Anda di halaman 1dari 10

REKLAMASI TANJUNG BENOA

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Analaisis Mengenai Dampak


Lingkungan
Kelompok 14
Anggota Kelompok
Ade Kurnia Suhendi

230210130018

Putri Amalia Kirana

230210130037

Egi Pamungkas

230210130061

Aini Iftinaan. K. J

230210130069

M. Fahmi Arif

230210130078

UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN
JATINANGOR
2016

Terletak di wilayah Kuta Selatan, Semenanjung Benoa atau yang lebih dikenal dengan
Tanjung Benoa merupakan salah satu kawasan wisata air di Bali yang terkenal akan
pantainya. Perkembangan pariwisata serta persaingan antar daerah bahkan negara
menuntut industri pariwisata di Bali harus mampu berkompetensi. Wujudnya adalah
dengan melakukan pembangunan berkelanjutan dengan orientasi kemajuan di sektor
pariwisata sehingga mampu mendukung peningkatan perekonomian daerah untuk
mendorong terwujudnya kesejahteraan masyarakatnya. Hal tersebut diperkuat setelah
Indonesia mencanangkan program MP3EI (Masterplan Percepatan dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia) pada tahun 2011 lalu. Program pemerintah tersebut
merumuskan bahwa Bali dan Nusa Tenggara termasuk dalam salah satu dari 6 (enam)
koridor ekonomi yang bertujuan sebagai pintu

gerbang pariwisata nasional dan

pendukung pangan nasional.

Gambar.

1 Enam koridor

ekonomi

nasional dalam

MP3EI

Pembangunan dijalankan berdasarkan sebuah pilihan yang ditetapkan lewat kebijakan dan
tindakan. Dalam pelaksanaaanya pasti akan melibatkan beragam benturan yang
memunculkan permasalahan etis. Untuk sampai pada tingkatan ini upaya mengkaji etika
dalam pembangunan tidak cukup hanya mengamati aspek normatif dan prosedural dari

struktur yang ada namun harus disertai keberanian untuk mempertanyakan dominasi
institusi yang memungkinkan pembangunan itu terjadi, baik itu yang lokal maupun global,
serta asumsi, kontekskonteks ortodos dan sumber-sumber tunggal pengetahuan yang
digunakan untuk pembangunan. Etika pembangunan diperlukan :
1. Karena tujuan pembangunan sebagai sebuah bentuk socieatal improvement bersifat
value relative
2. Karena pembangungn dalam bentuk apapun akan menuntut biaya dan pengorbanan
3. Bahwa ketidak-terbangunan-pun akan menimbulkan biaya dan pengorbanan pula
4. Pembangunan sebagai sebuah konsep bersifat historis dan lahir dari sebuah tatanan
nilai tertentu.
Reklamasi ini berasal dari niat PT. Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) untuk
mereklamasi teluk Benoa mendapat tanggapan positif oleh pemerintah kabupaten Badung.
Beberapa alasan yang menjadikan pemerintah daerah mempertimbangkan pemikiran untuk
mereklamasi teluk benoa adalah isu tentang alih fungsi lahan di Bali yang membuat
daratan pulau Bali menjadi semakin sempit. Selain itu pengurangan dampak bencana alam
akibat perubahan iklim global juga menjadi salah satu alasan lainnya. Penyerapan tenaga
kerja yang cukup besar di masa mendatang sudah menjadi jaminan jika reklamasi ini
berhasil sebagai dampak langsung perkembangan ekonomi dari suatu pembangunan yang
berwawasan kesejahteraan. Kemudian pemerintah daerah mengambil langkah cepat
dengan menunjuk Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas
Udayana agar membentuk tim guna melakukan kajian mengenai isu reklamasi ini. Namun
muncul beberapa penolakan dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat yang intinya
menentang reklamasi teluk benoa. Penolakan tersebut memang memiliki alasan yang kuat,
terutama terhadap isu menjual pulau Bali kepada pihak asing atau swasta. Kapitalisme
yang muncul dapat mengancam budaya adat istiadat penduduk lokal, seperti
penghormatan atas status seseorang dinilai dari harta bendanya bukan lagi berdasarkan
penggolangan kasta yang sudah semakin rapuh belakangan ini. Selain itu, alasan
menyewakan lahan seluas 838 Ha itu untuk dibangun menjadi kawasan pariwisata baru
juga dinilai bertentangan dengan norma-norma pembangunan yang mengorbankan aspek
lingkungan.
Ada beberapa alasan penyebab dari reklamasi ini, diantaranya adalah
1. Hilangnya fungsi konservasi
2. Banjir
3. Rentan bencana

4. Terumbu karang akan rusak


5. Mengancam ekosistem mangrove
6. Abrasi
7. Kebijakan investor rakus
8. Terbuai janji investor
9. Bencana ekologis meluas
10. Kebangkrutan pariwisata
11. Pembangunan tak berimbang
12. Tanah murah untuk investor

Pertentangan mengenai isu ini bisa jadi dimuatani oleh kepentingan beberapa
golongan masyarakat yang mungkin terkait dengan politik ataupun asas manfaat.
Probelamatika di dalam pembangunan yang kerap terjadi seharusnya dapat disikapi
dengan bijaksana oleh semua pihak yang terkait.

1. Bandara

Internasional

Rai Bali
2. Pelabuhan Laut
3. Pulau Serangan
4. Rencana Pulau

Benoa
(sudah direklamasi)
Baru
(Reklamasi

Tanjung Benoa)

Ngurah

5. Tanjung Benoa

Akan tetapi jika hanya melihat dari perhitungan normatif terkait dengan keuntungan
di bidang ekonomi, mungkin tindakan pemerintah untuk menyetujui reklamasi ini dirasa
kurang tepat. Daerah tanjung benoa yang telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi
dalam Perpres No. 45 tahun 2011 menjadi salah satu tempat mata pencaharian nelayan
setempat. Daratan baru yang akan dibuat tentunya akan mengorbankan kehidupan para
nelayan tersebut, tidak ada lagi daerah tangkapan ikan yang mudah dijangkau. Akibatnya
jika terus dibiarkan, perubahan struktur masyarakat dengan profesi nelayan pun terjadi,

dimana dengan tantangan yang begitu sulit untuk menangkap ikan, tidak menutup
kemungkinan bahwa tidak ada lagi warga sekitar yang ingin melaut.
Kajian MP3EI
Walhi merilis kajian tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan
Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Salah satu proyek dan jadi studi kasus,
reklamasi Teluk Benoa. Kebijakan era Susilo Bambang Yudhoyono ini dinilai paradoks
dengan komitmen penurunan emisi gas rumah kaca (GRK) Indonesia 26%.
Walhi melihat titik kritis dari skema MP3EI ini. inisiatif presiden tanpa partisipasi
masyarakat luas padahal obyek barang publik yakni sumber daya alam. Ada masalah
ekologis karena tanpa disertai upaya konservasi. Di Bali, ada rencana reklamasi Teluk
Benoa. Investor berencana membuat pulau buatan di wilayah konservasi untuk
pengembangan wisata terpadu.
Reklamasi dilakukan untuk membuat 12 pulau seluas 638 hektar sebagai kawasan
wisata dan hunian. Material yang dibutuhkan batu dan pasir laut. Investor mengutip
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.1329/2014 untuk legalitas
penambangan pasir di Lombok yang merupakan daerah pariwisata dan juga pertambangan.
Sementara untuk reklamasi Teluk Benoa mengutip Perpres No.51/2014 tentang Perubahan
atas Perpres No 45/2011. Perpres 51 ini dikeluarkan mantan presiden SBY beberapa bulan
sebelum lengser untuk mengubah peraturan sebelumnya yang menyatakan Teluk Benoa
kawasan konservasi menjadi kawasan pemanfaatan umum.
Konsep Revitalisasi
I

Ketut

Sudiarta,

dosen

Jurusan Perikanan dan

Ilmu Kelautan

Fakultas PertanianUniversitas Warmadewa (Unwar) Denpasar menyebut kajian mengenai


dampak penting kegiatan Revitalisasi Teluk Benoa dan Penambangan Pasir Laut yang
direncanakan terhadap lingkungan hidup, tidak berdasarkan atas pengetahuan dan prinsip
prinsip pengelolaan pesisir terpadu. Pertama, judul rencana kegiatan tidak sesuai atau
konsisten dengan deskripsi kegiatan. Judul rencana kegiatan adalah Rencana Kegiatan
Revitalisasi Teluk Benoa dan Penambangan Pasir Laut sedangkan dari deskripsi kegiatan
tergambar ada rencana kegiatan reklamasi di Teluk Benoa. Sedangkan jika mengacu

kepada definisi revitalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, revitalisasi berarti
proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali. Dalam UU
No.27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan PulauPulau Kecil dan UU
No.1/2014 tentang Perubahan Atas UU No.27/2007 sebagai pijakan hukum reklamasi
wilayah pesisir dan pulaupulau kecil tidak dikenal istilah revitalisasi.
Sudiarta mengingatkan paradigma pengelolaan wilayah pesisir yang dikenal dengan
pendekatan pengelolaan wilayah pesisir terpadu (integrated coastal management).
Indonesia sudah mengadopsinya yang melahirkan UU No. 27/2007. Bali sendiri sudah juga
mengadopsinya sejak tahun 2000 dengan ditetapkannya Bali sebagai National ICM
Demonstration Site of Indonesia, kerjasama Kementerian Lingkungan Hidup dan PEMSEA.
Bali mempunyai pengetahuan atau kearifan lokal tentang ICM yaitu Nyegara
Gunung, jelas pria yang juga membuat riset modeling dampak reklamasi bersama
Conservation International (CI) Indonesia ini. Konsep Nyegara Gunung adalah roh Perda
No.16/2009 dimana Bali sebagai satu kesatuan wilayah provinsi dan sebuah pulau kecil
dikelola berdasar prinsip satu pulau, satu perencanaan, dan satu pengelolaan. Hal ini kerap
diwacanakan pemimpin daerah Balim, namun tidak diimplementasikan.

Mengganggu Ekosistem
Tim riset yang dikoordinasikan ForBALI juga mengumpulkan analisisnya terhadap
Andal ini namun tak bisa disampaikan secara utuh di rapat tim penilai Andal pusat ini
karena pembagian waktu berbicara yang kurang adil. Misalnya ada catatan soal analisis
ekosistem dan risiko kebencanaan dari I Made Iwan Dewantama dari CI Indonesia dan I
Made Kris Adi Astra seorang analis cuaca. Dalam rekomendasi Iwan, kesesuaian lokasi dari
rencana kegiatan sangat dipaksakan, hanya mengacu pada Peraturan Presiden dan merusak
tatanan hukum di tingkat daerah terutama terkait dengan peraturan daerah (Perda) rencana
tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Hal ini tentu menimbulkan ketidakpastian
hukum yang bisa menjadi preseden buruk di masa yang akan datang. Perda RTRW yang
telah disusun dengan susah payah akhirnya harus berubah hanya karena ada Perpres baru
untuk mengubah status konservasi Teluk Benoa. Perbedaan cara pandang masyarakat Bali
terhadap Teluk Benoa menurutnya tidak dipahami oleh investor. Teluk Benoa merupakan

kawasan sedang rusak dengan tingginya tingkat sedimentasi sehingga perlu direvitalisasi.
Padahal masyarakat Bali melihat sebagai kawasan ekologi dan kawasan suci penting
dibuktikan dengan indeks keanekaragaman hayati tinggi.
Soal pengurugan, dalam Andal tidak ada penjelasan untuk memastikan tidak akan ada
air keruh yang masuk ke perairan Serangan, Sanur dan Tanjung Benoa hingga Nusa dua
yang sangat berpotensi membunuh ekosistem perairan seperti rumput laut dan terumbu
karang di kawasan itu. Iwan menerangkan pada tahap konstruksi tidak dijelaskan
mengenai kebutuhan air bersih. Padahal Bali sedang menghadapi krisis air bersih untuk
minum. Usulan pemrakarsa menggunakan air laut sebagai bahan baku air bersih juga tidak
dijelaskan mengenai teknologi yang dipakai yang mahal dan belum ada di Indonesia.
Selain itu, investor belum memiliki izin eksploitasi air laut. Jika air permukaan akan
dipakai maka akan mengganggu sistem pertukaran air di dalam teluk.
Andal juga tidak menyebutkan ukuran alur antar pulau reklamasi, yang bisa menjamin
adanya pergerakan air. Karena bila air laut tidak mengalir, berpotensi jadi sumber
penyakit. Disebutkan dalam Andal terganggunya lalu lintas laut oleh kegiatan
penambangan pasir laut dianggap sebagai dampak tidak penting, padahal area yang dilalui
sangat luas yaitu dari lokasi pengambilan pasir hingga ke dalam Teluk Benoa. Tidak ada
penjelasan mengenai kondisi lalu lintas di wilayah yang dilalui oleh kapal pengangkut
pasir, padahal melewati selat Lombok yang relatif padat karena merupakan alur laut
kelautan Indonesia (ALKI) dan selat Badung yang merupakan jalur utama transportasi laut
menghubungkan Bali dan Nusa Penida,
Ditambah lagi tidak dimasukkannya data dari riset yang dilakukan Conservation
International Indonesia mengenai keanekaragaman hayati mamalia laut di perairan selatan
Bali yang dilakukan November-Desember 2015 lalu. Datanya menunjukkan bahwa
perairan selatan Bali merupakan jalur ruaya penting spesies mamalia laut. Satwa tersebut
yaitu Sperm Whale (Physeter macrocephalus), Sei whale (Balaenoptera borealis), Brydes
whale (Balaenoptera edeni), Spinner dolphins (Stenella longirostris), Spotted dolphins
(Stenella

attenuata),

(Lagenodelphis

Rissos

dolphins

hosei) dan Bottlenose

(Grampus

dolphins

griseus),

(Tursiops

sp).

Frasers
Selain

dolphins
itu

juga

penyu, sunfish (Mola mola), pari manta , hiu paus/whale shark (Rhincodon typus), hiu dan
ular laut yang tidak teridentifikasi jenisnya.

Suriadi Darmoko Direktur Walhi Bali mengingatkan ada 11 desa adat di sekitar Teluk
Benoa yang sudah resmi menyatakan penolakan dan harus didengar suaranya. Setidaknya
ada 4 perwakilan desa adat yang bisa bicara dan menolak reklamasi. Kemudian pentingnya
partisipasi publik di Lombok misalnya dalam survey oleh investor banyak warga tak
menjawab karena belum pahami resiko.

Klaim Investor
Sebaliknya dari pihak investor yang membawa analis budaya dan agama menyebut
apa yang dilakukan TWBI sesuai dengan prinsip keseimbangan lingkungan Bali, Tri Hita
Karana. Jro Mangku Gede Suarjaya, Mantan Dirjen Hindu dan Budha yang mewakili
kepentingan TWBI ini menjelaskan budaya sebagai potensi utama Bali menggunakan
kepariwisataan sebagai wahana aktualisasinya sehingga terwujud hubungan timbal balik
yang dinamis antara pariwisata dan kebudayaan.
Komisaris PT TWBI, Marvin Lieano kembali meyakinkan publik bahwa reklamasi
adalah solusi dari masalah sedimentasi dan sampah di kawasan ini. Kami dan kolega di
TWBI dan para konsultan mempunyai ide bagaimana caranya agar Teluk Benoa
diperhatikan secara khusus agar daya saingnya meningkat nasional maupun dunia. Maka
revitalisasi menurut saya harus dilakukan. Konsultan TWBI, Iwan Setiawan memaparkan
teknis reklamasi. Bermuaranya masing-masing sungai ke Benoa tak akan mengalami
gangguan. Kegiatan konstruksi meliputi 3 yakni ketersediaan sumber urugan, penataan
alur antar pulau, dan pengurugan. Material hasil penataan jadi bahan timbunan sekitar 10
juta meter kubik sisanya dari Selat Alas-Lombok sekitar 30 juta meter kubik. Kita
membangun pulau itu bertahap didasarkan pertimbangan sosial ekonomi. Selama 3 tahun
seluruh pulau terbentuk, . Metode reklamasi dengan pembuatan tanggul permanen dan
sementara menggunakan kantong pasir. Fasilitas yang ada seperti jalur pipa bahan bakar
disiasati dengan adanya desain pulau terbelah untuk keamanan pipa. Pengadaan air salah
satunya dengan mengolah air laut dengan teknologi RO dan daur ulang air hujan.

Pihaknya mengaku mendapat ringkasan 180 dampak yang dikaji di antaranya terumbu
karang pengaruh mobilisasi pasir urug dari Selat Alas ke Teluk Benoa. Lalu kemungkinan
banjir, hidrologi, kualitas udara, air, dan lainnya.
Jika berbicara mengenai pembangunan maka setiap lapisan masyarakat harus
bepegang teguh terhadap prinsip-prinsip pembangunan, seperti prinsip kebersamaan,
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, serta kemandirian dengan menjaga
keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional. Melihat visi dan misi pemerintah daerah
harusnya secara utuh dan menyeluruh. Bali sebagai salah satu icon pariwisata dunia, sudah
seharusnya selalu mengutamakan keberlanjutan pembangunan di sektor pariwisata akan
tetapi menjaga keaslian pulau dewata ini menjadi lebih penting mengingat keterlibatan
masyarakat di dalamnya sangat heterogen. Mempertahankan suasana kondusif dalam
industri pariwisata bukanlah hal yang mudah jika mengingat persaingan global menuntut
setiap sektor industri harus terus berkembang secara dinamis dan inovatif. Globalisasi
yang menuntun ke arah kapatalisme seharusnya memiliki dampak positif yang dapat
dirasakan secara adil oleh setiap lapisan masyakarat dengan memperhatikan etika keadilan
dalam pembangunan.

DAFTAR PUSTAKA
Dr. Indah Widiastuti, ST, MT. Materi Kuliah Etika Pembangunan. Program Studi
Pembangunan ITB. 2013
Pemprov Bali. Dokumentasi Video Rapat Koordinasi dan Diskusi tentang Reklamasi
Teluk Benoa. 6 Agustus 2013
Budiasa.

Peta

Rencana

Reklamasi

Tanjung

http://nakbalibelog.wordpress.com
http://www.mongabay.co.id/tag/reklamasi-teluk-benoa/

Benoa.

2013.

Anda mungkin juga menyukai