Anda di halaman 1dari 4

Kualitas

Warna, Tingkat Kejernihan dan Tingkat Ketebalan Film Gelatin

Research Article

KUALITAS WARNA, TINGKAT KEJERNIHAN DAN TINGKAT KETEBALAN FILM GELATIN


TULANG CAKAR AYAM SEBAGAI ALTERNATIF BAHAN DASAR EDIBLE FILM

Diah Ayu Pedriatika Puspitasari, V. Priyo Bintoro, Bhakti Etza Setiani


ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perendaman tulang cakar ayam dengan
konsentrasi HCl dan lama perendaman yang berbeda beserta interaksinya terhadap kualitas warna,
tingkat kejernihan dan tingkat ketebalan film gelatin tulang cakar ayam sebagai alternatif bahan dasar
edible film. Materi yang digunakan adalah tulang cakar ayam bagian femur, HCl dan NaOH. Variabel
yang diamati adalah warna, tingkat kejernihan dan tingkat ketebalan film gelatin tulang cakar ayam.
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 3 x 3 dengan
3 ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi asam pengekstraksi (A) (a1 = HCl 2%, a2 = HCl 3,5% dan a3
= HCl 5%) dan faktor kedua adalah lama perendaman (B) (b1 = 24 jam, b2 = 36 jam dan b3 = 48 jam).
Berdasarkan hasil penelitian, penggunaan berbagai konsentrasi HCl, lama perendaman, dan interaksi
keduanya berpengaruh nyata terhadap warna, tingkat kejernihan dan tingkat ketebalan film gelatin
tulang cakar ayam. Gelatin tulang cakar ayam terbaik dihasilkan dari interaksi antara perendaman 5%
HCl selama 48 jam dengan warna 3,05 abs, tingkat kejernihan 2,59 abs dan tingkat ketebalan film 0,05
mm. Kesimpulan dari penelitian ini adalah perendaman tulang cakar ayam dengan menggunakan 5% HCl
selama 48 jam menghasilkan warna, tingkat kejernihan dan tingkat ketebalan film gelatin tulang cakar
ayam terbaik sehingga gelatin TCA dapat direkomendasikan sebagai alternatif bahan dasar edible film.

Kata kunci : edible film, gelatin, tulang cakar ayam


PENDAHULUAN
Cakar ayam merupakan limbah dari Rumah
Pemotongan Ayam (RPA), murah dan masih belum
dimanfaatkan secara maksimal oleh masyarakat (Miwada
dan Simpen, 2007). Komponen penyusun cakar ayam paling
besar adalah kolagen yaitu sebanyak 5,64 31,39% (Liu et
al., 2001) atau 28,73 - 36,83% dari total protein (Prayitno,
2007). Kolagen (terletak pada tulang, kartilago dan kulit) itu
sendiri jika dihidrolisis parsial akan menghasilkan gelatin
(Barbooti et al., 2008; Guillen et al., 2011). Selama ini, cakar
ayam baru dimanfaatkan menjadi rambak cakar ayam dan
gelatin kulit cakar ayam, sedangkan tulang cakar ayam (TCA)
hanya menjadi limbah saja, padahal di dalam TCA terdapat
hidroksiprolin 3,26% pada femur (Field et al., 1974) dan
dapat dimanfaatkan menjadi gelatin.
Gelatin berasal dari hidrolisis kolagen yang banyak
terdapat pada kulit, tulang dan jaringan penghubung (Hidaka
dan Liu, 2003; Bourtoom, 2008; Guillen et al., 2011 dan
Jayathikalan et al., 2011). Kulit babi merupakan bahan baku
pertama yang digunakan oleh manufaktur gelatin (Guillen et
al., 2011; Hidaka dan Liu, 2003). Kulit babi digunakan sebagai


Artikel dikirim tanggal 3/4/2013, diterima tanggal 30/06/2013. Penulis Dyah
Ayu Pedriatika Puspitasari adalah dari Program Studi Magister Ilmu Ternak,
Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
Penulis V. Priyo Bintoro dan Bhakti Etza Setiani adalah dari Program Studi
Teknologi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
Diponegoro, Semarang. Kontak langsung dengan penulis Dyah Ayu
Pediatrika Puspitasari (dyahayu.pedriatika@yahoo.com).

2013 Indonesian Food Technologist Community


Available online at www.journal.ift.or.id

bahan baku gelatin hingga 46% sedangkan kulit sapi 29,4%,


dan tulang sapi 23,1% (Guillen et al., 2011). Gelatin terdiri
dari asam amino yang unik karena banyak mengandung
glisin, prolin dan hidroksiprolin (Bourtoom, 2008). Gelatin
memiliki fisikokimia yang unik yaitu dapat larut dalam air,
transparan, tidak berbau dan tidak memiliki rasa (Guillen et
al., 2011) serta memiliki sifat reversible dari bentuk sol ke
gel, membengkak atau mengembang dalam air dingin,
mempengaruhi viskositas suatu bahan serta membentuk
film (Junianto et al., 2006).
Edible film merupakan lapisan tipis pada bahan yang
dapat dikonsumsi dan dapat mencegah adanya air, oksigen
dan perpindahan larutan dari makanan. Edible film dapat
digunakan untuk melapisi makanan dan berpotensi untuk
mencegah adanya pertukaran gas atau aroma. Keunggulan
utamnya adalah edible film atau coating dapat dikonsumsi
secara langsung bersamaan dengan makanannya. Tidak ada
pengemas yang terbuang jika film dikonsumsi, sehingga
dapat mengurangi polusi lingkungan. Film dapat diperkaya
dengan sifat-sifat organoleptik seperti rasa, warna dan
pemanis. Edible film diproduksi dari bahan-bahan yang
dapat membentuk film, salah satunya adalah gelatin. Gelatin
film dapat terbentuk dengan adanya 20-30% gelatin dan 10-
30% plastisier (gliserin atau sorbitol) dan 40-70% air pada
saat mengeringkan gel gelatin (Bourtoom, 2008).
Penggunaan plastisier seperti gliserol, sorbitol, sukrosa dan
polietilen glikol mampu meningkatkan sifat kimia gelatin
(Oh, 2012). Pemanfaatan TCA sebagai bahan baku gelatin
merupakan salah satu alternatif solusi dari adanya



144
Vol. 2 No. 3, Th. 2013 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan


Kualitas Warna, Tingkat Kejernihan dan Tingkat Ketebalan Film Gelatin
kekhawatiran masyarakat mengenai penyakit seperti bovine Analisis Statistik
spongiform encephalopathy dan larangan agama islam dan
Penelitian
dilakukan
dengan
menggunakan
yahudi mengenai kehalalan bahan makanan maupun bahan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial 3 x 3 dengan 3
tambahan pangan (Choi and Regenstein, 2000; Oh, 2012).
ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi asam
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengekstraksi (A) (a1 = HCl 2%, a2 = HCl 3,5% dan a3 = HCl
karakteristik warna, tingkat kejernihan dan tingkat ketebalan 5%) dan faktor kedua adalah lama perendaman (B) (b1 = 24
film gelatin tulang cakar ayam sebagai salah satu alternatif jam, b2 = 36 jam dan b3 = 48 jam).
bahan dasar edible film. Manfaat yang dapat diperoleh dari
penelitian ini adalah dapat mengurangi limbah TCA, HASIL DAN PEMBAHASAN
meningkatkan daya jual TCA serta dapat mengurangi tingkat Warna Gelatin Tulang Cakar Ayam
kekhawatiran masyarakat akan ketidak halalan gelatin
Warna gelatin TCA yang dihasilkan dari 2-5% HCl
sebagai bahan tambahan pangan.
dengan 24-48 jam perendaman dapat dilihat secara ringkas

pada Tabel 1. Berdasarkan perhitungan statistik,
MATERI DAN METODE
penggunaan berbagai konsentrasi HCl, lama perendaman,
Prosedur Pembuatan Gelatin Tulang Cakar Ayam (TCA)
dan interaksinya keduanya berpengaruh nyata (p<0,05)
Proses pembuatan gelatin dibagi menjadi tiga tahap, terhadap warna. Hal ini menunjukan bahwa perendaman
sesuai dengan lama perendamannya, yaitu 24 jam, 36 jam, dengan menggunakan 2-5% HCl selama 24-48 jam
dan 48 jam. Pembuatan gelatin diawali dengan proses mempengaruhi warna gelatin TCA.
degreasing yaitu proses penghilangan lemak dari jaringan
Perendaman TCA dengan menggunakan 2-5% HCl
O
tulang, dilakukan pada suhu 60 C selama 2 jam, kemudian selama 24-48 jam memiliki warna berkisar antara 2,47-3,30
dilanjutkan proses demineralisasi dengan menggunakan HCl abs (Tabel 1). Warna gelatin TCA tertinggi dihasilkan dari
2% dan direndam selama 24 jam. Setelah proses perendaman dengan 3,5% HCl selama 36 jam (3,30 abs) dan
demineralisasi, dilakukan penetralan dengan menggunakan warna gelatin TCA terendah (2,47 abs) dihasilkan dari
air mengalir dan merendamnya selama 15 menit dengan perendaman 2% HCl selama 48 jam.
soda cair 0,01%. Penggunaan soda cair ditujukan untuk
Warna gelatin terbaik dihasilkan dari perendaman 5%
mempercepat
penetralan
dan
menyempurnakan HCl selama 48 jam yaitu 3,05 abs. Semakin tinggi angka
penghilangan sumsum tulang. Proses selanjutnya dilanjutkan warna, menunjukkan warna gelatin semakin pekat. Hal ini
dengan proses asam, yaitu dengan menggunakan HCl diduga dipengaruhi oleh pH. Sukkwai et al. (2011)
dengan konsentrasi 2%, 3,5% dan 5% dan direndam selama menyatakan bahwa adanya perbedaan warna dimungkinkan
24, 36 dan 48 jam, setelah itu, ossein dinetralkan dengan air adanya perbedaan kondisi ekstraksi, yang ditunjukkan
mengalir dan NaOH 0,1 N selama 15 menit. Ossein dengan pH masing-masing perlakuan. Selain itu, warna itu
diekstraksi secara bertahap dengan menggunakan sendiri tergantung pada jenis raw materialnya dan secara
waterbath. Suhu yang digunakan dalam proses ekstraksi general, warna tidak memperngaruhi sifat fungsional gelatin
O
berawal dari 65, 75 dan 85 C, masing-masing selama 4 jam, (See et al., 2010). Menurut Cole dan Roberts (1997) gelatin
O
kemudian dipekatkan pada suhu 75 C selama 2 jam, supaya yang berwarna gelap memiliki absorbansi yang bagus jika
air yang masih terkandung di dalamnya dapat menguap. diuji dengan panjang gelombang 700 nm dan 400 nm.
Gelatin yang sudah dikentalkan kemudian dicetak. Panjang gelombang 700 nm akan memberikan garis pada
Pencetakan dilakukan dengan menuangkan 15 ml (5 ml area spectrum invisible infra merah, sedangkan pada
dalam sekali tuang). Penuangan berikutnya dilakukan jika panjang gelombang 400 nm dapat dijadikan sebagai acuan
gelatin sebelumnya sudah kering. Pengeringan dilakukan eror pada pengujian warna.
dengan incubator (kardus dengan lampu bohlam 10 watt)

(Modifikasi Hajrawati (2006), Junianto et al. (2006), Kejernihan Gelatin Tulang Cakar Ayam
Yuniarifin et al. (2006); Jayathikalan et al., 2011 dan
Tingkat kejernihan gelatin TCA yang dihasilkan dari 2-
Puspawati et al., 2012).
5% HCl dengan 24-48 jam perendaman dapat dilihat secara

ringkas pada Tabel 2. Berdasarkan perhitungan statistik,
Prosedur Pengujian Warna dan Tingkat Kejernihan Gelatin
penggunaan berbagai konsentrasi HCl, lama perendaman,
Larutan gelatin dibuat dengan konsentrasi 6,67% dan interaksinya keduanya berpengaruh nyata (p<0,05)
(b/b) disiapkan dengan aquades. Warna gelatin diukur terhadap tingkat kejernihan. Hal ini menunjukan bahwa
dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang perendaman dengan menggunakan 2-5% HCl selama 24-48
gelombang 450 nm, sedangkan tingkat kejernihannya diukur jam mempengaruhi tingkat kejernihan gelatin TCA.
dengan menggunakan panjang gelombang 620 nm. Aquades
Perendaman TCA dengan menggunakan 2-5% HCl
digunakan sebagai larutan standar (Schrieber dan Gareis, selama 24-48 jam memiliki tingkat kejernihan berkisar
2007).
antara 2,15-3,04 abs (Tabel 2). Tingkat kejernihan gelatin

TCA tertinggi dihasilkan dari perendaman dengan 3,5% HCl
Prosedur Pengujian Tingkat ketebalan film Gelatin
selama 36 jam (3,04 abs) dan tingkat kejernihan gelatin TCA
Sheet gelatin sebanyak 5 lembar diukur ketebalannya terendah (2,15 abs) dihasilkan dari perendaman 2% HCl
dengan menggunakan micrometer sekrup dengan ketelitian selama 48 jam. Tingkat kejernihan terbaik dihasilkan dari
0,001 mm dengan pengambilan tiga posisi yang berbeda perendaman 5% HCl selama 48 jam (2,59 abs). Semakin
(Bao et al., 2009).
tinggi angka tingkat kejernihan, menunjukkan tingkat


145
Vol. 2 No. 3, Th. 2013 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan


Kualitas Warna, Tingkat Kejernihan dan Tingkat Ketebalan Film Gelatin
kejernihan gelatin semakin rendah.
dengan adanya 20-30% gelatin dan 10-30% plastisier
Tingkat kejernihan berbanding terbalik dengan nilai (gliserin atau sorbitol) dan 40-70% air pada saat
turbidity. Semakin tinggi turbiditynya maka, tingkat mengeringkan gel gelatin (Bourtoom, 2008). Penggunaan
kejernihannya akan semakin rendah. Nilai turbidity pada plastisier seperti gliserol, sorbitol, sukrosa dan polietilen
gelatin yang tinggi menunjukkan bahwa gelatin memiliki glikol mampu meningkatkan sifat kimia gelatin (Oh, 2012).
Tabel 1. Rerata Warna Gelatin TCA dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda
Lama Perendaman (Jam)
Perlakuan
Rerata
24
36
48
Konsentrasi HCl (%)
-----------------------------abs---------------------------
bcd
d
a
2
3,03
3,30
2,47
2,94
abcd
ab
abc
3,5
2,90
2,60
2,72
2,74
cd
abcd
bcd
5
3,27
2,90
3,05
3,08
Rerata
3,07
2,94
2,75

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)

Tabel 2. Rerata Tingkat Kejernihan Gelatin TCA dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda
Lama Perendaman (Jam)
Perlakuan
Rerata
24
36
48
Konsentrasi HCl (%)
-----------------------------abs---------------------------
bc
d
a
2
2,35
3,04
2,15
2,51
abcd
ab
abc
3,5
2,40
2,33
2,33
2,40
cd
abcd
bcd
5
2,54
2,42
2,59
2,52
Rerata
2,43
2,60
2,36

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05

Tabel 3. Rerata Tingkat Ketebalan Film Gelatin TCA dengan Konsentrasi dan Lama Perendaman yang Berbeda
Lama Perendaman (Jam)
Perlakuan
Rerata
24
36
48
Konsentrasi HCl (%)
-----------------------------mm---------------------------
a
b
ab
2
0,06
0,11
0,08
0,09
a
a
a
3,5
0,07
0,05
0,07
0,06
ab
b
a
5
0,08
0,11
0,05
0,08
Rerata
0,07
0,09
0,07

Keterangan : Superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0,05)


kualitas yang rendah. Tingginya nilai turbidity akan
mengganggu pengukuran warna gelatin. Tingginya nilai
turbidity menunjukkan bahwa proses penyaringan yang
tidak memadai (See et al., 2010).

Ketebalan Sheet Gelatin Tulang Cakar Ayam
Tingkat ketebalan film gelatin TCA yang dihasilkan
dari 2-5% HCl dengan 24-48 jam perendaman dapat dilihat
secara ringkas pada Tabel 3. Berdasarkan perhitungan
statistik, penggunaan berbagai konsentrasi HCl, lama
perendaman, dan interaksinya keduanya berpengaruh nyata
(p<0,05) terhadap tingkat ketebalan film. Hal ini menunjukan
bahwa perendaman dengan menggunakan 2-5% HCl selama
24-48 jam mempengaruhi tingkat ketebalan film gelatin TCA.
Perendaman TCA dengan menggunakan 2-5% HCl
selama 24-48 jam memiliki tingkat ketebalan film berkisar
antara 0,5-0,11 mm (Tabel 3.). Tingkat ketebalan film gelatin
TCA tertinggi dihasilkan dari perendaman dengan 3,5-5% HCl
selama 36 jam (0,11 mm). Tingkat ketebalan film terbaik
dihasilkan dari perendaman 5% HCl selama 48 jam (0,05
mm). Menurut Junianto et al. (2012) menyatakan bahwa
tingkat ketebalan pada edible film semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi gelatin dan
sorbitol. Edible film yang berasal dari 10% gelatin lebih tipis
dibandingkan dengan 7,5%. Gelatin film dapat terbentuk

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian penggunaan perbedaan
konsentrasi, lama perendaman, dan interaksinya
mempengaruhi kualitas warna, tingkat kejernihan dan
tingkat ketebalan film gelatin TCA. Seiring meningkatnya
konsentrasi HCl dan lamanya waktu perendaman, kualitas
warna, tingkat kejernihan dan tingkat ketebalan gelatin TCA
meningkat. Hal ini diduga dipengaruhi oleh nilai pH.
Berdasarkan kualitas warna, tingkat kejernihan dan tingkat
ketebalan gelatin TCA yang sesuai dengan standar GMIA
(2012), maka direkomendasikan bahwa gelatin TCA dapat
dimanfaatkan sebagai alternatif bahan baku dasar edible
film.

DAFTAR PUSTAKA
Barbooti, M.M., S.R. Raouf and F.H.K. Al-Hamdani. 2008.
Optimization of production of food grade gelatin
from bovine hide wastes. Eng and Tech. 26(2): 240-
253.
Bourtoom, J. 2008. Edible films and coating : characteristics
and properties. International Food Research Journal.
15 (3): 1-12.
Bao, S., Xu, S., &Wang, Z. (2009). Antioxidant activity and
properties of gelatin films incorporated with tea
polyphenol-loaded chitosan nanoparticles. Journal of



146
Vol. 2 No. 3, Th. 2013 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan


Kualitas Warna, Tingkat Kejernihan dan Tingkat Ketebalan Film Gelatin
the Science of Food and Agriculture. 89(15): 2692-
Liu, D.C, Y.K. Lin, and M.T. Chen, 2001. Optimum Condition
2700.
of extrcting collagen from Chicken feet and its
Choi, S. and J.M. Regenstein. 2000. Physicochemical and
caracetristics. Asian-Australasian Journal of Animal
sensory characteristics of fish gelatin. Journal of Food
Science 14 : 1638-1644.
Science. 65(2): 194-199
Miwada, I. N. S dan I. N. Simpen. 2007. Optimalisasi potensi
Cole, C.G.B dan J.J. Roberts. 1997. Gelatine Colour
ceker ayam (Shank) hasil limbah rpa melalui metode
Measurement. Meat Science. 1: 23-31.
ekstraksi termodifikasi untuk menghasilkan gelatin.
Field, R.A., M.L. Riley, F.C. Mello, M.H. Corbridge and A.W.
Majalah Ilmiah Peternakan. 10 (1): 5-8.
Kotula. 1974. Bone composition in cattle, pigs, sheep Oh, J.H. 2012. Characteristic of edible film fabricated with
and poultry. Journal of Animal Science. 39 (3): 493-
channel catfish (Istalurus punctatus) gelatin by cross-
499.
linking with transglutaminase. Fish Aquat. Sci. 15 (1):
Gelatin Manufacturer Institute of America (GMIA). 2012.
9-14.
Gelatin Hand Book. America.
Prayitno. 2007. Ekstraksi kolagen cakar ayam dengan
Guillen, M. C. G., B. Gimenez., M. E. L. Caballero and M. P.
berbagai jenis larutan asam dan lama perendaman.
Montero. 2011. Functional and bioactive properties of
Animal Production. 9 (2) : 99 104.
collagen and gelatin from alternative sources. Food Puspawati, N.M., I.N. Simpen dan S. Miwada. 2012. Isolasi
Hydrocolloids. 25: 1813-1827.
gelatin dari kulit kaki ayam broiler dan karakterisasi
Hajrawati. 2006. Sifat Fisik dan Kimia Gelatin Tulang Sapi
gugus fungsinya dengan spektrofotometeri FTIR.
dengan Perendaman Asam Klorida pada Konsentrasi
Jurnal Kimia. 6 (1) : 87 79.
dan Lama Perendaman yang Berbeda. Institut Schrieber, R and H. Gareis. 2007. Gelatin Handbook. Wiley-
Pertanian Bogor, Bogor (Tesis Magister Sains).
VCH Verlag GmbH & Co. KGaA, Germany.
Hidaka, S. and S.Y. Liu. 2003. Effects of gelatins on calcium See, S.F. Hong, P.K., Ng., K.L Wan Aida, W.M. and A.S Babdji.
phosphate precipitation: a possible application for
2010. Physiscochemical properties of gelatins
distinguishing bovine bone gelatin from porcine skin
extracted from skins of different freshwater fish
gelatin. Journal of Food Composition and Analysis. 16:
species. International Food Research Journal. 17 : 809
477-483.
816.
Jayathikalan, K., K. Sultana, K. Radhakrishna and A.S. Bawa. Sukkwai, S., K. Kijroongrojana and S. Benjakul. 2011.
2011. Utilization of byproducts and waste materials
Extraction of gelatin from bigeye snapper
from meat, poultry and fish processing industries: a
(Priacanthus tayenus) skin for gelatin hydrolysate
review. J Food Sci Technol : DOI 10.1007/s13197-011-
production. International Food Research Journal. 18
0290-7.
(3): 1129-1134.
Junianto, K. Haetami dan I. Maulina. 2006. Produksi Gelatin Yuniarifin, H., V.P. Bintoro, dan A. Suwarastuti. 2006.
Dari Tulang Ikan dan Pemanfaatannya Sebagai Bahan
Pengaruh berbagai konsentrasi asam fosfat pada
Dasar Pembuatan Cangkang Kapsul. Hibah Penelitian
proses perendaman tulang sapi terhadap rendemen,
Dirjen Dikti. Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan,
kadar abu dan viskositas gelatin. J. Indonesia Trop.
Universitas Padjajaran.
Anim. Agric. 31 (1) : 55 61.



147
Vol. 2 No. 3, Th. 2013 Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan

Anda mungkin juga menyukai