapi satu buah bahaya tertentu (singel hazard), seperti rencana
kontinjensi yang telah disusun oleh Pemerintah Kabupaten Sleman, yaitu
rencana kontijensi terhadap risiko letusan Gunung Merapi.
38.

Terdapat beberapa kota di Indonesia yang pada hakikatnya sangat

butuh untuk membuat rencana kontinjensi prosedural dalam rangka


menghadapi berbagai risiko bencana (multiple hazard) yang ada di kota.
Contoh kota yang memiliki berbagai risiko bencana yang dinilai penting
untuk menyusun rencana kontinjensi prosedural adalah Jakarta. Terdapat
berbagai risiko bencana yang ada di Jakarta seperti banjir, gempa bumi,
terorisme, dan berbagai bencana sosial seperti kerusuhan.
39.
Dengan 4 komponen utama, yaitu :
1. BIA Bussiness Impact Analysis yaitu suatu kegiatan persiapan umum
untuk manajemen resiko
2. IRP Incident Response Planning berfokus pada tanggapan atau respon
pertama kali saat menghadapi suatu peristiwa tidak terduga.
3. DRP Disaster Recovery Planning berfokus pada pemulihan operasi
pada area utama setelah bencana terjadi (pemulihan)
4. BCP Business Continuity Planning memfasilitasi pembentukan operasi
di sebuah situs alternative, rencana yang mengarah pada kelanjutan yang
akan ditempuh setelah kejadian terjadi dengan mempertimbangkan
dampaknya pada bisnis

40.
41.

Untuk merencanakan perencaan kontigensi yang mengacu pada

komponen di dalamnya, maka dibentuklah 4 tim respon yaitu :


1. Tim Perencanaan Kontigensi
2. Tim Pemulihan insiden
3. Tim Pemulihan dari bencana
4. Tim Perencanaan kelanjutan bisnis
42. Untuk menjamin kelangsungan seluruh proses maka, perencanaan
kontingensi harus:
Mengidentifikasi fungsi atau tujuan penting perusahaan (visi

misi)
Mengidentifikasi sumber daya yang mendukung fungsi penting
Antisipasi pada potensi terjadinya bencana
Memilih strategi perencanaan kontigensi
Menerapkan strategi yang dipilih
Menguji dan merevisi rencana kontingensi

43.
B. Perncanaan Kontinjensi
1. Rencana Kontijensi
44.
Perencanaan kontinjensi merupakan salah satu dari
berbagai rencana yang digunakan dalam siklus manajemen risiko.
Berikut dijelaskan aktivitas yang dilakukan dan rencana yang digunakan
dari tahapan-tahapan siklus manajemen risiko:
45. Tabel 1: Aktivitas dan Rencana yang Digunakan dalam Siklus
Manajemen Risiko
46.
Siklus
49.
Situasi tidak

47.
50.

terjadi bencana

mitigasi
3

Aktivitas
Pencegahan dan

48.
51.

Rencana
Rencana

mitigasi

52.

Situasi

53.

Kesiapsiagaan

54.

berpotensi bencana
55.
Terjadi bencana

56.

Tanggap darurat

kontinjensi
57.
Rencana

58.

59.

Pemulihan

operasi
60.
Rencana

Setelah terjadi

Rencana

bencana
pemulihan
61.
Sumber: BNPB (2011)
62.
Dari tabel di atas bisa dilahat bahwa perencanaan
kontinjensi dilakukan ketika terdapat potensi untuk terjadinya bencanan
atau pada tahap aktivitas kesiapsiagaan. Siklus manajemen risiko tersebut
(termasuk perencanaan kontijensi) selain digunakan dalam pengelolaan
bencana berbasis kewilayahan, biasanya juga digunakan dalam bidang
militer, bisnis, dan proyek pembangunan infrastruktur.
63.

Rencana kontijensi menekankan kesiapsiagaan kesehatan pada

bencana. Suatu proses yang mengarah pada kesiapan dan


kemampuakesehatan untuk:
a.
b.
c.
d.
e.

Memperkirakan dan jika mungkin


Mencegah bencana
Mengurangi dampak kesehatan akibat bencana
Menanggulangi secara efektif
Memulihkan diri dari dampaknya

64.

65.
2. Langkah langkah Proses penyusunan Rencana Kontijensi
66.
Penyusunan rencana kontijensi mempunyai ciri khas yang
membedakan dengan perencanaan yang lain. ciri-ciri khas tersebut
sekaligus merupakan prinsip-prinsip perencanaan kontijensi atas dasar
pemahaman tersebut rencana kontijensi harus dibuat berdasarkan.
1) Proses penyusunan bersama
2) Merupakan rencanan penanggulangna bencana untuk jenis ancamana
3)
4)
5)
6)
7)
8)

tunggal ( single Hazard)


Rencana kontijensi mempunyai skenario
Skenario dan tujuan yang disetujui bersama
Dilakukan secara terbuka ( tidak ada yang ditutupi )
Menetapkan peran peran dan tugas setiap sektor
Menyepakati konsensus yang telah dibuat bersama
Dibuat untuk menghadapi keadaan darurat

67.
68.

Jika diperhatikan antara besarnya kejadian dengan dampak

kehidupan sehari-hari , maka dapat digambarkan. Bahwa Perencanaan

kontijensi merupakan bagian kehidupana sehari-hari diperlukan


perencanaan kontijensi tergantung dari upaya mempertemukan antara
besarnya kejadian denganbijak tingkat dampak yang diakibatkan.
69.
Pada dasar nya proses perencanan kontijensi hanya sesuai
untuk peristiwa atau kejadian dengan tingkat besar dan parahya dampak
yang diptimbulkan sedangkan untuk kejadian kejadian yang tidak terlalu
parah cukup menggunakan kebijakan yang ada. Bahkan jika tidak parah
samasekali tidak perlu disusun rencanan kontijensi.
70.
Rencana kotijensi dibuat segera setelah ada tanda-tanda
awal akan terjadi bencana, beberapa jenis bencana sering terjadi secara
tiba-tiba, tanpa ada tanda-tanda terlebih dahulu (gempa bumi), keadaan
ini sulit dibuat rencana kontijensi, namun demikian tetap dapat dibuat
dengan menggunakan data kejadian dimasa lalu . sedangkan jenis-jenis
bencana tertentu dapat diketahui tanda-tanda akan terjadi , terhadap hal
ini dapat dilakukan pembuatan rencana kontijensi, umumnya penyusunan
rencana kontijensi dilakukan pada saat segera akan tejadi bencana. Pada
situasi ini, rencana kontijensi langsung disusun tanpa melalui penilaian
atau analisis. Ancaman atau bahaya.akan tetapi kenyataan dilapangan hal
tersebut sulit dilakukan karena keadaan sudah cheos atau panik akan
lebih baik apabila rencana kontijensi dibuat pada saat sudah diketahuinya
adanya potensi bencana.
71.
Pada dasarnya rencana kontijensi harus dibuat secara
bersama-sama oleh semua pihak ( stakeholder) dan multi sektor yang
terlibat dan berperan dalanm penanganan bencanan , termasuk dari
pemerintah (sektor-sektor) yang terkait, perusahaan negara, swasta,
organisasi non pemerintah lembaga internasional dan masyarakat, serta
pihak-pihak yang lain yang terkait.
72.
Rencana kontijensi disusun melalui proses . proses ini
sangat penting , karena disusun oleh parisipan, atau peserta sendiri,
sedangkan fasilitator hanya mengarahkan jalannya proses penyusunan
kontijensi. Beberapa kesalahan pemahaman tentang kontijensi :
a. perencanaan kontijensi bukan suatu perencanaan untuk
pengadaan barang/jasa pembelian atau pembangunan prasarana

sarana akan tetapi lebih pada pendayagunaan sumberdaya


setempat yagn dimiliki dan dapat dikerahkan.
b. Pakar dari luar diperlukan hanya untuk memberikan informasi
/pengetahuan yang tidak dimiliki oleh penyusun
c. Rencana kontijensi bukan merupakan tugas rutin tetapi suatu
kegiatan yang eksepsional
d. Perencana kontijensi sangat sensitif , konfidensial dan terbatas .
oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan secara hati-hati
agar tidak menimbulkan keresahanan atau salah paham bagi
masyarakat.
e. Perencanaaan konijensi merupakan faktor pendorong yang
mengarah pada penindakan /penggerakan masayrakat meskipun
bencanan belum tentu terjadi .
f. Produk dari perencanaan kontijensi ini adalah rencana ,
persediaan (stock pile) dan anggaran , bukan keberhasilan
tanggap darurat.
73.
74.

Tidak ada perbedaan yang prinsip antara rencana kontijensi

dengan rencana operasi , kecuali waktu penyusunannya , rencana


kontijensi disusun menjelang dan sebelum terjadinya bencana, sehingga
rencana tersebut disusun berdasarkan asumsi dan skenario , sedangkan
rencana operasi disusun pada saat bencana benar-benar terjadi, sehingga
rencana ini disusun sesuai dengan keadaan sebenarnya .
75.
Rencana operasi disusun dengan menyesuaikan jenis
kegiatan dan sumberdaya yang ada dalam rencana kontijensi, sesuai
dengan kebutuhan nyata dari jenis bencana yang telah terjadi.
76.
Rencana kontijensi disusun berdasarkan perkiraaan situasi
(asumsi-asumsi) dengan mengembangakan skenario-kenario yang
disepakati. oleh karena itu sesuai perkembangan dari waktu ke waktu
terjadi perubahan situasi dan skenario maka rencanan kontijensi perlu
dilakukan penyesuaiaan dan pemutakhiran.
77.
Satu hal yang perlu diperhatikan adalah secara prisnip
penysusunan rencana kontijensi selaian disusun bersama seluruh
pemangku kepentingan , juga setelah disusun skenario dan dilakuan
ananlisis kebutuhan , setelah dihitung secara rinci kebutuhan , ditentukan
siapa saja pelakunya, dan tidak lupa dilakukan penilaiaan (ketersediaan)
7

sumberdaya yang dimiliki oleh pelaku kepentingan dari kebutuhan dan


ketersediaan sumberdaya tersebut diketahuai kesenjangan yang akan
dipenuhi dari berbagai sumber.
78.
Penyusunan Rencana Kontijensi dilakukan melaui
tahapan/proses persiapan dan pelaksanakan. pada tahap persiapan
meliputi kegiatan penyediaan peta wilayah kabupaten /kota/provinsi data
kabupaten ada pada data ka/kota dalam angka ,data tentang ketersediaan
sumberdaya dari masing-masing Sekor/Pihak /Instansi organisasi dan
informasi dari berbagai sumber/unsur teknis yang dapat dipertanggung
jawabkan .
79. Pada tahap pelaksanaan adalah penysusunan rencanan kontijensi
yang dimulai dari penilaian resiko, didahulukan dengan penilaian bahaya
dan penilaian tingkat bahaya untuk menentukan 1 jenis ancaman atau
bencana yang diperkirakan akan terjadi (yang menjadi prioritas).
80.
3. Penilaian Bahaya Bencana yang akan direncanakan dalam
Perencanaan Kontijensi
81. Penilaian bahaya dapat melakukan identifikasi jenis ancaman dan
pembobotan ancaman .
a. Identifikasi jenis ancamana bencanan dengan menggunakan
catatan data/sejarah kejadiaan bencana.
b. Pembobotan /scoring ancaman /bahaya dari beberapa jenis
ancaman yang ada disuatu kabupaten /kota dan dilakukan
penilaian satu per satu tiap jenis ancaman diberikan nilai /bobot
82.

dan di plot kedalam tabel di bawah.


Setelah langkah tersebut , hasil penilaiaan bahaya di plot ke dalam

matrik skala, tingkat bahaya untuk mengidentifikasi bahaya yang


beresiko tinggi.
3.1 Pengembangan skenario
83.
Berdasarkan peta wilayah dapat diidentifiksi masyarakat
dan daerah /lokasi yang terterancam bencana (daerah rawan bahya
/bencana) sehingga dapat diperkirakan luas/besarnya dampak
bencana yang mungkin terjadi.
84.
Dalam skenario juga diuraikan anatara lain :
waktu terjadinya bencana ( misalnya pagi, siang, malam)

Durasi /lamanya kejadiaan (misalnya : 2 jam, 1 hari, 7 hari,


14 hari)
Tingginya genangan air ( banjir)
Tinggi dan jarak jangkauaan ombak kedaratan ( tsunami)
Hal-hal lain yang bergantung terhadap besar kecilnya
85.

kerugian /kerusakan .
Terdapat lima aspek yang terkena dampak bencana, yaitu

aspek kehidupan /penduduk, sarana/prasarana/fasilitas/aseet,


ekonomi, pemerintahan dan lingkungan.
1) Dampak pada aspek kehidupan /penduduk dapat berupa
kematian, luka-luka pengunsian, hilang dan lan-lain .
2) Dampak pada aspek sarana dan prasaranan dapat berupa
kerusakan jembatan, jalan , instalasi PAM , PLN kerusakan
rumah penduduk dan lain-lain
3) Dampak pada aspek ekonomi dapat berupa kerusakan pasar
tradisional, gagal panen, terganggunya perekonomian
perdagangan, transportasi dan lain-lain.
4) Dampak pada aspek pemerintahan dapat berupa kehancuran
dokumentasi peralatan kantor, bangunan pemerintah dan lainlain.
5) Dampak pada aspek lingkungan dapat berupa rusaknya
kelestarian hutan, danau, objek wisata, pencmaran, kerusakan
86.

lahan perkebunan dan pertanian danlainnya.


Untuk mengukur dampak pada aspek kehidupan /pensusuk

perlu ditetapkan terlebih dahulu pra kiraan jumlah penduduk yang


terancam, baru ditetapkan dampak kematain, luka-luka, pengunsian,
hilang dan dampak lainnya sehingga diketahui jumlah/persentase
dampak yang ditimbulkan . sedangkan untuk dampak pada aspek
sarana dan prasarana, pemerintahan, ekonomi dan lingkungan
diklasifikasiakan kedalam tingkat ringan, sedang dan berat .
87.
3.2 Penetapan kebijakan dan strategi
88.
Kebijakan penangan darurat /tanggap darurat dimaksudkan
untuk memberikan arahan/pedoman bagi sektorsektor terkait untuk
bertindak /melaksanakan kegiatan tanggap darurat . kebijakan
bersifat mengikat karena dalam penanganan darurat diberlakukan

kesepakatankesepakatan yang harus dipatuhi oleh semua pihak .


salah satu contoh kebijakan adalah penetapan lamanya tanggap
darurat yang akan dilaksanakan. Dan layanan perawatan
/pengobatan gratis bagi korban bencana.
89.
Sedangkan Strategi penanganan bencana/kedaruratan
dilaksanakan oleh masing-masing sektor sesuai sifat/karakter bidang
tugas sektor, strategi bertujuan efektivitas pelaksanaan kebijakan.
90.
Untuk langkah perencanaan dilakukan beberapa langkah,
Langkah pertama dalam perencanaanan sektoral adalah
mengidentifikasi kegiatan semua kegiatan untuk pengananan
kedaruratan harus teridenntifikasi agar semua permasalahan dapat
tertangani secara tutas, tidak terdapat kegaitan yang tumpang tindih
dan ada kegiatan pemnting yang tertinggal.
91.
Para pelaksanaan penyusunan rencana kontijensi tergabung
dalam sektor-sektor ( misalnya : managment dan koordinasi,
efakuasi , pangan dan non pangan , kesehatan , transportasi, sarana
atau prsarana) .
92.
Situasi sektor merupakan gambaran kondisi pada saat
kejadian yang dimaksudkan untuk mengantisipasi tingkat kesulitan
dalam penanganan darurat dan upaya-upaya yang harus dilakukan
sasaran sektor dimaksudkan sebagai sasaran-saran yang akan dicapai
dalam penanganan bencana atau kedaruratan sehingga masyarakat
atau korban bencana dapat ditangani secara maksimal.
93.
Kegiatan sektor adalah kegiatankegiatan yang akan
dilaksanakan selama kedaruratan untuk memastikan bahwa para
pelaku yang tergabung dalam sektor dapat berperan aktif.
94.
Identifikasi pelaku kegiatan, pelaku penanganan darurat
yang tergabung dalam sektor-sektor berasal dari berasal dari unsur
baik pemerintah dan non pemerintah, termasuk masyarakat luas .
95.
Waktu pelaksanaan kegiatan oleh sektor-sektor adlah
sebelum atau menjelang kejadian bencana, sesaat setelah bencana,
dan setelah bencana atau setiap saat diperlukan .
96.
Langkah selanjutnya adalah membuat proyeksi kebutuhan
oleh tiap-tiap sektor yang mengacu pada kegiatan-kegiatan sektor
tersebut diatas. Kebutuhan tiap sektor dipenuhi dari ketersediaan

10

sumberdaya sektor dari kebutuhan dan ketersediaan sumberdaya,


terdapat kesenjangan atau kekurangan sumberdaya yang harus
cicarikan jalan keluarnya dari berbabgai sumber, antara lain.
Sumberdaya atau potensi masyarakat setempat (pemerintah
dengan pemerintah).
Sumberdaya atau potensi daerah (kabupaten/kota yang
berdekatan)
Sumberdaya atau potensi dari level pemerintahan yang lebih
tinggi ( provinsi atau nasional).
Kerjasama dengan berbagai pihak, baik unsur pemerintah
maupun non pemerintah , bia berbentuk momarendum of
understending ( MOU) , stanby kontak , meminjam , atau
kerjasama dalam bentuk lain.
Bantuan masyarakat internasional yang sah dan tidak
97.

mengikat ( bersifat melengkapi)


Oleh karena proyeksi kebutuhan bukan merupakan

penyususnan anggaran proyek, maka wajib memprioritaskan


sumberaya atau potensi lokal dalam hal kondisi terpaksa atau tidak
memungkinkan , maka pengadaan barang-barang kebutuhan dapat
dilakukan. Setelah tanggap darurat selesai, semua barang-barang
kebutuhan dapat dilakukan. Setelah tanggap darurat seelesai, semua
barang-barang atau peralatan yang sifatnya Tidak habis dipakai
yang menjadi kewenangan atau tanggung jawab, atau dalam
penguasaaan atau pengelolaan instansi pememrintah menjadi barang
inventaris negara, atau pemerintah. Sedangkan barang-barang habis
dipakai dalam hal-hal terdapat kelebihan dapat disalurkan sesuai
dengan praturan perundang-undangan.
98.
3.3 Singkronisasi perencanaan Sektoral dalam penyusunan kegiatan
pembangunan
99.
Dari hasil perencanaan sektoral tersebut datas semua
kegiatan atau pekerjaan yang dilakukan oleh sektor-sektor
diharmonisasi atau diintegrasikan kedalam rencana kontijensi . hal
ini dapat dilakukan melalui rapat koordinasi , yang dipimpin oleh
gubernur, bupati /walikota. Atau pejabat yang ditunjuk . tujuannya

11

adalah untuk mengetahui siapa melakukan apa agar tidak terjadi


tumpang tindih kegiatan, hasilnya adalah berupa rencana kontijensi
berdasarkan kesepakan atau konsensus dari rapat koordinasi lintas
pelaku , lintas fungsi dan lintas sektor.
100. Rencana kontijensi disahkan atau ditndatangani oleh
pejabat yang berwenang, yakni Gubernur untuk untuk daerah
provinsi , bupati/walikota ( untuk daerah kabupaten/kota) dan
menjadi dokumen resmi dan siap untuk dilaksanakan menjadi
rencana operasi tanggap darurat ( melalui kaji cepat) apabila
sewaktu-waktu terjadibencana. Selanjutnya rencana kontijensi
tersebut disampaiakan juga ke legislatif untuk mendapatkan
komitmen atau dukungan politik dan mengalokasikan anggaran.
101. Setelah proses penyusunan rencanan kontijensi dan
dihimpun dalam suatu dokumen resmi , tahap selanjutnya adalah
perlu ditndaklanjuti dengan berbagai kegiatan atau langkah-langkah
yang diperlukan untuk menghadapi kejadian bencana.
102. Pelaksanaan tidak lanjut tersebut, menuntut peran aktif
masing-masing sekot yang juga memerlukan koordinasi dan
kerjasama yang baik. Dan untuk menguji ketepatan kontijensi yang
diubuat maka perlu dilakukan uji coba dalam bentuk simulasi atau
gladi. Dalam gladi ini diusahakan supaya besaran dan skalanya
mendekati peristiwa atau kejadian yang diskenariokan. Apa bila
tidak memungkinkan maka dapat diambil sebagian dari luas yang
sesungguhnya.
103.
104.
Setelah selesai penyususnan rencanan kontijensi terdapat
dua kemungkinan , yaitu terjadi bencana atau tidak terjadi bencana.
1. Apabila terjadi bencana
105. Jenis bencana yang terjadi sama atau sesuai sejenis
ancaman sebagai mana diperkirakan sebelumnya, maka rencanan
kontijensi sudah diaktifasi atau diaplikasikan menjadi rencana
operasi tanggap darurat. Rencana operasi tersebut menjadi
pedoman bagi posko untuk penanganan darurat , yang didahului
dengan kaji cepat untuk penyesuaiaan data dan kebutuhan
sumberdaya.
12

106. Langkah pertama yang harus dilakukan apabila terjadi


bencana antara lain rapat koordinasi segera setelah terjadi
bencana , dengan mengaktivasi pusat pengendali operasi
( PUSDALOPS)menjadi posko , Penetapan dan pengiriman tim
reaksi cepat (TRC) kelapangan untuk melakukan pertolongan,
penyelamatan dan evakuasi serta kaji cepat ( Quick assesment)
untuk pendataan korban kerusakan atau kerugian, kebutuhan dan
kemampuan sumberdaya serta prediksi perkembangan kondisi
kedepan. Hasil kerja TRC menjadi acuan untuk melakukan
tanggap darurat dan pemulihan darurat prasaran dan sarana
fital .dan Pelaksanaan operasi tanggap darurat, dimana Sektorsektor yang sudah diberntuk segera melaksanakan tugas tanggap
darurat sampai dengan kondisi darurat pulih atau kembali
kekondisi normal.
107. Langkah Kedua dilakukan adalah Evakuasi berkala atau
rutin terhadap pelaksanaan operasi tanggap darurat, dengan
mendiskripsikan Pemecahan masalah-masalah yang dihadapi
dan keputusan terhadap perpanjangan dan pernyataan resmi
berakhirnya.tanggap darurat.
108. Perpanjangan masa tanggap darurat ( jika diperlukan )
2. Apabila tidak terjadi bencana
109.
Apabila waktu kejadian bencana yang diperkirakan
telah terlampaui (tidak terjadi bencana) , maka rencana kontijensi
dapat diberlakukan atau diperpanjang untuk periode atau kurun
waktu berikutnya.
110.
Apabila setelah melalui kaji ulang dan
perpanjangan masa berlaku ternyata tidak terjadi bencana,
rencana kontijensi dapat di deaktivasi ( dinyatakan tidak berlaku)
. dengan pertimbangan bahwa potensi bencana tidak lagi menjadi
ancaman.
111.

Rencana kontijensi yang telah dideaktvasi dapat

diaktifkan kemabali setiap saat ( aktivasi ) jika diperlukan . atau


dapat juga rencana kontijensi diturunkan statusnya menjadi
rencana penaggulangan bencana dengan catatan bahwa rencana

13

kontijensi yang bersifat single hazard ( satu jenis ancaman)


menjadi rencana kesiapan yang bersifat multi hazards ( lebih dari
satu jenis ancaman).
112.
3. Refrensi
113.Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). 2011. Panduan
Perencanaan Kontinjensi Menghadapi Bencana. Jakarta.
114. Childs, Donna R. & Dietrich, Stegan. 2002. Contingency Planning and
115.
Disaster Recovery : A Small Business Guide. John Wiley & Sons,
Inc. New Jersey. Diunduh dari www.free-books.us.to pada 10 Mei 2012.
116.Cabinet Office. 2012. Emergency Preparedness. Diunduh dari
http://www.cabinetoffice.gov.uk/resource-library/emergency-preparedness
pada tanggal 23 Mei 2012.
117.

http://bpbd.jakarta.go.id/article/detail/70 Diakses pada tanggal 19


maret 2016 pukul 07.00

118.
4. Soal
1. Suatu keadaan atau situasi yang diperkirakan akan segera terjadi, tetapi
mungkin juga tidak akan terjadi. Adalah pengertian dari
a. Mitigasi
b. Contingency planning
c. Kontinjensi
d. Kesiapsiagaan
e. Rehabilitasi
2. Suatu kegiatan persiapan umum untuk manajemen resiko, adalah maksud
dari
a. IRP
b. Incident Response Planning
c. DRP
d. BCP
e. Bussiness Impact Analysis
3. Berfokus pada pemulihan operasi pada area utama setelah bencana terjadi
(pemulihan), adalah maksud dari
a. Disaster Recovery Planning
b. BCP
c. Incident Response Planning
d. Business Impact Analysis
e. BIA
4. Berfokus pada tanggapan atau respon pertama kali saat menghadapi suatu
peristiwa tidakt erduga, adalah pengertian dari
14

a. BIA
b. Incident Response Planning
c. DRP
d. BCP
e. Contingency
5. Memfasilitasi pembentukan operasi di sebuah situs alternative, rencana
yang mengarah pada kelanjutan yang akan ditempuh setelah kejadian
terjadi dengan mempertimbangkan, adalah pengertian dari
a. Incident Response Planning
b. Business Continuity Planning
c. IRP
d. DRP
e. BIA
6. Terdapat lima aspek yang terkena dampak bencana, yang bukan termasuk
dalam lima aspek tersebut adalah..
1. Kehidupan
2. Ekonomi
3. Prasarana
4. Kesehatan
7. Untuk merencanakan perencanaan kontigensi yang mengacu pada
komponen di dalamnya, maka dibentuklah 4 tim respon. Yang teremasuk
dalam 4 tim tersebut adalah
1. Tim Perencanaan Kontigensi
2. Tim Pemulihan insiden
3. Tim Pemulihan dari bencana
4. Tim PemulihanKontingensi
8. kota yang memiliki berbagai risiko bencana yang dinilai penting untuk
menyusun rencana kontinjensi prosedural adalah
a. Surabaya
b. Kalimantan
c. Madura
d. Jakarta
e. Banjarmasin
9. Perencanaan kontinjensi sebagai proses untuk menentukan prosedur
operasional dalam merespon kejadian khusus atau risiko berdasarkan pada
sumberdaya dan kapasitas yang dimiliki dan memenuhi syarat sehingga
respon bisa dilakukan secara tepat waktu, efektif, dan sesuai.
Adalahdefinisidari..
a. United Nation Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR)
b. The Inter-Agency Standing Committee (IASC)
c. The International Federation of Red Cross and Red Crescent
(IFRC)
d. Contingency
15

e. Incident Response Planning


10. Perencanaan kontinjensi sebagai proses manajemen yang menganalisis
potensi kejadian atau sistuasi tertentu yang bisa mengancam masyarakat
atau lingkungan dan proses menetapkan pengaturan awal, agar mampu
merespon ancaman tersebut secara tepat waktu, efektif, dan sesuai. Adalah
definisidari
a. United Nation Office for Disaster Risk Reduction (UNISDR)
b. The Inter-Agency Standing Committee (IASC)
c. The International Federation of Red Cross and Red Crescent (IFRC)
d. Contingency
e. Incident Response Planning
119.

16

Anda mungkin juga menyukai