Anda di halaman 1dari 20

BAB I

Pendahuluan

1.1

Latar Belakang

Tahu merupakan makanan tradisional yang digemari hampir seluruh


lapisan masyarakat di Indonesia. Tahu mengandung gizi yang baik dan pembuatan
tahu juga relatif murah. Selain itu, tahu memiliki rasa yang lezat dan harganya
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat (Subekti, 2011). Industri tahu telah
berkembang secara pesat di berbagai wilayah Indonesia khususnya pulau Jawa
pada skala mikro dengan proses produksi secara tradisional (Zamroni, 2004 dalam
Wagimin, 2006).
Menurut Subekti (2011) dalam penelitiannya, industri tahu dalam proses
pengolahannya menghasilkan limbah, yaitu limbah padat dan cair. Limbah padat
dihasilkan dari proses penyaringan dan penggumpalan. Limbah ini digunakan oleh
produsenuntuk dijual dan diolah menjadi tempe gembus, kerupuk ampas tahu,
pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas tahu yang akan dijadikan bahan
dasar pembuatan roti kering dan cake, sedangkan limbah cairnya dihasilkan dari
proses pencucian, perebusan, pengepresan dan pencetakan tahu. Oleh karena itu,
limbah cair yang dihasilkan sangat tinggi. Limbah cair tahu mengandung bahan
organik tinggi dan kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD) yang cukup tinggi pula. Jika limbah tersebut langsung dibuang ke
badan air,dapat menurunkan daya dukung lingkungan. Oleh karena itu, industri
tahu memerlukan suatu pengolahan limbah yang bertujuan untuk mengurangi
resiko beban pencemaran yang ada.
Menurut Rahardjo dalam Trismilah dkk (2014) limbah cair dari tahu
mengandung bahan organik dan nutrien tinggi yang terdiri dari air 90,72 %;
protein 18 %; lemak 1,2 %; serat kasar 7,36 %; dan abu 0,32 %. Limbah cair dari
tahu yang paling berbahaya apabila dibuang secara langsung ke lingkungan adalah
whey. Whey merupakan hasil samping dari proses penggumpalan dan kandungan
bahan organiknya sangat tinggi (Suryandono, 2004 dalam Anonim, 2014).
Menurut Abdul (2005) kandungan protein dari limbah cair tahu diharapkan dapat
menjadi sumber nutrisi dan mineral untuk media fermentasi asam laktat.
Asam laktat merupakan asam organik multifungsi yang diproduksi dalam
skala besar. Asam laktat digunakan sebagai bahan pengawet makanan dan bahan
baku (feedstock) industri polimer biodegradable, oxygenated chemicals, pengatur
pertumbuahn tanaman, dan pelarut yang ramah lingkungan. Salah satu terapan
yang paling menjanjikan dari asam laktat adalah sebagai bahan baku pembuatan

Poly Lactic Acid (PLA) yang bersifat biodegradable dan biocompatible sebagai
alternatif pengganti plastik non-biodegradable yang dihasilkan dari minyak bumi,
batu bara atau gasa alam (Jin Bo et al, 2005; J. M Dominguez et al, 1999;
Efremenko E et al, 2006 dalam Manfaati, 2010).
Abdul et al.(2005) melakukan penelitian fermentasi asam laktat oleh
bakteri Streptococcus Bovis pada media fermentasi bubur ubi kayu dan
limbah cair tahu dalam reaktor batch. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
konsentrasi asam laktat yang diperoleh dari media produksi bubur ubi kayu dan
limbah cair tahu hanya 75% dari konsentrasi asam laktat yang diperoleh media
sintetik standar. Laju pertumbuhan spesifik dan total yield media produksi
bubur ubi kayu dan limbah cair tahu berkisar antara1/4 1/3 dan antara 1/5 1/4.
Pada umumnya fermentasi asam laktat menggunakan bakteri dapat menghasilkan
asam laktat dalam jumlah besar namun biaya yang dikeluarkan juga semakin
tinggi.
Jamur Rhizopus oryzae merupakan spesies yang potensial untuk
menghasilkan asam laktat. Fermentasi asam laktat dengan menggunakan Rhizopus
lebih menguntungkan karena dapat menekan biaya untuk proses pre-treatment
bahan baku dan penyediaan komponen nitrogen kompleks seperti yeast ekstrak
(Dominguez et al, 1999 dalam Manfaati, 2010).
Tepung tapioka merupakan bahan yang ekonomis dan mudah diperoleh
serta memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi (Linders et al., 1997 dalam
Manfaati, 2010). Karbohidrat merupakan salah satu nutrisi utama yang dapat
dimanfaatkan untuk proses pertumbuhan dan mendukung viabilitas bakteri asam
laktat (Nisa dkk., 2008).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini kami bertujuan untuk membuat Poly
Lactic Acid (PLA) dari fermentasi asam laktat oleh jamur Rhizopus oryzaedengan
menggunakan media limbah cair tahu dan tepung tapioka sehingga menghasilkan
konsentrasi asam laktat yang lebih tinggi.
1.2

Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kandungan pati terhadap konsentrasi asam laktat
yang dihasilkan?
2. Bagaimana pengaruh waktu fermentasi terhadap konsentrasi asam
laktat yang dihasilkan?
3. Bagaimana pengaruh konsentrasi asam laktat terhadap sifat elastisitas
PLA yang dihasilkan?

1.3

Tujuan
1. Membuktikan kandungan pati terhadap konsentrasi asam laktat yang
dihasilkan.

2. Menentukan pengaruh waktu fermentasi terhadap asam laktat yang


dihasilkan.
3. Menentukan pengaruh konsentrasi asam laktat terhadap daya kuat
tarik dan elastisitas PLA yang dihasilkan.
1.4

Hipotesis
1. Kandungan pati akan berpengaruh terhadap produksi asam laktat. Jika
semakin tinggi kandungan pati, maka produksi asam laktat akan
semakin tinggi.
2. Waktu fermentasi akan berpengaruh terhadap produksi asam laktat.
Jika semakin lama waktu fermentasi yang dibutuhkan, maka produksi
asam laktat akan meningkat.
3. Konsentrasi asam laktat akan berpengaruh terhadap sifat elastisitas
PLA yang dihasilkan.

1.5

Manfaat
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
proses pembuatan PLA dari fermentasi asam laktat oleh jamur
Rhizopus oryzae dengan menggunakan media limbah cair tahu dan
tepung tapioka.
2. Penggunaan limbah cair tahu, tepung tapioka, dan Rhizopus oryzae
diharapkan dapat meningkatkan konsentrasi produksi asam laktat dan
menurunkan biaya produksi asam laktat.
3. Penggunaan limbah cair tahu dapat dijadikan salah satu cara alternatif
untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Limbah Cair Tahu

Industri tahu telah berkembang secara pesat di berbagai wilayah Indonesia


khususnya pulau Jawa pada skala mikro dengan proses produksi secara tradisional
(Zamroni, 2004 dalam Wagimin, 2006). Tahu merupakan makanan tradisional
masyarakat Indonesia. Industri tahu merupakan industri pangan yang populer di
masyarakat karena bahan bakunya banyak dijumpai, pengolahannya mudah,
bergizi, dan harganya terjangkau. Dampak positif industri tahu yang lain adalah
terserapnya tenaga kerja, terpenuhinya gizi masyarakat, dan peningkatan
pendapatan masyarakat. Namun demikian, terdapat dampak negatif, yaitu polusi
lingkungan karena limbah tahu yang kaya bahan organik dan potensial terjadi
degradasi secara alami (Manfaati, 2010).
Limbah industri tahu adalah limbah yang dihasilkan pada proses
pembuatan tahu maupun pada saat pencucian kedelai. Limbah yang dihasilkan
berupa limbah padat dan cair. Limbah padat dapat dirasakan dampaknya terhadap
lingkungan karena dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak, tetapi limbah cair
akan mengakibatkan bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan
menyebabkan tercemarnya sungai. Kapasitas produksi 1 ton tahu atau tempe
dihasilkan limbah sebanyak 30005000 liter (Irkham ,2012 dalam Nikmah, 2015).
Menurut Subekti (2011) dalam penelitiannya, limbah padat dihasilkan dari proses
penyaringan dan penggumpalan. Limbah diolah oleh produsen menjadi tempe
gembus, kerupuk ampas tahu, pakan ternak, dan diolah menjadi tepung ampas
tahu yang akan dijadikan sebagai bahan dasar pembuatan roti kering dan cake.
Limbah cairnya yang dihasilkan dari proses pencucian, perebusan, pengepresan
dan pencetakan tahu sangat tinggi. Limbah cair tahu mengandung bahan organik
tinggi dan kadar Biochemical Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen
Demand (COD) yang cukup tinggi pula. Jika langsung dibuang ke badan air, maka
akan menurunkan daya dukung lingkungan.
Menurut Rahardjo dalam Trismilah dkk dalam Anonim (2014), limbah cair
dari tahu mengandung bahan organik dan nutrien tinggi yang terdiri dari air 90,72
%; protein 18 %; lemak 1,2 %; serat kasar 7,36 %; dan abu 0,32 %. Limbah cair
dari tahu yang paling berbahaya apabila dibuang secara langsung ke lingkungan
adalah whey yang merupakan hasil samping proses penggumpalan dan kandungan
bahan organiknya sangat tinggi (Suryandono, 2004 dalam Anonim, 2014).
Menurut Abdul (2005) dalam penelitiannya, komponen nutrisi yang lengkap dari

limbah cair tahu terutama kandungan proteinnya diharapkan sesuai


sumber nutrisi dan mineral untuk media fermentasi asam laktat.
2.2

sebagai

Tepung Tapioka

Gula dan tepung digunakan secara luas sebagai sumber karbon untuk
media produksi asam laktat secara komersial. Berbagai bahan baku dari jenis
tepung-tepungan seperti gandum, jagung, kentang, sorghum, dan singkong telah
banyak diteliti sebagai bahan baku yang potensial untuk produksi asam laktat.
Tepung ubi kayu atau tapioka merupakan tepung yang paling murah harganya
(sekitar 32-64 US$/ton) dibandingkan jenis tepung yang lain. Tepung tapioka
diperoleh melalui proses ekstraksi pati dari ubi kayu. Komponen terbesar
penyusun tepung tapioka adalah amilum (Tjokroadikoesoemo, 1986 dalam
Manfaati, 2010).
Pati adalah salah satu jenis polisakarida atau cadangan makanan bagi
tumbuhan yang disimpan dalam biji (padi, jagung, gandum), dalam umbi (ubi
kayu, ubi jalar, kentang, talas), dan pada batang (sagu, aren). Pati mengandung
dua jenis polimer glukosa yaitu amilosa dan amilopektin. Perbandingan antara
amilosa dan amilopektin tergantung pada jenis tumbuhan. Ubi kayu termasuk
tumbuhan penghasil pati dengan kandungan amilopektin yang tinggi. Pati dengan
kandungan amilopektin yang tinggi sangat tepat digunakan sebagai bahan baku
industri. Pati jenis ini sedikit mengandung Insoluble Starch Particles (ISSP). ISSP
adalah partikel pati yang yang tersusun dari sejumlah besar amilosa yang
membentuk rantai lurus atau linear. ISSP dapat dihidrolisis dengan katalis asam
(Tjokroadikoesoemo, 1986 dalam Manfaati, 2010).
Amilosa terdiri dari rantai unit-unit D-glukosa yang panjang dan tidak
bercabang dihubungkan oleh ikatan (1-4). Amilosa memiliki berat molekul
bervariasi mulai dari 100.000500.000. Amilopektin memiliki berat molekul yang
tinggi dengan rantai yang bercabang. Ikatan glikosidik menggabungkan residu
glukosa yang berdekatan di dalam rantai amilopektin adalah ikatan (1-4), tetapi
titik percabangan amilopektin merupakan ikatan (1-6). Ikatan (1-6) sangat
sukar diputuskan, terlebih dengan katalisator asam. Enzim -amilase, -amilase
dan R-enzim bersama-sama akan memutuskan rantai tersebut pada saat diperlukan
(Lehninger, 1988 dalam Manfaati, 2010).
2.3

Rhizopus oryzae

Fermentasi asam laktat oleh bakteri telah banyak dikembangkan. Bakteri


Lactobacillus delbreuckii merupakan bakteri homofermentatif yang mampu
menghasilkan asam laktat dalam jumlah cukup besar. Keterbatasan fermentasi
bakterial adalah tingginya biaya untuk pretreatment hidrolisis substrat menjadi
glukosa, penambahan nutrient spesifik seperti yeast ekstrak dan vitamin B,

pengaturan pH selama proses fermentasi untuk menjaga pertumbuhan bakteri,


recovery dan purifikasi asam laktat pada proses hilir (Jin Bo et al, 2005 dalam
Manfaati, 2010). Penambahan yeast ekstrak 15% pada kultur Lactobacillus
delbreuckii menghasilkan perolehan asam laktat tertinggi (Busairi and Mat HB,
2005 dalam Manfaati, 2010). Rhizopus oryzae termasuk dalam kelompok
mikroba chemmoorganotroph. Genus Rhizopus diklasifikasikan di bawah famili
Mucoraceae, ordo Mucorales dan phylum Rhizopus oryzae.

Gambar 2.1 Bentuk koloni dan struktur multiselular Rhizopus oryzae


Rhizopus oryzae ditemukan pada permukaan sayuran yang membusuk,
buah-buahan dan bijinya, biji-bijian dan roti berjamur. Genus Rhizopus memiliki
stolon dan rhizoid yang berpigmen, sporangiosphores single atau berkelompok
yang dihasilkan oleh nodes yang terdapat diujung rhizoid. Koloni Rhizopus
oryzae cepat sekali tumbuh dan menutupi permukaan agar menjadi struktur padat
seperti kapas, awalnya berwarna putih kemudian menjadi abu-abu atau
kekuningan (Manfaati, 2010). Jamur Rhizopus oryzae merupakan spesies yang
potensial untuk menghasilkan asam laktat. Fermentasi asam laktat dengan
menggunakan Rhizopus lebih menguntungkan karena dapat menekan biaya untuk
proses pre-treatment bahan baku dan penyediaan komponen nitrogen kompleks
seperti yeast ekstrak. Rhizopus memiliki sifat amylolytic karena mampu
menghasilkan asam laktat dari berbagai material saccharidic seperti tepung
kentang tanpa proses sacharifikasi terlebih dahulu (Dominguez et al, 1999 dalam
Manfaati, 2010).
Rhizopus memiliki ketahanan cukup tinggi terhadap konsentrasi substrat
dibandingkan jenis bakteri. Konsentrasi glukosa melebihi 50 g/l pada kultur
bakteri akan menurunkan pertumbuhan karena terjadi penghambatan pertumbuhan
oleh substrat (dehidrasi sel). Konsentrasi glukosa yang lebih tinggi (di atas 200
g/l) dapat ditoleransi oleh ragi dan jamur (Shuler and Kargi, 1992 dalam Manfaati,
2010).
Menurut Dominguez et al dalam Manfaati (2010) dalam penelitiannya,
Rhizopus oryzae memiliki kemampuan melakukan proses sakarifikasi dan

fermentasi secara berkesinambungan atau Simultaneous Saccharification and


Fermentation (SSF) dalam satu tahap. Jamur tersebut memiliki kapasitas
metabolik dan kemampuan enzimatik yang tinggi untuk memanfaatkan sumber
karbon dalam bentuk polisakarida pati untuk menghasilkan asam laktat. Sehingga
faktor penghambatan oleh substrat dapat dihindari. Selain menghasilkan asam
laktat, dalam media kultivasi yang sama dihasilkan biomassa Rhizopus oryzae
yang memiliki kandungan protein cukup tinggi berkisar 4045%. Rhizopus
arrhizus 36017 mampu merombak 2040 g/l gula total menjadi asam laktat
dengan laju konversi starch dan gula 8495% dan 9397%. Rhizopus oryzae 2062
menunjukkan kemampuan menghasilkan biomassa 1520 g/l bersamaan dengan
produksi asam laktat sebesar 20 g/l. Sehingga produksi asam laktat dapat
digabungkan dengan produksi biomassa jamur dengan bahan baku yang sama.
Rhizopus oryzae NRRL 395 menghasilkan asam laktat 6080 g/l yang diperoleh
selama 3 hari dalam fermentasi batch dengan yield 65-78% .
2.4

Asam Laktat

Asam laktat (Lactic acid) adalah salah satu asam organik yang penting di
industri, terutam di industri makanan. Di samping itu, penggunaannya sekarang
lebih luas karena bisa dipakai sebagai bahan baku pembuatan PLA,
biodegradable plastics yang merupakan polimer dari asam laktat (Manfaati,
2011). Asam laktat merupakan asam karboksilat dengan rumus molekul C 3H6O3
(CH3.CHOH.COOH). Asam laktat memiliki gugus hidroksil berdekatan dengan
gugus asam karboksilat, sehingga membentuk sebuah Alpha Hydroxyl Acid
(AHA) (Narayanan, 2004).
Langkah pertama dalam sintesa PLA adalah produksi asam laktat. Asam
laktat (2-hydroxypropanoic acid) yang biasa disebut sebagai asam susu adalah
salah bahan kimia yang berperan penting dalam industri biokimia. Asam laktat
pertama kali berhasil diisolasi oleh ahli kimia Swedia, Carl Wilhelm Scheele pada
tahun 1780. Asam laktat mempunyai rumus kimia C3H6O3, termasuk keluarga
asam hidroksi propionat dengan rumus molekul CH 3CHOHCOOH. Asam laktat
dalam larutan akan kehilangan satu proton dari gugus asam dan menghasilkan ion
laktat CH3CH(OH)COO-. Asam laktat larut dalam air dan etanol serta bersifat
higroskopik (Wagiman, 2006).
Metode yang paling banyak digunakan oleh industri untuk menghasilkan
asam laktat adalah dengan teknik fermentasi. Menurut Hofvendahl dan Hahn
Hgerdal (2000) (dalam Wagiman, 2006), dari 80.000 ton dari asam laktat yang
dihasilkan di seluruh dunia setiap tahun sekitar 90% dibuat dengan cara
fermentasi bakteri asam laktat dan sisanya dihasilkan melalui sintesis kimia yaitu
hidrolisis laktonitril. Salah satu keunggulan metode fermentasi adalah asam laktat

yang dihasilkan bisa diatur hanya terdiri dari satu enantiomer berdasarkan bakteri
yang digunakan (Hofvendahl dan HahnHgerdal, 2000 dalam Wagiman, 2006).
Proses fermentasi dapat digolongkan berdasarkan jenis bakteri yang
digunakan;
1. Metode heterofermentatif, menghasilkan kurang dari 1.8 mol asam laktat per
mol heksosa dengan hasil fermentasi lainnya dengan jumlah yang signifikan
diantaranya asam asetat, etanol, gliserol, manitol dan karbondioksida.
2. Metode homofermantatif yang hanya menghasilkan asam laktat atau
menghasilkan produk samping dengan jumlah yang sangat kecil. Metode
homofermentatif ini banyak digunakan di industri dengan konversi yield
glukosa menjadi asam laktat lebih dari 90% (Hofvendahl dan Hahn
Hgerdal, 2000 dalam Wagiman, 2006).
2.5

Polylactid Acid

Bioplastik atau yang sering disebut plastik biodegradable, merupakan


salah satu jenis plastik yang hampir keseluruhannya terbuat dari bahan yang dapat
diperbarui, seperti pati, minyak nabati, dan mikrobiota. Ketersediaan bahan
dasarnya di alam sangat melimpah dengan keragaman struktur tidak beracun.
Bahan yang dapat diperbarui ini memiliki biodegradebilitas yang tinggi sehingga
sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pembuat bioplastik (Stevens, 2002 dalam
Anonim, 2011).
Bioplastik dapat dibuat dengan berbagai dan metode sesuai dengan
tujuannya. Menurut Widia (2012) (dalam Subekti, 2011), bioplastik diproduksi
pada skala industri dalam bentuk Poly--kaprolakton (PLC), Poli--hidroksi
butirat (PHB), Poli butilena suksinat (PBS), dan Polilactic acid (PLA). Bahannya
dapat berupa bahan yang dapat diperbarui seperti pati dalam pembuatan Polilactic
acid (PLA) atau minyak bumi seperti pada pembuatan PCL ( Pusporini, 2009
dalam Subekti 2011). Cara lain yang lebih mudah adalah dengan membuat
bioplastik dari nata. Pembuatan bioplastik dengan cara ini membutuhkan bahan
dasar seperti dari air cucian beras (Haryono, 2011 dalam Subekti 2011), air kelapa
(Tampubolon, 2009 dalam Subekti, 2011), air limbah tahu dan sari buah (Ani,
Erliza, Prayoga, 2005 dalam Subekti, 2011)
Poly Lactic Acid (PLA) adalah polimer dari sumber yang terbaharui dan
berasal dari proses esterifikasi asam laktat yang diperoleh dengan cara fermentasi
oleh bakteri dengan menggunakan substrat pati atau gula sederhana (Catia, 2002).
PLA terdegradasi melalui dua tahap, yaitu tahap degradasi/fragmentasi dan tahap
biodegradasi. Degradasi terjadi karena panas, air dan sinar matahari menghasilkan
fragmen-fragmen polimer. Biodegradasi terjadi karena fragmen-fragmen polimer
dikonsumsi oleh mikroorganisme sebagai makanan dan sumber energi.Plastik

sintetik tidak mengalami biodegradasi, tetapi hanya mengalami degradasi


sehingga masih meninggalkan residu.

Gambar 2.2
Struktur Poli Asam
Laktat Struktur PLA sumber :
Gambar 2.1 ( Liu et al, 2004
dalam Nikmah, 2015)
Berdasarkan sifat mekanik, barrier, fisik, dan kimia PLA mempunyai
kombinasi yang cocok untuk digunakan sebagai bahan sekali pakai atau sebagai
bahan pengemas makanan. PLA diharapkan dapat menggantikan plastik
konvensional karena mempunyai emisi gas CO2 lebih rendah sehingga dapat
mengurangi pemanasan global (Widiarto, 2009 dalam Nikmah, 2015).
Kerapatan
Titik leleh
Kristalinitas
Suhu peralihan kaca
Modulus
Regangan
Biodegradasi
Permeabilitas air
Tegangan permukaan

1,25
161C
0-1 %
61C
2050 Mpa
9%
100
172 g/me
50 mN.nm

Tabel 2.1 Sifat fisik dan mekanik PLA


Metode yang umum dipakai untuk menghasilkan PLA adalah melalui
reaksi polimerisasi pembukaan cincin (ROP) laktida. ROP berlangsung dengan
menggunakan katalis dalam bentuk ion logam seperti seng, dibutil seng, timbal,
timah(II) 2-etilheksanoat, timah (IV) halida, dan beberapa alkoksida logam
lainnya (sebagian besar katalis dalam reaksi ROP ini bersifat toksik dan cukup
berbahaya untuk aplikasi pangan serta medis) yang sangat diperlukan untuk
memulai reaksi polimerisasi. Berdasarkan inisiator, reaksi ROP dapat berlangsung
melalui beberapa mekanisme radikal bebas (Touminen, 2003 dalam Nikmah,
2015). Dibandingkan dengan metode-metode polimerisasi asam laktat, metode
ROP merupakan metode yang sangat kompleks danmenghasilkan PLA dengan
ciri yang baik untuk berbagai aplikasi seperti pengemasan (Ajioka et al.,1998
dalam Nikmah, 2015). Menurut Botelho dalam Nikmah (2015), kelebihan poli
asam laktat dibandingkan dengan plastic yang terbuat dari mnyak bumi adalah

Biodegradable, biocompatible, dapat diperbaharui dan di recyclable melalui


hidrolisis asam laktat, dan tidak mengandung pelarut organik yang bersifat racun,
dan dapat dibakar sempurna serta menghasilkan gas CO2 dan air.
2.6

Waktu Fermentasi

Fermentasi adalah suatu aktivitas mikroorganisme baik aerob maupun


anaerob untuk mendapatkan energi diikuti terjadinya perubahan kimiawi substrat
organik. Proses fermentasi dapat menggunakan perlakuan penambahan inokulum
dan ada yang secara alami (Rahman,1989 dalam Suprihatin, 2010). Proses
fermentasi asam laktat berlangsung ditandai dengan timbulnya gas dan
meningkatnya jumlah asam laktat yang diikuti dengan penurunan pH. Sifat bakteri
laktat tumbuh pada pH 3 8 serta mampu memfermentasikan monosakarida dan
disakarida sehingga menghasilkan asam laktat (Stamer, 1979 dalam Suprihatin,
2010).
Dalam proses fermentasi bakteri, jamur, kapang atau mikroorganisme
tumbuh dan berkembang. Pertumbuhan mikroorganisme bisa digambarkan atau
bisa ditampilkan dalam sebuah grafik atau yang sering disebut dengan kurva
pertumbuhan bakteri.
Gambar 2.3 Kurva Pertumbuhan Mikroorganisme
Menurut
(2010) pada
sel

Buckle

(1987)

dalam
Suprihatin
fase logaritmik selbakteri
akan
tumbuh
dan
membelah
diri

secara
eksponensial
sampai jumlah maksimum sehingga menghasilkan asam laktat yang tinggi.
Sedangkan sebelum fase logaritmik merupakan fase dimana pertumbuhan
mikroorganisme belum optimal atau disebut juga fase lag (lambat) yaitu waktu
yang dibutuhkan untuk kegiatan metabolisme dalam rangka persiapan dan
penyesuaian diri dengan kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru
sehingga menghasilkan asam laktat yang rendah. Fase selanjutnya merupakan
fase tetap yaitu populasi mikroorganisme jarang dapat tetap tumbuh untuk jangka
waktu yang lama. Akibatnya kecepatan pertumbuhan menurun dan pertumbuhan
mikroorganisme akhirnya terhenti merupakan atau disebut fase menurun (dead
log) yaitu sel-sel yang berada dalam fase tetap akan mati

Menurut Saripah (1983) dalam Suprihatin (2010) makin lama waktu


fermentasi maka jumlah bakteri makin meningkat. Meningkatnya jumlah bakteri
selama fermentasi disebabkan kondisi substrat masih memungkinkan untuk
berlangsungnya metabolisme bakteri. Adapun faktor lain yang mempengaruhi
menurunnya total asam yaitu nutrien hasil fermentasi digunakan oleh mikroba
untuk biomassa, sehingga asam-asam yang dihasilkan baik asam amino atau asam
organik akan menurun. Selain itu asam-asam yang dihasilkan bila diurai lebih
lanjut akan menjadi senyawa volatil seperti dihasilkannya amoniak, gas CO2 dari
hasil fermentasi (Dwidjoseputro, 1985 dalam Suprihatin, 2010). Menurut
Schlegel (1994) ; Brock & Madigan (1991) dalam Suprihatin (2010) asam laktat
yang terbentuk pada proses fermentasi sebagian besar diubah menjadi asam
propionat. Pembentukan asam propionat dari asam laktat berlangsung menurut
persamaan reaksi sebagai berikut:
3CH3-CHOH-COOH 2CH3-CH2-COOH + CH3-COOH + CO2 + H2O
(laktat)
(Propionat)
(asetat)

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1

Alat yang digunakan

1. Erlenmeyer
2. cawan petri
3. tabung reaksi
4. kapas
5. sumbat tutup
6. pipet ukur 10 ml
7. balp pipet
8. pipet mikro
9. rak tabung reaksi
10. incubator shaker
11. autoclave

12. centrifuge
13. glassware
14. jarum ose
15. oven
16. desikator
17. timbangan analitik
18. pH meter
19. HPLC
20. seperangkat alat uji
elastisitas

21.
3.1.2

Bahan yang digunakan


1. limbah cair tahu
2. tepung tapioka
3. kultur jamur Rhyzopus
oryzae
4. Starch soluble
5. Peptone
6. yeast ekstrak
7. KH2PO4

8. (NH4)2SO4
9. MgSO4.7H2O
10. ZnSO4. 7H2O
11. Dinitro salicilyc acid
(DNS)
12. CaCO3
13. HCl

14.
3.2 Prosedur Penelitian
15.
Penelitian untuk membuat PLA dengan media fermentasi limbah
cair tahu dan tepung tapioka oleh Rhyzopus oryzae meliputi beberapa
tahapan,antara lain:
16.

3.2.1

Pembuatan PLA

a.) Ekstraksi Pati


17.
Pati dari tepung tapioka dibuat melalui beberapa tahap,
yaitu mencampurkan tepung tapioka dengan limbah cair tahu yang
akan digunakan sebagai media fermentasi asam laktat.
b.) Hidrolisis Pati menjadi Glukosa
18. Hidrolisis adalah pemecahan kimiawi suatu molekul karena
pengikatan air sehingga menghasilkan molekul-molekul yang lebih
kecil (Gaman dan Sherrington,1981 dalam Nikmah, 2015). Pada
tahapan hidrolisis kali ini akan menghasilkan Glukosa.
c.) Fermentasi asam laktat

19.
Glukosa yang dihasilkan pada tahap hidrolisis tepung
tapioka digunakan sebagai bahan fermentasi asam laktat yang
dilakukan oleh bakteri asam laktat yaitu berupa jamur Rhizopus
oryzae.Pada tahapan ini akan menghasilkan asam laktat.
d.) Esterifikasi dan Pembentukan Polimer
20.
Asam Laktat yang terbentuk melalui fermentasi kemudian
diesterifikasi. Kinetika reaksi dari pembuatan PLA dapat
ditingkatkan dengan penggunaan zink oksida dan suhu tinggi (135
C, 6 jam) dilanjutkan dengan pembukaan cincin Lactide dan
polimerisasi (Vink et al, 2003 dalam Nikmah 2015). Pada tahapan ini
akan menghasilkan PLA sebagai bahan pembuatan bioplastik yang
ramah lingkungan dan mudah terdegradasi oleh alam.
e.) Pencetakan dan Pembentukan.
21.
PLA yang dihasilkan dibentuk dan dicetak seperti plastik.
22.

3.2.1

Analisa Sifat Elastisitas PLA

23.
Analisa karakteristik PLA yaitu sifat elastisitasnya
menggunakan seperangkat alat uji elastisitas.
24.
25.
26.
27.
28.
29.

30. BAB IV
31. HASIL DAN PEMBAHASAN
32.
33.

4.1

Pengaruh Kandungan Pati Terhadap Konsentrasi Asam Laktat

34.
Menurut Stamer (1979) dalam Suprihatin( 2010) asam laktat dapat
diproduksi dari bahan-bahan pati dan selulosa yang diproses secara fermentasi,
proses fermentasi asam laktat berlangsung ditandai dengan timbulnya gas dan
meningkatnya jumlah asam laktat yang diikuti dengan penurunan pH. Sifat bakteri
laktat tumbuh pada pH 3 8 serta mampu memfermentasikan monosakarida dan
disakarida sehingga menghasilkan asam laktat.
35.
Pada proses fermentasi dibutuhkan media tumbuh atau sumber
hidup dari mikroorganisme itu sendiri. Dalam proses fermentasi perlu dibutuhkan
adanya bahan yang diuraikan menjadi produk oleh bantuan jamur, kapang atau
bakteri. Hasil penguraian yang dialakukan oleh mikroorganisme ini menghasilkan
produk fermentasi yang bisa digunakan dan dimanfaatkan sesuai kebutuhan.
Rhizopus oryzae merupakan mikroorganisme yang digunakan dalam proses
produksi asam laktat ini. Menurut Dominguez et al dalam Manfaati (2010)
Karakteristik dari Rhizopus oryzae ini adalah memiliki kapasitas metabolik dan
kemampuan enzimatik yang tinggi untuk memanfaatkan sumber karbon dalam
bentuk polisakarida (pati) untuk menghasilkan asam laktat, sehingga faktor
penghambatan oleh substrat dapat dihindari.
36.
Produksi asam laktat juga bergantung terhadap banyaknya sumber
makanan atau nutrisi dan juga sumber energi untuk Rhizopus oryzae mengubah
glukosa menjadi asam laktat. Hasil penelitian ini dapat diketahui hubungan antara
kandungan pati dengan konsentrasi asam laktat yang dihasilkan. Data tersebut
diolah dalam bentuk grafik sebagai berikut :

2
1.5
konsentrasi asam laktat (%)

1
0.5
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3
tepung tapioka (gram)

37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.

Gambar 4.1 Grafik hubungan antara berat tepung tapioka dengan


konsentrasi asam laktat yang dihasilkan

45.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan asam laktat yang
nantinya akan digunakan sebagai bahan baku dalam proses pembuatan PLA (poly
lactic acid). Hasil dari PLA yang terbentuk sangat bergantung dari konsentrasi
asam laktat yang dihasilkan dan ditambahkan ke dalam proses pembuatan PLA.
Asam laktat yang terbentuk merupakan hasil penguraian pati oleh Rhizopus
oryzae, dapat diketahui bahwa semakin banyak kandungan pati yang diuraikan
oleh mikroorganisme maka semakin banyak pula asam laktat yang mampu
dibentuk dalam proses fermentasi ini. Akan tetapi, hal ini juga memliki korelasi
dengan waktu fermentasi yang digunakan untuk memproduksi asam laktat itu
sendiri. Semakin lama waktu fermentasi maka sumber nutrisi dan juga semakin
energi yang ada akan habis karena telah diuraikan oleh Rhizopus oryzae.
46.

4.2
Pengaruh Waktu Fermentasi Terhadap Konsentrasi Asam
Laktat

47.
Fermentasi adalah suatu aktivitas mikroorganisme baik aerob
maupun anaerob untuk mendapatkan energi diikuti terjadinya perubahan kimiawi

substrat organik (Rahman,1989 dalam Suprihatin, 2010). Proses fermentasi asam


laktat berlangsung ditandai dengan timbulnya gas dan meningkatnya jumlah asam
laktat yang diikuti dengan penurunan pH. Sifat bakteri laktat tumbuh pada pH 3
8 serta mampu memfermentasikan monosakarida dan disakarida sehingga
menghasilkan asam laktat (Stamer, 1979 dalam Suprihatin, 2010).
48.
Pertumbuhan sel merupakan puncak aktivitas fisiologi yang saling
mempengaruhi secara berurutan. Proses pertumbuhan ini sangat kompleks
meliputi pemasukan nutrien dasar dari lingkungan ke dalam sel, konversi bahanbahan nutrien menjadi energi dan berbagai constituent vital cell serta
perkembangbiakan. Pertumbuhan mikrobial ditandai dengan peningkatan jumlah
dan massa sel serta kecepatan pertumbuhan tergantung pada lingkungan fisik dan
kimia (Anonymous, 2008 dalam Hasanah, 2008). Adapun kurva pertumbuhan
mikroba secara umum dapat dilihat pada Gambar 2.3.
49.
Dalam penelitian ini media tumbuh jamur Rhizopus oryzae yang
digunakan adalah limbah cair tahu dan tepung tapioka sebagai sumber nutrisi dari
Rhizopus oryzae. Tepung tapioka merupakan sumber pati yang merupakan
glukosa dan diuraikan oleh Rhizopus oryzae untuk menghasilkan asam laktat.
Sedangkan limbah cair tahu merupakan sumber energi dari jamur Rhizopus oryzae
untuk menguraikan pati menjadi asam laktat. Limbah cair tahu tidak hanya
sebagai sumber energi untuk proses penguraian tapi juga sebagai sumber pati
karena di dalam limbah tahu juga terdapat kandungan pati dari sisa kedelai pada
proses pembuatan tahu itu sendiri.
50.
Dari penelitian ini data yang diperoleh adalah perbandingan antara
konsentrasi asam laktat yang dihasilkan dengan lamanya proses fermentasi. Data
tersebut diolah dalam bentuk grafik, sebagai berikut :
51.

2
1.5
konsentrasi asam laktat (%)

1
0.5
0
0

10 15 20 25 30

waktu fermentasi (hari)

52.

Gambar 4.2 Grafik hubungan antara waktu fermentasi dengan


konsentrasi asam laktat

53.
Pada dasarnya pertumbuhan sel mikroba dapat berlangsung tanpa
batas, akan tetapi karena pertumbuhan sel mikroba berlangsung dengan
mengkonsumsi nutrien sekaligus mengeluarkankan produk-produk metabolisme
yang terbentuk, maka setelah waktu tertentu laju pertumbuhan akan menurun dan
akhirnya pertumbuhan berhenti sama sekali. Berhentinya pertumbuhan dapat
disebabkan karena berkurangnya beberapa nutrien esensial dalam medium atau
karena terjadinya akumulasi aututuksin dalam media atau kombinasi dari
keduanya (Ansori, A., 1989 dalam Hasanah, 2008).
54.
Dari data yang didapatkan konsentrasi asam laktat mengalami
kenaikan dari hari ketiga sampai hari ke-15 karena pada hari ke-3 sampai hari ke15 merupakan fase log atau biasa dikenal dengan fase pertumbuhan cepat, dimana
konsentrasi asam laktat yang diperoleh terus mengalami kenaikan. Sedangkan
pada hari ke-18 merupakan fase pertumbuhan asam laktat yang paling optimum
dimana konsentrasi asam laktat yang diperoleh mencapai 1,8 % (% berat). Dan
hari selanjutnya merupakan fase dead log yang artinya proses pertumbuhan asam
laktat mengalami penurunan dan bahkan berhenti.
55. Hasil dari penelitian ini sesuai dengan teori, Menurut Buckle (1987)
dalam Suprihatin (2010) pada fase logaritmik sel-sel bakteri akan
tumbuh dan membelah diri secara eksponensial sampai jumlah
maksimum sehingga menghasilkan asam laktat yang tinggi.
Sedangkan sebelum fase logaritmik merupakan fase dimana
pertumbuhan mikroorganisme belum optimal atau disebut juga fase
lag (lambat) yaitu waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan
metabolisme dalam rangka persiapan dan penyesuaian diri dengan
kondisi pertumbuhan dalam lingkungan yang baru sehingga
menghasilkan asam laktat yang rendah.
Fase selanjutnya
merupakan fase tetap yaitu populasi mikroorganisme jarang dapat
tetap tumbuh untuk jangka waktu yang lama. Akibatnya kecepatan
pertumbuhan menurun dan pertumbuhan mikroorganisme akhirnya
terhenti merupakan atau disebut fase menurun (dead log) yaitu selsel yang berada dalam fase tetap akan mati.
56. Menurut Saripah (1983) makin lama waktu fermentasi maka
jumlah bakteri makin meningkat. Meningkatnya jumlah bakteri
selama
fermentasi disebabkan kondisi substrat
masih
memungkinkan untuk berlangsungnya metabolisme bakteri. Adapun
faktor lain yang mempengaruhi menurunnya total asam yaitu
nutrien hasil fermentasi digunakan oleh mikroba untuk biomassa,

sehingga asam-asam yang dihasilkan baik asam amino atau asam


organik akan menurun. Selain itu asam-asam yang dihasilkan bila
diurai lebih lanjut akan menjadi senyawa volatile seperti
dihasilkannya amoniak, gas CO2 dari hasil fermentasi
(Dwidjoseputro, 1985 dalam Suprihatin, 2010).
57.

4.3
PLA

Pengaruh Konsentrasi Asam Laktat Terhadap Sifat Elastisitas

58.
Dari penelitian yang dilakukan untuk membuat PLA (poly
lactic acid) dengan menggunakan media limbah cair tahu dan tepung tapioka
sebagai sumber nutrisi dari jamur Rhizopus oryzae. Pada pembuatn PLA kali ini
variabel pembeda yang diberikan adalah konsentrasi asam laktat yang digunakan.
Dari data yang diperoleh kemudian data tersebut diolah dalam bentuk grafik
seperti berikut. Asam laktat yang digunakan diperoleh dari proses fermentasi yang
dilakukan dengan menggunakan media tumbuh limbah cair tahu dan juga
menggunakan tepung tapioka sebagai sumber nutrisi dari jamur Rhizopus oryzae,
karena nutrisi utama yang diuraikan oleh Rhizopus oryzae adalah pati.
59.

0.7
0.6
0.5
0.4

Modulus Elastisitas (GPa)

0.3
0.2
0.1
0
30

40

50

60

Konsentrasi Asam Laktat (%)

60.
61.
62.
63.

70

64.
65.
66. Gambar 4.3 Grafik hubungan antara konsentrasi asam laktat
dengan modulus elastisitas
67.
Modulus elastisitas adalah kemampuan bahan melawan perubahan
bentuk atau deformasi permanen akibat pembebanan (Tipler, 1998). Pada gambar
4.3 menunjukkan hubungan antara konsentrasi asam laktat dengan modulus
elastisitas. Pada konsentrasi asam laktat sebesar 30%; 40%; 50%; 60%; dan 70%
menunjukkan modulus elastisitas sebesar 0.49; 0.53; 0.622; 0.47; 0.476. Data
tersebut menunjukkan nilai yang fluktuatif, yaitu pada konsentrasi 30%-50%
mengalami kenaikan nilai modulus elastisitas sedangkan pada konsentrasi 60%
mengalami penurunan dan pada konsentrasi 70% mengalami sedikit kenaikan. Hal
ini menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi asam laktat terhadap sifat
elastisitas PLA.
68.
Peningkatan konsentrasi asam laktat menyebabkan PLA menjadi
kaku karena bertambahnya karbohidrat yang menyebabkan ikatan molekul rantai
selulosa pada plastik biodegradable semakin kuat. Semakin banyak interaksi
hidrogen yang terdapat dalam PLA menyebabkan ikatan antar rantai akan semakin
kuat dan sulit untuk diputus karena memerlukan energi yang besar untuk
memutuskan ikatan tersebut. Selain itu, semakin tinggi konsentrasi asam laktat
akan meningkatkan ketebalan bioplastik. Namun, pada data tersebut terjadi
penurunan pada saat konsentrasi 60%. Hal ini dikarenakan, pada konsentrasi yang
semakin tinggi akan membentuk matriks film plastik yang semakin kuat sehingga
plastik akan bersifat tidak elastis atau mudah putus.
69.
Hal ini sesuai dengan penelitian Rhim et al. (1999) yang
mengatakan bahwa seiring dengan meningkatnya kekuatan renggang putus film
protein atau PLA akan diikuti oleh penurunan persentase perpanjangan atau sifat
elastisnya. Dapat disimpulkan bahwa konsentrasi asam laktat sebesar 50% dapat
menghasilkan PLA yang terbaik karena memiliki sifat elastisitas yang tertinggi.
70.
71.
72.

73.
74.
75.
76.
77.

Anda mungkin juga menyukai