Anda di halaman 1dari 5

Pengertian Ibadah, Paham Yang Salah Tentang Ibadah, Syarat

Diterimanya Ibadah
Rabu, 22 Nopember 2006 02:14:38 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats
IBADAH : PENGERTIAN, MACAM DAN KELUASAN CAKUPANNYA
Oleh
Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin Fauzan
[A]. Definisi Ibadah
Ibadah secara etimologi berarti merendahkan diri serta tunduk. Di dalam syara', ibadah mempunyai banyak definisi, tetapi makna dan
maksudnya satu. Definisi itu antara lain adalah.
[1]. Ibadah ialah taat kepada Allah dengan melaksanakan perintah-Nya melalui lisan para rasulNya.
[2]. Ibadah adalah merendahkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala yaitu tingkatan tunduk yang paling tinggi disertai dengan rasa
mahabbah (kecin-taan) yang paling tinggi.
[3]. Ibadah ialah sebutan yang mencakup seluruh apa yang dicintai dan diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala , baik berupa ucapan atau
perbuatan, yang zhahir maupun yang batin. Ini adalah definisi ibadah yang paling lengkap.
Ibadah itu terbagi menjadi ibadah hati, lisan dan anggota badan. Rasa khauf (takut), raja' (mengharap), mahabbah (cinta), tawakkal
(ketergantungan), raghbah (senang) dan rahbah (takut) adalah ibadah qalbiyah (yang berkaitan dengan hati). Sedangkan shalat, zakat,
haji dan jihad adalah ibadah badaniyah qalbiyah (fisik dan hati). Serta masih banyak lagi macam-macam ibadah yang berkaitan dengan
hati, lisan dan badan.
Ibadah inilah yang menjadi tujuan penciptaan manusia. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu. Aku tidak menghendaki rezki
sedikitpun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi
rezki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." [Adz-Dazariyat : 56-58]
Allah Subhanahu wa Ta'ala memberitahukan, hikmah penciptaan jin dan manusia adalah agar mereka melaksanakan ibadah kepada
Allah Subhanahu wa Ta'ala . Dan Allah Mahakaya, tidak membutuhkan ibadah mereka, akan tetapi merekalah yang membutuhkannya;
karena ketergantungan mereka kepada Allah, maka mereka menyembahNya sesuai dengan aturan syari'atNya. Maka siapa yang
menolak beribadah kepada Allah, ia adalah sombong. Siapa yang menyembahNya tetapi dengan selain apa yang disyari'at-kanNya maka
ia adalah mubtadi' (pelaku bid'ah). Dan siapa yang hanya menyembahNya dan dengan syari'atNya, maka dia adalah muk-min muwahhid
(yang mengesakan Allah).
[B]. Macam-Macam Ibadah Dan Keluasan Cakupannya
Ibadah itu banyak macamnya. Ia mencakup semua macam keta-atan yang nampak pada lisan, anggota badan dan yang lahir dari hati.
Seperti dzikir, tasbih, tahlil dan membaca Al-Qur'an; shalat, zakat, puasa, haji, jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, berbuat baik kepada
kerabat, anak yatim, orang miskin dan ibnu sabil . Begitu pula cinta kepada Allah dan RasulNya, khasyyatullah (takut kepada Allah),
inabah (kembali) kepadaNya, ikhlas kepadaNya, sabar terhadap hu-kumNya, ridha dengan qadha' -Nya, tawakkal, mengharap
nikmatNya dan takut dari siksaNya.
Jadi, ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mukmin jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa-apa yang
membantu qurbah. Bahkan adat kebiasaan (yang mubah) pun bernilai ibadah jika diniatkan sebagai bekal untuk taat kepadaNya.
Seperti ti-dur, makan, minum, jual-beli, bekerja mencari nafkah, nikah dan sebagainya. Berbagai kebiasaan tersebut jika disertai niat
baik (benar) maka menjadi bernilai ibadah yang berhak mendapatkan pahala. Karenanya, tidaklah ibadah itu terbatas hanya pada
syi'ar-syi'ar yang biasa dikenal.
PAHAM-PAHAM YANG SALAH TENTANG PEMBATASAN IBADAH
Ibadah adalah perkara tauqifiyah . Artinya tidak ada suatu bentuk ibadah pun yang disyari'atkan kecuali berdasarkan Al-Qur'an dan AsSunnah. Apa yang tidak disyari'atkan berarti bid'ah mardudah (bid'ah yang ditolak), sebagaimana sabda Nabi Shallallahu 'alaihi wa
sallam :
"Artinya : Barangsiapa melaksanakan suatu amalan tidak atas perintah kami, maka ia ditolak." [Hadits Riwayat. Al-Bukhari dan Muslim]
Maksudnya, amalnya ditolak dan tidak diterima, bahkan ia ber-dosa karenanya, sebab amal tersebut adalah maksiat, bukan ta'at. Kemudian manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah yang di-syari'atkan adalah sikap pertengahan. Antara meremehkan dan malas
dengan sikap ekstrim serta melampaui batas. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman kepada NabiNya Shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Artinya : Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana di-perintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas." [Hud : 112]
Ayat Al-Qur'an ini adalah garis petunjuk bagi langkah manhaj yang benar dalam pelaksanaan ibadah. Yaitu dengan ber-istiqamah dalam
melaksanakan ibadah pada jalan tengah, tidak kurang atau le-bih, sesuai dengan petunjuk syari'at (sebagaimana yang diperintahkan
padamu). Kemudian Dia menegaskan lagi dengan firmanNya: "Dan janganlah kamu melampaui batas."
Tughyan adalah melampaui batas dengan bersikap terlalu keras dan memaksakan kehendak serta mengada-ada. Ia lebih dikenal dengan
ghuluw.
Ketika Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mengetahui bahwa tiga orang dari sahabatnya melakukan ghuluw dalam ibadah, di mana
seorang dari mereka berkata, "Saya puasa terus dan tidak berbuka", dan yang kedua berkata, "Saya shalat terus dan tidak tidur", lalu
yang ketiga berkata, "Saya tidak menikahi wanita". Maka beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
"Artinya : Adapun saya, maka saya berpuasa dan berbuka, saya shalat dan tidur, dan saya menikahi perempuan. Maka barangsiapa
tidak menyukai jejakku maka dia bukan dari (bagian atau golongan)-ku." [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]
Ada Dua Golongan Yang Saling Bertentangan Dalam Soal Ibadah.
Golongan Pertama.
Yang mengurangi makna ibadah serta mere-mehkan pelaksanaannya. Mereka meniadakan berbagai macam ibadah dan hanya
melaksanakan ibadah-ibadah yang terbatas pada syi'ar-syi'ar tertentu dan sedikit, yang hanya diadakan di masjid-masjid saja. Tidak
ada ibadah di rumah, di kantor, di toko, di bidang sosial, politik, juga tidak dalam peradilan kasus sengketa dan dalam perkara-perkara
kehidupan lainnya.
Memang masjid mempunyai keistimewaan dan harus diperguna-kan dalam shalat fardhu lima waktu. Akan tetapi ibadah mencakup

seluruh aspek kehidupan muslim, baik di masjid maupun di luar masjid.


Golongan Kedua.
Yang bersikap berlebih-lebihan dalam praktek ibadah sampai pada batas ekstrim; yang sunnah mereka angkat sampai menjadi wajib,
sebagaimana yang mubah mereka angkat menjadi haram. Mereka menghukumi sesat dan salah orang yang menyalahi manhaj mereka,
serta menyalahkan pemahaman-pemahaman lainnya.
Padahal sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dan seburuk-buruk perkara adalah yang
bid'ah.
PILAR-PILAR UBUDIYAH YANG BENAR
Sesungguhnya ibadah itu berlandaskan pada tiga pilar sentral, yaitu: hubb (cinta), khauf (takut) dan raja' (harapan).
Rasa cinta harus dibarengi dengan sikap rasa rendah diri, se-dangkan khauf harus dibarengi dengan raja' . Dalam setiap ibadah ha-rus
terkumpul unsur-unsur ini.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang sifat ham-ba-hambaNya yang mukmin:
"Artinya : Dia mencintai mereka dan mereka mencintaiNya." [Al-Ma'idah: 54]
"Artinya : Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah." [Al-Baqarah: 165]
Dia Subhanahu wa Ta'ala berfirman menyifati para rasul dan nabiNya.
"Artinya : Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu ber-segera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan
mereka berdo'a kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami." [Al-Anbiya': 90]
Sebagian salaf berkata: "Siapa yang menyembah Allah dengan rasa hubb (cinta) saja maka ia zindiq[1]. Siapa yang menyembahNya
dengan raja' (harapan) saja maka ia adalah murji'[2]. Dan siapa yang menyembahNya hanya dengan khauf (takut) saja, maka ia adalah
haruriy[3]. Siapa yang menyembahNya dengan hubb, khauf dan raja' maka ia adalah mukmin muwahhid." Hal ini disebutkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Risalah Ubudiyah.
Beliau juga berkata: "Dien Allah adalah menyembahNya, ta'at dan tunduk kepadaNya. Asal makna ibadah adalah adzdzull (hina).
Dikatakan " " jika jalan itu dihinakan dan diinjak-injak oleh kaki manusia. Akan tetapi ibadah yang diperintahkan mengandung makna
dzull dan hubb. Yakni mengandung makna dzull yang paling dalam dengan hubb yang paling tinggi kepadanya. Siapa yang tunduk
kepada seseorang dengan perasaan benci kepadanya, maka ia bukanlah menghamba (menyem-bah) kepadanya. Dan jika ia menyukai
sesuatu tetapi tidak tunduk kepadanya, maka ia pun tidak menghamba (menyembah) kepadanya. Sebagaimana seorang ayah mencintai
anak atau rekannya. Karena itu tidak cukup salah satu dari keduanya dalam beribadah kepada Allah, tetapi hendaknya Allah lebih
dicintainya dari segala sesuatu dan Allah lebih diagungkan dari segala sesuatu. Tidak ada yang berhak men-dapat mahabbah (cinta) dan
khudhu' (ketundukan) yang sempurna selain Allah [4]. Inilah pilar-pilar kehambaan yang merupakan poros segala amal ibadah.
Ibnu Qayyim berkata dalam Nuniyah-nya:
"Ibadah kepada Ar-Rahman adalah cinta yang dalam kepada-Nya,
beserta kepatuhan penyembahNya.
Dua hal ini adalah ibarat dua kutub.
Di atas keduanyalah orbit ibadah beredar.
Ia tidak beredar sampai kedua kutub itu berdiri tegak.
Sumbunya adalah perintah,
perintah rasulNya.
Bukan hawa nafsu dan syetan."
Ibnu Qayyim menyerupakan beredarnya ibadah di atas rasa cinta dan tunduk bagi yang dicintai, yaitu Allah Subhanahu wa Ta'ala
dengan beredarnya orbit di atas dua kutubnya. Beliau juga menyebutkan bahwa beredarnya orbit ibadah adalah berdasarkan perintah
rasul dan syari'atnya, bukan berdasarkan hawa nafsu dan setan. Karena hal yang demikian bukanlah ibadah. Apa yang disyari'atkan
baginda Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam itulah yang memutar orbit ibadah. Ia tidak diputar oleh bid'ah, nafsu dan khurafat.
SYARAT DITERIMANYA IBADAH
Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu tidak benar kecuali dengan ada syarat.
[1]. Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan kecil.
[2]. Sesuai dengan tuntunan Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam
Syarat pertama adalah konsekuensi dari syahadat laa ilaaha illa-llah, karena ia mengharuskan ikhlas beribadah hanya untuk Allah dan
jauh dari syirik kepadaNya.
Sedangkan syarat kedua adalah konsekuensi dari syahadat Muhammad Rasulullah, karena ia menuntut wajibnya ta'at kepada Rasul,
mengikuti syari'atnya dan meninggalkan bid'ah atau ibadah-ibadah yang diada-adakan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : (Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya
pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati." [Al-Baqarah: 112]
Aslama wajhahu (menyerahkan diri) artinya memurnikan ibadah kepada Allah. Wahuwa muhsin (berbuat kebajikan) artinya mengikuti
RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam .
Syaikhul Islam mengatakan: "Inti agama ada dua pokok yaitu kita tidak menyembah kecuali kepada Allah, dan kita tidak menyembah
kecuali dengan apa yang Dia syariatkan, tidak dengan bid'ah." Seba-gaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya." [Al-Kahfi : 110]
Yang demikian adalah manifestasi (perwujudan) dari dua kalimat syahadat Laa ilaaha illallah dan Muhammad Rasulullah.
Pada yang pertama, kita tidak menyembah kecuali kepadaNya. Pada yang kedua, bahwasanya Muhammad adalah utusanNya yang
menyampaikan ajaranNya. Maka kita wajib membenarkan dan mempercayai beritanya serta menta'ati perintahnya. Beliau telah
menjelaskan bagaimana cara kita beribadah kepada Allah, dan beliau melarang kita dari hal-hal baru atau bid'ah. Beliau mengatakan
bahwa bid'ah itu sesat.
[Disalin dari kitab At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-Ali, Edisi Indonesia Kitab Tauhid 1, Penulis Syaikh Dr Shalih bin Fauzan bin Abdullah bin
Fauzan, Penerjemah Agus Hasan Bashori Lc, Penerbit Darul Haq]
_________
Foote Note
[1]. Zindiq adalah istilah untuk setiap munafik, orang yang sesat dan mulhid, -pent.
[2]. Murji' adalah orang Murji'ah, yaitu golongan yang mengatakan bahwa amal bukan bagiandari iman. Iman hanya dengan hati ,-pent

[3]. Harury adalah orang dari golongan Khawarij, yang pertama kali muncul di Harurro, dekat Kufah, yang berkeyakinan bahwa orang
mukmin yang berdosa adalah kafir ,-pebt
[4]. Majmu'ah Tauhid Najdiyah 542

Definisi Ibadah Yang Benar


Minggu, 6 Februari 2005 22:23:46 WIB
Kategori : Fokus : Mabhats
DEFINISI IBADAH YANG BENAR

Oleh
Syaikh Dr. Sholeh bin Fauzan al Fauzan
Sesungguhnya ibadah yang disyariatkan Allah dibangun diatas dasar-dasar dan asas-asas yang kuat dan kokoh, ringkasnya sebagai
berikut:
PERTAMA
Sesungguhnya ibadah itu adalah Taufiqiyah (tidak ada tempat bagi rasio/akal di dalamnya ~ paket jadi), bahkan yang berhak
membuatnya hanyalah Allah saja, sebagaimana firman-Nya:
"Artinya : Maka beristiqomahlah engkau , sebagimana yang diperintahkan kepadamu dan orang yang bertobat bersamamu dan
janganlah engkau melampaui batas." [Hud :112]
"Artinya : Dan Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan agama ini, maka ikutilah syariat itu dan
janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui [Al Jatsiyah : 18]
Dan Allah berfirman tentang Nabi-nya :
Artinya : Aku tidak lain hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan kepadaku" [AlAhqaf : 9]
KEDUA
Ibadah itu harus ikhlas , yaitu bersih dari noda-noda syirik, sebagaimana firman-Nya.
"Artinya : Maka barangsiapa yang mengharapkan untuk bertemu dengan Rabb-nya, maka hendaklah dia beramal dengan amalan yang
shalih dan tidak menyekutukan (melakukan syirik) dengan seorangpun dalam beribadah kepada Rabb-nya [Al-Kahfi : 110]
Bila ibadah telah dimasuki oleh syirik walaupun sedikit saja, maka ia (syirik) akan menggugurkan (membatalkan) amalan itu
sebagaimana firman-Nya
"Artinya : Dan janganlah mereka menyekutukan Allah , sungguh akan hapuslah dari mereka apa yang mereka amalkan" [Al-An'am : 88]
"Artinya : Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan juga kepada orang-orang sebelum kalian;" Jika engkau menyekutukan Allah
(berbuat syirik) pasti hilanglah (hapuslah) amalanmu dan engkau menjadi orang-orang yang merugi." Karena itu maka hendaklah Allah
saja yang engkau sembah dan hendaknya engkau termasuk orang-orang yang bersyukur" [Az-Zumar : 65-66]
KETIGA
Yang menjadi contoh dan panutan dalam ibadah itu haruslah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam , sebagaimana firman Allah :
"Artinya : Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasuulullah shalallahu alaihi wa sallam itu suri tauladan yang baik." [Al Ahzab : 21]
"Artinya : Dan apa yang dibawa oleh Rasul bagi kalian, maka ambillah ia dan apa yang dilarang olehnya kepada kalian , maka
tinggalkanlah"[Al Hasyr : 7]
Dan Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda .
"Artinya : Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak ada contohnya (dari) urusan kami, maka ia tertolak" [Hadits Riwayat
Muslim]
"Artinya : Barangsiapa yang membuat perkara yang baru dalam urusan kami ini (Islam) yang tidak (ada) asal darinya, maka ia tertolak"
[Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
Contoh dalam shalat, haji :
"Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat [Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim]
"Ambillah oleh kalian cara manasik haji dariku" [Hadits Riwayat Muslim]
Dan banyak lagi dalil-dalil tentang masalah ini.
KEEMPAT
Ibadah itu dibatasi dengan waktu-waktu , ukuran-ukuran dan tidak boleh melampauinya , seperti shalat . Allah berfirman :
"Artinya : Sesungguhnya shalat itu adalah suatu kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman" [An- Nisa :103]
"Artinya : (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi" [Al-Baqarah :197]
Seperti puasa :
"Artinya : (Beberapa hari yang ditentulkan itu ialah ) Bulan Ramadhan , bulan yang di dalamnya diturunkan Al Qur'an sebagai petunjuk
bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara hak dan batil). Karena itu , barang siapa diantara
kalian hadir (dinegeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di bulan itu" [Al-Baqarah :185]
KELIMA
Ibadah itu harus didasari oleh rasa mahabbah (cinta) , merendah, takut dan berharap kepada Allah, sebagaimana firman-Nya :
"Artinya : Orang-orang yang mereka seru itu , mereka sendiri mencari jalan kepada Rabb mereka, siapa yang lebih dekat (kepada Allah)
dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut kepada azab-Nya."[Al Isra ': 57]
Dan Allah berfirman tentang keadaan para Nabi-Nya :
"Artinya : Sesungguhnya mereka (para Nabi) sangat bersegera menuju kebaikan dan mereka menyeru kami dalam keadaan senang dan
takut dan merekalah orng-orang yang khusyu' kepada Kami" [Ali Imran : 90]
"Artinya : Katakanlah (wahai Muhammad):"Jika kalian mencintai Allah maka ikutilah aku. Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian dan
Allah adalah Maha Pengampun dan Penyayang."Katakanlah (wahai Muhammad) :"taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad
shalallahu alaihi wa sallam) , maka jika kalian berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang kafir." [AliImran :31-32]

Disini Allah menyebutkan tanda-tanda kecintaan kepada Allah dan buah-buahnya . Termasuk tanda-tandanya adalah mengikuti
Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Dan mengikuti beliau berarti taat kerpada Allah.
Adapun hasil taat kepada Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam adalah ; ia mendapatkan kecintaan , pengampunan dosa dan rahmat
dari Allah.
KEENAM
Sesungguhnya ibadah itu tidak akan berhenti (selesai) dari seorang mukallaf semenjak baligh dan berakal sampai akhirnya dia wafat,
sebagimana firmanNya
"Artinya : Dan janganlah kalian semua mati melainkan dalam keadaan sebagai seorang muslim"[Ali-Imran :102]
"Artinya : Dan beribadahlah engkau kepada Rabbmu sampai engkau mati [Al Hijr : 99]
[Disalin dari kitab, Haqiqatuth Tashawwuf wa Mauqifush Shufiyyah min Ushulil Ibadah wad Diin, Edisi Indonesia : Hakikat Tasawwuf,
Penulis : Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan, Alih Bahasa, Muhammad 'Ali Ismah, Penerbit : Pustaka As-Salaf , Gumpang RT 02/03 N0. 559
Kertasura Solo 57169 Cetakan I : Rabi'ul Tsani 1419 H / Agustus 1998M]

Anda mungkin juga menyukai