INDO 3020
Reaksi kedua
Sukarno untuk mencapai kemerdekaan adalah menjadi kolaborator. Hal ini sudah
diketahui pada umumnya. Bukan rahasia. Dalam buku yang berjudul Kontroversi Sang
benar-benar bekerja sama dengan penjajah Jepang. Melainkan, apakah cara ini yang
paling baik untuk membebaskan bangsa Indonesia? Berkat kenyataan bahwa Sukarno
Sukarno yang menyebabkan penderitaan itu, atau justru kolaborasinya yang mencegah
meningkatnya penderitaan rakyat? Pertanyaan ini yang dikemukakan dalam buku ini.
waktu dia diundang oleh Bagian Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar
Indonesia dalam rangka penulisan sejarah yang mereka rencanakan, yang diadakan di
Den Haag, Negara Belanda. Waktu itu sedang ramai-ramainya orang berdiskusi
dan Hatta, menjadi kolaborator. Menurut sebuah pihak orang yang berwarga negara
proklamasi itu. Dr. Gonggong menjawabnya, “Apa perlunya dibicarakan, toh kita harus
Dia berpendapat tidak ada pilihan yang lain. Akhirnya Isnaeni setuju dengan
pendapat itu. Waktu itu, kemerdekaan Indonesia pasti tak bisa diperjuangkan dari
tentara Jepang yang agak kuat. Kalau begitu, menurut Isnaeni, pemberontakannya
memang gagal. Dari sudut Sukarno, tidak ada jalan yang lain menuju kemerdekaan.
Dia tahu orang pribumi akan mengalami banyak hal yang agak buruk dan tahan
tentara Jepang, ada yang mau langsung memberontaki. Dan pasti Sukarno sendiri
yang disalahkan. Dia yang menjadi sasaran kemarahan rakyat, tapi tetap melanjutkan
perannya sebagai kolaborator. Ada banyak yang bisa kita sebut sebagai krisis dalam
waktu tiga setengah tahun itu Sukarno bekerja sama dengan Jepang. Tapi selama
Sukarno yang bisa mencapai kemerdekaan atas bangsa Indonesia lewat semua
kesulitan itu. Kata dia, “di tengah-tengah krisis itu, taruhan untuk menunjukkan kualitas
kepemimpinan seseorang, justru diuji dengan tingkat kesulitan yang amat-amat tinggi.
Karena itu, tidak semua pemimpin dapat melewati ujian itu dengan berhasil. Sukarno
yaitu romusa dan jungun iangfu. Isnaeni mengatakan “jika orang Indonesia diminta
untuk mengatakan satu fakto yang menjadi pengalaman paling mengerikan selama
pendudukan Jepang, mungkin dia akan menjawab Romusa” (69). Ini sejenis
petani biasa, terpaksa (“diminta”) melakukan pekerjaan yang kasar dan sulit sekali bagi
pembangunan macam apa saja, atau bekerja di sebuah pabrik membuat peluru-peluru
atau pakaian untuk serdadu Jepang. Ada jutaan orang Jawa yang digunakan sebagai
buruh paksa di antaranya banyak yang dikirim ke luar pualu Jawa bahkan di luar negeri.
Banyak yang meninggal waktu bekerja akibat kondisi kesehatan yang sangat buruk.
Selain itu, ada lebih banyak lagi yang terserang berbagai penyakit karena kekurangan
gizi atau terkena luka-luka. Lagi pula kehilangan sejumlah petani yang begitu tinggi
Jugun Ianfu berarti orang perempuan pribumi yang terlibat dalam perbudakan
seks selama Perang Dunia Kedua. Pemerintah Jepang meminta supaya Sukarno
yang paling baik untuk memenuhi permintaan ini - yaitu, keterlibatan perempuan tuna
susila untuk pekerjaan ini - kejadian itu masih memalukan orang Indonesia waktu itu.
orang pribumi sebagai buruh untuk mengerjakan proyek-proyeknya dan menjadi Jugun
Ianfu. Mengakuinya agak sulit dan pahit baginya. Kata Sukarno, “adalah bekas-bekas
luka yang akan kubawa sampai liang kubur” (75). Menurutnya kejadian ini harga yang
harus dibayar atas nama kemerdekaan. Justru karena itu hal kolaborasi Sukarno ini
dipanggil “kontroversi.”