0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
5 tayangan1 halaman
Obat-obat antagonis reseptor H2 umumnya ditoleransi dengan baik namun dapat menyebabkan efek samping ringan seperti diare, pening, dan ruam pada 1-2% kasus. Efek samping lebih berat seperti disfungsi sistem saraf pusat, efek endokrin seperti ginekomastia, dan gangguan darah dapat terjadi pada penggunaan cimetidine dosis tinggi atau jangka panjang, meskipun jarang. Penggunaan
Obat-obat antagonis reseptor H2 umumnya ditoleransi dengan baik namun dapat menyebabkan efek samping ringan seperti diare, pening, dan ruam pada 1-2% kasus. Efek samping lebih berat seperti disfungsi sistem saraf pusat, efek endokrin seperti ginekomastia, dan gangguan darah dapat terjadi pada penggunaan cimetidine dosis tinggi atau jangka panjang, meskipun jarang. Penggunaan
Obat-obat antagonis reseptor H2 umumnya ditoleransi dengan baik namun dapat menyebabkan efek samping ringan seperti diare, pening, dan ruam pada 1-2% kasus. Efek samping lebih berat seperti disfungsi sistem saraf pusat, efek endokrin seperti ginekomastia, dan gangguan darah dapat terjadi pada penggunaan cimetidine dosis tinggi atau jangka panjang, meskipun jarang. Penggunaan
Obat-obat antagonis reseptor H2 ditoleransi dengan sangat baik dan efek
sampingnya efek hanya terjadi pada 1-2% kasus. Efek yang paling sering terjadi adalah diare, pening, mengantuk, sakit kepala, dan ruam. Efek samping lainnya termasuk sembelit, muntah, arthalgia. Cimetidine dikaitkan dengan terjadinya efek samping yang paling sering, sedangkan nizatidine diduga mempunyai efek samping paling sedikit. Efek-efek lain yang jarang terjadi tetapi lebih berat, dibahas berikut ini. a. Disfungsi system saraf pusat : bicara kurang jelas, delirium, dan bingung paling sering terjadi pada pasien lanjut usia. Efek-efek tersebut sering dihubungkan dengan penggunaan Cimetidine. b. Efek-efek endokrin : Cimetidine berikatan dengan reseptor androgen dan pada penggunaannya dilaporkan terjadinya efek antiandrogenik seperti ginekomastia (pada pria) dan galaktorea (pada wanita). Selain itu, dapat terjadi penurunan jumlah sperma dan impotensi yang reversible pada penggunaan cimetidine dosis tinggi. Efek-efek tersebut jarang terjadi pada penggunaan yang tidak lebih dari 8 minggu. c. Diskrasia darah : terapi cimetide dihubungkan dengan terjadinya granulositopenia, trombositopenia, neutropenia dan bahkan anemia aplastik, walaupun sangat jarang. d. Toksisitas hati : efek kolestasis yang reversible penggunaan cimetidine. Hepatitis yang reversible, dengan atau tanpa jaundice, pernah dilaporkan pada penggunaan ranitidine. Terjadi ketidaknormalan yang bersifat reversible pada pemeriksaan enzim hati yang disebabkan oleh penggunaan famotidine dan nizatidine. e. Kehamilan dan ibu menyusui : penelitian tidak membuktikan efek yang membahayakan pada janin pada penggunaan antagonis reseptor H2 pada wanita hamil. Tetapi obat tersebut dapat melewati plasenta, sehingga hanya diberikan apabila benar-benar diperlukan. Keempat obat tersebut disekresi melalui air susu ibu sehingga dapat mempengarhi bayi yang sedang menyusui.