Anda di halaman 1dari 12

Laporan Magang Pratikum

Modul C Metal Hardening


Oleh :
Nama

: Abdurrahman Alghani

NIM

: 13712034

Tanggal Praktikum

: 27 Oktober 2015

Nama Asisten

: Syamsul Haris (13711018)

Tanggal Penyerahan

: 31 Oktober 2015

Program Studi Teknik Material


Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara
Institut Teknologi Bandung
2015

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prinsip dasar dalam ilmu dan teknik material adalah mempelajari sifatsifat material kemudian memanfaatkannya untuk menggunakannya sesuai
keperluan kita dan membuat material baru yang kita inginkan. Dalam
merekayasa suatu material, kita harus mengubah sifat(properties) sehingga
menghasilkan performance yang berbeda. Untuk mengubah sifat suatu
material, kita harus mengubah struktur mikronya karena bentuk struktur
mikrolah yang akan menentukan sifat suatu material. Cara untuk mengubah
struktur mikronyua adalah dengan mengatur pemrosesan material (heat
treatment, forming, dll).
Dengan demikian, dapat dipahami bahwa pengontrolan struktur mikro
amat penting dalam ilmu dan teknik material. Dengan menganalisa kaitan
antara struktur dan sifat material, kita bisa mendapatkan hubungan pasti untuk
mengatur sifat material sesuai kebutuhan kita. Selain itu, analisis struktur
mikro juga berguna untuk menganalisa kegagalan pada material.
1.2 Tujuan Percobaan
1

Membandingkan nilai kekerasan baja karbon rendah dan baja karbon

2
3

tinggi setelah proses heat treatment.


Menentukan kurva kekerasan terhadap waktu aging pada paduan Al-Cu.
Menentukan pengaruh recovery, rekristalisasi serta grain growth pada
harga kekerasan pada tembaga.

Parameter percobaan : kandungan karbon pada spesimen baja.

Kekerasan kedua spesimen diukur.


Kedua spesimen di-quenching dengan media air.
Kedua spesimen dipanaskan hingga temperatur
austenisasi selama 30 menit.
Kekerasan kedua spesimen tersebut diukur.
Spesimen baja karbon rendah dan baja karbon
tinggi disiapkan.

5
4
3
2
1

Flowchart :

Spesimen baja karbon rendah


Spesimen baja karbon tinggi
Quenchant (air)

Bahan:

Tungku
Penjepit
Kontainer untuk media quenching

Alat :
2.1 Heat Treatment
METODOLOGI PERCOBAAN
BAB II

Tungku
Penjepit
Kontainer untuk media quenching

Alat :
2.3 Rekristalisasi
Parameter : waktu aging spesimen
Kurva kekerasan terhadap waktu aging dibuat.

Keempat spesimen dipanaskan lagi pada temperatur 200oC


masing-masing selama 10,30,60,dan 120 menit lalu di-quench
dengan media air.
Kekerasan keempat spesimen diukur.
Keempat spesimen tersebut dipanaskan pada temperatur
550oC selama 12 jam lalu di-quench dengan media air.
Kekerasan masing-masing spesimen diukur.

3
2
1

4 buah spesimen paduan Al-Cu disiapkan.


Kekerasannya diukur.

Flowchart :

4 buah spesimen paduan Al-Cu


Quenchant (air)

Bahan :

Tungku
Penjepit
Kontainer untuk media quenching

Alat :
2.2 Precipitation Hardening

Bab III
Parameter : temperatur pemanasan dan waktu pemanasan.
Semua spesimen di-quench dengan air lalu diukur kekerasannya

Spesimen 1 dipanaskan pada T=800oC selama 120 menit


Spesimen 2-5 dipanaskan pada T=400oC dengan masing-masing
waktu 10,15,30,45 dan 60 menit.
Spesimen 6 dipanaskan pada T=100oC selama 90 menit.

6 buah spesimen tembaga dipanaskan pada temperatur 800 oC,


didinginkan di udara lalu dilakukan pengerolan dengan reduksi
50%.
Spesimen diberi tanda 1,2,3,4,5,6 dan kekerasannya diukur.

3
2
1
Flowchart :

4 buah spesimen paduan Al-Cu


Quenchant (air)

Bahan :

Data Pengamatan

Pada praktikum ini, ada tiga spesimen yang digunakan, yaitu baja karbon
rendah, baja karbon tinggi, tembaga, dan paduan Al-Cu

Material

T (oC)

waktu

Nilai Kekerasan

pemanasan

Baja
Karbon

Al-Cu

Tembaga

renda
h
tinggi
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6

(menit)

Awal

Akhir

925

30

52,3 HRA

52 HRA

925
200
200
200
200
800
400
400
400
400
100

30
10
30
60
120
120
15
30
45
60
90

65,83HRA

73 HRA
93 HRE
96,3 HRE
97 HRE
100,3 HRE
111,3 HRE
131 HRE
118,3 HRE
117,67 HRE
119,67 HRE
96,3 HRE

93,3 HRE

93 HRE

Kurva Kekerasan Al-Cu

BAB IV
ANALISIS DATA

Pada percobaan pertama terdapat dua buah spesimen baja. Spesimen baja
yang digunakan terdapat 2 macam yaitu baja karbon rendah dan baja karbon
rendah. Kedua spesimen tersebut diberi proses pemanasan pada temperatur
900oC(temperatur austenisasi) selama 30 menit. Setelah dipanaskan dan di-quench
kedua baja tersebut akhirnya diuji kekerasannya. Sebelum dipanaskan kekerasan
baja karbon rendah adalah 52,33 HRA dan kekerasan baja karbon tinggi adalah
65,83 HRA. Setelah dipanaskan kekerasan baja karbon rendah adalah 71,67 HRA
dan kekerasan baja karbon tinggi adalah 75,67 HRA. Dari data tersebut terlihat
bahwa harga kekerasan baja meningkat setelah proses heat treatment. Hal ini
membuktikan bahwa pada terjadi perubahan mikrostruktur setelah proses heat
treatment. Secara teoretis ketika baja dipanaskan hingga temperatur austenisasinya
maka akan terjadi perubahan fasa menjadi austenit. Kemudian setelah proses
quench austenit akan mengalami pendinginan secara cepat sehingga terbntuk
martensit. Austenit memiliki struktur kristal FCC, ketika terjadi proses quenching
atom karbon tidak sempat berdifusi dan membentuk struktur kristal BCC (fasa
pearlite) tetapi membentuk struktur kristal BCT (martensit). Struktur BCT
memiliki ruang antar atom yang relatif lebih kecil dibandingkan fasa BCC
sehingga dislokasi sulit untuk bergerak. Dislokasi yang sulit bergerak akan
menyebabkan kekerasan dari baja meningkat.
Peningkatan harga kekerasan baja karbon rendah dan baja karbon tinggi
berbeda. Kenaikan harga kekerasan pada baja karbon rendah lebih tinggi
dibandingkan baja karbon tinggi. Hal itu mungkin disebabkan oleh temperatur
quenchant yang lebih tinggi dari temperatur martenst finish pada diagram CCT
sehingga tidak terbentuk martensit dengan sempurna dan menyebabkan kekerasn
akhir baja karbon tinggi lebih rendah dibandingkan baja karbon rendah.
Pada percobaan kedua dilakukan pada spesimen paduan Al-Cu. Sebelum
percobaan empat buah spesimen Al-Cu dipanaskan pada temperatur 550 oC selama
12 jam dan kemudian di-quench ke dalam air. Kemudian dilakukan pengukuran
kekerasan pada keempat spesimen tersebut yang bernilai 93,33 HRE. Pada proses
percobaan keempat spesimen tersebut dipanaskan pada temperatur 200 oC dengan

rentang waktu yang berbeda-beda. Spesimen 1 dipanaskan selama 10 menit,


spesimen 2 dipanaskan selama 30 menit, spesimen 3 dipanaskan selama 60 menit
dan spesimen 4 dipanaskan selama 120 menit. Setelah dipanaskan keempat
spesimen tersebut di-quench dengan media air kemudian diukur kembali nilai
kekerasannya. Kekerasan spesimen 1 adalah 93 HRE, spesimen 2 adalah 96,33
HRE, spesimen 3 adalah 97 HRE dan spesimen 4 adalah 100,3 HRE. Terlihat
setelah proses pemanasan perubahan nilai kekerasan turun kemudian naik lagi.
Perbedaan yang ada dari proses percobaan yang kedua ini adalah lamanya waktu
pemanasan tiap spesimen. Bila dilihat dari teori precipitation hardening nilai
kekerasan spesimen akan naik hingga nilai kekerasan maksimum pada ujung fasa
kemudian nilai kekerasan akan turun kembali pada permulaan fasa dan
berakhir pada fasa . Fasa dan terbentuk karena adanya fenomena overaging. Bila dilihat dari data yang didapatkan spesimen 1 yang dipanaskan selama
10 menit memiliki kekerasan 93 HRA, dapat dikatakan pada pemanasan 10 menit
mengalami over aging. Pada spesimen selanjutnya kekerasan semakin meningkat
sampai pada 120 menit yang menandakan telah terbentuk fasa .
Pada percobaan ketiga spesimen yang diuji adalah tembaga. Enam
spesimen tembaga tersebut telah dipanaskan pada temperatur 800 oC, didinginkan
di udara dan dirol dengan persentase reduksi sebesar 50%. Setelah proses tersebut
didapatkan nilai kekerasan tembaga sebesar 93 HRE. Kemudian spesimen 1
dipanaskan pada temperatur 800oC selama 120 menit, spesimen 2,3,4,dan 5
dipanaskan pada temperatur 400oC dengan rentang waktu yang berbeda yaitu 15,
30,45 dan 60 menit, spesimen 6 dipanaskan pada temperatur 100oC selama 90
menit. Setelah pemanasan selesai dilakukan quench dengan media air. Pada
spesimen 1 nilai kekerasan turun cukup jauh menjadi 111,3 HRE. Hal itu
membuktikan bahwa pada spesimen 1 telah terjadi proses grain growth dimana
akan tumbuh butir baru sehingga nilai keuletan naik dan nilai kekerasan menurun.
Spesimen 2 terjadi peningkatan nilai kekerasan menjadi 131 HRE. Pada spesimen
3 dan 4 terjadi penurunan nilai kekerasan menjadi, 118,33 HRE dan 117,67 HRE.
Pada spesimen 5 terjadi kenaikan nilai kekerasan menjadi 119,67 HRE. Pada

proses rekristalisasi akan terbentuk butir baru. Pembentukan butir baru akan
terjadi secara bertahap.Pembentukan butir baru tersebut akan menyebabkan
peningkatan keuletan dan penurunan kekerasan. Dari keempat spesimen tersebut
terdapat dua yang mengalami kenaikan kekerasan dan dua mengalami penurunan
kekerasan. Spesimen 3 dan 4 memiliki sifat seperti yang diinginkan. Sedangkan
spesimen 2 dan 5 tidak sesuai dengan teori. Hal tersebut mungkin disebabkan
adanya kesalahan pada pengujian kekerasan spesimen. Pada spesimen 6 nilai
kekerasannya turun menjadi 96,33 HRE. Nilai kekerasan sesuai dengan tujuan.
Spesimen 6 diproses agar internal stress pada spesimen hilang atau proses
recovery.

BAB V
KESIMPULAN
1. Baja karbon rendah sebelum treatment: 52,33 HRA

Baja karbon rendah setelah treatment: 71,67 HRA

Baja karbon tinggi sebelum treatment: 65,83 HRA


Baja karbon tinggi setelah treatment: 75,67 HRA

2. Kurva kekerasan terhadap waktu aging pada paduan Al-Cu

Kurva Kekerasan Al-Cu

3.

Pengaruh recovery penurunan kekerasan, pengaruh recrystallization kenaikan


kekerasan, pengaruh grain growth

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

ASM Handbook. 2004. Metallography And Microstructure. Vol. 9. Materials


Park, OH: ASM International.

Callister, William D. 2007. Materials Science And Engineering : An


Introduction. 7th ed.. New York : John Wiley & Sons (Asia) Pte Ltd.

Anda mungkin juga menyukai