Anda di halaman 1dari 7

PERATURAN DIREKTUR

RS MUHAMMADIYAH PALEMBANG
NOMOR /2012
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH MUHAMMADIYAH PALEMBANG
Direktur Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang setelah,

MENIMBANG

:
a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit Muhammadiyah, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan yang bermutu tinggi;
b. bahwa agar pelayanan di Rumah Sakit Muhammadiyah dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Peraturan Direktur
tentang Kebijakan Pelayanan Rumah Sakit Muhammadiyah
sebagai landasan bagi penyelenggaraan seluruh pelayanan di
Rumah Sakit Muhammadiyah;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Peraturan Direktur
Rumah Sakit Muhammadiyah.

MENGINGAT

:
1. Surat Keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Sumatera Selatan No.015/KEP/II.0/B/2007 tanggal 18 Juli
2007 Tentang STATUTA Rumah Sakit Muhammadiyah
Palembang
2. Surat Keputusan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah
Sumatera Selatan No.001/KEP/II.0/B/2010 tanggal 5
Februari 2010 Tentang Peraturan Pokok Kepegawaian
RSMP.
3. Surat
Keputusan
MKKM
PP
Muhammadiyah
No.051/KEP/I.5/H/2005 tentang pedoman penyelenggaraan
dan pengelolaan Amal Usaha Muhammadiyah & Aisyiyah
Bidang Kesehatan.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN

Pertama

: PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH


TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH
PALEMBANG

Kedua

: Kebijakan pelayanan Rumah Sakit Sakit Muhammadiyah sebagaimana


tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Ketiga

: Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan Rumah Sakit


Muhammadiyah dilaksanakan oleh Direksi dan Manajer Pelayanan Rumah Sakit
Muhammadiyah

Keempat

: Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya

Ditetapkan di Palembang,
Tanggal 01 September i 2012

Dr. H. Yudi Fadillah, SpPD. FINASIM


Direktur

Lampiran
Peraturan Direktur RSMuhammadiyah
Nomor
Tanggal

:
:

KEBIJAKAN PELAYANAN
RUMAH SAKIT MUHAMMADIYAH

1. Pelayanan Instalasi :

Pelayanan Instalasi Gawat Darurat, Rawat Inap, Rawat Intensif, Laboratorium dan Radiologi
dilaksanakan dalam 24 jam. Pelayanan Rawat Jalan sesuai dengan jadwal praktik dokter.

Pelayanan Kamar Operasi dilaksanakan dalam jam kerja, dan dilanjutkan dengan sistem on
call.

Pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu dan keselamatan pasien.

Seluruh staf RS harus bekerja sesuai dengan standar profesi, pedoman/panduan dan standar
prosedur opersional yang berlaku, serta sesuai dengan etika profesi, etika RS dan etiket RS
yang berlaku.

Seluruh staf RS dalam melaksanakan pekerjaannya wajib selalu sesuai dengan ketentuan
Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3), termasuk dalam penggunaan alat
pelindung diri (APD).

2. Skrining dan triase :

Skrining dilakukan pada kontak pertama untuk menetapkan apakah pasien dapat dilayani oleh
RS.

Skrining dilaksanakan melalui kriteria triase, visual atau pengamatan, pemeriksaan fisik,
psikologik, laboratorium klinik atau diagnostik imajing sebelumnya.

Kebutuhan darurat, mendesak, atau segera diidentifikasi dengan proses triase berbasis bukti
untuk memprioritaskan pasien dengan kebutuhan emergensi.

3. Identifikasi :

Setiap pasien yang masuk rawat inap harus dipasangkan gelang identitas pasien.

Pasien selalu diidentifikasi sebelum pemberian obat, sebelum transfusi darah atau produk
darah lainnya, sebelum pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium
klinis, sebelum pemeriksaan radiologi, serta sebelum dilakukan tindakan.

4. Transfer/ perpindahan di dalam rumah sakit :

Transfer dilaksanakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Pasien yang ditransfer harus dilakukan stabilisasi terlebih dahulu sebelum dipindahkan.

5. Transfer keluar rumah sakit / rujukan :


Stabilisasi terlebih dahulu sebelum dirujuk.
Rujukan ke rumah sakit ditujukan kepada individu secara spesifik.

Merujuk berdasarkan atas kondisi kesehatan dan kebutuhan akan pelayanan berkelanjutan.
Rujukan menunjuk siapa yang bertanggung jawab selama proses rujukan serta perbekalan dan
peralatan apa yang dibutuhkan selama transportasi.
Kerjasama yang resmi atau tidak resmi dibuat dengan rumah sakit penerima.
Proses rujukan didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.

6. Penundaan pelayanan :

Memperhatikan kebutuhan klinis pasien pada waktu menunggu atau penundaan untuk
pelayanan diagnostik dan pengobatan

Memberikan informasi apabila akan terjadi penundaan pelayanan atau pengobatan

Memberi informasi alasan penundaan atau menunggu dan memberikan informasi tentang
alternatif yang tersedia sesuai dengan keperluan klinik mereka.

7. Pemulangan pasien :

DPJP yang bertanggung jawab atas pelayanan pasien tersebut, harus menentukan kesiapan
pasien untuk dipulangkan.

Keluarga pasien dilibatkan dalam perencanaan proses pemulangan yang terbaik atau sesuai
kebutuhan pasien.

Rencana pemulangan pasien meliputi kebutuhan pelayanan penunjang dan kelanjutan


pelayanan medis.

Identifikasi organisasi dan individu penyedia pelayanan kesehatan di lingkungannya yang


sangat berhubungan dengan pelayanan yang ada di rumah sakit serta populasi pasien.

Resume pasien pulang dibuat oleh DPJP sebelum pasien pulang.

Resume berisi pula instruksi untuk tindak lanjut.

Salinan resume pasien pulang didokumentasikan dalam rekam medis.

Salinan resume pasien pulang diberikan kepada praktisi kesehatan perujuk.

8. Transportasi :

Transportasi milik rumah sakit, harus sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku
berkenaan dengan pengoperasian, kondisi dan pemeliharaan

Transportasi disediakan atau diatur sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pasien

Semua kendaraan yang dipergunakan untuk transportasi, baik kontrak maupun milik rumah
sakit, dilengkapi dengan peralatan yang memadai, perbekalan dan medikamentosa sesuai
dengan kebutuhan pasien yang dibawa.

9. Hak pasien dan keluarga :

Menghormati kebutuhan privasi pasien.

Melindungi barang milik pasien dari pencurian atau kehilangan.

Melindungi dari kekerasan fisik.

Anak-anak, individu yang cacat, lanjut usia dan lainnya yang berisiko mendapatkan
perlindungan yang layak.

Membantu mencari second opinion dan kompromi dalam pelayanan didalam maupun diluar
rumah sakit.

Pernyataan persetujuan (lnformed Consent) dari pasien didapat melalui suatu proses yang
ditetapkan rumah sakit dan dilaksanakan oleh staf yang terlatih, dalam bahasa yang dipahami
pasien.

Informed consent diperoleh sebelum operasi, anestesi, penggunaan darah atau produk darah
dan tindakan serta pengobatan lain yang berisiko tinggi.

10. Penolakan pelayanan dan pengobatan :

Memberitahukan hak pasien dan keluarga untuk menolak atau tidak melanjutkan pengobatan.

Memberitahukan tentang konsekuensi, tanggung jawab berkaitan dengan keputusan tersebut


dan tersedianya alternatif pelayanan dan pengobatan.

Memberitahukan pasien dan keluarganya tentang Menghormati keinginan dan pilihan pasien
untuk menolak pelayanan resusitasi atau memberhentikan pengobatan bantuan hidup dasar (
Do Not Resuscitate )
o

Rumah sakit telah menetapkan posisinya pada saat pasien menolak pelayanan
resusitasi dan membatalkan atau mundur dari pengobatan bantuan hidup dasar.

Posisi rumah sakit sesuai dengan norma agama dan budaya masyarakat, serta
persyaratan hukum dan peraturan.

11. Pelayanan pasien tahap terminal :


Mendukung hak pasien untuk mendapatkan pelayanan yang penuh hormat dan kasih sayang
pada akhir kehidupannya
Perhatian terhadap kenyamanan dan martabat pasien mengarahkan semua aspek pelayanan
pada tahap akhir kehidupan
Semua staf harus menyadari kebutuhan unik pasien pada akhir kehidupannya yaitu meliputi
pengobatan terhadap gejala primer dan sekunder, manajemen nyeri, respon terhadap aspek
psikologis, sosial, emosional, agama dan budaya pasien dan keluarganya serta keterlibatannya
dalam keputusan pelayanan.

12. Asesmen pasien :


Semua pasien yang dilayani rumah sakit harus diidentifikasi kebutuhan pelayanannya melalui
suatu proses asesmen yang baku.
Asesmen awal setiap pasien meliputi evaluasi faktor fisik, psikologis, sosial dan ekonomi,
termasuk pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan
Hanya mereka yang kompeten sesuai perizinan, undang-undang dan peraturan yang berlaku
dan sertifikasi dapat melakukan asesmen
Asesmen awal medis dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
dini/cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
Asesmen awal keperawatan dilaksanakan dalam 24 jam pertama sejak rawat inap atau lebih
cepat sesuai kondisi pasien atau kebijakan rumah sakit.
Asesmen awal medis yang dilakukan sebelum pasien di rawat inap, atau sebelum tindakan
pada rawat jalan di rumah sakit, tidak boleh lebih dari 30 hari, atau riwayat medis telah
diperbaharui dan pemeriksaan fisik telah diulangi.
Untuk asesmen kurang dari 30 hari, setiap perubahan kondisi pasien yang signifikan, sejak
asesmen dicatat dalam rekam medis pasien pada saat masuk rawat inap

Asesmen awal termasuk menentukan kebutuhan rencana pemulangan pasien (discharge)

Semua pasien dilakukan asesmen ulang pada interval tertentu atas dasar kondisi dan
pengobatan untuk menetapkan respons terhadap pengobatan dan untuk merencanakan
pengobatan atau untuk pemulangan pasien.
Data dan informasi asesmen pasien dianalisis dan diintegrasikan.

13. Manajemen obat :


Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan pasien kecuali jika dibutuhkan secara
klinis dan tindakan diambil untuk mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut,
bila diperkenankan kebijakan.
Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit pelayanan pasien diberi label yang jelas dan
disimpan dengan cara yang membatasi akses (restrict access).

14. Manajemen nutrisi :

Pasien di skrining untuk status gizi.


Respon pasien terhadap terapi gizi dimonitor.
Makanan disiapkan dan disimpan dengan cara mengurangi risiko kontaminasi dan
pembusukan.
Produk nutrisi enteral disimpan sesuai rekomendasi pabrik.
Distribusi makanan secara tepat waktu, dan memenuhi permintaan khusus.

15. Manajemen nyeri:


Semua pasien rawat inap dan rawat jalan di skrining untuk rasa sakit dan dilakukan asesmen
apabila ada rasa nyerinya.
Pasien dibantu dalam pengelolaan rasa nyeri secara efektif.

Menyediakan pengelolaan nyeri sesuai pedoman dan protokol.


Komunikasi dengan dan mendidik pasien dan keluarga tentang pengelolaan nyeri dan gejala
dalam konteks pribadi, budaya dan kepercayaan agama masing-masing.

16. Surgical Safety Checklist :

Digunakan suatu tanda yang segera dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan
pasien dalam proses penandaan / pemberian tanda.

Menggunakan suatu checklist untuk melakukan verifikasi praoperasi tepat-lokasi, tepatprosedur, dan tepat-pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan tersedia,
tepat/benar, dan fungsional.

Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat/mendokumentasikan prosedur sebelum


insisi / time-out tepat sebelum dimulainya suatu prosedur / tindakan pembedahan.

17. Hand hygiene :

Mengadaptasi pedoman hand hygiene terbaru yang baru-baru ini diterbitkan dan sudah
diterima secara umum (al.dari WHO Patient Safety).
Menerapkan program hand hygiene yang efektif.

18. Risiko jatuh :

Penerapan asesmen awal risiko pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien
bila diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.

Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka yang pada hasil
asesmen dianggap berisiko.
Langkah-langkah dimonitor hasilnya, baik tentang keberhasilan pengurangan cedera akibat
jatuh maupun dampak yang berkaitan secara tidak disengaja.

19. Komunikasi efektif :


Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap
oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali
oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut.
Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil
pemeriksaan tersebut.

20. Manajemen di instalasi :

Semua petugas instalasi wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.

Melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin bulanan minimal satu
bulan sekali.

Setiap bulan wajib membuat laporan.

21. Peralatan di instalasi harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kaliberasi sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, untuk menjamin semua sediaan farmasi tetap dalam kondisi yang baik.

22. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan dalam K3 (Keselamatan
dan Kesehatan Kerja)
Direktur,

Dr.Yudi Fadillah,SpPD.,FINASIM

Anda mungkin juga menyukai