Anda di halaman 1dari 32

Pencemaran Limbah Tekstil di Bandung

Kasus di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Mata Kuliah :

Pengamanan Limbah Cair

ALIVA IKMA YUHASTARI ( P2.31.33.1.12.003 )


IBNU NUGROHO SAPUTRO ( P2.31.33.1.12.020 )

4 DIV

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN JAKARTA II


Jurusan Kesehatan Lingkungan
Jln. Hang Jebat Raya no. 47A Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp : (021) 7397641 Fax: (021) 7397769
Website : poltekkesjkt2.ac.id
Jakarta, 2016

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pencemaran lingkungan atau polusi adalah masuknya atau dimasukkannya mahluk hidup,
zat, energi atau komponen lain ke dalam lingkungan. Dapat juga diartikan sebagai perubahan
tatanan lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam sehingga kualitas
lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang
atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Hal ini sesuai dengan UU
Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 1982.
Pencemaran lingkungan tersebut tidak dapat dihindari, yang dapat dilakukan adalah
mengurangi pencemaran, mengendalikan pencemaran dan meningkatkan kesadaran serta
kepedulian masyarakat terhadap lingkungannya agar tidak mencemari lingkungan.
Soemarwoto (1991) dalam Kurnia, et al. (2009) mengatakan pencemaran terjadi pada tanah,
air tanah, badan air atau sungai, udara, bahkan terputusnya rantai dari suatu tatanan
lingkungan hidup atau penghancuran suatu jenis organisme yang pada akhirnya akan
menghancurkan ekosistem.
Zat atau bahan yang dapat mengakibatkan pencemaran disebut polutan. Syarat-syarat
suatu zat disebut polutan bila keberadaannya dapat menyebabkan kerugian terhadap makluk
hidup. Contohnya, karbon dioksida dengan kadar 0,033% di udara berfaedah bagi tumbuhan,
tetapi bila lebih tinggi dari 0,033% dapat memberikan efek merusak.
Selanjutnya Kurnia, et al. (2009 ) mengatakan bahwa penyebab pencemaran pada lahan
pertanian dapat digolongkan ke dalam kegiatan non pertanian (industri, pertambangan) dan
kegiatan pertanian (penggunaan bahan-bahan agrokimia). Pencemaran pada lahan sawah
umumnya disebabkan oleh limbah industri dan aktivitas budi daya yang menggunakan bahanbahan agrokimia seperti pupuk dan pestisida yang kurang terkendali. Banyaknya pabrik atau
industri tekstil yang dibangun di sekitar lahan pertanian telah menyebabkan tercemarnya
lahan sawah sehingga hasil gabah menjadi berkurang atau sama sekali tidak menghasilkan.

Pencemaran yang terjadi ini disebabkan oleh limbah industri tekstil yang dibuang ke
badan air atau sungai, sementara sungai merupakan sumber pengairan lahan sawah yang ada
di bagian hilir pabrik atau industri. Industri tekstil pada umumnya menghasilkan produkproduk tekstil untuk keperluan clothing, carpeting, dan tyme card. Industri ini merupakan
salah satu jenis industri yang memerlukan banyak air. IPAL yang diperlukan agak rumit
karena adanya sisa-sisa bahan kimia di dalam air limbah.
Seperti aliran sungai Cikijing yang telah tercemar limbah industri tekstil dan digunakan
untuk pengairan persawahan disekitar Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung. Instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) industri terkait tidak berfungsi sebagai mana mestinya.
Akibatnya, secara ekologi industri-industri di wilayah tersebut banyak menimbulkan
pencemaran dan merusak sumber daya alam dan lingkungan karena mengeluarkan limbah
yang tidak sesuai dengan syarat baku mutu. Akibatnya unsur-unsur kimia yang terbawa
limbah, selanjutnya mengendap di dalam tanah. Proses ini terus berlanjut sehingga terjadi
akumulasi bahan berbahaya dan beracun (B3) serta logam berat di dalam tanah. Oleh karena
itu diperlukan teknologi untuk mengendalikan pencemaran yang terjadi pada tanah sawah.
Menurut penelitian dari Pusat Penelitian Pengembangan Tanah dan Agroklimat sejak
2001, yang dipaparkan tim dari BPLHD maupun PSDA, tanah di persawahan Rancaekek
mengandung natrium (Na) dengan konsentrasi tinggi yaitu 2,03-12,97 me/100g tanah.
Sebagai perbandingan, kadar Na dalam tanah yang tidak tercemar limbah industri tekstil
hanya 0,42 me/100g tanah. Selain Na, unsur logam berat pencemar lainnya yang terdeteksi
adalah Hg, Cd, Cr, Cu, Co, dan Zn. Ratusan hektare sawah di empat desa di Kecamatan
Rancaekek, Kabupaten Bandung terindikasi mengandung bahan-bahan kimia beracun dan
logam berat (B3), sehingga menurunkan produksi dan kualitas padi. Pencemaran terjadi
karena para petani menggunakan Sungai Cikijing yang telah tercemar limbah industri tekstil
sebagai sumber pengairan bagi pertanian mereka ( www.pikiran-rakyat.com. Diakses tanggal
23 Juni 2009).

PERMASALAHAN

Puluhan Industri Masif Mencemari Sungai di Kabupaten Bandung


September 14, 2015 Donny Iqbal, Bandung

Masih maraknya industri di Kabupaten Bandung, Jawa Barat yang membuang limbah secara
masif ke aliran aliran sungai akhir akhir ini, sangat memprihatinkan. Tercatat sebanyak
132 industri dengan rincian industri yang pembuangan air limbahnya ke Sungai Citarik
sebanyak 17 industri, Sungai Cirasea sebanyak 35 industri, Cisangkuy sebanyak 22 industri,
Sungai Cipalasari sebanyak 3 industri dan Sungai Cisirung sebanyak 21 industri.
Melihat hal tersebut, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Badan
Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jabar mengadakan acara sosialisasi
pengendalian pencemaran lingkungan di gedung La Garden, Kopo, Kabupaten Bandung,
Kamis (10/9/15) lalu.

Seorang warga korban pencemaran limbah. Lahan pertanian rusak, tanaman pun mati. Tiga perusahaan membandel, KLH
berencana menggugat.
Foto: Kementrian Lingkungan Hidup

Acara yang dihadiri perwakilan industri sekabupaten Bandung tersebut membahas persoalan
lingkungan dan mendiskusikan pengelolaan limbah industri yang sesuai aturan pemerintah.
Deny Rusnaya, Akademisi dari Universitas Pasundan yang menjadi pemateri memaparkan,

meningkatnya pertumbuhan penduduk serta perkembangan perekonomian di Kabupaten


Bandung telah berdampak pada kerusakan lingkungan. Sungai-sungai di wilayah Kabupaten
Bandung terindikasi tercemar kegiatan domestik, industri, pertanian, peternakan, dan
sebagainya.
Tercatat ada 11 kawasan industri yang tersebar di Kawasan Kab Bandung, yaitu kawasan
industrI Rancaekek, Bojong Soang, Marga Asih, Dayeuh Kolot, Katapang, Pameungpeuk,
Baleendah, Cikancung, Solokan Jeruk dan Cicalengka. Yang kontribusi limbah terbanyak
terjadi di daerah Rancaekek dan Majalaya, katanya.
Deny melanjutkan limbah cair industri merupakan limbah cair yang dihasilkan oleh kegiatan
industri. Sumber penghasil limbah cair di dalam suatu industri diantaranya proses produksi,
misalnya pengecatan, pencucian bahan baku, pencampuran bahan kimia, kemudian sumber
perlengkapan utilitas, misalnya menara pendingin (cooling tower), ketel uap (boiler), dan
terakhir sumber kegiatan domestik, misalnya kantin industri dan pembersihan lantai.
Kita harus mengetahui terlebih dahulu apakah air limbah industri hasil produksi perusahaan
sudah memenuhi standar kualitas atau baku mutu belum? Jika sudah memenuhi tak perlu lagi
diolah, paparnya.

Balthasar Kambuaya, Menteri LH tengah meninjau sungai yang berwarna hitam karena tercemar limbah pabrik di
Kabupaten Bandung.
Foto: Kementerian Lingkungan Hidup

Untuk menganalisis karakteristik air limbah dapat menentukan terlebih dahulu jenis dan
teknologi pengolahan yang tepat dalam perencanaan instalasi pengolahan air limbah (IPAL).
Ia menuturkan, pengukuran kinerja IPAL bisa dilakukan dengan analisis sampel sesuai

dengan baku mutu limbah dan menghitung efisiensi pengolahan kualitas effluent (pencurahan
limbah cair yang masuk kedalam air bersumber dari pembuangan sisa produksi) terhadap
influent (yang masuk).
Ia menyebutkan ada beberapa parameter dalam menetukan kualitar air limbah, seperti
parameter fisik, kimia dan biologi. Parameter fisik dilihat dari suhu, warna, padatan
tersuspensi (TSS), padatan terlarut (TDS), padatan total (TS), kekeruhan. Parameter kimia
yaitu dari zat organik nya dan parameter biologi yaitu bakteri coli tinja dan total coli.
Deny memaparkan bahwa dalam proses pengolahan air limbah harus mengetahui TSS, TDS,
biodegradable material, komponen organik atau inorganik dan material toksik, supaya bisa
memilih proses mana yang nantinya akan dilakukan.
Apabila pertimbangannya berdasarkan rasio BOD (kebutuhan oksigen biokimia) atau COD
(kebutuhan oksigen kimia) rendah atau dibawah 0.5, pengolahan menggunakan proses fisika
dan kimia yaitu dengan menghilangkan partikel-partikel yang berukuran besar dan yang
tidak mudah mengendap. Tetapi, apabila pertimbangan rasio BOD atau COD tinggi (>0.5),
maka pengolahanitu menggunakan proses biologi yaitu dengan memanfaatkan kerja
mikroorganisme.
Jadi kalo kita sudah mengetahui kandungan dari limbah tersebut, kita mudah menentukan
prosesnya. Dan apabila masih terkandung bahan limbah dalam cairan tersebut kita bisa
menggunakan gabungan dari proses kimia, fisika dan biologi, tambahnya.

Air sungai di Dusun Jelegong, Rancaekek, Bandung.


Foto: Indra Nugraha

Komponen baku mutu limbah cair dibatasi oleh tiga hal antara lain, kadar maksimum, beban
pencemaran maksimum dan debit limbah maksimum yang masih diperbolehkan dibuang ke
lingkungan.
Deny menjelaskan tahapan proses pengolahan limbah ada yang melalui proses primer
(pendahuluan), proses pengolahan sekunder (fisik, kimia, biologi), proses pengolahan tersier
(lanjutan) dan proses pengolahan lumpur. Lebih lanjut berdasarkan jenis proses dibagi
menjadi pengolahan fisik, mengandalkan proses fisik, pengolahan kimiawi, mengandalkan
reaksi kimia, pengolahan biologis, mengandalkan aktivitas mikroorganisme.
proses tersebut akan lebih baik apabila para pelaku industri melakukannya dengan benar.
Saya berharap keberlangsungan lingkungan pun penting tanpa mengabaikan aspek aspek
yang lain. Agar lingkungan kita kian sehat dan bisa di nikmati bersama, katanya disela sela
acara.
Pengelolaan Limbah B3
Sedangkan Rosliana, perwakilan KLHK menjelaskan pengolahan limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun (B3)

harus dilakukan hati-hati. Limbah B3 harus terlebih dahulu

terindentifikasi kemudian sudah begitu baru kita bisa mengetahui langkah selanjutnya yang
akan di tempuh, paparnya.
Ia melanjutkan pengelolaan limbah B3 dikelompokan menjadi dua katergori; kategori 1
(asam, basa, garam kimia B3) dan kategori 2 (karbon aktif bekas). Dari segi dampaknya
kategori 1 beresiko langsung dirasakan manusia bersifat akut sedangkan kategori 2
berdampak secara langsung terhadap kesehatan manusia dan juga terhadap lingkungan
bersifat kronis. Pengelolaan limbah berdasarkan kategori tersebut.
Dalam praktiknya pemerintah telah mengatur pengolahan limbah yang tertuang dalam PP
No.101/2014 yang telah mengalami penyempurnaan dari PP No.18 jo. PP No.85 tahun
1999. Dalam peraturan tersebut masalah limbah B3 diatur dalam pasal 10 yang mengatakan
bahwa setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengurangan limbah B3.
Pengolahan limbah itu ada tahapan yang harus dilalui diantaranya; penyimpanan
pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan. Dalam perizinan

PP No.101 sekarang dapat terintegrasi dengan satu izin saja, itu ketetapan yang ditetapkan
oleh Pemerintah katanya.
Rosliana memaparkan proses penyimpanan yang sesuai penyimpanan limbah B3 harus di atas
permukaan tanah dan dilarang melakukan penyimpanan di bawah tanah (underground).
Lokasi penyimpanan Limbah B3 harus bebas banjir dan tidak rawan bencana alam atau dapat
direkayasa dengan teknologi. untuk perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, apabila
tidak bebas banjir dan rawan bencana alam. Selanjutnya perihal perizinan pengelolaan
limbah B3 khusunya kegiatan penyimpanan Limbah B3 diterbitkan oleh bupati atau walikota.
Pada proses pengumpulan dan pengangkutan limbah B3 wajib memiliki rekomendasi
pengangkutan limbah dan izin pengangkutan limbah B3 dari Menteri Perhubungan dan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dalam hal pemanfaatan, diharapkan pelaku industri mampu mengolah limbah secara
mandiri. Pada proses pemanfaatan limbah boleh memanfaatkan dengan menggunakan
teknologi yang dimiliki. Tetapi, pasti akan ada outputnya entah itu mau ke air atau mau ke
tanah atau mau ke udara itu harus memenuhi standar baku mutu yang ada, karena setelah
pemanfaatan tidak serta merta hilang limbahnya. Itu yang harus kita perhatikan outputnya
ujar Rosliana.
Ia menyebutkan pemanfaatan limbah bisa dijadikan sebagai bahan bakar dapat dilaksanakan
apabila kalorinya diatas 2500 dan kadar airnya dibawah 15 persen. Rosliana menambahkan,
apabila pihak pelaku industri mengetahui dengan jeli tahapan demi tahapan pengelolahan B3
diharapkan dapat mengurangi limbah hasil industri dan dapat mengendalikan.

IDENTIFIKASI KASUS

Suatu zat dapat disebut polutan apabila jumlahnya melebihi jumlah normal, berada
pada waktu yang tidak tepat dan di tempat yang tidak tepat. Berdasarkan tempat terjadinya,
pencemaran dibedakan menjadi pencemaran udara, air dan tanah.
Kawasan perindustrian di Indonesia umumnya dibangun pada kawasan pertanian yang
subur, selain mengurangi luas lahan pertanian, pembangunan industri seringkali
menimbulkan permasalahan yang besar bagi lingkungan dan masyarakat sekitar yaitu
terjadinya pencemaran B3 dan logam berat melalui limbah yang dibuang ke badan air/sungai.
Salah satu bahan pencemar yang akan dibahas adalah limbah yang berasal dari industri tekstil
yang dibuang ke Suangai Cikijing.

Kandungan Limbah Industri Tekstil


Sesuai aturan yang berlaku industri tekstil seharusnya membersihkan terlebih dahulu
limbah yang akan dibuang ke perairan umum. Namun tidak semuanya disiplin, misalnya
sebuah pabrik tekstil di Kabupaten Bandung yang membuang limbah kotor ke sungai Cikijing
sehingga meningkatkan kadar logam berat tanah-tanah pertanian, seperti : B, Cd, Co, Cu dan
Pb. Akibatnya banyak lahan pertanian yang menurun produktivitasnya bahkan tidak produktif
lagi untuk pertanaman padi dan palawija.
Beberapa industri tekstil dalam proses produksinya mengunakan bahan-bahan kimia
seperti sodium hydrophosphate dalam proses pemutihan (bleaching). Demikian juga dalam
proses pengolahan limbah digunakan bahan-bahan kimia tertentu, agar limbah yang dibuang
aman dari bahan-bahan kimia yang digunakan dalam proses pruduksi. Namun demikian, data
analisis limbah industri tekstil menunjukan adanya sejumlah unsur B3 dan logam berat
seperti Na, HN4, SO4, Fe, Al, Mn, Co dan Ni yang potensial menyebabkan pencemaran,
terutama bila air limbah tersebut masuk ke dalam badan air atau sungai dan airnya digunakan
sebagai sumber air irigasi (Kurnia, et al,. 2009).

Pada tabel 1 di bawah ini dapat dilihat kandungan unsur dan logam berat yang
mengakibatkan pencemaran tanah yang pengairannya menggunakan sungai Cikijing.

Unsur Na merupakan bahan pencemar dominan yang telah jauh melewati ambang kritisnya
sebesar 467- 2.983 mg/kg sedangkan batas kritis yang dizinkan hanya 60 mg/kg, disusul
kandungan Ni sebesar 14 21 mg/kg sedangkan batas kritis hanya 20 mg/kg. Sedangkan
unsur-unsur lain seperti Zn, Cu dan Co masih berada pada batas toleransi yang diizinkan.
Namun demikian kandungan logam yang berada dibatas kritis tetap harus diwaspadai,
mengingat persawahan terus berlanjut dengan sumber pengairan dari sungai Cikijing
sehingga akan terakumulasi logam berat dalam tanaman dan tubuh manusia/hewan yang
mengkonsumsi beras dan air, sehingga potensial untuk menimbulkan gangguan kesehtan
yang serius.

Dampak yang Ditimbulkan


Akibat buruk dari pencemaran tanah terhadap kesehatan tergantung pada tipe polutan,
jalur masuk ke dalam tubuh dan kerentanan populasi yang terkena. Sejalan dengan hal
tersebut Kurnia, et al (2009) menyatakan pencemaran di dalam tanah tidak bisa segera
terlihat. Untuk beberapa unsur kimia, terutama logam berat tidak membahayakantanah dan
tidak menyebabkan gangguan fisiologis pada tanaman. Namun pencemaran tersebut dapat
berdampak lebih jauh, yaitu masuknya unsur-unsur logam berat atau pencemar lain ke dalam
tanah. Selanjutnya secara alami, unsur-unsur tersebut akan terserap dan masuk ke dalam

jaringan tanaman bersama sama dengan unsur hara dan air yang dibutuhkan tanaman untuk
fotosintesis, sehingga produk pertanian yang dihasilkan dan dikonsumsi manusia dapat
menimbulkan gangguan kesehatan.
Selain menimbulkan gangguan kesehatan akibat tingginya kandungan Na dalam air
sungai yang menjadi sumber pengairan sawah, pertanaman padi menjadi rusak dan
menurunkan hasil panen. Hal ini sesuai dengan pendapat Ramadhi (2002); dan Suganda et
al,. (2003) dalam Kurnia, et al (2009), akibat limbah industri tersebut mengandung logam
berat dan B3, menyebabkan pertanaman padi disekitar industri tekstil di Kecamatan
Rancaecek, Kabupaten Bandung mengalami kerusakan dan gaal panen khususnya di musim
kemarau. Lahan sawah yang tercemar mencapai hampir 1.250 atau sekitar 15% dari total luas
sawah di daerah tersebut. Kasus kerusakan sebagian besar tanaman padi dan gagal panen di
persawahan Rancaecek tersebut disebabkan karena tingginya kandungan Na di dalam tanah
sawah, yang berkisar antara 467 2.983 mg kg-1 Na. Kerusakan persawahan akibat limbah
tekstil dapat dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.

Logam berat Fe, Cu dan Zn merupakan unsur hara mikro yang diperlukan tumbuhan
namun dalam jumlah banyak beracun. Ni dan Cd dalam jumlah sekelumit diduga
menjalankan peran fisiologi penting dalam tumbuhan tetapi dalam jumlah lebih banyak
beracun. Cr sangat beracun bagi tumbuhan, sedang perannya sebagai hara belum diketahui.
Akan tetapi unsur ini perlu bagi manusia dan hewan menyusuai karena berperan serta dalam
metabolisme glukose. Peran Pb sebagai hara tumbuhan juga belum diketahui. Unsur ini
merupakan pencemaran kimiawi utama terhadap lingkungan dan sangat beracun bagi
tumbuhan, hewan dan manusia (Mengel & Kirkby, 1987) dalam Notohadiprawiro (2006).
Pada Tabel 2 di bawah ini berdasarkan analisis limbah filtrat dan larutan lumpur dapat
dilihat kemasaman air sungai Cikijing sedikit alkali karena kandungan Na jauh di atas batas
normal. Sedangkan kandungan NO3, PO4 dan SO4 dalam air dan lumpur relatif tidak jauh
berbeda, tetapi kandungan ZN, Pb, Cu, Cd, Cr, Co dan Ni dalam lumpur sangat tinggi
dibandingkan filtratnya.

Berdasarkan data Suganda et al. (2003) dalam Kurnia et al. (2009), hasil analisis unsurunsur pencemar dan logam berat dalam contoh air sungai yang digunakan sebagai sumber air
pengairan menunjukan kandungan B3 dan logam berat tersebut masih di bawah batas kritis
kecuali Na dan SO4. Akan tetapi, bila contoh air diambil dari bagian dasar sungai yang
bercampur lumpur, ternyata kandungan Pb, Cr, Co, Ni, Zn dan Cu umumnya melebihi batas
kritis logam berat dalam air (data Sungai Cikijing). Tinggingnya kandungan logam berat

dalam lumpur di dasar sungai diduga karena proses pengendapan yang terjadi terus-menerus.
Oleh sebab itu dapat dipastikan tingginya kandungan Cr, Co, Ni dan Zn dalam tanah sawah
adalah akibat penggunaan air sungai yang secara terus menerus sebagai sumber air pengairan.
Menurut Pranowo (2009), dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme
tanaman yang pada akhirnya

dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini

menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu
menahan lapisan tanah dari erosi. Beberapa bahan pencemar ini memiliki waktu paruh yang
panjang dan pada kasus lain bahan-bahan kimia derivatif akan terbentuk dari bahan pencemar
tanah utama.
Kandungan Logam Berat Dalam Tanaman dan Batas Kritis yang Diizinkan
Dalam kandungan berbagai limbah tektil yang dibuang ke Sungai Cikijing terdapat
logam berat yang perlu mendapat perhatian. Salah satunya unsur Pb sudah mendekati batas
kritis yaitu : kandungan dalam beras sudah mencapai 0,92 ppm sedangkan batas kritis yang
diterapkan oleh pemerintah dan Dirjen POM sebesar 1.00 ppm. Tabel 3 di bawah ini
menunjukan kandungan logam berat yang terdapat dalam jerami padi dan beras di Rancaecek
dan perbandingannya dengan Juwana yang tercemar limbah industri Penyepuhan logam.

Sedangkan Tabel 4. Di bawah ini merupakan batas kritis unsur-unsur dan logam berat yang
masih diizinkan terdapat di dalam tanah, air, tanaman dan beras.

Untuk kandungan logam berat lainnya dalam beras yang berasal dari persawahan
Rncaecek masih relatif aman (jauh di bawah batas kritis), namun yang perlu mendapat
perhatian adalah terjadinya akumulasi logam tersebut di dalam tubih makhluk hidup yang
mengkonsumsinya secara terus menerus. Hal ini tetap akan menimbulkan gangguan
kesehatan yang serius terutama pada manusia.
Berbagai spesies yang hidup di dalam sungai Cikijing dan areal persawahan
Rancaecek seperti ikan, belut keong yang sumber air dan makanannya berasal dari sungai
yang tercemar limbah, akan sangat berbahaya jika dikonsumsi oleh manusia dan makhluk
hidup lainnya secara terus menerus. Hal ini yang dikuatirkan terjadinya gangguan pada rantai
makanan yang mengakibatkan rusaknya komponen dalam rantai makanan tersebut.
Sependapat dengan hal itu Kurnia et al., (2009) menyebutkan bahwa meskipun unsur-unsur
logam berat lain yang berada di bawah batas kritis, tetap harus mendapat perhatian serius,
karena dalam konsentrasi yang sangat rendahpun, produk pertanian yang tercemar dapat
menyebabkan gangguan kesehatan akibat terus menerus dikonsumsi.

KERANGKA TEORITIS PENANGGULANGAN (ANALISIS)

Pengertian Limbah Indusri Tekstil


Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri
maupun domestik (rumah tangga). Limbah tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dalam
proses pengkanjian, proses penghilangan kanji, penggelantangan, pemasakan, merserisasi,
pewarnaan, pencetakan dan proses penyempurnaan. Proses penyempurnaan kapas menghasil
kan limbah yang lebih banyak dan lebih kuat dari pada limbah dari proses penyempurnaan
bahan sistesis.
Gabungan air limbah pabrik tekstil di Indonesia rata-rata mengandung 750 mg/l
padatan tersuspensi dan 500 mg/l BOD. Perbandingan COD : BOD adalah dalam kisaran
1,5 : 1 sampai 3 : 1. Pabrik serat alam menghasilkan beban yang lebih besar.Beban tiap ton
produk lebih besar untuk operasi kecil dibandingkan dengan operasi modern yang besar,
berkisar dari 25 kg BOD/ton produk sampai 100 kg BOD/ton.Informasi tentang banyaknya
limbah produksi kecil batik tradisional belum ditemukan.
Proses Pembuatan Tekstil

Serat buatan dan serat alam (kapas) diubah menjadi barang jadi tekstil dengan
menggunakan serangkaian proses. Serat kapas dibersihkan sebelum disatukan menjadi
benang.Pemintalan mengubah serat menjadi benang. Sebelum proses penenunan atau
perajutan, benang buatan maupun kapas dikanji agar serat menjadi kuat dan kaku. Zat kanji
yang lazim digunakan adalah pati, perekat gelatin, getah, polivinil alkohol (PVA) dan
karboksimetil selulosa (CMC). Penenunan, perajutan, pengikatan dan laminasi merupakan
proses kering.
Sesudah penenunan serat dihilangkan kanjinya dengan asam (untuk pati) atau hanya
air (untuk PVA atau CMC). Penghilangan kanji pada kapas dapat memakai enzim. Sering
pada waktu yang sama dengan pengkanjian, digunakan pengikisan (pemasakan) dengan
larutan alkali panas untuk menghilangkan kotoran dari kain kapas. Kapas juga dapat

dimerserisasi dengan perendaman dalam natrium hidroksida, dilanjutkan pembilasan dengan


air atau asam untuk meningkatkan kekuatannya.
Penggelantangan dengan natrium hipoklorit, peroksida atau asam perasetat dan asam borat
akan memutihkan kain yang dipersiapkan untuk pewarnaan. Kapas memerlukan
pengelantangan yang lebih ekstensif daripada kain buatan (seperti pendidihan dengan soda
abu dan peroksida).
Pewarnaan serat, benang dan kain dapat dilakukan dalam tong atau dengan memakai
proses kontinyu, tetapi kebanyakan pewarnaan tekstil sesudah ditenun. Di Indonesia denim
biru (kapas) dicat dengan zat

warna.Kain dibilas diantara kegiatan pemberian

warna.Pencetakan memberikan warna dengan pola tertentu pada kain diatas rol atau kasa.
Jenis yang paling banyak digunakan saat ini adalah zat warna reaktif dan zat warna
dispersi.Hal ini disebabkan produksi bahan tekstil dewasa ini adalah serat sintetik seperti
serat polamida, poliester dan poliakrilat.Bahan tekstil sintetik ini, terutama serat poliester,
kebanyakan hanya dapat dicelup dengan zat warna dispersi.Demikian juga untuk zat warna
reaktif yang dapat mewarnai bahan kapas dengan baik.
Limbah cair industri tekstil dapat diamati dengan mudah, karena limbah cairnya
memiliki warna yang pekat.Warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang merupakan suatu
senyawa kompleks aromatik yang biasanya sukar untuk diuraikan oleh mikroba.Beberapa
penelitian mengenai perombakan zat warna dari limbah cair industri tekstil secara anerobik
dilaporkan telah berhasil mengurangi warna, khususnya zat warna azo ini umumnya resistan
untuk dioksidasi oleh mikoorganisme aerobik.
Sumber Limbah Industri
Di Indonesia industry tekstil merupakan salah satu penghasil devisa Negara. Limbah
dan emisi merupakan non product output dari kegiatan industri tekstil. Khusus industri tekstil
yang di dalam proses produksinya mempunyai unit Finishing- Pewarnaan (dyeing)
mempunyai potensi sebagai penyebab pencemaran air dengan kandungan amoniak yang
tinggi.
Dalam melakukan kegiatannya industry besar maupun kecil membutuhkan banyak air
dan bahan kimia yang digunakan antara lain dalam proses pelenturan, pewarnaan dan
pemutihan. Salah satu proses penting dalam produksi garmen adalah proses pencucian atau

laundry yang dapat disebut juga sebagai proses akhir dalam produksi garmen yaitu dengan
cara pelenturan warna asli dan pemberian warna baru yang diinginkan. Terutama dalam
produk jeans, hasil pencucian akan menjadi kunci keberhasilan produk terssebut, karena efek
dari pencucian itu akan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan harga jualnya
dipasaran.
Limbah tekstil merupakan limbah cair dominan yang dihasilkan industri tekstil karena
terjadi proses pemberian warna (dyeing) yang di samping memerlukan bahan kimia juga
memerlukan air sebagai media pelarut. Industri tekstil merupakan suatu industri yang
bergerak dibidang garmen dengan mengolah kapas atau serat sintetik menjadi kain melalui
tahapan proses : Spinning (Pemintalan) dan Weaving (Penenunan).Limbah industri tekstil
tergolong limbah cair dari proses pewarnaan yang merupakan senyawa kimia sintetis,
mempunyai kekuatan pencemar yang kuat. Bahan pewarna tersebut telah terbukti mampu
mencemari lingkungan.Zat warna tekstil merupakan semua zat warna yang mempunyai
kemampuan untuk diserap oleh serat tekstil dan mudah dihilangkan warna (kromofor) dan
gugus yang dapat mengadakan ikatan dengan serat tekstil (auksokrom).
Zat warna tekstil merupakan gabungan dari senyawa organik tidak jenuh, kromofor
dan auksokrom sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat antara warna dengan serat.
Larutan penghilang kanji biasanya langsung dibuang dan ini mengandung zat kimia
pengkanji dan penghilang kanji pati, PVA, CMC, enzim, asam. Penghilangan kanji biasanya
memberi kan BOD paling banyak dibanding dengan proses-proses lain. Pemasakan dan
merserisasi kapas serta pemucatan semua kain adalah sumber limbah cair yang penting, yang
menghasilkan asam, basa, COD, BOD, padatan tersuspensi dan zat-zat kimia. Proses-proses
ini menghasilkan limbah cair dengan volume besar, pH yang sangat bervariasi dan beban
pencemaran yang tergantung pada proses dan zat kimia yang digunakan. Pewarnaan dan
pembilasan menghasilkan air limbah yang berwarna dengan COD tinggi dan bahan-bahan
lain dari zat warna yang dipakai, seperti fenol dan logam.Di Indonesia zat warna berdasar
logam (krom) tidak banyak dipakai. Proses pencetakan menghasilkan limbah yang lebih
sedikit daripada pewarnaan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas limbah adalah :

1. Volume limbah

2. Kandungan bahan pencemar


3. Frekuensi pembuangan limbah

Karakteristik Limbah yang dihasilkan pada proses produksi :


1. Penghilangan kanji, karakteristik limbahnya :
BOD dan COD tinggi, pH netral, Total Solid tinggi
2. Pemasakan, karakteristik limbahnya :
BOD dan COD tinggi, pH netral, Total Solid tinggi, suhu tinggi
3. Penggelantangan karakteristik limbahnya :
BOD dan COD tinggi, pH tinggi, Total Solid tinggi
4. Mercerizing karakteristik limbahnya :
BOD dan COD rendah, pH tinggi, Total Solid rendah
5. Pencelupan karakteristik limbahnya :
BOD dan COD tinggi, pH berkisar antara netral - alkalis
6. Pencapan karakteristik limbahnya :
Total Solid tinggi
Karakteristik Air Limbah
Karakteristik air limbah dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Karakteristik Fisika
Karakteristik fisika ini terdiri daribeberapa parameter, diantaranya :
a. Total Solid (TS)
Merupakan padatan didalam air yangterdiri dari bahan organik maupunanorganik
yang larut, mengendap,atau tersuspensi dalam air.
b. Total Suspended Solid (TSS)
Merupakan jumlah berat dalam mg/lkering lumpur yang ada didalam air limbah
setelah mengalamipenyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikron.
c. Warna
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
menigkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abuabu menjadi
kehitaman.
d. Kekeruhan

Kekeuhan disebabkan oleh zat padat tersuspensi, baik yang bersifat organik
maupun anorganik.
e. Temperatur
Merupakan parameter yang sangat penting dikarenakan efeknya terhadap reaksi
kimia, laju reaksi, kehidupan organisme air dan penggunaan air untuk berbagai
aktivitas sehari hari.
f. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi atau
penambahan substansi pada limbah. Pengendalian bau sangat penting karena
terkait dengan masalah estetika.
2. Karateristik Kimia
a. Biological Oxygen Demand (BOD)
Menunjukkan jumlah oksigen terlarut yang dibutuhkan oleh organisme hidup
untuk menguraikan atau mengoksidasi bahanbahan buangan di dalam air
b. Chemical Oxygen Demand (COD)
Merupakan jumlah kebutuhan oksigen dalam air untuk proses reaksi secara kimia
guna menguraikan unsur pencemar yang ada. COD dinyatakan dalam ppm (part
per milion) atau ml O2/ liter.(Alaerts dan Santika, 1984).
c. Dissolved Oxygen (DO)
adalah kadar oksigen terlarut yang dibutuhkan untuk respirasi aerob
mikroorganisme. DO di dalam air sangat tergantung pada temperature dan
salinitas.
d. Ammonia (NH3)
Ammonia adalah penyebab iritasi dan korosi, meningkatkan pertumbuhan
mikroorganisme dan mengganggu proses desinfeksi dengan chlor (Soemirat,
1994). Ammonia terdapat dalam larutan dan dapat berupa senyawa ion ammonium
atau ammonia.tergantung pada pH larutan.
e. Sulfida
Sulfat direduksi menjadi sulfida dalam sludge digester dan dapat mengganggu
proses pengolahan limbah secara biologi jika konsentrasinya melebihi 200 mg/L.
Gas H2S bersifat korosif terhadap pipa dan dapat merusak mesin.
f. Fenol
Fenol mudah masuk lewat kulit.Keracunan kronis menimbulkan gejala gastero
intestinal, sulit menelan, dan hipersalivasi, kerusakan ginjal dan hati, serta dapat
menimbulkan kematian).
g. Derajat keasaman (pH)
pH dapat mempengaruhi kehidupan biologi dalam air. Bila terlalu rendah atau
terlalu tinggi dapat mematikan kehidupan mikroorganisme.Ph normal untuk
kehidupan air adalah 68.

h. Logam Berat
Logam berat bila konsentrasinya berlebih dapat bersifat toksik sehingga
diperlukan pengukuran dan pengolahan limbah yang mengandung logam berat.
Logam berat dapat masuk ke dalam tubuh manusia yang dalam skala tertentu
membantu kinerja metabolisme tubuh dan mempunyai potensi racun jika memiliki
konsentrasi yang terlalu tinggi. Berdasarkan sifat racunnya logam berat dapat
dibagi menjadi 3 golongan :
Sangat beracun, dapat mengakibatkan kematian atau gangguan kesehatan yang
tidak pulih dalam jangka waktu singkat, logam tersebut antara lain : Pb,Hg,
Cd, Cr, As, Sb, Ti dan U.
Moderat, mengakibatkan gangguan kesehatan baik yang dapat pulih maupun
yang tidak dapat pulih dalam jangka waktu yang relatif lama, logam tersebut
antara lain : Ba, Be, Au, Li, Mn, Sc, Te, Va, Co dan Rb.
Kurang beracun, namun dalam jumlah yang besar logam ini dapat
menimbulkan gangguan kesehatan antara lain :Bi, Fe, Mg, Ni, Ag, Ti dan Zn.
3. Karakteristik Biologi
Karakteristik biologi digunakan untuk mengukur kualitas air terutama air
yangdikonsumsi sebagai air minum dan air bersih.Parameter yang biasa digunakan
adalah banyaknya mikroorganisme yang terkandung dalam air limbah. Penentuan
kualitas biologi ditentukan oleh kehadiran mikroorganisme terlarut dalam air seperti
kandungan bakteri, algae, cacing, serta plankton.penentuan kualitas mikroorganisme
dilatarbelakangi dasar pemikiran bahwa air tersebut tidak akan membahayakan
kesehatan. Dalam konteks ini maka penentuan kualitas biologi air didasarkan pada
analisis kehadiran mikroorganisme indikator pencemaran. Menurut Sunu (2001)
faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang terdapat di
dalam air yaitu :
a. Sumber air
Jumlah dan jenis mikroorganisme di dalam air dipengaruhi oleh sumber seperti air
hujan, air permukaan, air tanah, air laut dan sebagainya.
b. Komponen nutrien dalam air
Secara alamiah air mengandung mineral-mineral yang cukup untuk kehidupan
mikroorganisme yang dibutuhkan oleh spesies mikroorganisme tertentu.
c. Komponen beracun
Terdapat di dalam air akan mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme yang
terdapat di dalam air. Sebagai contoh asam-asam organik dan anorganik, khlorin
dapat membunuh mikroorganisme dan kehidupan lainnya di dalam air.

d. Organisme air
Adanya organisme di dalam air dapat mempengaruhi jumlah dan jenis
mikroorganisme air, seperti protozoa dan plankton dapat membunuh bakteri.
e. Faktor fisik
Faktor fisik seperti suhu, pH, tekanan osmotik, tekanan hidrostatik, aerasi, dan
penetrasi sinar matahari dapat mempengaruhi jumlah dan jenis mikroorganisme
yang terapat di dalam air.

Metode Pengolahan Limbah Industri


Berdasarkan karakteristik limbah, proses pengolahan dapat digolongkan menjadi tiga
bagian, yaitu proses fisik, kimia, dan biologi. Proses ini tidak dapat berjalan secara sendirisendiri, tetapi kadang-kadang harus dilaksanakan secara kombinatif. Pemisahan proses
menurut karakteristik limbah sebenarnya untuk memudahkan pengidentifikasian peralatan.
1. Proses Fisik
Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika, yaitu proses pengolahan secara
mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia. Proses-proses tersebut di
antaranya adalah : penyaringan, penghancuran, perataan air, penggumpalan,
sedimentasi, pengapungan, Filtrasi.
2. Proses Kimia
Proses secara kimia menggunakan bahan kimia untuk mengurangi konsentrasi zat
pencemar di dalam limbah. Kegiatan yang termasuk dalam proses kimia di antaranya
adalah pengendapan, klorinasi, oksidasi dan reduksi, netralisasi, ion exchanger dan
desinfektansia.
3. Proses Biologi
Proses pengolahan limbah secara biologi adalah memanfaatkan mikroorganisme
(ganggang, bakteri, protozoa) untuk mengurangi senyawa organik dalam air limbah
menjadi senyawa yang sederhana dan dengan demikian mudah mengambilnya.
Proses ini dilakukan jika proses fisika atau kimia atau gabungan kedua proses tersebut
tidak memuaskan. Proses biologi membutuhkan zat organik sehingga kadar oksigen semakin
lama semakin sedikit. Pada proses kimia zattersebut diendapkan dengan menambahkan bahan
koagulan dan kemudian endapannya diambil. Pengoperasian proses biologis dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu operasi tanpa udara dan operasi dengan udara.
Digunakannya mikroorganisme untuk menguraikan atau mengubah senyawa organik,
maka dibutuhkan suatu kondisi lingkungan yang baik.Pertumbuhan dan perkembangan harus

memenuhi persyaratan hidup, misalnya penyebaran, suhu, pH air limbah dan sebagainya.
Adanya perubahan dalam lingkungan hidupnya akan mengakibatkan perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Ada golongan mikroorganisme tertentu yang rentan terhadap
perubahan komponen lingkungan, dan ada pula yang dapat dengan cepat melakukan adaptasi
dengan kondisi yang baru.Oleh karena itu kondisi lingkungan amat penting artinya dalam
pengendalian kegiatan mikroorganisme dalam air limbah.
Pengolahan Limbah Tekstil Secara Umum
Pada umumnya pengolahan limbah tekstil ini dilakukan dengan cara koagulasi
danfiltrasi.Adsorpsi memiliki pengertian sebagai peristiwa penyerapan / pengayaan
(enrichment) suatu komponen di daerah antar fasa. Dengan adanya penelitian sebelumnya
mengenai penyerapan zat warna tekstil menggunakan jerami padi maka diharapkan jerami
padi yang dibuat menjadi adsorben juga efektif untuk menurunkan kadar zat organik dalam
limbah tekstil. Fenomena adsorpsi sendiri merupakan pengaruh dari gaya kohesi seperti
ikatan valensi dan gaya tarik Van der Waals.
Molekul-molekul tersebut saling mengikat kesemua arah sehingga dicapai sutau titik
keseimbangan (equilibrium). Akan tetapi molekul lapisan terluar suatu zat padat mempunyai
gaya tarik yang tidak diimbangi oleh molekul lainnya seperti zat cair dan gas sehingga
permukaan zat padat dapat menangkap molekul fluida yang berdekatan. Fenomena ini
dikenal dengan istilah adsorpsi pada permukaan adsorben.
Terdapat dua metoda adsorpsi, yaitu adsorpsi secara fisik dan adsorpsi secara kimia. Kedua
metoda ini terjadi ketika molekul dalam fase cair melekat pada permukaan padat sebagai
gaya tarik menarik pada permukaan zat padat (adsorben) untuk mengatasi energy kinetic
molekul pencemar pada fase cair (adsorbat).
Adsorpsi secara fisik terjadi jika molekul adsorbat terikat secara fisik pada molekul
adsorben yang diakibatkan oleh perbedaan energy atau gaya Van der Waals. Adsorpsi ini akan
membentuk lapisan-lapisan. Jumlah lapisan sebanding dengan konsentrasi pencemar.Hal ini
berarti dengan semakin tinggi konsentrasi pencemar dalam larutan menyebabkan
meningkatnya lapisan molekul. Proses adsorpsi fisik ini bersifat reversible dan
reversibilitasnya tergantung pada kekuatan tarik menarik anatara molekul adsorbat dengan
molekul adsorben.
Adsorpsi secara kimia terjadi jika senyawa kimia dihasilkan dari reaksi antar molekul
adsorbat dan molekul adsorben. Proses ini membentuk lapisan molekul yang tebal dan

bersifat irreversible. Untuk membentuk senyawa kimia diperlukan energy dan energy juga
diperlukan untuk membalikan proses ini, sehingga proses adsorpsi kimia ini bersifat
irreversible. Terdapat beberapa parameter khusus yang mempengaruhi proses adsorpsi dari
senyawa organik, tergantung dari beberapa karakteristik senyawa organic tersebut,
diantaranya :
1. Konsentrasi
2. Berat molekul
3. Struktur molekul
4. Tingkat kepolaran molekul
5. Temperatur
6. pH
Kecepatan adsorpsi merupakan hal yang terpenting dalam penentuan kapasitas adsorpsi
suatu senyawa. Kecepatan untuk mencapai titik keseimbangan (equilibrium) tergantung pada
beberapa faktor diatas, akan tetapi faktor yang paling berpengaruh dalam penentuan
kecepatan adsorpsi adalah lamanya waktu kontak antara adsorben dengan sorbatnya.
Pengolahan limbah cair industri tekstil dapat dilakukan secara kimia, fisika, biologi
ataupun gabungan dari ketiganya.Pengolahan secara kimia dilakukan dengan koagulasi,
flokulasi dan netralisasi. Proses koagulasi dan flokulasi dilakukan dengan penambahan
koagulan dan flokulan untuk menstabilkan partikel-partikel koloid dan padatan tersuspensi
membentuk gumpalan yang dapat mengendap oleh gaya gravitasi. Proses gabungan secara
kimia dan fisika seperti pengolahan limbah cair secara kimia (koagulasi) yang diikuti
pengendapan lumpur atau dengan cara oksidasi menggunakan ozon.
Pengolahan limbah cair secara fisika dapat dilakukan dengan cara adsorpsi, filtrasi dan
sedimentasi. Adsorpsi dilakukan dengan penambahan adsorban, karbon aktif atau sejenisnya.
Filtrasi merupakan proses pemisahan padat-cair melalui suatu alat penyaring (filter).
Sedimentasi merupakan proses pemisahan padat-cair dengan cara mengendapkan partikel
tersuspensi dengan adanya gaya gravitasi.
Pengolahan Limbah Tekstil secara Biologi
Pengolahan limbah cair secara biologi adalah pemanfaatan aktivitas mikroorganisme
menguraikan bahan-bahan organik yang terkandung dalam air limbah. Dari ketiga cara
pengolahan diatas masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan. Pengolahan limbah
cair secara kimia akan menghasilkan lumpur dalam jumlah yang besar, sehingga

menimbulkan masalah baru untuk penanganan lumpurnya. Oksidasi menggunakan ozon


selain biaya tinggi juga tidak efektif untuk mereduksi sulfur yang ada di dalam limbah.
Penggunaan karbon aktif dalam pengolahan limbah yang mengandung zat warna
menghasilkan persen penurunan zat warna tinggi, tetapi harga karbon aktif relatif mahal dan
juga akan menambah ongkos peralatan untuk regenerasi karbon aktif tersebut.
Proses pengolahan limbah cair secara biologi adalah salah satu alternatif pengolahan
yang sederhana dan ekonomis. Pada proses ini tidak diperlukan bahan kimia seperti pada
proses koagulasi sehingga biaya operasinya relatif lebih rendah. Pengolahan limbah cair
secara biologi ini dapat dikategorikan pada pengolahan limbah secara anaerobik dan aerobik
atau kombinasi keduanya.Namun sampai sekarang ini pengolahan dengan sistem lumpur aktif
tidak efisien untuk menghilangkan warna dari efluen industri tekstil.bahwa penghilangan
warna dari antrakuinon dan azo pada sistem ini sangat kecil. Meskipun penelitian yang lain
menunjukkan bahwa mikroorganisme aerobik strain tertentu dapat beradaptasi untuk
mendegradasikan zat warna azo sederhana.
Jamur juga dapat digunakan untuk mengolah limbah industry tekstil.Jamur lapuk
putih memproduksi enzim-enzim pendegradasi lignin yang non-spesifik, yang dapat
mendegradasi berbagai jenis zat pengotor organik, termasuk zat warna tekstil.Enzim-enzim
yang diproduksi oleh jamur lapuk putih mengkatalis penguraian zat warna tekstili
menggunakan mekanisme pembentukan radikal bebas. Metode ini sangatlah murah apabila
ditinjau dari kelayakan ekonominya, dan yang paling penting, molekul zat warna dalam
limbah dapat direduksi secara efektif menjadi komponen yang tidak berbahaya, bukannya
malah turut memproduksi bahan kimia yang berbahaya atau zat padat yang menimbulkan
permasalahan pembuangan lebih lanjut. Karena seperti yang teman-teman ketahui enzim
merupakan protein, yang di alam dapat dengan mudah diuraikan menjadi asam amino.

Degradasi Zat Warna

Tekstil dengan Sistem Anaerobik Limbah cair industri tekstil dari proses pewarnaan
mengandung warna yang cukup pekat. Zat warna ini berasal dari sisa-sisa zat warna yang tak
larut dan juga dari kotoran yang berasal dari serat alam.Warna selain mengganggu keindahan,
mungkin juga bersifat racun dan sukar dihilangkan. Perombakan zat warna ini berawal dari
penemuan hasil metabolisme hewan mamalia yang diberi makanan campuran zat warna azo.

Zat warna azo yang masuk ke dalam pencernaan hewan ini direduksi oleh mikroflora yang
berada di dalam saluran pencernaan pada kandisi anaerobik.Ikatan azo yang direduksi ini
menghasilkan produk samping (intermediat) yaitu turunan amino azo benzen yang
dikhawatirkan karsinagen.
Meyer (1981) menjelaskan bahwa reduksi azo dikatalisa aleh enzim azo reduktase di
dalam liver sama dengan reduksi aza aleh mikroorganisme yang ada di dalam pencemaan
pada kandisi anaerobik. Dari hasil penelitian-penelitian inilah berkembang penelitian lanjutan
perombakan zat warna secara anaerobik.Selanjutnya biadegradasi zat warna dengan kandisi
anaerobik ini cukup patensial untuk merombak zat warna tekstil.
Perlakuan secara anaerobik pada dasarnya sebagai pengalahan pendahuluan untuk limbah cair
yang mengandung bahan organik tinggi dan sukar untuk didegradasi. Pada proses anaerobik
terjadi pemutusan molekul-molekul yang sangat kompleks menjadi molekul-molekul yang
lebih sederhana, sehingga mudah terbiadegradasi oleh proses aerobik menjadi CO2, H2O,
NH3 dan Biomassa.

Mekanisme Perombakan Zat

Tesktil pada Kondisi Anaerobik Proses penghilangan warna pada campuran azo terdiri
dari dua tahapan.Tahap pertama reaksi yang terjadi tidak stabil, karena masih ada molekul
oksigen dalam media, yang dinyatakan sebagai persaingan dari oksida (zat warna dan
oksiogen) pada saat respisasi. Pada kondisi oksidasi zat warna akan kembali ke bentuk
semula. Setelah molekul oksigen yang ada dalam media habis maka proses perombakan zat
warna akan stabil

R1-N=N-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH-NH-R2(2.1.)


R1-NH-NH-R2 + 2e- + 2H+ R1-NH2 + R2-NH2 .(2.2.)
dimana R1 dan R2 adalah substitusi dari residu fenil dan naphtol.

Reduksi azo secara enzimatis dikatalisa oleh suatu enzim yang disebut azo
reduktase.Enzim ini sensitif terhadap oksigen, sehingga aktivitas maksimum diperoleh pada
kondisi anaerobik. Hasil penelitian ini masih kurang jelas apakah azoreduktase secara
langsung mengkatalisa transfer elektron akhir ke campuran zat. Reduksi azo terjadi bersama
dengan terbentuknya flavin yang tereduksi secara enzimatik, tetapi transfer elektron akhir
terjadi secara non enzimatik.
Mekanisme dasar pemutusan ikatan azo terjadi bersamaan dengan reoksidasi dari
nukleotida yang dibangkitkan secara enzimatis.Selama nukleotida direduksi dari sistem
pengangkutan elektron, zat warna berperan sebagai oksidator. Elektron yang dilepas oleh
nukleotida yang mengalami oksidasi akan diterima oleh campuran azo (aseptor elektron
akhir) melalui FAD (Flavin Adenin Dinucleotida) sehingga zat warna dapat direduksi menjadi
amina-amina yang bersesuaian. Flavoprotein mengkatalisa pembentukan flavin-flavin
tereduksi dengan regenerasi dari Nikotinamida Adenin Dinucleotida fosfat (NADPH).

Sistem Pengolahan Limbah Tekstil dengan Lumpur Aktif


pengolah limbah lumpur aktif dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut :
1. Proses Primer
a. Penyaringan Kasar
Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran
pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi
menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan asaluran air tidak berwarna.
Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain dalam air limbah terbawa pada
saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar
berdiameter 50 mm dan 20 mm.
b. Penghilangan Warna
Limbah cair berwarna yang bersal dari proses pencelupan setelah melewati tahap
penyaringan

ditampung

dalam

dua

bak

penampungan,

masing-masing

berkapasitas 64 m3 dan 48 m3. Air tersebut kemudian dipompakan ke dalam


tangki koagulasi pertama (volume 3,1 m2) yang terdiri atas tiga buah tangki,
yaitu : Pada tangki pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat)
konsentrasinya 600-700 ppm untuk peningkatan warna. Selanjutnya dimasukkan

ke dalam tangki kedua dengan ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150-300


ppm, gunanya untuk menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari
tangki kedua, limbah dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki
tersebut ditambahkan polimer berkonsentrasi 0,5-0,2 ppm, sehingga akan
terbentuk gumpalan-gumpalan besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.
Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan
hasil pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi.
Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya
masih tinggi yaitu 10, sehingga tidak bias langsung dibuang ke perairan.
c. Ekualisasi,
Bak ekualisasi disebut juga bak air minum yang memiliki volume 650 m3
menampung dua sember pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air
yang berasal dari mesin pengepres lumpur.Kedua sumber pembuangan
mengeluarkan air dengan karakteristi yang berbeda. Oleh karena itu, untuk
memperlancar proses selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan
menggunakan blower hingga mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan
suhunya 32oC. Sebelum kontak dengan system lumpur aktif, terlebih dahulu air
melewati saringan halus dan cooling water, karena untuk proses aerasi
memerlukan suhu 32oc. Untuk mengalirkan air dari bak ekualisasi ke bak aerasi
digunakan dua buah submerble pump atau pompa celup (Q= 60 m3/jam).
d. Saringan halus
Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan
padatan dan larutan sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari polutan kasar
berupa sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.
e. Cooling Tower
Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35-40
o

C.sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan

mengoptimalkan kerja bakteri dalam system lumpur sktif. Karena suhu yang
diinginkan adlah berkisar 29-30 oC.

2. Proses Sekunder
a. Proses Biologi
Kontak bakteri dengan limbah lembih merata serta tidak terjadi pengendapan
lumpur seperti layaknya yang terjadi pada bak persegi panjang.Kapasitas dari

ketiga bak aerasi adalah 2175 m3.Pada masing-masing bak aerasi ini terdapat
separator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air bagi
kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi ini dengan system
lumpur aktif adlah DO, MLSS dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani,
parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat
dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut
yang diperlukan berkisar 0,5-2,5 ppm. MLSS berkisar 4000-6000 mg/l dan suhu
berkisar 29-30 oC.
b. proses sedimentasi
Bak sedimentasi II mempunyai bentuk bundar pada bagian atasnya dan bagian
bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk.Desain ini
dimaksudkan untuk mempermudah pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak
sedimentasi ini akan terjadi setting lumpur yang berasal dari bak aerasi dan
endapan lumpur ini harus segera dikembalikan lagi ke bak aerasi karena kondisi
pada bak sedimentasi hamper mendekati anaerob.
3. Proses Tersier
Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia yaitu Aluminium Sulfat. Polimer
dan antifoam ; untuk mengurangi padatan tersuspensi yang masih terdapat dalam air.
Tahap lanjutan ini diperlukan untuk memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum
air tersebut dibuang ke perairan. Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya
ditampung dalam bak interdiet (volume 2 m3 ) yang dilengkapi dengan alat yang
disebut inverter untuk mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki
koagulasi dengan mengguanakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi
ditambahkan aluminium sulfat dan polimer sehingga terbentuk flok yang mudah
mengendap. Selain kedua bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang
berasal dari pengolahan air baku yang bertujuan menambah partikel padatan
tersuspensi untuk memudahkan terbentuknya flok. Proses atau tahap penanganan
limbah meliputi :
a. Langkah pertama untuk memperkecil beban pencemaran dari operasi tekstil adalah
program pengelolaan air yang efektif dalam pabrik, menggunakan :
Pengukur dan pengatur laju alir
Pengendalian permukaan cairan untuk mengurangi tumpahan
Pemeliharaan alat dan pengendalian kebocoran

Pengurangan pemakaian air masing-masing proses


Otomatisasi proses atau pengendalian proses operasi secara cermat
Penggunaan kembali alir limbah proses yang satu untuk penambahan (makeup) dalam proses lain (misalnya limbah merserisasi untuk membuat penangas
pemasakan atau penggelantangan)
Proses kontinyu lebih baik dari pada proses batch (tidak kontinyu)
Pembilasan dengan aliran berlawanan
b. Penggantian dan pengurangan pemakaian zat kimia dalam proses harus diperiksa
pula :
Penggantian kanji dengan kanji buatan untuk mengurangi BOD
Penggelantangan dengan peroksi da menghasilkan limbah yang kadarnya
kurang kuat daripada penggelantangan pemasakan hipoklorit
Penggantian zat-zat pendispersi, pengemulsi dan perata yang menghasilkan
BOD tinggi dengan yang BOD-nya lebih rendah.
c. Zat pewarna yang sedang dipakai akan menentukan sifat dan kadar limbah proses
pewarnaan. Pewarna dengan dasar pelarut harus diganti pewarna dengan dasar air
untuk mengurangi banyaknya fenol dalam limbah. Bila digunakan pewarna yang
mengandung logam seperti krom, mungkin diperlukan reduksi kimia dan
pengendapan

dalam

pengolahan

limbahnya.

Proses

penghilangan

logam

menghasilkan lumpur yang sukar diolah dan sukar dibuang. Pewarnaan dengan
permukaan kain yang terbuka dapat mengurangi jumlah kehilangan pewarna yang
tidak berarti.
d. Pengolahan limbah cair dilakukan apabila limbah pabrik mengandung zat warna,
maka aliran limbah dari proses pencelupan harus dipisahkan dan diolah tersendiri.
Limbah operasi pencelupan dapat diolah dengan efektif untuk menghilangkan
logam dan warna, jika menggunakan flokulasi kimia, koagulasi dan penjernihan
(dengan tawas, garam feri atau poli-elektrolit). Limbah dari pengolahan kimia
dapat dicampur dengan semua aliran limbah yang lain untuk dilanjutkan ke
pengolahan biologi. Jika pabrik menggunakan pewarnaan secara terbatas dan
menggunakan pewarna tanpa krom atau logam lain, maka gabungan limbah sering
diolah dengan pengolahan biologi saja, sesudah penetralan dan ekualisasi. Caracara biologi yang telah terbukti efektif ialah laguna aerob, parit oksidasi dan
lumpur aktif.Sistem dengan laju alir rendah dan penggunaan energi yang rendah

lebih disukai karena biaya operasi dan pemeliharaan lebih rendah. Kolom percik
adalah cara yang murah akan tetapi efisiensi untuk menghilangkan BOD dan COD
sangat rendah, diperlukan lagi pengolahan kimia atau pengolahan fisik untuk
memperbaiki daya kerjanya. Untuk memperoleh BOD, COD, padatan tersuspensi,
warna dan parameter lain dengan kadar yang sangat rendah, telah digunakan
pengolahan yang lebih unggul yaitu dengan menggunakan karbon aktif, saringan
pasir, penukar ion dan penjernihan kimia.
Pemanfaatan limbah industry tekstil dapat berupa :
a. Industri tekstil tidak banyak menghasilkan banyak limbah padat. Lumpur yang
dihasilkan pengolahan limbah secara kimia adalah sumber utama limbah pada
pabrik tekstil. Limbah lain yang mungkin perlu ditangani adalah sisa kain, sisa
minyak dan lateks. Alternatif pemanfaatan sisa kain adalah dapat digunakan
sebagai bahan tas kain yang terdiri dari potongan kain-kain yang tidak
terpakai, dapat juga digunakan sebagai isi bantal dan boneka sebagai pengganti
dakron.
b. Lumpur dari pengolahan fisik atau kimia harus dihilangkan airnya dengan
saringan plat atau saringan sabuk (belt filter). Jika pewarna yang dipakai tidak
mengandung krom atau logam lain, lumpur dapat ditebarkan diatas tanah.

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

http://bapelkescikarang.or.id/bapelkescikarang/index.php?
option=com_content&view=article&id=526:pengolahan-limbah-pabriktekstil&catid=39:kesehatan&Itemid=15
https://dwioktavia.wordpress.com/2011/04/14/pengolahan-limbah-industri-tekstil/
http://www.mongabay.co.id/2012/10/17/pencemaran-limbah-tekstil-di-bandung-ditanganiklh/ Diakses Pada 8 1 2016 Pukul 19 : 02
https://reensaikoe.wordpress.com/pengelolaan-lahan-spesifik-lingkungan-plsl/pengelolaanlahan-sawah-tercemar-limbah-tekstil/ Diakses Pada 9 1 2016 Pukul 11 : 00
https://www.researchgate.net/publication/42324554_Analisis_Sistem_Pengelolaan_Industri_
Tekstil_Dalam_Upaya_Meminimisasi_Limbah_Cair_Di_Kota_Medan Diakses Pada 9 1
2016 Pukul 11 : 21
https://www.scribd.com/doc/134844824/BabVI-Ipal-Pabrik-Tekstil-doc Diakses Pada 9 1
2016 Pukul 11 : 05
http://task-list.blogspot.co.id/2008/03/pengolahan-dan-pemanfaatan-limbah.html

Anda mungkin juga menyukai