Anda di halaman 1dari 2

Berikut ini adalah liputan berita media mengenai kebutuhan tembaga di Indonesia per

tahunnya dan juga un. tuk beberapa tahun yang akan datanPemerintah Indonesia memperkirakan
angka kebutuhan tembaga nasional 10 tahun mendatang akan mencapai 1,68 juta ton per tahun.
Dengan proyeksi produksi tembaga pada 2025 di angka 1,3 juta ton, itu artinya masih terdapat
gap sebanyak 300 ribu ton per ton per tahun. "Tahun ini saja kebutuhan tembaga nasional untuk
industri hilir mencapai 0,78 juta ton. Karena saat ini produksi PT Smelting hanya 300 ribu ton,
jadi masih ada kekurangan," ujar Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), R. Sukhyar di Jakarta, Rabu (18/2).
Untuk menutupi kebutuhan tembaga nasional, Sukhyar bilang, pemerintah akan terus
mendorong perusahaan pemegang Kontrak Karya (KK) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP)
untuk membangun smelter sesuai dengan amanat UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan
Mineral dan Batubara. Disamping itu, ia pun berharap para pelaku usaha pemegang IUP bisa
memasok konsentrat tembaganya ke smelter-smelter yang sedianya akan dibangun dalam waktu
dekat. Hal tersebut mengingat, untuk menghasilkan 1,68 juta ton tembaga murni dibutuhkan
pasokan konsentrat mencapai 5,15 juta ton per tahun. "Kita berharap pasokan itu bisa dari
Sulawesi atau daerah-daerah lain. Kan sekarang ada rencana pembangunan smelter Freeport dan
Given di Papua," katanya. Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, saat ini terdapat sedikitnya
dua smelter tembaga yang dibangun oleh PT Freeport Indonesia di Gresik dengan kapasitas 2
juta ton konsentrat dan Smelter Given yang dibangun pemerintah daerah Mimika dengan
kebutuhan konsentrat mencapai 900 ribu.
Selain itu, PT Smelting pun berencana menambah kapasitas pasokan konsentratnya
mencapai 2 juta ton dari 1,2 juta ton per tahun. Berangkat dari hal tersebut, ia pun meminta agar
para pelaku usaha bisa memasok konsentratnya ke smelter-smelter yang akan dibangun. "Kalau
lihat produksi (konsentrat) 2018 paling rendah di 2,2 juta ton dan 1,2 juta tonnya sudah diambil
Smelting Gresik, berarti masih ada (kelebihan) 1 juta ton kan. Karena Freeport mau bangun
smelter 2 juta ton berarti masih ada yang idle. Ini belum termasuk ekspansi 2 juta ton dari
Smelting Gresik," pungkasnya Kebutuhan produk mineral dan sampingan yang dihasilkan pabrik
pengolahan (smelter) di Tanah Air terus meningkat seiring dengan penambahan kapasitas
produksi industri hilir untuk memenuhi permintaan pasar. Oleh karena itu, pembangunan smelter
harus dipercepat.
Menurut Ketua Asosiasi Pabrik Kabel Indonesia Noval Jamalullail dalam seminar bertema
"Interdependensi Antara Industri Hulu Pertambangan dengan Industri Hilir Manufaktur", Kamis
(14/11), di Jakarta, prospek industri kabel di Indonesia cukup bagus seiring dengan
meningkatnya permintaan kabel di dalam negeri, terutama untuk kelistrikan dan telekomunikasi.
Sejauh ini industri kabel memproduksi beragam jenis kabel, antara lain kabel telepon tembaga,
kabel tegangan rendah tembaga dan aluminium, serta kabel serat optik. Bahan baku utamanya
adalah tembaga (katoda Cu) dengan pemasok utama PT Smelting Gresik dan impor serta
aluminium, terutama dipasok PT Indonesia Asahan Aluminium (PT Inalum) dan diimpor.
Menurut Noval, industri kabel di Indonesia maju pesat yang ditandai dengan terus bertambahnya
jumlah pabrik kabel. Total kapasitas produksi juga meningkat dari 500.000 ton pada 2012
menjadi 550.000 pada 2013. Rinciannya, kapasitas produksi kabel tembaga naik dari 350.000 ton

tahun lalu menjadi 380.000 ton pada 2013 dan kapasitas produksi kabel aluminium naik dari
150.000 ton tahun lalu menjadi 170.000 ton tahun ini.
Direktur Utama PT Petrokimia
Gresik Hidayat Nyakman menjelaskan, sulfur diperlukan dalam asam sulfat untuk menghasilkan
pupuk. Total kebutuhan asam sulfat PT Petrokimia Gresik 1,71 juta ton per tahun yang dipenuhi
dari produksi sendiri 550.000 ton per tahun, PT Smelting 980.000 ton per tahun, dan impor
180.000 ton per tahun. Ke depan, total kebutuhan diperkirakan naik menjadi 3,14 juta ton per
tahun, sebanyak 980.000 ton di antaranya akan dipenuhi PT Smelting.Untuk itu, Hidayat
menyatakan, pihaknya telah menyediakan lahan 30 hektar dan pelabuhan bagi investor yang
hendak membangun pabrik pengolahan. "Ada dua perusahaan yang berminat dan saat ini sedang
melaksanakan studi kelayakan. Kami sedang mempertimbangkan apakah lahan akan dikonversi
menjadi kepemilikan saham dalam smelter atau sebatas menyewakan lahan bagi investor. Ini
untuk menjamin bahan baku bagi kami," ujar Hidayat.
Presiden Direktur PT Smelting
Makoto Miki menyatakan, implementasi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral
dan Batubara yang melarang ekspor bijih mineral pada awal 2014 mengancam kelangsungan
operasi industri hilir manufaktur. Jika Pemerintah Indonesia melarang ekspor untuk anode slime,
yaitu produk sampingan yang dihasilkan dalam proses peleburan dan pemurnian tembaga, PT
Smelting tidak akan bisa terus beroperasi.
Pada kesempatan sama, Ketua Tim Satuan Tugas Hilirisasi Mineral Kamar Dagang dan
Industri Indonesia Didie Soewondho menyatakan, untuk menghadapi larangan ekspor bijih
mineral pada awal 2014 sesuai UU Mineral dan Batubara, pihaknya melaksanakan pemutakhiran
data berdasarkan kontrak karya dan izin usaha pertambangan. Hal ini untuk mengetahui kesiapan
pelaku usaha dalam membangun pengolahan di dalam negeri. Oleh karena itu, kami memiliki
keinginan untuk membangun sebuah perusaahaan smelter untuk memenuhi kebutuhan tembaga
terutama di tingkat nasional ..

Anda mungkin juga menyukai