a.
b.
2.
3.
Anatomi
Genitalia pria
prostat
fisiologi
histologi prostat
Secara histologi, prostat terdiri dari kelenjar yang dilapisi dua lapis sel,
bagian basal adalah epitel kuboid yang ditutupi oleh lapisan sel sekretori
kolumnar. Pada beberapa daerah dipisahkan oleh stroma fibromuskular. Hormon
androgen testis berfungsi untuk mengontrol pertumbuhan dan kelangsungan hidup
sel-sel prostat.1
Prostat merupakan suatu kumpulan 3050 kelenjar tubuloalveolar yang
bercabang. Duktusnya bermuara ke dalam uretra pars prostatika, yang menembus
prostat. Kelenjar prostat terbagi dalam beberapa zona, antara lain: zona perifer,
zona sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan zona periurethra.
Zona perifer adalah zona yang paling besar, yang terdiri dari 70% jaringan
kelenjar sedangkan zona sentral terdiri dari 25% jaringan kelenjar dan zona
transisional hanya terdiri dari 5% jaringan kelenjar. Sebagian besar kejadian BPH
terdapat pada zona transisional, sedangkan pertumbuhan karsinoma prostat berasal
dari zona perifer.2
Kelenjar tubuloalveolar prostat dibentuk oleh epitel bertingkat silindris atau
kuboid. Stroma fibromuskular mengelilingi kelenjar-kelenjar. Prostat dikelilingi
suatu simpai fibroelastis dengan otot polos. Septa dari simpai ini menembus
kelenjar dan membaginya dalam lobus-lobus yang tidak berbatas tegas pada orang
dewasa. Seperti halnya vesikula seminalis, struktur dan fungsi prostat bergantung
pada kadar testosteron.1
Daftar pustaka :
1. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. 2011. Buku ajar patologi, edisi ke-7.
Jakarta: EGC.
2. Junqueira LC, Carneriro J. 2007. Histologi dasar teks dan atlas, edisi ke-10.
Jakarta: EGC.
4. BPH (benign prostat hyperplasia)
a. Definisi
b. Epidemiologi
Di seluruh dunia, hampir 30 juta pria yang menderita gejala yang berkaitan
dengan pembesaran prostat, di USA hampir 14 juta pria mengalami hal yang
sama.1 BPH merupakan penyakit tersering kedua di klinik urologi di Indonesia
setelah batu saluran kemih.2,3 Sebagai gambaran hospital prevalence, di RS Cipto
Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat
selama tiga tahun (1994- -1997) dan di RS Sumber Waras sebanyak 617 kasus
dalam periode yang sama.4 Penduduk Indonesia yang berusia tua jumlahnya
semakin meningkat, diperkirakan sekitar 5% atau kira-kira 5 juta pria di Indonesia
berusia 60 tahun atau lebih dan 2,5 juta pria diantaranya menderita gejala saluran
kemih bagian bawah (Lower Urinary Tract Symptoms/LUTS) akibat BPH.7 BPH
mempengaruhi kualitas kehidupan pada hampir 1/3 populasi pria yang berumur >
50 tahun.1
Daftar pustaka :
1. Leveillee. Prostate Hyperplasia, Benign. 2006. http://www.emedicine.com.
[diakses 10 april 2016]
2. Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto.
2007. 69- 85
3. Fadlol & Mochtar. Prediksi Volume Prostat pada Penderita Pembesaran
Prostat Jinak. Indonesian J of Surgery 2005; XXXIII-4; 139-145
4. Birowo
&
Rahardjo.
Pembesaran
Prostat
Jinak.
2000.
menjadi lebih sensitif terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.1
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia yang makin tua, kadar testosteron makin menurun, sedangkan
kadar estrogen relatif tetap, sehingga perbandingan estrogen : testosteron relatif
meningkat. Estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel
kelenjar prostat dengan cara meningkatkan sensitivitas sel-sel prostat terhadap
rangsangan hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen dan
menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat (apoptosis). Akibatnya, dengan
testosteron yang menurun merangsang terbentuknya sel-sel baru, tetapi sel-sel
prostat yang telah ada mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa
prostat menjadi lebih besar.1
3. Interaksi stroma-epitel
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan selsel
epitel prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu
mediator (growth factor). Setelah sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan
estradiol, sel-sel stroma mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya
mempengaruhi sel stroma itu sendiri, yang menyebabkan terjadinya proliferasi
sel-sel epitel maupun stroma. 1
4. Berkurangnya kematian sel prostat
Apoptosis sel pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik homeostatis
kelenjar prostat. Pada jaringan nomal, terdapat keseimbangan antara laju
proliferasi sel dengan kematian sel. Berkurangnya jumlah sel-sel prostat yang
apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan makin
meningkat sehingga mengakibatkan pertambahan massa prostat. Diduga hormon
androgen berperan dalam menghambat proses kematian sel karena setelah
dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel kelenjar prostat.1
5. Teori sel stem
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis, selalu dibentuk
sel-sel baru. Dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang
mempunyai kemampuan berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini
bergantung pada hormon androgen, dimana jika kadarnya menurun (misalnya
pada kastrasi), menyebabkan terjadinya apoptosis. Sehingga terjadinya proliferasi
sel-sel pada BPH diduga sebagai ketidaktepatan aktivitas sel stem sehingga terjadi
produksi yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.1
Daftar pustaka:
Purnomo. Dasar-Dasar Urologi, Edisi Kedua. Jakarta: CV.Sagung Seto. 2007. 6985
d. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan terjadinya penyempitan lumen uretra pars
prostatika dan menghambat aliran urin sehingga menyebabkan tingginya tekanan
intravesika. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih
kuat guna melawan tahanan, menyebabkan terjadinya perubahan anatomik bulibuli, yakni: hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan
divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut dirasakan sebagai
keluhan pada saluran kemih bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptoms
(LUTS).1
Tekanan intravesika yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
menimbulkan aliran balik dari buli-buli ke ureter atau terjadinya refluks
vesikoureter.
Jika
berlangsung
terus
akan
mengakibatkan
hidroureter,
g. Manifetasi klinis
Manifestasi klinis yang ditimbulkan oleh BPH disebut sebagai syndroma
prostatisme.sindrom prostatisme ini dibagi menjadi dua :
1. gejala obstruktif
a. hesitansi yaitu memulai kencing yang lama dan seringkali disertai dengan
mengejan yang disebabkan oleh karena otot destruksor buli-buli
memerlukan waktu beberapa lama meningkatkan tekanan intravesikel guna
mengatasi adanya tekanan dalam uretra prostatika
b. intermitency yaitu terputus-putusnya aliran kencing yang disebabkan oleh
karena ketidakmampuan otot destrussor dalam mempertahankan tekanan
intravesikel sampai berakhirnya miksi
c. terminal dribling yaitu menetesnya urine pada akhir kencing
d. pancaran lemah : kelemahan kekuatan dan kaliber pancaran destrussor
memerlukan waktu untuk dapat melampaui tekanan di uretra
e. rasa tidak puas setelah berakhirnya buang air kecil dan terasa belum puas
2. gejala iritasi
a. urgency yaitu perasaan ingin buang air kecil yang sulit ditahan
b. frequeny yaitu penderita miksi lebih sering dari biasanya dapat terjadi pada
malam hari ( nocturia ) dan pada siang hari
c. disuria yaitu nyeri pada waktu kencing
Gejala klinis hanya terjadi sekitar 10% pada laki-laki yang mengidap
kelainan ini. Hal ini dikarenakan BPH mengenai bagian dalam prostat,
manifestasinya yang tersering adalah gejala obstruksi saluran kemih bawah.1
Gejala klinis berkembang lambat karena hipertrofi detrusor kandung kemih
mengkompensasi untuk kompresi uretra. Seiring dengan osbtruksi berkembang,
kekuatan pancaran urin menurun, dan terjadi keraguraguan dalam memulai
berkemih dan menetes diakhir berkemih. Disuria dan urgensi merupakan tanda
klinis iritasi kandung kemih (mungkin sebagai akibat peradangan atau tumor) dan
biasanya tidak terlihat pada hiperplasia prostat. Ketika residual pasca-miksi
bertambah, dapat timbul nokturia dan overflow incontinence.
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan di luar saluran kemih, yaitu:
a. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala
voiding, storage, dan pasca-miksi. Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan
pada saluran kemih bagian bawah, beberapa ahli dan organisasi urologi membuat
sistem penilaian yang secara subjektif dapat diisi dan dihitung sendiri oleh pasien.
Sistem penilaian yang dianjurkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
adalah Skor Internasional Gejala Prostat atau International Prostatic Symptom
Score (IPSS).2
Sistem penilaian IPSS terdiri atas tujuh pertanyaan yang berhubungan
dengan keluhan miksi dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas
hidup pasien. Setiap pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi
nilai 05, sedangkan keluhan yang menyangkut kualitas hidup diberi nilai 17.
Dari skor IPSS itu dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu
ringan (skor 07), sedang (skor 819), dan berat (skor 2035).2
Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya didahului oleh beberapa faktor
pencetus, seperti volume kandung kemih tiba-tiba terisi penuh, yaitu pada saat
cuaca dingin, menahan kencing terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau
minuman yang mengandung diuretikum (alkohol, kopi), dan minum air dalam
jumlah yang berlebihan, massa prostat tiba-tiba membesar, yaitu setelah
melakukan aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, setelah
mengkonsumsi obat-obatan yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau
dapat mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau
adrenergik alfa.2
b. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat penyulit hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas
berupa gejala obstruksi antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang
merupakan tanda dari hidronefrosis), dan demam yang merupakan tanda dari
infeksi atau urosepsis.2
c. Gejala di luar saluran kemih
Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia
inguinalis atau hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan
pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan tekanan intra-abdominal.2
Daftar pustaka :
1. Robbins SL, Kumar V, Cotran RS. 2011. Buku ajar patologi, edisi ke-7.
Jakarta: EGC.
2. Purnomo BB. 2012. Buku kuliah dasardasar urologi. Jakarta: CV
Infomedika.
h. Faktor resiko
i. Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan buli-buli yang penuh dan teraba
massa kistik si daerah supra simpisis akibat retensi urin.1 Pemeriksaan colok
dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) merupakan pemeriksaan fisik yang
penting pada BPH, karena dapat menilai tonus sfingter ani, pembesaran atau
ukuran prostat dan kecurigaan adanya keganasan seperti nodul atau perabaan yang
keras. Pada pemeriksaan ini dinilai besarnya prostat, konsistensi, cekungan
tengah, simetri, indurasi, krepitasi dan ada tidaknya nodul.1,2,3
Colok dubur pada BPH menunjukkan konsistensi prostat kenyal, seperti
meraba ujung hidung, lobus kanan dan kiri simetris, dan tidak didapatkan nodul.
Sedangkan pada karsinoma prostat, konsistensi prostat keras dan teraba nodul, dan
mungkin antara lobus prostat tidak simetri.1
6
DD
Pemeriksaan penunjang
Komplikasi
retensi urine akut dan involusi kontraksi kandung kemih
refluks kandung kemih, hidroureter dan hidronefrosis
gross hematuria dan urinary tract infection ( UTI )
m. Prognosis
Menurut Birowo dan Rahardjo prognosisBPH adalah:
1. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 haridapat menyebabkan kerusakan
ginjal. Jika keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan
diketahui sejauh mana tingkat keparahannya. Jikaobstruksi keparahannya
lebih dari tiga minggu maka akan lebih dari 50% fungsi ginjal hilang.
2. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan
infeksi.
n. Tatalaksana
Tujuan terapi:1
memperbaiki keluhan miksi
meningkatkan kualitas hidup
mengurangi obstruksi infravesika
mengembalikan fungsi ginjal
mengurangi volume residu urin setelah miksi
mencegah progressivitas penyakit
1. Watchful waiting
Pilihan tanpa terapi ini untuk pasien BPH dengan skor IPSS
o. pencegahan
5. hubungan penyakit DM dengan BPH ?