Alun-alun Kota Malang berada pada tempat yang sangat strategis. Alun-alun Kota
Malang menjadi salah satu tempat rekreasi untuk masyarakat. Hal ini karena letaknya yang
strategis, tepat di jantung kota Malang dan dikelilingi oleh beberapa pusat perbelanjaan
terkemuka seperti Ramayana, Sarinah, Mitra, Gajah Mada Plaza serta Malang Plaza. Selain itu,
alun-alun ini juga berlokasi dekat dengan instansi pemerintahan serta beberapa fasilitas umum
seperti hotel, kantor pos, bank, masjid, dan gereja. Hal ini membuat Aun-alun Kota Malang tidak
pernah sepi pengunjung, apalagi ketika hari libur atau akhir pekan.
Pada bagian luar Alun-alun Kota Malang terdapat pagar besi tipis yang tidak terlalu
tinggi yang memagari alun-alun. Sementara pada bagian dalamnya terdapat rumput hijau dan
beberapa tumbuhan serta taman yang terdapat bunga-bunga. Pada bagian tengahnya terdapat air
mancur yang cukup besar. Terdapat juga burung-burung yang sengaja dibiarkan beterbangan di
sana yang menambah kesan sejuk dan asri. Namun sayangnya, terdapat banyak pedagang yang
tidak teratur, selain itu, pengunjung yang datang ke sana juga kurang memperhatikan peraturan
untuk menjaga kebersihan sehingga terdapat banyak sampah dimana-mana meskipun sudah
banyak tersedia tempat sampah di sana. Alun-alun sebagai taman kota diharapkan dapat
dimanfaatkan oleh seluruh masyarakat sehingga mampu menjadi ruang yang menyatukan seluruh
warga di Kota tanpa kecuali.
Karakteristik aktvifitas PKL dalam ruang publik untuk diketahui sebagai dasar dalam
pengaturan ruang aktitivitasnya, sehingga terjadi sinergisitas yang baik antara PKL sebagai
sektor informal dalam penggunaan ruang publik. Adapun komponen-komponen penataan ruang
sektor informal antara lain meliputi; lokasi, waktu berdagang, sarana fisik, jenis dagangan dan
pola penyebaran dari hasil amatan, maka dapat dipaparkan temuan sebagai berikut:
Tabel 3.
Komponen-komponen Penataan Ruang PKL dalam Ruang Publik
No.
1.
Karakteristik Aktivitas
Lokasi
Uraian
Lokasi dan tempat usaha PKL adalah
di trotoar sekitar alun-alun Kota
2.
Waktu Berdagang
3.
Sarana Fisik
4.
Jenis Dagangan
5.
Pola Penyebaran
juga sangat berkaitan dengan psikologi lingkungan 1[1]. Selain itu, ruang publik juga berfungsi
sebagai tempat untuk berinteraksi antar anggota masyarakat baik itu teman, keluarga atau orang
lain. Hal ini menjadi penting megingat semakin tinggi aktivitas masyarakat kota maka akan
semakin individual ketika tuntutan kebutuhan semakin tinggi. Namun kenyataanya fungsi dari
ruang publik semakin berkurang karena berbagai faktor, salah satuny adalah semakin
menjamurnya PKL.
Keberadaan PKL dalam ruang publik pada dasarnya tidak diperbolehkan. Hal ini sesuai dengan
Prda No.2 Tahun 2012 tentang Ketertiban Umum pasal 21 yang memaparkan bahwa, Setiap
PKL dilarang : a. melakukan kegiatan usahanya di jalan, trotoar, jalur hijau dan/atau fasilitas
umum kecuali pada tempat usaha yang ditetapkan oleh Walikota, namun kenyatannya peraturan
tersebut seolah tidak berlaku bagi para PKL. Mereka tetap berjualan di tempat umum tanpa izin
dari walikota. Jika terdapat penertiban yang dilakukan oleh Satpol PP, maka mereka akan
berpindah tempat dan kembali lagi setelah Satpol PP pergi. Sangat ironis, karena tidak memberi
efek jera.
Penataan PKL tentu tidak dapat dilakukan secara sepihak mengingat bahwasasnya PKL
sebagai sektor informal tidak dapat dipisahkan dari keberdaan sektor formal. Sektor informal
sebenarnya banyak manfaatnya bagi kehidupan kota, hal ini dapat terlihat dari sebagian besar
pekerja sektor formal tergantung pada dagangan dan jasa dari sektor informal. Fungsi sektor ini
sebagai ujung tombak pemasaran berbagai produk sektor formal tidak dapat diabaikan dalam
menggelindingkan ekonomi kota. Sektor informal ternyata juga sering dijadikan pekerjaan
sampingan oleh orang-orang yang telah berada dalam sektor formal seperti pemilik toko yang
sore hari menjual bakmi di halaman tokonya, toko pakaian yang menjual dagangannya di kaki
lima. Alasan dilakukan cara ini, karena mudah dijalankan tanpa perlu prosedur ma-cam-macam
dan sering kali lebih efektif menarik pembeli (Rachbini, 1994: xiii).
Berkembangnya sektor informal di perkotaan menimbulkan wajah kusut kota, karena
timbulnya daerah-daerah kumuh. Penataan kota masih belum membe-rikan tempat yang layak
bagi kehidupan informal yang dianggap tidak legal. Jika ada segelintir birokrat yang menyadari
pentingnya kehidupan sektor infor-mal, maka ini hanya sebatas semangat politis saja (Rachbini,
1994: 44). Sesungguhnya sektor informal menjadi sebuah dilema. Pada satu sisi sektor ini dapat
menyerap banyak pekerja yang tidak dapat ditampung dalam sektor formal. Disisi lain sektor ini
1
dapat meningkatkan masalah lingkungan. Untuk menanggulangi masalah ini tentu Pemerintah
tidak dapat dengan mengacuhkan sektor informal, dan berharap sektor ini akan musnah, atau
dengan menekan jumlah dan keberadaan PKL untuk membuat lingkungan menjadi bersih. Tentu
pemerintah harus memikirkan nasib mereka juga serta menyadarai bahwa PKL sebagai bagian
dari pertumbuhan ekonomi kota, maka perlu didukung dengan fasilitas yang memadai.
Komunikasi dan sosialisasi yang harmonis secara berkala antara Pemerintah dan PKL untuk
penataan dan pengelolaan untuk mengoptimalkan Perda yang ada adalah salah satu solusi yang
dapat dilakukan untuk pengelolaan PKL dalam mata rantai perkotaan
Penerapan RTH pada Median Jalan, jalur tanaman tepi jalan dan contoh pohon peneduh median
jalan RTH Jalur Hijau Jalan Untuk jalur hijau jalan, RTH dapat disediakan dengan penempatan
tanaman antara 2030% dari ruang milik jalan (rumija) sesuai dengan klas jalan. Untuk
menentukan pemilihan jenis tanaman, perlu memperhatikan 2 (dua) hal, yaitu fungsi tanaman
dan persyaratan penempatannya. Disarankan agar dipilih jenis tanaman khas daerah setempat,
yang disukai oleh burung-burung, serta tingkat evapotranspirasi rendah. Pulau Jalan dan Median
Jalan Taman pulau jalan adalah RTH yang terbentuk oleh geometris jalan seperti pada
persimpangan tiga atau bundaran jalan. Sedangkan median berupa jalur pemisah yang membagi
jalan menjadi dua lajur atau lebih. Median atau pulau jalan dapat berupa taman atau non taman.
Dalam pedoman ini dibahas pulau jalan dan median yang berbentuk taman/RTH. a. Pada jalur
tanaman tepi jalan 1) Peneduh a) ditempatkan pada jalur tanaman (minimal 1,5 m dari tepi
median); b) percabangan 2 m di atas tanah; c) bentuk percabangan batang tidak merunduk; d)
bermassa daun padat; e) berasal dari perbanyakan biji; f) ditanam secara berbaris; g) tidak mudah
tumbang. Contoh jenis tanaman: a) Kiara Payung (Filicium decipiens) b) Tanjung (Mimusops
elengi) c) Bungur (Lagerstroemia floribunda) 2) Penyerap polusi udara a) terdiri dari pohon,
perdu/semak; b) memiliki kegunaan untuk menyerap udara; c) jarak tanam rapat; d) bermassa
daun padat. Contoh jenis tanaman: a) Angsana (Ptherocarphus indicus) b) Akasia daun besar
(Accasia mangium) c) Oleander (Nerium oleander) d) Bogenvil (Bougenvillea Sp) e) Teh-tehan
pangkas (Acalypha sp) 3) Peredam kebisingan a) terdiri dari pohon, perdu/semak; b) membentuk
massa; c) bermassa daun rapat; d) berbagai bentuk tajuk. Contoh jenis tanaman: a) Tanjung
(Mimusops elengi) b) Kiara payung (Filicium decipiens) c) Teh-tehan pangkas (Acalypha sp) d)
Kembang Sepatu (Hibiscus rosa sinensis) e) Bogenvil (Bogenvillea sp) f) Oleander (Nerium
oleander) 4) Pemecah angin a) tanaman tinggi, perdu/semak; b) bermassa daun padat; c) ditanam
berbaris atau membentuk massa; d) jarak tanam rapat < 3 m. Contoh jenis tanaman: a) Cemara
(Cassuarina equisetifolia) b) Mahoni (Swietania mahagoni) c) Tanjung (Mimusops elengi) d)
Kiara Payung (Filicium decipiens) e) Kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis) Sumber:
PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 05/PRT/M/2008 ARTIKEL
TERKAIT: ntoh pohon peneduh median jalan Penerapan RTH pada Median Jalan, jalur tanaman
tepi jalan dan contoh pohon peneduh median jalan dian Jalan Penerapan RTH pada Median
Jalan, jalur tanaman tepi jalan dan contoh pohon peneduh median jalan lur tanaman tepi jalan
Penerapan RTH pada Median Jalan, jalur tanaman tepi jalan dan contoh pohon peneduh median
jalan Diposkan oleh obenoce obed di 10/27/2014 11:40:00 AM Label: contoh pohon peneduh
median jalan, jalur tanaman tepi jalan, Median Jalan, Penerapan RTH Email ThisBlogThis!Share
dapat
(smp/jam/dua-arah (atau
jalur))
Kj
Fw
=
=
Kapasitas jalan
faktor penyesuaian
untuk jalur
Fu
=
faktor penyesuaian
untuk urbanisasi disepanjang jalan.
Nilai-nilai fw dapat dilihat pada tabel 2.1.. dibawah ini yang
diturunkan dari Indonesia Highway Capacity Manual (IHCM).
Tabel 2.1. Faktor penyesuaian akibat
gabungan jalur sempit dan lebar bahu yang menyempit : fw
Tipe
Jalan
raya
Lebar Jalur
(m)
Lebar Bahu
(m)
Nilai fw
3.50
3.25
3.00
Jalan raya
2 jalur
Jalan raya berlajur
ganda
1.75
1.25
1.00
0.75
1.75
1.25
1.00
0.75
0.97
0.95
0.94
0.92
0.98
0.97
0.96
0.95
0.92
0.90
0.89
0.87
0.95
0.94
0.93
0.92
0.85
0.83
0.82
0.80
-
q
q
q
q
q
Kereb peninggi
(mountable curb), adalah kereb yang
direncanakan agar dapat didaki kendaraan, biasanya terdapat di
tempat parkir di pinggir jalan/jalur lalu lintas Untuk kemudahan
didaki oleh kendaraan maka kereb harus mempunyai bentuk permukaan
lengkung yang baik. Tingginya berkisar antara 10-15 cm.
Kereb berparit
(gutter curb),
adalah kereb yang
direncanakan untuk membentuk sistem drainase perkerasan Jalan.