DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Eva Trinasari
Resa Mailina
Suhermin
Titha Riharti
TINGKAT 3 DIV
POLTEKKES KEMENKES
JAKARTA II
TAHUN 2013
Kasus Pencemaran Teluk Buyat oleh PT Newmont Minahasa Raya,
Sulawesi Utara
Hanya saja, kegiatan ini tidak digubris oleh pemerintah pusat maupun daerah,
sambutan dingin dan tidak bersahabat cenderung tercipta antara para masyarakat
(nasional & internasional) terhadap kegiatan tambang yang cenderung merampas
hak hidup (termasuk hak mendapatkan lingkungan hidup bersih) orang-orang kecil
(local community). Sudahlah, semuanya juga sudah tahu bahwa, investasi skala
besar akan lebih diperhatikan di negara ini dibandingkan dengan kesejahteraan
masyarakatnya. Padahal, dalih meningkatkan kesejahteraan masyarakat selalu
menjadi kata-kata pembuka bagi rangkaian pidato-pidato saat indstri skala besar
beroperasi, urusan benar-benar masyarakat benar sejahtera atau tidak, urusan lain.
Karena urusan sejahtera atau tidak inilah yang menjadi problem di setiap negara
yang menduduki suatu wilayah, dimana selalu saja masyarakatnya hidup di bawa
garis kemiskinan, termasuk yang terjadi di daerah kita Teluk Buyat Sulawesi Utara.
Akibat kegiatan pertambangan skala besar oleh PT. Newmont Minahasa Raya
(NMR), ekosistem perairan laut di teluk Buyat rusak parah akibat buangan 2000 ton
tailing setiap hari. Bukan saja itu, kondisi masyarakat di sekitar Teluk Buyat yang
mengantungkan hidupnya dari hasil laut dan harus bertahan hidup di wilayah
tersebut karena tekanan kemiskinan harus menerima akibat dari pencemaran dan
perusakan ekosistem Perairan Teluk Buyat. Terkontaminasi logam berat arsen,
lahan tangkapan ikan berpindah jauh ketengah laut, yang semuanya itu menurunkan
kualitas hidup sebagian masyarakat Desa Buyat tepatnya masyarakat di dusun V
Desa Buyat Pante.
Limbah yang akan mengakibatkan biaya tambahan bagi masyarakat akibat kegiatan
perusahaan yang seharusnya tidak keluar ke alam bebas, justru sengaja dikeluarkan
melalui pipa sepanjang 900 meter dari tepi pantai Teluk Buyat. Akibatnya
menimbulkan biaya pencemaran bagi masyarakat sekitar Teluk Buyat atau eksternal
cost. Seharusnya ini menjadi biaya internal bagi perusahaan tersebut. Laut? ya,
itulah pilihan PT. NMR untuk membuang sampahnya, dengan harapan eksternal
costnya hilang. Lucu dan sungguh sangat tolol, bahwa memikirkan laut adalah lahan
bebas yang tidak akan berhubungan dengan kehidupan manusia. Coba, kita pikirkan
secara teologis, apakah Tuhan menciptakan laut untuk tempat buang sampah?
Bukankah di setiap kitab suci agama yang menceritakan penciptaan bumi ini,
dikatakan bahwa laut adalah tempat ikan-ikan dan makhluk hidup lainnya. Yang
secara rantai makanan akan berhubungan dengan manusia.
Dalih 82 meter sebagai zona termoklin, sungguh sangat tidak masuk akal, coba saja
bapak-bapak yang mengatakan itu, menyelam dan masuk ke kedalaman tersebut,
apakah tailing (sludge dan air) tidak bercampur dengan air laut atau tidak naik ke
permukaan? Tahun 2001, Walhi Sulut sudah melakukan penyelaman dan terlihat
sungguh sangat keruh air dikedalaman itu, di mana menandakan bahwa sedimen
betul-betul naik ke permukaan. Jadi, teori termoklin yang selalu digunakansebagai
pelindung bagi buangan PT. NMR perlu direvisi, apakah zona termoklin indikatornya
karena kedalaman ataukah kondisi suhu tertentu suatu perairan yang permanen dan
bukan temporer (seperti yang terjadi di daerah tropis).
Kita suku dan masyarakat yang diberikan kesempatan untuk lahir di bumi Sulawesi
Utara (Sulut), tidak hanya dititipkan begitu saja, tetapi diberikan tanggungjawab
untuk menjaga dan memelihara tanah dan sumberdaya alam lainnya di negeri ini,
karena itu pula kita harus bijak dan pinter memilih kegiatan apa saja yang boleh dan
dapat dilaksanakan di negeri ini.
Pencemaran Teluk Buyat adalah bentuk bencana ekologis yang merupakan suatu
bukti tidak bertanggungjawabnya kita melindungi bumi Sulut sebagai tempat tinggal
dan hidup. Perusakan ekosistem laut akibat timbunan “tailing” yang mengandung
logam-logam berat yang mengkontaminasi biota dan bahkan meracuni masyarakat
sekitar yang bermukim di sekitar “point source” yang sangat mengantungkan
hidupnya dari hasil laut perairan tersebut. Barangkali kontaminasi itupun telah
tersebar di sebagian masyarakat Sulawesi Utara melalui ikan-ikan yang telah
dikonsumsikan karena dampak pencemaran ini secara ekologi akan melintasi
wilayah administrasi suatu wilayah.
Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri oleh PT. NMR
sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan sejak tahun 2000
semua itu sudah terlihat, namun masih saja dianggap perusahaan raksasa ini tidak
melakukan pencemaran di perairan Teluk Buyat.
Celakanya, hampir ahli-ahli dari seluruh Indonesia bahkan luar negeri melalui
pernyataan-pernyataan yang di up-load di media internet menyatakan paham
bagaimana PT. NMR melakukan pencemaran, malahan penyelenggara
pemerintahan dan sebagian dokter dan akademisi dari Sulut masih menyangsikan
bahwa PT. NMR melakukan pencemaran. Sudah jelas-jelas ada masyarakat yang
memiliki banyak benjolan di sekujur tubuhnya dan ikan karangpun demikian, masih
saja kepala Bapedal Sulut mengatakan bahwa mereka bukan orang-orang asli dari
dusun V Desa Buyat Pantai. Padahal sejak tahun 1999-2000 masyarakat Buyat
sudah di pantau. Dan masih saja dikatakan itu adalah penyakit biasa menimpa
masyarakat pesisir, padahal dimana-mana benjolan tidak ditemukan di masyarakat
pesisir Pantai lainnya seperti di Teluk Jakarta, masyarakat Bajo sebagian
masyarakat kota Manado yang tinggal di pesisir.
Jadi untuk kesejahteraan masyarakat yang mana jika ada perusahaan raksasa
beroperasi di Sulut? Untuk seluruh masyarakatkah atau untuk sebagian masyarakat
yang dipilih oleh investor? Apakah negeri ini harus mengorbankan sebagian besar
masyarakatnya untuk memberikan keuntungan pada sebagian masyarakat Sulut
yang terpilih itu? Nah inilah yang menjadi persoalan yang banyak terjadi dalam
pengelolaan lingkungan hidup.
Kasus Buyat, menjadi salah salah satu model pengelolaan lingkungan hidup yang
harus mengorbankan masyarakat yang hidup di garis kemiskinan (yang terlihat) dan
mengorbankan seluruh masyarakat Sulut sebetulnya (bencana ekologis) di masa
datang. Inilah kenyataan yang mesti masyarakat Sulut hadapi, terpilihnya daerah
kita sebagai lahan eksploitasi emas dan terpilihnya tanah kita sebagai ajang buang
sampah beracun akibat kegiatan pengelolaan emas yang bakal mengancam
keberadaan masyarakat Sulut dimasa datang.
Terlepas era kapan PT. NMR diijinkan untuk beroperasi di bumi Sulut, tetap saja
saat kini yang menentukan apakah perlu dipertahankan atau ditutup sama sekali dan
jika ada kegiatan yang serupa yang akan beroperasi di Sulut, tidak diperbolehkan
sama sekali untuk membuang tailing di dasar laut. Perencanaan investasi di era
Presiden Suharto, bukan tidak bisa dievaluasi di era Presiden Susilo Bambang
Yodoyono kini, itulah yang disebut dengan evaluasi dalam suatu pengelolaan
lingkungan hidup. Hasil evaluasi tersebut akan menjadi suatu perencanaan baru.
Jika kegiatan tersebut hanya untuk menyengsarakan masyarakat Sulut saat ini dan
di masa datang (10-20 tahun), lebih baik tidak diperbolehkan lagi berkegiatan di
bumi Sulut dan tentunya harus melakukan kegiatan perbaikan (rehabilitasi) akibat
pengrusakan yang telah dilakukan pada seluruh komponen alam dan manusia.
Analisa Kasus
Ringkasan
. Nama Buyat mencuat setelah munculnya keluhan penyakit yang diduga
Minamata yang diderita sejumlah warga di Desa Buyat, Minahasa, Sulawesi Utara.
Penyakit minamata merupakan sebuah penyakit yang disebabkan oleh cemaran
merkuri di sebuah tempat bernama sama di Jepang. Peristiwa di Teluk Buyat
diakibatkan karena adanya cemaran merkuri yang diduga berasal dari operasi
sebuah perusahaan tambang emas asing PT Newmont Minahasa Raya (NMR).
Latar Belakang
a. Profil Industri
Nama Industri : PT. Newmont Minahasa Raya (AS)
Pemilik : Richard B Nees
Lokasi : Sulawesi Utara
Luas Wilayah : 527.448 hektar
Jenis Produksi : Pertambangan Emas
Kadar Arsen dalam ikan beresiko (kesehatan) bagi penduduk Teluk Buyat.
c. Kunjungan Lapangan
Penelitian pertama dilakukan oleh tim yang dikenal dengan sebutan
Tim Independen. Penelitian ini dibiayai oleh PT. NMR. Hasil penelitian
tersebut, yang diantaranya menyimpulkan terjadinya pencemaran logam
berbahaya pada sedimen, plankton dan jaringan ikan. Namun PT.NMR
menolak hasil tersebut dan menyatakan metodologi penelitian tersebut tidak
valid dan kurang memadainya peralatan laboratoriun di Universitas Sam
Ratulangi. PT.NMR dan Pemda Sulawesi Utara menginisiasi penelitian
klarifikasi dan menamakan sebagai Tim Terpadu.
Asisten Deputi Penegakan Hukum Lingkunagn Kementerian
Lingkungan Hidup (KLH) Sudarsono menyatakan PT NMR telah Melanggar
ketentuan RKL/RPL (Rencana Kelola Lingkungan /Rencana Pemantauan
Lingkunan)
‘’Berdasarkan fakta dapat disimpulkan PT NMR telah memberikan
informasi tidak benar mengenai termoklin. Penentuan letak termoklin
didasarkan pada asumsi-asumsi modeling yang tidak valid sebagaimana
disebutkan pada dokumen AMDAL.
Pencemaran logam berat terutama logam arsen dan logam merkuri
oleh PT. NMR sudah jelas-jelas terbaca pada laporan-laporan RKL/RPL dan
sejak tahun 2000 semua itu sudah terlihat, namun masih saja dianggap
perusahaan raksasa ini tidak melakukan pencemaran di perairan Teluk Buyat.
d. Demografik, penggunaan lahan dan sumber daya alam
Kepedulian masyarakat
a. Evaluasi toksikologi
Teluk Buyat tercemar berat dengan Merkuri dan Arsen, tetapi logam berat Merkuri
yang terbukti kadarnya sudah melebihi ambang batas baku mutu lingkungan.
Elemen merkuri mempunyai waktu tinggal yang relatif pendek pada tubuh manusia
tetapi persenyawaan methyl mercury tinggal pada tubuh manusia 10 kali lebih
lama merkuri berbentuk metal (logam) dan menyebabkan tidak berfungsinya otak,
gelisah/gugup, ginjal, dan kerusakan liver pada kelahiran (cacat lahir).
Menyebabkan Gejala penyakit yang timbul antara lain: Mual, pusing, sakit
kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, bahkan yang
paling mengejutkan adalah munculnya benjolan pada bagian tubuh
tertentu. Benjolan dialami oleh banyak warga dewasa termasuk anak-anak.
Beberapa perempuan mengalami keguguran berulang-ulang pada usia
kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat, dan ada beberapa ibu
yang menyusui bayinya dengan sebelah payudara saja, Karena yang
sebelahnya ada benjolan.
b. Evaluasi data outcome kesehatan
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratoriom terhadap 20 orang yang diambil
darahnya, 18 orang telah memiliki konsentrasi arsenic dalam darah di atas
reference range (>11,0 mcg/L) dan 1 orang memiliki konsentrasi arsenic
sama dengan 11 mcg/L ‘Toxic range’ untuk arsen adalah <100 mcg/L.
Berdasarkan hasil riset ditemukan kadar Merkuri pda ikan di Teluk Buyat
sebesar 0,017-0,034 ppm. Sehingga walaupun kadar ini masih dibatas aman,
tetapi jika dikonsumsi oleh masyarakat terus menerus akan meningkatkan
kadar Merkuri dalam darah sampai batas yang tidak aman.
Menyebabkan Gejala penyakit yang timbul antara lain: Mual, pusing, sakit
kepala yang hebat, persendian sakit, lemah, kram, gemetar, bahkan yang
paling mengejutkan adalah munculnya benjolan pada bagian tubuh
tertentu. Benjolan dialami oleh banyak warga dewasa termasuk anak-
anak. Beberapa perempuan mengalami keguguran berulang-ulang pada
usia kehamilan 5-6 bulan, kelahiran anak yang cacat, dan ada beberapa
ibu yang menyusui bayinya dengan sebelah payudara saja, Karena yang
sebelahnya ada benjolan
Kesimpulan
Rekomendasi
Referensi
1. http://indocorpwatch.wordpress.com/tag/httpwwwwalhioridkampanyecemarindustri07082
1_b/
2. http://www.buyatdisease.com/berita/4.php
3. http://www.kaskus.us/showthread.php?t=9324109
Apendiks
Peta Lokasi Teluk Buyat