Hormon Dan Ekofisiologi
Hormon Dan Ekofisiologi
II.
Tujuan
III.
Dasar Teori
2.
3.
Hormon auksin
Auksin merupakan istilah generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu kisaran
respon pertumbuhan yang agak berbeda-beda. Respon auksin berhubungan
dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat (Salisbury,
1995).
Auksin adalah asam indol asetat (IAA) atau C10H9O2N. IAA merupakan suatu
group dan senyawa-senyawa lain, misalnya asam naftalin asetat (C12H10O2)
dan asam 2,4 diklorofenoksi asetat (C8H6O3Cl2) atau disingkat 2,4-D. Banyak
lagi auksin lain dan sangat mudah untuk mengetahui apakah senyawa itu auksin
atau tidak. Efek karakteristik auksin adalah kemampuan untuk mendorong
pembengkokan suatu benih dan efek ini berhubungan dengan adanya suatau
group atau di dalam molekul auksin tersebut.
Hormon ini dihasilkan pada ujung pucuk yang sedang tumbuh dan akan
mendatangkan efek atau akibat apabila telah bergerak kebagian organ yang lain.
Fungsi auksin dalam memacu pertumbuhan tanaman adalah sebagai pengaturan
perbesaran sel dan pergerakan auksin selalu menjauhi arah cahaya (Loveless,
1991). Pengaruh auksin terhadap rangsangan berbeda-beda, rangsangan yang
paling kuat adalah rangsangan terhadap sel-sel meristem apikal batang dan
koleoptil. Pada kadar yang sangat tinggi, auksin lebih bersifat menghambat
daripada merangsang pertumbuhan. Pengaruh auksin terhadap perkembangan
sel menunjukkan adanya indikasi bahwa auksin dapat menaikkan tekanan
osmotik, meningkatkan sintesa protein, meningkatkan permeabilitas sel
terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang kemudian diikuti menurunnya
tekanan dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai dengan
kenaikan volume sel. Dengan adanya kenaikkan sintesa protein, maka dapat
digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Hendaryono, 1994).
Auksin yang terlibat dalam banyak peraturan terutama yang berhubungan
dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman proses pada tanaman. Fungsi
auksin dalam transmisi isyarat lingkungan seperti cahaya dan gravitasi, regulasi
percabangan proses dalam tunas dan akar, karena mereka menemukan lebih
baru-baru ini, pola diferensiasi sel-sel di meristem dan organ dewasa. Hal ini
tentu sinyal spasial dan temporal serbaguna. Auksin transportasi menghasilkan
konsentrasi maksimum auksin dan terdegradasi dalam jaringan yang berperan
dalam regulasi beragam proses perkembangan berbagai tanaman, termasuk
embriogenesis, organogenesis pembentukan, jaringan pembuluh darah dan
tropisme. Mekanisme transport auksin hanya signal molecule sebagian besar
mendasari plastisitas yang luar biasa dari perkembangan tanaman
danmpertumbuhan yang memungkinkan arsitektur untuk berubah sesuai dengan
lingkungan (Yong, 2009).
Mekanisme kerja hormon auksin dalam mempengaruhi pemanjangan selsel tanaman khususnya akar yaitu auksin menginisiasi pemanjangan sel dengan
cara mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Auksin memacu
protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa
ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga
memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis. Setelah pemanjangan ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis
kembali material dinding sel dan sitoplasma. Auksin diproduksi oleh koleoptil
ujung tunas. Pengaruh auksin yang lain adalah dominasi apikal, yaitu
pertumbuhan ujung apikal dan penghambatan pertumbuhan tunas lateral.
IV.
Metode Penelitian
4.1 Alat
-
Beaker glass
Pisau
Gelas ukur
4.2 Bahan
-
Larutan hara
Aquades
V.
Hasil Pengamatan
Akar
Perlakuan
(ppm)
1 (0)
2 (1)
3 (10)
4 (100)
Panjang Akar
(cm)
10
0,38
17
0,44
12
0,53
14
0,207
16
0,54
12
0,45
0,64
12
0,608
12
0,43
10
0,185
12
0,55
12
0,55
0,1
0,218
0,57
0,7
Rata-rata (cm)
0,389
0,560
0,429
0,397
Perlakuan
2.
Value Label
1.00
kontrol
2.00
1 ppm
3.00
10 ppm
4.00
100 ppm
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
Control
13.2500
2.98608
1 ppm
12.2500
2.87228
10 ppm
11.5000
1.00000
100 ppm
6.5000
3.69685
Total
16
10.8750
3.68556
3.
Tabel Anova
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable:Jumlah Akar
Source
Corrected Model
Intercept
Type
III
Sum
Mea
of
n
Squa d Squa
res f re
F
Si
g.
Perlakuan
Error
95.5 1 7.95
00
28
Total
2096 1
.000 6
Corrected Total
203. 1
750 5
ANOVA
Jumlah Akar
Between Groups
Sum of Squares df
Mean Square
108.250
36.083
4.534
Sig.
.
024
Within Groups
95.500
12
Total
203.750
15
7.958
4.
Perlakuan
Value Label
1.00
kontrol
2.00
1 ppm
3.00
10 ppm
4.00
100 ppm
Source
Mean Square
Sig.
Corrected Model
.075a
.025
.737
.550
Intercept
3.149
3.149
92.682
.000
Perlakuan
.075
.025
.737
.
550
Error
.408
12
Total
3.632
16
Corrected Total
.483
15
a.
.034
Dari tabel tersebut, didapatkan nilai F = 0,737 dengan nilai signifikasi 0,550.
Karena nilai signifikasi lebih dari 0,05 (>0,05) yang berarti bahwa perlakuan
tidak signifikan dan tidak berpengaruh tidak nyata, sehingga tidak di lanjutkan
pada analisis selanjutnya.
VI.
Pembahasan
masih ada tunas pucuk, pertumbuhan tunas lateral akan terhambat sampai jarak
tertentu dari pucuk. Dominasi pucuk dapat dikurangi dengan memotong bagian
pucuk tumbuhan yang akan mendorong pertumbuhan tunas lateral.
Hormon atau zat pengatur tumbuh adalah suatu senyawa organik yang disintesis
di suatu bagian tumbuhan dan dapat dipindahkan ke bagian tumbuhan yang lain,
yang dalam konsentrsi kecil dapat menyebabkan pertumbuhan, tetapi dalam
konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan. Pada
banyak tanaman, pucuk lateral tidak akantumbuh jika pucuk terminalnya
utuh. Bila pucuk terminal dipotong maka pucuk lateral mulai
tumbuh. Bagian pucuk (terminal) menghasilkan auksin dalam jumlah besar
sehingga konsentrasinya menghambat pertumbuhan pucuk lateral. Bila
disingkirkan, maka sumber auksin hanya dari pucuk lateral saja yang
menghasilkan auksin dalam jumlah kecil sehingga merangsang pertumbuhan.
Percobaan yang kami lakukan adalah tentang pengaruh hormon IAA terhadap
pertumbuhan akar tumbuhan yang betujuan untuk mengetahui pengaruh
beberapa terhadap pertumbuhan akar dan proses pembentukan akar tumbuhan.
Alat dan bahan yang kami gunakan adalah tumbuhan kecambah kacang hijau
berumur 5 hari, IAA konsentrasi 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm dan kontrol (aquades),
larutan hara, beaker glass, pisau, gelas ukur dan penggaris atau meteran.
Langkah kerja yang dilakukan yaitu kecambah kacang hijau yang sudah dibuang
bagian hipokotilnya dimasukkan kedalam larutan hara selama 2 jam. Kemudian
mengisi 4 gelas aqua masing-masing dengan aquades, IAA konsentrasi 1 ppm,
IAA konsentrasi 10 ppm, dan IAA konsentrasi 100 ppm. Selanjutnya memasukkan
kedalam masing-masing gelas aqua 3 kecambah kacang hijau yang sudah
dipotong bagian hipokotilnya. Pemotongan hipokotil dilakukan didalam air, hal ini
untuk menghindari masuknya gelembung udara kedalam sel tumbuhan. Setelah
2 jam, tumbuhan dipindahkan kedalam gelas aqua yang berisi IAA dengan
berbagai konsentrasi. Kecambah kacang hiaju disimpan di tempat terang selama
1 minggu. Mengamati dan menghitung jumlah serta panjang akar yang tumbuh
pada kacang hijau tersebut.
Akar memiliki bagin-bagian/ komponen-komponen penyusun akar, salah satunya
adalah tudung akar yang berada pada bagian ujung akar. Dibagian belakang
tudung akar terdapat terdapat titik tumbuh berupa sel-sel meristem yang selalu
membelah. Dibelakang titik tumbuh meristem terdapat kumpulan sel-sel besar
yang memanjang atu disebut sebagi daerah perpanjangan. Perpanjangan bagian
meristem ini sedikit banyak dapat dipengaruhi oleh adanya hormon tumbuh
pada akar.
Setelah satu minggu, diperoleh hasil sebagai berikut;
Hasil yang diperoleh pada konsentrasi 0,0 ppm rata-rata
pertumbuhannya adalah 0,389 cm, pada konsentrasi 1,0 ppm rata-rata
pertumbuhannya adalah 0,560 cm, pada konsentrasi 10 ppm rata-rata
pertumbuhannya adalah 0,429 cm, dan pada konsentrasi 100 ppm rata-rata
pertumbuhannya adalah 0,397 cm.
Dilihat dari hasil yang diperoleh, maka pada konsentrasi 1 ppm adalah
konsentrasi paling optimal dalam pertumbuhan akar yaitu sebesar 0,560 cm.
Sedangkan pada konsentrasi 10 ppm, rata-ratanya lebih rendah dan jumlah akar
yang tumbuh juga semakin banyak. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi
rendah IAA akan memacu pertumbuhan sel akar, tetapi dalam konsentrasi yang
tinggi justru akan menghambat pertumbuhan akar, tetapi jumlah akar yang
tumbuh semakin banyak.
Perlakuan
Value Label
1.00
kontrol
2.00
1 ppm
3.00
10 ppm
4.00
100 ppm
Perlakuan
1 = 0 ppm
2 = 1 ppm
3 = 10 ppm
4 = 100 ppm
Pada praktikum ini terdapat empat perlakuan dan empat pengulangan, yaitu
dengan 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm masing-masing dengan 4 kali
pengulangan.
6.
Descriptives
Jumlah Akar
Perlakuan
Mean
Std. Deviation
Control
13.2500
2.98608
1 ppm
12.2500
2.87228
10 ppm
11.5000
1.00000
100 ppm
6.5000
3.69685
Total
16
10.8750
3.68556
Dari tabel diatas didapatkan Rata-rata jumlah akar tertinggi adalah pada
perlakuan control yaitu 132500 dengan Standar Deviasi (Std. Deviation)2.98608
dan rata-rata jumlah akar terendah adalah 6.5000 dengan standar deviasi (Std.
Deviation) 3.69685 pada perlakuan 100ppm.
7.
Tabel Anova
Source
Corrected Model
Intercept
Type
III
Sum
Mea
of
n
Squa d Squa
res f re
F
Si
g.
Perlakuan
Error
95.5 1 7.95
00
28
Total
2096 1
.000 6
Corrected Total
203. 1
750 5
ANOVA
Jumlah Akar
Between Groups
Sum of Squares df
Mean Square
108.250
36.083
4.534
Sig.
.
024
Within Groups
95.500
12
Total
203.750
15
7.958
Dari tabel diperoleh nilai F = 4,534 dengan nilai signifikasi 0,024. Karena nilai
signifikasi kurang dari 0,05 (<0 akar="" berarti="" berpengaruh="" dapat=""
data="" di="" dikatakan="" jumlah="" karena="" ke="" lanjutkan="" maka=""
nyata="" perlakuan="" selanjutnya.="" signifikan.="" signifikan="" span=""
tanaman="" terhadap="" uji="">
8.
Dari grafik di atas, dapat diketahui bahwa tidak terjadi kenaikan, namun terjadi
penurunan yang sangat tajam hingga pada titik rata-rata jumlah
pertumbuhan.penurunan grafik ini tidak sesuai jika dihubungkan dengan ratarata jumlah akar dan berbagai konsentrasi larutan IAA yang digunakan.
Perlakuan
Value Label
1.00
kontrol
2.00
1 ppm
3.00
10 ppm
4.00
100 ppm
Pada praktikum ini terdapat empat perlakuan dan empat pengulangan, yaitu
dengan 0 ppm, 1 ppm, 10 ppm, dan 100 ppm masing-masing dengan 4 kali
pengulangan.
Source
Mean Square
Sig.
Corrected Model
.075a
.025
.737
.550
Intercept
3.149
3.149
92.682
.000
Perlakuan
.075
.025
.737
.
550
Error
.408
12
Total
3.632
16
Corrected Total
.483
15
b.
.034
Dari tabel tersebut, didapatkan nilai F = 0,737 dengan nilai signifikasi 0,550.
Karena nilai signifikasi lebih dari 0,05 (>0,05) yang berarti bahwa perlakuan
tidak signifikan dan tidak berpengaruh tidak nyata, sehingga tidak di lanjutkan
pada analisis selanjutnya.
berbanding terbalik, semakin tinggi konsentrasi yang diberikan maka ukuran akr
semakin pendek tetapi jumlahnya semakin banyak. Tetapi semakin rendah
konsentrasi yang diberikan, maka ukuran akar semakin panjang dan jumlahnya
sedikit. Sehingga hasil yang diperoleh pada percobaan ini sesuai dengan teori
yang ada.
Pengaruh dari auksin (disamping struktur kimiawi), aktivitas suatu senyawa
tergantung pula pada faktor luar dan dalam, antara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
VII.
Penutup
7.1 Kesimpulan
Hormon, adalah molekul sinyal yang dihasilkan dalam jumlah kecil oleh
salah satu tubuh organisme, yang ditranspor ke bagian-bagian yang lain, hormon
berikatan ke suatu reseptor spesifik dan memicu respon-respon di dalam sel-sel
dan jaringan target.
Auksin berpengaruh dalam proses pertambahan panjang
batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar; perkembangan buah;
dominansi apikal; fototropisme dan geotropisme.
Jika yang diberikan relative tinggi, maka akan menyebabkan terhambatnya
perpanjangan akar dan akan meningkatkan jumlah akar.
7.2 Saran
Pada saat melakukan percobaan, praktikan harus melakukan langkah-langkah
percobaan dengan benar dan sesuai dengan prosedur agar hasil yang diperoleh
sesuai.
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, Neil A.; Jane B. Reece and Lawrence G.Mitchell. 2012. Biologi jilid 2
edisi kedelapan. Jakarta: Erlangga.
Hendaryono, D.P dan A. Wijayani. 1994. Tehnik Kultur Jaringan: Pengenalan dan
Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif-modern. Yogyakarta: Kanisius.
Panjang awal
(Cm)
Panjang akhir
(Cm)
Selisih (Cm)
Kontrol
3.14
0.14
0.01
4.14
1.14
0.03
3.64
0.64
0.05
3.26
0.26
0.07
3.62
0.62
0.09
3.38
0.38
= 4.14 3
= 1.14
3. Selisih (0.03)
= 3.64 3
= 0.64
4. Selisih (0.05)
= 3.26 3
= 0.26
5. Selisih (0.07)
= 3.62 3
= 0.62
6. Selisih (0.09)
= 3.38 3
= 0.38
1.2 Pembahasan
Pada pengamatan hipokotil yang diberi perlakuan air, terjadi pertambahan
panjang sebesar 0.14 cm yaitu dari 3 cm menjadi 3.14 cm. Begitu pula halnya
dengan hipokotil yang diberi perlakuan IAA 0.01, 0.03, 0.05, 0.07, 0.09, terjadi
perubahan panjang hipokotil masing-masing sebesar 1.14 cm, 0.64 cm, 0.26 cm,
0.62 cm, dan 0.38 cm. Pertambahan panjang tersebut terjadi karena adanya
pengaruh dari auksin yang diberikan pada hipoktil dimana IAA (Asam Indol
Asetat) berperan untuk merangsang dan memacu pertumbuhan batang serta
dapat memacu pembelahan meristematik pada bagian apikal (ujung).
Auksin adalah salah satu bentuk hormon yang paling banyak diteliti. Terutama
berpengaruh terhadap pertumbuhan dengan merangsang pembesaran sel.
Dalam merangsang pembelahan sel dan perubahan-perubahan lainnya, auksin
ini bekerja sama dengan hormon- hormon lain (Anonim, 2009).
Auksin merupakan istilah generik untuk substansi pertumbuhan yang khususnya
merangsang perpanjangan sel, tetapi auksin juga menyebabkan suatu kisaran
respon pertumbuhan yang agak berbeda-beda. Respon auksin berhubungan
dengan konsentrasinya. Konsentrasi yang tinggi bersifat menghambat (Anonim,
2008).
Auksin adalah zat aktif dalam sistem perakaran. Senyawa ini membantu proses
pembiakan vegetatif. Pada satu sel auksin dapat mempengaruhi pemanjangan
sel, pembelahan sel dan pembentukan akar (Anonim, 2009).
Auksin adalah zat yang ditemukan pada ujung batang, akar, pembentukan bunga
yang berfungsi sebagai pengatur pembesaran sel dan memicu pemanjangan sel
di daerah belakang meristem ujung. Hormon auksin adalah hormon
pertumbuhan pada semua jenis tanaman. Nama lain dari hormon ini adalah IAA
atau asam indol asetat. Letak dari hormon auksin ini terletak pada ujung batang
dan ujung akar. Fungsi dari hormon auksin ini adalah membantu dalam proses
mempercepat pertumbuhan, baik itu pertumbuhan akar maupun pertumbuhan
batang, mempercepat perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan
sel, mempercepat pemasakan buah, mengurangi jumlah biji dalam buah. Kerja
hormon auksin ini sinergis dengan hormon sitokinin dan hormon giberelin
(Anonim, 2008).
Istilah auksin diberikan pada sekelompok senyawa kimia yang memiliki fungsi
utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa
auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (Indo-leacetic Acid),
PAA (Phenylacetic Acid) dan IBA (Indolebutric Acid). Auksin juga sudah
diproduksi secara sintetik, seperti NAA (Napthalene Acetic Acid) 2,4 D dan
MCPA (2-Methyl-4 Chlorophenoxyacetic Acid). Auksin adalah ZPT yang memacu
pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar. Auksin
bersifat memacu perkembangan meristem akar adventif sehingga sering
digunakan sebagai zat perangsang tumbuh akar pada stek tanaman. Auksin
juga mempengaruhi perkembangan buah, dominasi apikal, fototropisme dan
geotropisme. Kombinasi auksin dengan giberelin memacu perkembangan
jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh,
sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Anonim, 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Hormon Pada Tumbuhan.http://sobatbaru.blogspot.com. Diakses
pada tanggal 23 November 2009.
, 2008. Fungsi Auksin. http://mukhtarom-ali.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 23 November 2009.
, 2009. Zat Pengatur Tumbuh.http://b4nd1tx.wordpress.com . Diakses
pada tanggal 23 November 2009.
, 2009. Pengaruh Auksin.http://21ildahshiro.blogspot.com. Diakses pada
tanggal 23 November 2009.
, 2009. Zat Pengatur Tumbuh.http://blog.unila.ac.id. Diakses pada
tanggal 23 November 2009.
HORMON TUMBUHAN
I.
TUJUAN
II.
BAHAN PRAKTIKUM
III.
ALAT PRAKTIKUM
Cawan petri
Pipet
Kertas saring
IV.
CARA KERJA
1.
Menyiapkan 4 buah cawan petri dan mengisi cawan-cawan tersebut
masing-masing dengan lapisan kertas saring sebanyak 2-3 lembar,
2.
Meneteskan pada masing-masing cawan yang telah dilapisi kertas saring
tersebut dengan larutan yang telah disediakan sebanyak 5-10 ml dengan pipet,
dengan ketentuan:
Cawan I
(air)
P0
Cawan II
P1
Cawan III
Cawan IV
P2
P3
3.
Kemudian meletakkan dengan teratur ke dalam masing-masing cawan petri
30 biji kacang hijau,
4.
5.
Mengamati setiap hari jumlah biji yang berkecambah untuk setiap
perlakuan dan menghitung presentasenya,
6.
7.
Mamasukkan dalan tabel dan membuat grafik hubungan antara jumlah biji
yang berkecambah dengan waktu perendaman. Data yang diperoleh dengan
menghitung jumlah biji yang berkecambah dalam penyemaian,
8.
Menganalisis data tersebut dengan Crossbreak Analysis (Kerlinger, 1973
dalam Purnobasukiet al.,1993) dengan tujuan mengidentifikasi hubungan antara
beda viabilitas dianalisa secara non parametric dengan uji X2 (kuadrat Chi).
Sedangkan kuat hubungan variabelnya diuji dengan menggunakan koefisien
kontigensi (Spiegel, 1982 dalam Purnobasuki et al.,1993) seperti yang
terdapat dalam praktikum IX.
V.
DASAR TEORI
Hormon (dari kata Yunani hormaein yang berarti menggiatkan) pada khususnya
dibentuk di suatu tempat, akan tetapi menunaikan fungsinya di tempat lain.
Pada tumbuhan tidak diketahui adanya berjenis-jenis hormon seperti yang
terdapat pada hewan dan manusia.
Fitohormon adalah bahan atau zat pengatur tumbuh tanaman yang dihasilkan
oleh tanaman itu sendiri. Zat ini efektif bekerja pada kadar yang sangat rendah,
tempat di buat berbeda dengan tempat bekerjanya. Transpornya berlangsung
lewat berkas pengangkut. Kadang-kadang tempat bekerjanya juga merupakan
tempat pembuatannya, namun berbeda sel.
Berkaitan dengan hormon tumbuhan, saat ini banyak senywa sintetik yang
mempunyai aktivitas seperti hormon maka digunakan istilah zat pengatur tubuh
(ZPT) atau zat pengatur tubuh untuk senyawa-senyawa yang dibuat secara
sintetik. ZPT yang mencakup baik zat-zat endogen maupun zat-zat eksogen
(sintetik) tersebut berperan mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan
tanaman untuk kelangsungan hidupnya (Wattimena 1988). Saat ini telah berhasil
dibuat senyawa-senyawa sintetik yang mempunyai aktifitas sama dengan
fitohormon (Mulyoprawiro, 1987).
Zat pengatur tubuh didefinisikan sebagai senyawa nutrient jika dipergunakan
dalam jumlah sedikit akan mempengaruhi proses fisiologi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman atau lebih praktisnya dapat diartikan bahwa ZPT adalah
baik buatan atau asli jika diperlakukan ke tanaman akan mengubah proses hidup
atau struktur tanamn untuk memperbaiki kualitas, manaikkan atau memperbaiki
panen (Mulyoprawiro,1987).
Zat pengatur tumbuh di dalam tanaman terdiri dari lima kelompok yaitu: auksin,
sitokinin, giberelin, etilen, dan inhibitor dengan ciri khas dan pengaruh yang
berlainan terhadap proses fisiologi. Menurut Sriyanti dan Wijayani (1994) ZPT
diperlukan sebagai komponen media bagi pertumbuhan dan diferensiasi. Tanpa
penambahan ZPT dalam media, pertumbuhan sangat terhambat bahkan
mungkin tidak tumbuh sama sekali. Pembentukan kalus dan organ-organ
ditentukan oleh penggunaan ZPT yang tepat dari ZPT tersebut. Pertumbuhan
tidak hanya dipengaruhi oleh salah satu hormon, tetapi merupakan hasil
kerjasama antara kelima kelompok hormo tersebut.
Senyawa-senyawa yang tergolong auksin meliputi IAA (Indol Acetic Acid), IBA
(Indol Butyric Acid), NAA (naphtalane Acetic Acid), 2,4-D (2,4 Dichlorofenoxy
Acetic Acid). Rangsangan auksin yang paling kuat terutama adalah terhadap selsel meristem apical batang dan koleoptil. Pengaruh auksin terhadap
perkembangan sel menunjukkan adana indikasi bahwa auksin dapat menaikkan
tekanan osmotic, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan permeabelitas
sel terhadap air, dan melunakkan dinding sel yang diikuti menurunnya tekanan
dinding sel sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai kenaikan
volume sel. Dengan adanya kenaikan sintesis protein, maka dapat digunakan
sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Sriyanti & Wijayani, 1994).
Pada batang sebagian besar spesies, kuncup apikal memberikan pengaruh yang
menghambat pertumbuhan kuncup lateral (ketiak), dengan kata lain terjadi
dominansi apikal. Hal ini terjadi karena pertumbuhan pucuk apikal menghambat
atau mencegah pertumbuhan kuncup lateral atau samping. Adanya dominansi
apikal ini mengandung nilai pertahanan hidup yang pasti, karena bila kuncup
apikal rusak atau dimakan hewan atau patah oleh kuatnya hembusan angin,
maka hal ini akan memacu pertumbuhan kuncup samping dan menjadi tajuk
utama. Efek dominansi apikal lainnya adalah menyebabkan terjadinya
percabangan di bagian bawah yang tumbuh agak mendatar, pertumbuhan
mendatar ini mengakibatkan cabang terhindar dari naungan sehingga
produktivitas fotosintesis meningkat.
Aktivitas fitohormon juga berhubungan dengan kondisi lingkungan, contohnya
aktivitas auksin dapat dipengaruhi oleh cahaya. Telah dibuktikan bahwa sinar
dapat merusak auksin dan dapat pula menyebabkan pemindahan auksin kea rah
menjahui sinar. Pengkasan unjung koleoptil tumbuhan Avena yang diletakkan di
atas blok agar-agar yang tengahnya disekat dengan suatu papan dari mika
(plastic), ternyata setelah disinari dari satu arah tertentu mengakibatkan
konsentrasi auksin di kedua blok tidak sama. Hal ini menunjukkan bahwa arah
sinar mempengaruhi distribusi auksin.
VI.
HASIL PENGAMATAN
Tabel1. Lama waktu perkecambahan biji kacang hijau (hari) pada beberapa
perlakuan
No. Biji
Macam Perlakuan
P0
P1
P2
P3
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Total
64
52
Rata-rata
2.13
38
1.73
77
1.26
2.56
Persen kecambah
P0 (air)
30
29
97
P1 (2,4-D)
30
25
83
P2 (IAA)
30
29
97
P3 (kinetin)
30
26
87
Total
120
109
VII.
(%)
ANALISIS DATA
Tabel 3. Jumlah biji yang viabel dan non viabel dari tiap perlakuan
Macam
Perlakuan
P0
29
27.25
2.75
30
P1
25
27.25
2.75
30
P2
29
27.25
2.75
30
P3
26
27.25
2.75
30
Jumlah
= 0,01
v = (n-1) = (4-1)= 3
n = banyak perlakuan
Jadi 0< C < 0.20 Cmaks (korelasi rendah sekali)
1. Air : IAA
2 = 0.112 + 0112 = 0.224
Jadi, 0 < C < 0,20 C maks
2. Air : 2,4-D
2 = 0.112 + 0.186 = 0.298
Jadi, 0 < C < 0,20 C maks
3. Air : Kinetin
2 = 0.112 + 0.057 = 0.169
Jadi, 0 < C < 0,20 C maks
4. IAA : 2,4-D
2 = 0.112+0.186 = 0.298
Jadi, 0 < C < 0,20 C maks
5.
IAA : Kinetin
2 = 0.112 + 0.057 = 0.169
6. 2,4-D : Kinetin
2 = 0.186 + 0.057 = 0.243
Jadi, 0 < C < 0,20 C maks
Korelasi
Air : IAA
Air : 2,4-D
Air : Kinetin
IAA : 2,4-D
IAA : Kinetin
2,4-D : Kinetin
PEMBAHASAN
IX.
1.
DISKUSI
Bagaimanakah pengaruh ZPT terhadap perkecambahan biji ?
ZPT dapat merangsang perkecambahan biji. Biji dapat cepat tumbuh karena ZPT
dapat meningkatkan permeabilitas sel terhadap air dan melunakkkan dinding sel
sehingga air dapat masuk ke dalam sel yang disertai kenaikan volume sel.
Dengan adanya kenaikan sintesis protein, maka dapat digunakan sebagai
sumber tenaga dalam perkecambahan biji kacang hijau.
2.
Apakah terdapat perbedaan hasil perkecambahan pada berbagai
perlakuan? Mengapa?
Ada perbedaan hasil perkecambahan pada berbagai perlakuan terutama pada
biji yang berada dalam IAA. Pada IAA perkecambahan terjadi pada hari pertama.
Hal tersebut dikarenakan masing-masing ZPT memiliki fungsi berbeda-beda
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman dan ada beberapa jenis
fitohormon yang bekerjanya berbanding terbalik seperti kinetin dan auksin.
3.
Manakah dari perlakuan-perlakuan tersebut yang memberikan hasil optimal
pada perkecambahan biji ?
Pada perlakuan pemberian 7,0 ppm IAA (Indol Acetic Acid) dapat memberikan
hasil yang optimal.
4.
Fungsi dari cawan petri diletakkan di tempat gelap yaitu untuk mempercepat
proses perkecambahan. Hal ini terjadi karena paada tempat yang gelap, hormon
auksin yang ada di dalam biji kacang hijau menjadi aktif dan merangsang
pemanjangan sel-sel tumbuhan seperti akar.
X.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
PERCOBAAN II
PENGARUH AUKSIN TERHADAP PEMANJANGAN JARINGAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.2 Tujuan
Tujuan dari percobaan ini, yaitu untuk melihat pengaruh hormon tumbuh
(auksin) terhadap pemanjangan jaringan akar dan batang.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tumbuhan yang pada salah satu sisinya disinari oleh matahari maka
pertumbuhannya akan lambat karena jika kerja auksin dihambat oleh matahari
tetapi sisi tumbuhan yang tidak disinari oleh cahaya matahari, pertumbuhannya
sangat cepat karena kerja auksin tidak dihambat. Hal ini akan menyebabkan
ujung tanaman tersebut cenderung mengikuti arah sinar matahari atau yang
disebut dengan fototropisme. Untuk membedakan tanaman yang memiliki
hormon yang banyak atau sedikit kita harus mengetahui bentuk anatomi dan
fisiologi pada tanaman sehingga kita lebih mudah untuk mengetahuinya
(Anonim, 2010).
Tanaman yang diletakkan ditempat yang gelap pertumbuhan tanamannya
sangat cepat selain itu tekstur dari batangnya sangat lemah dan cenderung
warnanya pucat kekuningan. Hal ini disebabkan karena kerja hormon auksin
tidak dihambat oleh sinar matahari. Sedangkan untuk tanaman yang diletakkan
ditempat yang terang tingkat pertumbuhannya sedikit lebih lambat
dibandingkan dengan tanaman yang diletakkan ditempat gelap, tetapi tekstur
batangnya sangat kuat dan juga warnanya segar kehijauan, hal ini disebabkan
karena kerja hormon auksin dihambat oleh sinar matahari (Anonim, 2010).
Banyak faktor yang mepengaruhi pertumbuhan di antaranya adalah faktor
genetik untuk internal dan faktor eksternal terdiri dari cahaya, kelembapan,
suhu, air, dan hormon. Untuk proses perkecambahan banyak di pengaruhi oleh
faktor cahaya dan hormon, walaupun faktor yang lain ikut mempengaruhi.
Menurut leteratur perkecambahan di pengaruhi oleh hormon auksin , jika
melakukan perkecambahan di tempat yang gelap maka akan tumbuh lebih cepat
namun bengkok. Hal itu disebabkan hormon auksin sangat peka terhadap
cahaya, jika pertumbuhannya kurang merata. Sedangkan di tempat yang
perkecambahan akan terjadi relatif lebih lama, hal itu juga di sebabkan pengaruh
hormon auksin yang aktif secara merata ketika terkena cahaya sehingga di
hasilkan tumbuhan yang normal atau lurus menjulur ke atas (Soerga, 2009).
Pengaruh auksin terhadap pertumbuhan jaringan tanaman diduga melalui dua
cara (Anonim, 2008):
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008, Peranan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) Dalam Pertumbuhan dan
Perkembangan, http://PERANAN(ZPT)BIOMAUNDIP.htm. diakses pada tanggal
13 Nopember 2010 pukul 18.00 WITA.
Salisbury, F. B., dan Ross, C. W., 1995, Fisiologi Tumbuhan Jilid 2, ITB Press,
Bandung.