Anda di halaman 1dari 9

Rekristalisasi adalah proses memurnikan senyawa organik yang

memanfaatkan prinsip perbedaan kelarutan. terhadap suatu pelarut atau


campuran pelarut pada suhu ruangan dan pada suhu yang lebih tinggi. .
Proses rekristalisasi dapat melarutkan pengotor dan dapat melarutkan zat
yang ingin dimurnikan, namun pelarut yang baik tidak melarutkan
pengotor sehingga pengotornya tertinggal. Kelarutan suatu pengotor
terhadap pelarut bergantung pada jenis pelarutnya. Penguapan juga
dapat dilakukan untuk menghilangkan pengotor.
Beberapa karakteristik yang diinginkan untuk pelarut
digunakan dalam proses rekristalisasi adalah sebagai berikut :

yang

Tidak boleh bereaksi secara kimia dengan senyawa yang akan


dimurnikan.
Memiliki kemampuan yang besar untuk melarutkan senyawa yang
akan dimurnikan pada suhu tertentu dan memiliki kekuatan melarut
yang dapat dibandingkan pada suhu laboratorium.
Harus dapat melarutkan pengotor secara sempurna dan
menyeluruh.
Harus dapat membentuk kristal yang baik pada senyawa yang
dimurnikan.
Harus dapat dipisahkan dengan mudah dari kristal senyawa yang
dimurnikan menggunakan titik didih pelarut yang relatif rendah.
Memiliki titik didih yang sesuai supaya proses pemanasan berjalan
lancer

Pada percobaan ini menggunakan lima pelarut dan satu pelarut


campur yaitu, air, ethanol 96%, hexana, toluen, aseton dan campuran air
dan ethanol. Asam benzoat larut dalam air panas, alkohol, eter, benzena,
kloroform, aseton, karbon disulfida, minyak terpentin, karbon tetraklorida,
dan minyak atsiri lainnya. Asam benzoat memiliki kelarutan dalam air
sebesar 3.4 mol/L pada suhu 25C, dalam THF sebesar 3.37 mol/L, dalam
etanol sebesar 2.52 mol/L, dan dalam metanol sebesar 2.82 mol/L.
Pada proses rekristalisasi ini tahap yang petama dari rekristalisasi adalah melarutkan
senyawa asam benzoat pada pelarut yang sesuai. Prinsip dari pelarutan senyawa ini
menggunakan teori yang sering disebut like dissolve like. Teori ini berdasarkan tingkat
kepolaran suatu senyawa dan palrutnya atau koefisien dielektrik nya. Setiap yang bersifat
polar hanya dapat larut dalam pelarut polar, demikian juga yang setiap yang non polar hanya
akan larut dalam pelarut non polar. Untuk yang semi polar tentunya menyesuaikan dengan
ukuran kepolaran yang dimilikinya. Bahan yang ionik tentunya juga lebih larut dalam pelarut
polar. Aplikasi prinsip ini dalam kehidupan sehari-hari biasanya digunakan pada proses pencucian.

Untuk membersihkan kotoran yang polar menggunakan pelarut polar dan membersihkan kotoran
non polar juga menggunakan pelarut non polar. Pada pencucian dengan menggunakan air yang
bersifat polar juga dapat digunakan untuk membersihkan kotoran yang non polar, caranya adalah
dengan menggunakan sabun atau deterjen. Bahan ini memiliki sifat sebagai surfaktan ( surface
active agent) karena strukturnya yang memiliki situs polar dan non polar pada ujung-ujungnya.

Kemudian apabila diperlukan ditambahkan senyawa karbon aktif. Tujuan


penambahan karbon aktif adalah
mengadsorbsi pengotor yang ada pada zat. Namun biasanya karbon aktif
ditambahkan apabila zatsebelum dimurnikan berwarna tidak sesuai
dengan yang seharusnya. Di percobaan inikristal asam benzoat yang
belum dimurnikan berwarna putih seperti dekripsimonografi dalam
farmakope, sehingga tidak perlu ditambahkan karbon akif.
Pengotor atau kontaminan dari senyawa organik berasal dari :
Langkah selanjutnya adalah penyaringan larutan senyawa organik menggunakan
kertas saring. Tujuan dari penyaringan ini adalah menyaring kotoran yang tidak larut pada
proses pemanasan sehingga dapat tertinggal di kertas saring. Prinsip pada penyaringan ini
adalah menggunakan gaya grafitasi sehingga filtrat turun ke bawah dan ditampung pada
wadah tertentu. Selain itu, pada penyaringan menggunakan corong dan kertas saring ini, hasil
yang digunakan adalah filtrat / cairan bukan padatan nya.
Kemudian adalah proses pendingin menggunakan es atau air es. Proses pendinginan
ini bertujuan untuk membentuk kristal. Kristalisasi dapat diartikan sebagai suatu teknik yang
digunakan

dalamkimia

Kristalisasidilakukan

untuk

berdasarkan

memurnikan
pada

senyawa

prinsip

dalam

kelarutan,

yakni

bentuk

padatan.

suatu

senyawa

akancenderung lebih cepat larut di dalam cairan panas apabila dibandingkansenyawa tersebut
berada dalam cairan dingin. Pembentukan kristal dapat terjadi melalui beberapa cara :
Kondisi lewat jenuh untuk suatu larutan seperti larutan gula atau garam - Kondisi
lewat dingin untuk suatu cairan atau lelehan (melt) seperti air atau lemak. Untuk
membentuk kristal, fase cairan (liquid) harus melewati kondisi kesetimbangan
dan menjadi lewat jenuh (untuk larutan) atau kondisi lewat dingin (untuk
lelehan). Kondisi tersebut dapat tercapai melalui pendinginan di bawah titik
leleh suatu komponen (misalnya air) atau melalui penambahan sehingga dicapai
kondisi lewat jenuh (misalnya garam dan gula).
Kondisi jenuh, lewat jenuh, super jenuh

Tahapan kristalisasi 1. SUPERSATURATED STATE kondisi larutan lewat jenuh 2.


NUCLEATION pembentukan inti kristal dari larutan jenuh tersebut 3. GROWTH
pertumbuhan/perkembangan

molekul

kristal

dari

fase

nucleation

hingga

mencapai keseimbangan (Equilibrium state).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal adalah :


1. Derajat lewat jenuh.
Makin tinggi derajat lewat jenuh, maka makin besar kemungkinan untuk
membentuk inti baru. Sehingga makin cepat untuk membentuk kristal.
2. Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari kristal yang ada.
Jika kecepatan pembentukan kristal tinggi, maka jumlah inti yang dihasilkan ke
dalam bentuk kristal akan semakin banyak. Semakin luas permukaan total kristal, maka
semakin banyak larutan yang ditempatkan pada kisi kristal.
a. Pergerakan antara Larutan dan Kristal
Transportasi molekul atau ion dalam larutan (bahan yang akan dikristalisasi)
dalam larutan ke permukaan kristal dengan cara difusi dapat berlangsung semakin cepat
jika derajat lewat jenuh dalam larutan akan semakin besar.
b. Banyaknya Pengotor
Adanya pengotor akan memperlambat kecepatan untuk membentuk kristal. Pada
metode penguapan, pembentukan kristal lebih lama dibanding dengan metode
pegendapan.

(Handojo, 1995)
Pengaruh Penurunan Suhu pada Proses Terjadinya Kristal
a.

Bila penurunan suhu berjalan dengan cepat maka kecepatan tumbuh inti

kristal

lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan kristal sehingga kristal yang diperoleh
kecil, rapuh, dan banyak.
b. Bila penurunan suhu dilakukan secara perlahan, maka kecepatan pertumbuhan
kristal lebih cepat daripada kecepatan pertumbuhan inti kristal sehingga kristal yang
dibebaskan besar-besar, liat, dan elastis
(Austin,1986)

Pada pembentukan kristal terkadang sulit untuk membentuk kristal, oleh karena itu
perlu digunakan induksi atau perlakuan untuk mempercepat pembentukan kristal yaitu :
Proses pembentukan kristal dapat dipercepat dengan penggoresan dinding wadah
dengan batang pengaduk. Hal ini ditujukan untuk membentuk daerah bermuatan negatif
akibat penggoresan sehingga molekul kristal aspirin yang bermuatan positif tertarik ke
daerah tersebut dan bersatu membentuk kristal.
Tahap terakhir adalah pemisahan kristal dengan pengotornya menggunakan
corogng bicner dan kertas watman. BUCHNER & WHATMAN
metode pemisahan endapan dari pelarutnya atau cairan dari residunya dengan cara
menyedot udara di dalam corong dengan pompa vakum sehingga tekanan di
dalamnya lebih kecil daripada yang di luarnya, yaitu hampir sama dengan nol dan air
yang ada di dalam corong dapat menetes serta menghasilkan filtrat yang lebih banyak
dan residu dapat tetap ditinggalkan di dalam corong tersebut. Biasanya diletakkan pula
kertas penyaring (Whatman) yang diameternya sama dengan diameter corong agar
tingkat kemurnian residu yang dihasilkan lebih besar dalam waktu singkat.
Corong Buncher merupakan alat penyaringan vakum, biasanya
digunakan untukmenyaring bahan dalam jumlah yang cukup banyak
dalam

waktu

yang

singkat.

Prinsip

dari penyaring vakum ini yaitu menyaring padatan dari larutannya den
gan menurunkan tekanandidalam

sistem

sehingga

tekanan

diluar

sistem menjadi lebih besar sehingga larutan menjaditertarik kedalam


sistem dengan lebih cepat (Basset, 1991)

Hasil sintesis organik pada umumnya bercampur dengan


pelarut

dan

mengandung senyawa

lain yangtidak diinginkan. Pemisahan


antara

lain

dapat

hasil

dilakukan

sintesis

tersebut

melalui beberapa

metode.Filtrasi merupakan metode yang digunakan untuk


memisahkan

pengotor

hasil

sintesis

berupa

padatan

menggunakan penyaring. Filtrasi dalam skala laboratorium

biasa dilakukan menggunakan kertas saring, penyaring Hirsch


dan Buchner (Vogel, 1989).
Ekstraksi pelarut juga dapat digunakan untuk memisahkan
komponen dan menghilangkan pengotor dari suatu campuran
(Adam, 1963). Metode ini didasarkan pada kelarutan komponen
dalam pelarut, sehingga membutuhkan pemilihan pelarut yang
sesuai. Pelarut yang dipilih bergantung pada kelarutan zat yang
akan diekstraksi dan kemudahan untuk dipisahkan dari zat
terlarut (Vogel,

1989). Ekstraksi

pelarut

dilakukan

dengan

mengocok campuran yang akan dipisahkan menggunakan


pelarut yang sesuai dalam corong pisah. Eter merupakan
pelarut yang baik untuk senyawa organik dan memiliki titik
didih rendah sehingga mudah dipisahkan dari zat terlarut
(Norris,

1924). Hasil

ekstraksi biasanya dikeringkan terlebih

dahulu melalui
kontak langsung dengan zat padat pengering. Pemilihan penger
ing diatur

berdasaran pertimbanganpengering

tidak berinteraksi kimiawi dengan hasil


sintesis (seperti polimerisasi, reaksi kondensasi, auto-oksidasi),
dapat menyerap

air

dengan

cepat, memiliki

kapasitas

pengeringan yang efektif dan ekonomis(Vogel, 1989).


Adapun pemurnian senyawa organik padat dapat dilakukan
dengan rekristalisasi dengan pelarut yang didasarkan pada
prinsip kelarutan. Zat-zat yang direkristalisasi dilarutkan dalam
pelarut pada suhu tinggi, dihilangkan pengotornya, disaring
untuk menghilangkan residu yang tak larut dan didinginkan.
Kristal yang terbentuk kemudian disaring pada tekanan rendah,
dicuci dan dikeringkan (McKee, 1997). Pemilihan pelarut
merupakan hal yang penting dalam rekristalisasi. Kriteria
pelarut

yang

baik

melarutkan senyawa
dan sulit

untuk
yang

rekristalisasi

adalah

dimurnikan pada

melarutkan pada suhu

suhu

mudah
tinggi
rendah,

menghasilkan kristal dengan

baik

dari

senyawa

yang

dimurnikan, mudah dipisahkan dari senyawa yang dimurnikan


(memiliki titik didih yang relatif rendah) dan tidak bereaksi
dengan senyawa yang dimurnikan(Vogel, 1989).
Selain rekristalisasi, kromatograf juga sering digunakan
untuk

memurnikan

senyawa

organik

padat.

Kromatografi

biasanya terdiri dari fasa diam dan fasa gerak. Fasa gerak yang
membawa komponen dari campuran melewati fasa diam,
sedangkan fasa diam tersebut akan berinteraksi dengan
senyawa-senyawa

yang

berbeda-beda

dipisahkan

dengan

(Bresnick,

afinitas

yang

2003). Kromatograf

kolom merupakan metode kromatografi klasik yang masih


banyak

digunakan.

Kromatografi

kolom

digunakan

memisahkansenyawa-senyawa dalam jumlah

untuk

yang banyak

berdasarkan daya adsorpsi dan partisi. Adsorben yang umum


digunakan adalah silika gel, alumina, selulosa dan karbon
aktif. Fasa gerak (eluen) pada kromatografi kolommelalui fasa
diam

(adsorben)

campuran

akan

yang

berada

terpisah

dalam

membentuk

kolom,

sehingga

pita-pita

karena

(KLT) merupakan

proses

perbedaan sifat kepolaran (Gritter, 1991).


Kromatograf

lapis

tipis

pemisahan dan pemurnian yang didasarkan pada perbedaan


adsorpsi dan daya partisi serta kelarutan dari komponenkomponen kimia yang bergerak mengikuti kepolaran eluen.
Adsorben yang umum digunakan adalah silika gel dan alumina.
Sedangkan partisi adalah kelarutan tiap-tiap komponen kimia
dalam cairan pengelusi (eluen) dimana arah gerakannya
disebabkan oleh interaksi komponen dengan eluen sehingga
komponen kimia dapat bergerak dengan kecepatan yang
berbeda-beda

dan

menyebabkan

terjadinya

pemisahan

(Hostettmann et al., 1995). Campuran yang akan dipisahkan


dengan KLT dilarutkan pada suatu pelarut yang sesuai, lalu

ditotolkan pada bagian bawah plat KLT menggunakan pipa


kapiler dan dikeringkan. Plat selanjutnya dielusi dalam suatu
bejana yang berisi sistem pelarut yang jenuh dengan uap
eluen. Pelarut kemudian naik hingga bagian tertentu dari plat
selanjutnya dikeringkan. Proses penampakan noda pada plat
KLT

dapat

dilakukan

dengan

penyinaran

dengan

sinar

ultraviolet, uap iodin atau dengan penyemprotan menggunakan


senyawa kimia tertentu, misalnya 2,4-dinitrofenilhidrazin dan
ninhidrin (Gritter et al., 1991). Kemurnian senyawa dapat
diketahui dari bentuk noda pada plat, jika noda yang tampak
berupa noda tunggal, maka senyawa tersebut sudah tidak
bercampur dengan senyawa lainnya. Uji kemurnian dengan
metode ini harus dilakukan pada berbagai eluen yang berbeda
(Poole dan Salwa, 1991).
Titik leleh merupakan salah satu sifat fisik padatan yang
dapat digunakan untuk menguji kemurniannya.Penentuan titik
leleh ditentukan dari pengamatan trayek lelehannya, dimulai
saat

terjadinya

pelelehan,transisi

padat-cair,

sampai

seluruh padatan mencair. Senyawa organik murni umumnya


memiliki titik

leleh

yang

tajam,

yaitu

rentang titik leleh tidak melebihi sekitar 0,5oC (Vishnoi, 1996).


Pengotor dalam jumlah sedikit dapat memperlebar trayek titik
leleh dan menyebabkan suhu awal terjadinya pelelehan lebih
rendah atau tinggi dari pada titik leleh senyawa murninya
(Sudjadi, 1988).
Prosedur
Serbuk zat yang ingin dimurnikan ditempatkan didalam tabung reaksi.
Kemudian zat dilarutkan dengan pelarut dengan jumlah yang sangat sedikit. Apabila
dengan pelarut yang sangat sedikit tersebut zat bisa terlarut, maka zat ditambahkan
lagi sampai terdapat endapan. Perbandingan antara jumlah pelarut dan zat terlarut
dicatat. Setelah itu, larutan ini dididihkan untuk membantu melarutkan zat yang
belum terlarut sehinga terbentuk larutan superjenuh. Jika masih ada zat yang tidak

larut sampai larutan sudah mendidih, maka pelarut tersebut tidak bisa digunakan
untuk rekristalisasi. Setelah zat sudah terlarut semua, larutan kemudian didinginkan
dengan cara ditempatkan di atas es batu atau dengan dimasukkan ke dalam kulkas.
Pendinginan ini betujuan untuk membentuk kristal atau kristalisasi. Apabila
kristalisasi berjalan lambat, maka bisa dibantu dengan menggoreskan batang
pengaduk ke dinding tabung reaksi. Jika kristal tetap tidak terbentuk maka pelarut
tersebut tidak bisa digunakan untuk rekristalisasi. Setelah itu larutan disaring dengan
corong Buchner dan diambil padatan atau kristalnya. Kristal yang terbentuk kemudian
ditimbang. Proses ini dilakukan dengan beberapa pelarut dengan tujuan mencari
pelarut mana yang terbaik untuk digunakan dalam rekristalisasi.
Hasil

Anda mungkin juga menyukai