Anda di halaman 1dari 5

Nama : Reni Margani

NIM

: H0713152

Kajian Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagai Agens Proteksi


Cucumber Mosaic Virus dan Chilli Veinal Mottle Virus pada Cabai
Muhammad Taufik, Sri Hendrastuti, Gede Suastika, Sientje Mandang Sumaraw,
Sriani Sujiprihati
Hayati 12(4): 139-144
A. Umum
1. Nama patogen
2.
3.
4.
5.

veinal mottle virus (ChiVMV)


Nama agen biokontrol
Penelitian
Target biokontrol
Mekanisme biokontrol

: Cucumber mosaic virus (CMV) dan Chilli


: Rhizobacteria
: Lapang
: Pencegahan infeksi virus
: induksi ketahanan sistemik dapat dilakukan

dalam satu kali aplikasi, mekanisme ketahanan alami akan bekerja untuk
periode yang lama meskipun populasi bakteri penginduksi semakin lama
semakin menurun.
6. Efektifitas

Sebagian

besar

isolat

PGPR

yang

digunakan dapat mempertahankan potensi bobot buah tanaman cabai Tit


Segitiga. Meskipun terinfeksi oleh CMV dan ChiVMV, tanaman cabai Tit
Segitiga dapat menghasilkan bobot buah setara dengan tanaman sehat.
B. Bagaimana Cara Mendapatkan
7. Ketersediaan di alam : Ketersediaan dari jamur Rhizobacteria tidak
dijelaskan dalam jurnal ini.
NB : Sebaiknya perlu penjelasan mengenai ketersediaan dari agen
biokontrol di alam agar dapat mengetahui dari bagian tanah atau tanaman
agen biokontrol tersebut diperoleh, sehingga dapat memepermudah dalam
perbanyakan masal.
8. Bagaimana cara isolasi

: Sumber Rhizobacteria yang digunakann

dalam PGPR tidak dijelaskan bagaimana proses isolasi dari alamnya.

NB : Perlu adanya penjelasan mengenai bagaimana cara isolasi agens


hayati sehingga
9. Bagaimana cara screen

: Tidak dijelaskan bagaimana cara screen

dilakukan dikarenakan isolat antagonis sudah didapatkan dari koleksi


Laboratorium.
NB
: Lebih baik dilakukan cara screen terhadap bakteri antagonis agar
tidak tercampur atau keliru dengan bakteri lainnya dalam proses
pembiakan murninya.
10. Bagaimana cara perkembangbiakan agen biokontrol : PGPR untuk
perlakuan benih disiapkan dan diinkubasikan dalam media KingsB
[Protease peptone 20 g, glycerol 10 g, kalium hydrogen fosfat (K2 HPO4 )
1.5 g, magnesium sulfat (MgSO4.7H2O) 1.5 g, agar-agar 15 g, dan
aquades 1 liter] selama 24 jam pada suhu kamar. Koloni yang terbentuk
selanjutnya disuspensikan dalam air steril. Untuk mendapatkan suspensi
bakteri dengan kerapatan populasi mencapai 1010 CFU/ml dilakukan
pengukuran nilai absorban menggunakan spektrofotometer dengan panjang
gelombang () 660 nm. Nilai absorban sekitar 1.057 mempunyai kerapatan
sel bakteri sekitar 1010 CFU.
11. Bagaimana cara aplikasi dilapang : Sebanyak 35 benih cabai Tit Segitiga
yang akan digunakan direndam di dalam 8 ml suspensi PGPR (kerapatan
sekitar1010 CFU/ml) selama kurang lebih 2 menit.
C. Aplikasi di Lapang
12. Faktor yang mempengaruhi : Faktor yang mempengaruhi

dalam

penggunaan agens hayati tidak dijelaskan dalam penelitian.


NB
: Perlu adanya penjelasan mengenai faktor apa saja yang
mempengaruhi

agens

hayati

sebagai

biokontrol,

sehingga

dapat

menghindari hal-hal yang dapat menghabat agens hayati sebagai


biokontrol.
13. Efektifitas

: Tidak ada efektifitas dibandingkan dengan

penggunaan pestisida merk lainnya.


NB
: Perlu adanya kontrol pembanding, agar mengetahui efektifitas
dari penggunaan pestisida lainnya.

14. Faktor lingkungan

: Faktor lingkungan yang seperti apa yang

dapat mendukung dalam aplikasi penggunaan agen biokontrol dari


Rhizobacteria tidak dijelaskan.
NB : Sebaiknya perlu penjelasan mengenai faktor lingkungan apa saja
yang dapat mempengaruhi dari agen biokontrol dalam aplikasi lapang
terhadap Rhizobacteria. Faktor lingkungan yang seperti kelembaban dan
suhuu yang dapat mendukung dalam pembentukan konidia dari jamur,
sehingga dapat meningkatkan ketersedian Rhizobacteria di alam.
15. Hubungan dengan kontrol lain : Tidak ada penggabungan atau integrasi
dengan penggunaan agens hayati lainnya, dalam pengaplikasiannya hanya
dilakukan dengan satu jenis agens hayati saja.
NB
: Lebih baik adanya integrasi dengan agens hayati lainnya, karena
dengan adanya integrasi diharapkan dapat menurunkan pertumbuhan dari
patogen dengan lebih efektif.
16. Spesifikasi pengendalian
: Penggunaan PGPR sebagai agens hayati
untuk mengendalikan penyakit yang disebabkan oleh virus tumbuhan
masih

sangat

sedikit.

Beberapa

penelitian

menunjukkan

potensi

penggunaan PGPR untuk mengendalikan berbagai jenis penyakit seperti


CMV (Ryu et al. 2004), tomato mottle virus (Murphy et al. 2000), dan
tobacco necrotic virus (Maurhofer et al. 1994).
17. Toksisitas
: Tidak dijelaskan mengenai penggunaan
agens hayati apakah bersifat toksit terhadap tanaman lain, lingkungan
maupun manusia.
NB
: Lebih baik diteliti mengenai ada tidaknya sifat toksit terhadap
tanaman lain, jadi tidak sembarangan dalam penggunaannya terhadap
tanaman lainnya.
18. Kompetisi di alam

: Tidak dijelaskan mengenai kompetisi

antara agens hayati dengan mikroba lainnya di alam.


NB
: Perlu adanya penjelasan mengenai kompetisi agens hayati di
alam, sehingga kita bisa tahu mengapa ketika keberadaan agens hayati
sebenarnya sudah ada di alam tetapi pertumbuhan patogen masih tinggi.
19. Cara mengkolonisasi inang : Aplikasi PGPR diharapkan dapat
menginduksi ketahanan sistemik tanaman (Raupach et al. 1996; Van Loon
et al. 1998). Ketahanan sistemik terinduksi dicirikan oleh akumulasi asam

salisilat (SA) dan pathogenesis-related protein (PR-protein), misalnya


peroksidase (Agrios 1997). Chivasa et al. (1997) melaporkan bahwa
perlakuan asam salisilat dapat menghambat replikasi genom tobacco
mosaic virus (TMV) di dalam daun tembakau rentan yang diinokulasi,
sehingga hasilnya terjadi penundaan gejala sistemik pada semua bagian
tanaman.
20. Kemahalan

Berdasarkan

alat

serta

bahan

yang

digunakan dapat diketahui bahwa memerlukan biaya yang tidak terlalu


mahal.
21. Viabilitas

: Formulasi agaensia hayati tidak dijelaskan

apakah dapat bertahan lama atau tidak.


NB
: Sebaiknya perlu adanya keterangan mengenai viabilitas dari
agens hayati, sehingga dapat mengetahui batas agens hayati tersebut dapat
bertahan hidup.
22. Produksi secara masa

Produksi dari

agens

hayati

Bakteri

Rhizobacteria secara masal belum dijelaskan secara rinci.


NB
: Produksi dari agens hayati Bakteri Rhizobacteria secara masal
sebenarnya sudah ada dilapangan.
23. Pengkomersial
: Tidak

adanya

penjelasan

apakah

penggunaan agens hayati tersebut dapat dengan mudah dikembangkan


sendiri, pabrik maupun secara masal.
NB
: Lebih baik adanya penjelasan mengenai penggunaan agens hayati
tersebut apakah dapat dikomersialkan secara perorangan, maupun secara
masal.
D. Lain-lain
24. Penelitian kedepan
penmelitian

mengenai

: Untuk penelitian kedepan perlu adanya


intergrasi

antara

bakteri

dari

kalangan

Rhizobacteria yang dapat dijadikan sebagai agens hayati dan dapat


diintregasikan atau di kombinasikan antara satu dengan lainnya sehingga
dapat mengendalikan patogen tanaman.
25. Apakah dapat berubah patogenik : Tidak dijelaskan mengenai apakah agen
hayati yang digunakan dapat berubah menjadi patogenik.
26. Apakah patogenik terhadap tanaman lain : Tidak dijelaskan apakah agens
hayati dapat menyebabkan patogenik terhadap tanaman lainnya.

Anda mungkin juga menyukai