Anda di halaman 1dari 44

3.

2 H IPOTES IS
Hipotesis adalah pernyataan tentatif atau sementara
yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja
yang peneliti amati dalam usaha untuk memahaminya.
Hipotesis dapat diturunkan dari suatu teori, akan tetapi
seringkali sukar diadakan perbedaan yang tegas antara teori
dan hipotesis.
Fungsi utama dari hipotesis adalah membuka
kemungkinan untuk menguji kebenaran teori, sehingga
segala pernyataan berdasarkan suatu teori dalam bentuk
yang dapat diuji validitasnya disebut hipotesis.

3.2.1 Fungsi
Hipotesis berfungsi untuk :
1;

2;

Menguji kebenaran suatu teori


Biasanya suatu teori jarang secara langsung diuji
kebenarannya. Yang diuji adalah hipotesis, hipotesis yang
datang dari teori untuk mengetahui keampuhan teori
tersebut. Suatu hipotesis dapat dituangkan dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan menunjukkan keragu-raguan yang
selalu ditunjukkan oleh ilmu pengetahuan sebelum terbukti
benar.
Memberi ide untuk mengembangkan suatu teori

Ada kemungkinan suatu teori pada mulanya berasal dari


suatu hipotesis atau suatu hipotesis dapat merupakan
dorongan untuk menentukan atau menciptakan suatu
teori. Walaupun diturunkan dari teori, ada kalanya terjadi
kebalikannya, bahwa teori itu lahir dari hipotesis. Hal ini
akan terjadi, apabila peneliti menganggap suatu hipotesis
mempunyai potensi yang benar untuk menjelaskan
banyak peristiwa atau gejala dan mempunyai daya
prediksi atau ramalan yang tinggi.

3;

Memperluas pengetahuan peneliti mengenai gejalagejala yang peneliti pelajari

Suatu hipotesis memberikan gambaran dan pengertian


yang jelas tentang gejala yang berkenaan dengan
hipotesis itu setiap kali peneliti mengujinya secara empiris.
Bahkan bila hipotesis tersebut ternyata tidak terbukti
kebenarannya, masih ada faedah usaha memperluas
pengetahuan.
3.2.2 MERUMUSKAN HIPOTESIS
Dalam suatu penelitian yang mendalam dan
prinsipal, merumuskan suatu hipotesis yang baik sangat
sulit, dikarenakan bila untuk penelitian tersebut tidak
terdapat
kerangka

teori yang jelas. Tanpa teori yang jelas dengan sendirinya


tidak dapat dirumuskan hipotesis yang tajam
Sekalipun suatu kerangka teori itu sudah jelas,
masih diperlukan pemikiran dan kemampuan untuk
menemukan hipotesis yang relevan.Beberapa pertimbangan
untuk merumuskan hipotesis dengan baik antara lain:
1; Hipotesis harus bertalian dengan teori tertentu
Ilmu pengetahuan berkembang dikarenakan setiap
perluasannya dibangun atas dasar dan berhubungan
erat dengan khasanah pengetahuan dan teori yang
sudah ada. Sehingga perlu dipelajari literatur tentang
topik atau materi yang sedang diteliti. Peneliti harus
dapat menyaring sejumlah prinsip atau buah pikiran

2;

pokok dan melihat hubungan antara satu teori dengan


yang teori lainnya untuk menemukan teori yang
mendasarinya. Antara hipotesis dan teori harus saling
bertalian.
Hipotesis harus dapat diuji berdasarkan data empiris
Hipotesis tidak boleh mengandung unsur-unsur moral,
sikap, atau nilai-nilai. Peneliti harus mencari rumusan
yang bebas dari nilai-nilai akan tetapi mempunyai
perwujudan dalam dunia empiris.
a;

Hipotesis harus bersifat spesifik


Untuk mendapatkan hipotesis yang spesifik, maka
harus menggunakan konsep-konsep yang jelas
dan sedapat mungkin dapat diolah secara statistik

atau dapat digolongkan dalam kategori-kategori


tertentu.
(misalnya
status
sosial,
kategori
pendapatan, tingkat pendidikan, dan lain-lain).
Penelitian dengan hipotesis yang spesifik lebih
mungkin dilaksanakan dan hasil penelitiannya akan
lebih tinggi validitasnya.
b;

Hipotesis hares dikaitkan dengan teknik penelitian


yang ada pengentesnya
Teknik-teknik penelitian dapat dipelajari dari
penelitian-penelitian yang sudah ada atau sudah
dilakukan sebelumya berkenaan dengan topik yang
sedang diteliti.

3.2.3 JENIS-JENIS HIPOTESIS


Hipotesis menurut tingkat abstraksinya dapat dibedakan
menjadi :
1;

0;

Hipotesis yang menyatakan adanya kesamaankesamaan dalam dunia empiris


Banyak di antara pernyataan yang bersifat umum
telah diketahui dan diakui kebenarannya oleh "orang
banyak". Namun apa yang diketahui oleh banyak orang
tersebut belum tentu benar. Sehingga harus
dibandingkan proporsi dari pernyataan yang ada.
Hipotesis yang berkenaan dengan model ideal.

Penelitian tentang suatu hal yang kompleks tentu untuk


mempelajarinya dibutuhkan metode atau tipe ide-ide
yang merupakan alat yang: sangat membantu.
Misalnya Product Life Cycle sangat membantu untuk
menggambarkan tentang pertumbuhan suatu produk
yang dipasarkan.
3. Hipotesis yang mencari hubungan antara sejumlah
variabel
Hipotesis ini dibutuhkan untuk analisis terhadap
variabel-variabel yang dianggap ikut mempengaruhi
gejala tertentu dan kemudian akan diselidiki manakah

dari perubahan dalam variabel yang satu sehingga


membawa pengaruh perubahan terhadap variabel yang
lainnya.
Menurut bentuknya hipotesis ini dapat dibedakan
menjadi :
a; Hipotesis Kerja
Hipotesis ini merupakan dugaan sementara peneliti
yang dianggap benar, tetapi masih perlu dibuktikan
kebenarannya.
b;

Hipotesis Nol
Dalam hipotesis nol, seorang peneliti menganggap
bahwa hipotesisnya sangat disangsikan kebenaran

nya sebelum dibuktikan secara empiris.


c;

Hipotesis Statistik
Hipotesis ini menyatakan hasil observasi tentang
populasi dalam bentuk kuantitatif. Hipotesis ini
digunakan untuk menyatakan adanya hubungan
antara variabel yang satu dengan variabel yang
lainnya.

3.2.4 MENGUJI HIPOTESIS


Suatu hipotesis harus diuji secara empiris.
Dalam mengambil keputusan tentang suatu hipotesis,
peneliti dapat berbuat dua kesalahan. (1) peneliti
menolak hipotesis yang benar; (2) peneliti menerima
hipotesis yang salah, Untuk mengelakkan kesalahan
tersebut tentunya suatu hal yang tidak selalu dapat
ditiadakan sama sekali. Sehingga yang perlu
dilakukan adalah memperkecil kesalahan tersebut.
Dengan demikian peneliti harus rela menerima risiko
sekecil
yang
diinginkannya,
menurut
tingkat
kepercayaan tentang keputusan yang diambilnya.

Caranya adalah menentukan tingkat signifikansi atau


tingkat kepercayaan yang diinginkannya.
Untuk mengetahui hingga manakah suatu hipotesis
dapat diterima atau harus ditolak maka secara statistik
dapat dihitung tingkat signifikansinya. Biasanya tingkat
signifikansi ditentukan sebanyak 0,10 , 0,05 , dan 0,01.
Bila peneliti lebih dahulu menentukan tingkat
signifikansi 0,05 untuk menolak suatu hipotesis, maka
ada kemungkinan 5 persen bahwa peneliti membuat
kesalahan dalam keputusan menolaknya, begitu juga
dengan tingkat signifikansi lainnya.

Contoh : Misalkan peneliti ajukan hipotesis bahwa


antara variabel X dan Y terdapat korelasi (r) positif jadi
rxy > 0 atau dilambangkan sebagai H : rxy > 0. Maka
hipotesis nol dilambangkan sebagai Ho : rxy <_ 0, artinya
korelasi antara X dan Y sama dengan 0 atau kurang
dari 0. Bila tingkat signifikansi yang digunakan 0,01
maka ditulis = 0,01 (atau 1%).

jadi tingkat signifikansi berguna untuk memberi


pengangan kepada peneliti dalam mengambil
keputusan dan menafsirkannya secara obyektif.

Peneliti tidak dapat lagi memanipulasi data semau


peneliti saja, bagaimana merumuskan hipotesis nol
yang peneliti uji berdasarkan data akan sangat
bergantung
sepenuhnya
pada
cara
peneliti
merumuskan hipotesis kerjanya.
Menafsirkan hasil-hasil pengujian hipotesis terdapat tiga
kemungkinan :
Semua hipotesis diterima dan didukung oleh hasil tes
Semua hipotesis ditolak karena tidak didukung oleh tes
Sebagian dari hipotesis didukung dan sebagian lain
ditolak setelah dites
1;

2;
3;

Hasil 1 menimbulkan kesimpulan bahwa teori yang


mendasari hipotesis itu benar.
Hasil 2 akan memberi kesimpulan bahwa teori
yang digunakan untuk merumuskan hipotesis tidak
benar.
Hasil 3 akan menimbulkan kesulitan dalam
mengambil kesimpulan dan memang sangat
kompleks untuk mengambil suatu kesimpulan dalam
hal yang demikian.
Untuk memantapkan kesimpulan yang akan diambil
seorang peneliti, maka perlu ditinjau secara kritis hal-hal

yang berkenaan dengan (1) teori yang digunakan


peneliti. Seorang peneliti harus menyelediki kekukuhan
dan kelengkapan teori, di mana teori tersebut memuat
segala faktor yang relevan dan unsur-unsur teori itu benar
clan logis tersusun. Teori tersebut hendaknya menunjukkan
dengan jelas gejala apa yang diakibatkan oleh faktor atau
kondisi tertentu dan teori juga harus mampu mengontrol
pengaruh setiap faktor dan juga dapat membedakannya
dari faktor sampingan. Teori yang digunakan juga harus
dibandingkan dengan teori yang telah digunakan pada
penelit i an yang terdahulu atau yang sudah ada dengan
kesamaan topik penelitian dengan penelitian peneliti; (2)
sampling yang dijalankan peneliti. Sampel harus benar-

benar mewakili seluruh populasi. Selain itu sampel harus


sesuai, dalam arti harus mampu dan kompeten untuk
memberikan keterangan Yang diperlukan agar lebih dapat
dipercaya sehingga keterangan tersebut benar adanya;
(3) cara-cara mengukur. Pengukuran hendaknya valid
(sahib) dan reliable (dapat dipercaya). Ada kemungkinan
bila taraf prasangka seseorang diukur pada waktu yang
berbeda-beda, bahwa hasilnya berbeda pula. Benda yang
sama akan sama beratnya walaupun ditimbang pada waktu
Yang berlainan, jadi hasilnya konsisten atau tetap sama.
Alat uk-ur gejalagejaia social-psikologis pun diharapkan
mempunyai konsistensi tertentu, agar dapat dianggap
reliable; (4) metode pengumpulan data. Alat yang

digunakan untuk mengumpulkan data adalah angket,


wawancara, clan pengamatan. Pada angket dibutuhkan
ketelitian dalam perumusan pertanyaan agar tidak
menimbulkan tafsiran yang salah, Dalam wawancara yang
dilakukan dengan hubungan pribadi secara langsung,
terkadang si penjawab tidak memberikan jawaban yang
tidak menyenangkan hati si penanya sehingga menjadi
tidak reliabilitas, Sedangkan dalam observasi, si pengamat
seringkali terpengaruh oleh faktor-faktor subyektif; (5)
perhitungan statistik. Untuk mengolah data agar dapat
ditafsirkan guna menguji hipotesis, dapat dilakukan
berbagai macam prosedur statistik. Perlu dipertimbangkan
cara pengolahan statistik yang paling sesuai. Di samping

itu perlu ditentukan taraf signifikansi yang akan digunakan;


dan (6) keterlibatan responden. Rasa keterlibatan faktorfaktor seperti usia, jenis kelamin, taraf pendidikan, status
sosial-ekonomi, jabatan, kesukuan dan lain-lain turut
mempengaruhi jawaban seseorang, sehingga bukanlah
hal yang mudah untuk memperoleh data dari jawaban yang
benar dari hatinya responden atau partisipan.
3.3 METODE-METODE SAMPLING
Dalam kehidupan sehari-hari penerapan dari metode
populasi dan sampling ini seringkali dijumpai. Misalnya
seorang peneliti ingin mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi pelajar sekolah di Baturaja untuk
melanjutkan kuliah I ke Univ6rsitas Ternama. Untuk
mengetahui jawabannya, maka dapatlah ditanyakan
langsung atau tidak langsung kepada pelajar sekolah

tersebut (mencari informasi). Jika jumlah pelajar sekolah


yang ada cukup sedikit maka peneliti mungkin memutuskan
untuk menggunakan sensus terhadap populasi, tetapi
jika
'
jumlahnya banyak maka dapat ditanyakan pada sebagian
pelajar sekolah (sampel).
KLASIFIKASI TEKNIK SAMPLING
Pengambilan sampel dalam penelitian dapat dibagi
menjadi beberapa teknik, di mana dengan syarat utama
bahwa sampel yang dikatakan baik apabila memiliki sifat
representatif. Adapun teknik pengambilan sampel secara
umum dapat dikelompokkan menjadi dua teknik, yaitu (1)
nonprobability sampling, terbagi menjadi : convenience
sampling, judgement sampling, quota sampling, dan
snowball sampling. (2) probability sampling, terbagi
menjadi : simple random sampling, systematic

sampling, stratified sampling, dan cluster sampling.


Klasifikasi teknik sampling dapat dilihat dari gambar 3.1
sebagai berikut ini :

Non

SAMP
Prob
LING
Simple
Conve

random
nience
sam
sampli

plin
g
Judge

ng
System
atic
Gambar 3.1 Klasifikasi Teknik Sampling

1. Non probability Sampling


Dalam non probability sampling, kemungkinan atau
peluang seseorang atau benda untuk terpilih menjadi
anggota sampel tidak diketahui. Hal ini dikarenakan
pada teknik ini terlalu percaya pada pendapat pribadi
peneliti dari pada kesempatan untuk memilih elemenelemen.
Teknik ini dapat digolongkan menjadi :

Convenience sampling (sampel secara kebetulan)


Teknik sampling ini Bering juga disebut sebagai
accidental sampling technique. Dikarenakan dalam
teknik sampel ini, yang dianggap sebagai anggota
sampel adalah orang-orang yang mudah ditemui
atau yang berada pada waktu yang tepat, mudah
ditemui dan dijangkau. Beberapa contoh yang
termasuk convenience sampling anatara lain :
Melakukan wawancara seperti wartawan tanpa
mengkualifikasikan responder
Angket atau daftar pertanyaan di majalah
Kelompok mahasiswa, organisasi sosial, dan karang
taruna

Restoran yang menggunakan daftar menu makanan.

Purposive sampling (sampel menurut tujuan)


Dalam teknik sampling ini, sampel dipilih
berdasarkan penilaian atau pandangan dari peneliti
berdasarkan tujuan dan maksud penelitian.
Dengan syarat bahwa sampel telah representatif
atau dianggap peneliti telah mewakili populasi yang
ditetapkan.
Beberapa contoh yang termasuk dalam teknik sampling ini
antara lain :
1; Analisis pasar yang dipilih untuk menentukan
kekuatan atau potensi dari produk barn

2;

Gaya kepemimpinan yang ditetapkan pada perusahaan

eknik sampling ini mungkin kelihatan seperti twostage restricted purposive sampling. Tahap pertama
terdiri dari pengembangan kaQuota sampling (sampel
berdasarkan jumlah)
Ttegori kontrol atau quota dari elemen-elemen
populasi. Karakteristik yang relevan seperti jenis
kelamin, usia dan suku diidentifikasikan penilaian
peneliti. Tahap kedua, elemen-elemen sampel dipilih
berdasarkan convenience atau purposive sampling.
Setelah quota-quota tersebut dikelompokkan, terdapat

kebebasan untuk memilih


dimasukkan dalam sampel.

elemen-elemen

untuk

Snowball sampling (sampel seperti bola salju)


Tujuan utama dari snowball sampling adalah untuk
menafsirkan karakteristik yang jarang terjadi dalam
populasi.
Keuntungannya
adalah
adanya
peningkatan kecendrungan menempatkan karakteristikkarakteritik yang diinginkan dalam populasi. a

2. Probability Sampling
Pengampilan sampel dengan cara ini dilakukan secara
random atau acak. Probability sampling dapat
dogolongkan
menjadi
simple
random
sampling,

systematic random sampling, stratified sampling, dan


cluster sampling.
Simple random sampling
Metode sampling ini hampir sama dengan sistem
lotre, yang namanamanya ditempatkan dalam satu
wadah, dan wadah tersebut dikocokkocok. Nama
dari pemenangnya diambil - dengan cara yang
tidak mengandung bias. Sampel dari metode ini
diperoleh dengan prosedur random dari kerangka
sampling.
Systematic random sampling
Metode sampling ini memiliki kemiripan dengan simple
random sampling, di mana masing-masing elemen

populasi mempunyai kemungkinan pemilihan yang


sama. Perbedaannya terletak pada sampel ukuran n
yang dapat diperoleh mempunyai kemungkinan
pemilihan yang sama. Sampel ukuran n yang lainnya
mempunyai kemungkinan nol untuk dipilih.
Dalam metode ini, sampel dipilih dengan cara
menyeleksi poin-poin random awal dan kemudian
mengambil
beberapa
nomor
tertentu
untuk
mendapatkan kerangka sampling. Interval sampling (i)
ditentukan dengan cara membagi ukuran populasi
(N) dengan ukuran sampel (n) dan meletakkan di
sekitar bilangan-bilngan yang terdekat.

Stratified sampling

Metode sampling ini merupakan suatu proses dua


langkah yang mana populasi dibagi menjadi sub
populasi atau. strata/tingkatan. Dalam metode ini
peneliti harus mengetahui bahwa dalam populasi ada
strata, klas, lapisan, atau ras, misalnya ada klas
mahasiswa, buruh tani, pengusaha, dan lainnya.
Tujuan
utama
metode
ini
adalah
untuk
meningkatkan ketepatan tanpa meningkatkan biaya.

Cluster sampling
Dalam cluster sampling, populasi terget pertama
dibagi ke dalam sub kelompok atau cluster yang

eksklusif. Kemudian sampel acak dari cluster tersebut


dipilih berdasarkan teknik probability sampling,
misalnya dengan menggunakan random sampling.
Perbedaan pokok dari cluster sampling dengan
sampling betingkat adalah dalam cluster sampling
hanya sampel dari sub populasi (cluster) yang
dipilih, sedangkan pada sampling betingkat semua
sub
populasi
(strata)
dipilih
untuk
sampling/pengambilan sampel lebih lanjut.
Untuk menetapkan apakah seorang peneliti akan
memilih non probability sampling ataukah probability
sampling, sangat tergantung pada faktor-faktor

pembeda dan kondisi yang menguntungkan bagi


penggunaan kedua jenis teknik sampling tersebut
(Malhotra : 1993), seperti terlihat pada tabel berikut :
Tabel 3.1 Kondisi Pemilihan Teknik Sampling
FaktorKondisi yang
Non
Probability
Sifat
Eksplorasi Konklusif
Relatif
Kesalahan Kesalahan
besarnya
Variabilitas non
Homogen sampling
Heterogeni
Petimbanga Tidak
Menguntun
Petimbanga Menguntun Tidak
MENENTUKAN UKURAN SAMPEL
Ukuran sampel adalah banyaknya individu, subyek atau

elemen dari populasi yang diambil sebagai sampel.


Jika ukuran sampel yang diambil terlalu besar atau
terlalu kecil maka akan menjadi masalah dalam
penelitian. Sampel yang baik adalah sampel yang
memberikan
pencerminan
optimal
terhadap
populasinya (representative). Representative tidak dapat
dibuktikan, melainkan dapat dilakukan pendekatan
secara metodelogi melalui parameter yang diketahui
dan diakui kebaikannya secara teoritik maupun
eksperimental.
Beberapa pendapat para. ahli tentang ukuran sampel,
antara lain :

1. Gay & Diehl (1992 : 146) berpendapat bahwa


sampel haruslah sebesarbesarnya. Pendapat ini
mengasumsikan bahwa semakin banyak sampel
yang diambil, maka akan semakin representatif
dan hasilnya dapat digeneralisir. Namun ukuran
sampel yang diterima, akan sangat tergantung dari
jenis penelitiannya; (a) apabila penelitiannya bersifat
deskriptif, maka
sampel minimumnya adalah 10% dari populasi; (b)
penelitian yang bersifat korelasional, sampel
minimumnya 30 subyek; .(c) penelitian kausal

perbandingan, sampelnya sebanyak 30 subyek per


group, dan (d) penelitian eksperimental, sampel
minimumnya adalah 15 subyek per group.
2. Roscoe (1975) memberikan panduan untuk
menentukan ukuran sampel :
Pada setiap penelitian, ukuran sampel hares
berkisar antara 30 dan 500
Apabila faktor yang dipergunakan dalam penelitian
itu banyak maka ukuran sampel minimal 10 kali
atau lebih dari jumlah faktor
Jika sampel akan dipecah-pecah menjadi bebrapa
bagian maka ukuran sampel minimal 30 untuk tiap
bagian yang diperlukan

3. Slovin (1960), dalam Sevila (1994) menentukan


ukuran sampel suatu populasi dengan rumus sebagai
berikut :
72=-N
Di mana : n = jumlah sampel N =
ukuran sampel
e = batas kesalahan
4. Fraenkel & Wallen (1993:92) menyarankan, besar sampel
minimum untuk:
Penelitian deskriptif sebanyak 100
Penelitian korelasional sebanyak 50
Penelitian kausal-perbandingan sebanyak 30/group

Penelitian eksperimental sebanyak 30/15

5. Malhotra (1993), besarnya jumlah sampel yang diambil


dapat ditentukan dengan cara mengalikan jumlah
variabel dengan 5, atau 5X jumlah variabel. Jika
variabel yang diamati berjumlah 20, maka sampel
minimalnya adalah 200 (5X20).
Faktor penting dalam menentukan ukuran sampel yang
dibutuhkan untuk mengestimasi sebuah parameter populasi
adalah ukuran dari varians populasi. Semakin besar dispersi
atau varians dalam populasi, semakin besar pula jumlah
sampel yang diperlukan untuk menghasilkan ketepatan
estimasi (Cooper & Emory : 1995).

KESALAHAN UMUM DALAM MENENTUKAN JUMLAH


SAMPEL
Walaupun peneliti telah banyak memperoleh petunjuk teori
tentang teknik penetapan jumlah sampel, namun ada
sebagian orang yang masih melakukan kesalahankesalahan. Kesalahan umum yang Bering dijumpai dalam
menentukan besarnya jumlah sampel adalah sebagai berikut
:

1;

2;

Peneliti gagal dalam menetapkan jumlah anggota


populasi yang dapat dipercaya
Peneliti menggunakan anggota sampel yang terlalu

3;

4;
5;

6;

7;

8;

kecil untuk setiap subgroupnya, sehingga analisis


statistika parameter tidak berlaku, padahal populasi
sebenarnya cukup besar
Peneliti tidak menggunakan teknik sampling stratified
yang disyaratkan untuk menentukan anggota sampel
subgroupnya
Peneliti merubah prosedur teknik samplingnya
Peneliti merubah rumus untuk menghitung besarnya
anggota sampel
Peneliti memilih anggota sampel yang tidak sesuai
dengan tujuan penelitian
Peneliti mengurangi anggota ampel yang telah
ditentukan oleh perhitungannya
Peneliti memilih group eksperimen dan group kelompok

9;

dari populasi yang berbeda


Peneliti tidak meberikan alasan-alasan mengapa
rumus dan teknik sampling yang digunakan di dalam
penelitian itu.

3.4 Tfr\Nlr\ PENGUMPULAN UATA


Untuk Membuktikan kebenaran dari suatu hipotesis yang
sudah dirumuskan dengan kenyataan data-data yang
ada di lapangan, maka peneliti harus mengumpulkan
data-data tersebut dengan metode tertentu )rang
disebut dengan teknik pengumpulan data. Bila dilihat
dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka
metode pengumpulan dapat dilakukan dengan

observasi (pengamatan), survey (wawancara), kuesioner


(angket).
1. Observasi
Observasi meliputi kegiatan pencatatan pola perilaku
orang, objek dan kejadian-kejadian dalam suatu cara
sistematis untuk mendapatkan informasi tentang
fenomena-fenomena yng diamati. Metode observasi
dapat dilakukan secara terstruktur atau tidak terstruktur,
tersembunyi atau terang-terangan.
Observasi terstruktur dan tidak terstruktur
Peneliti menetapkan secara teperinci apa yang akan

diobservasi dan bagaimana pengukuran akan dicatat.


Observasi terstruktur sangat tepat jika permasalahan
dalam riset telah didefenisikan dengan jelas dan
informasi yang dibutuhkan telah ditetapkan. Observasi
terstruktur tepat digunakan untuk riset konklusif.
Observasi tidak terstruktur merupakan observasi yang
meliputi kegiatan seorang peneliti dalam memonitor
seluruh fenomena yang relevan tanpa penetapan
rincian terlebih dahulu atau tidak dipersiapkan
secara sistematis tentang apa yang akan diobservasi.
Riset jenis ini sangat tepat

Anda mungkin juga menyukai