Referat Abortu
Referat Abortu
PENDAHULUAN
Setiap tahun, telah diperkirakan terjadi 22 juta kasus aborsi dan sebagian besar
kasus tersebut (98%) terjadi di negara-negara berkembang. Jumlah total kasus
aborsi tidak aman ini meningkat dari sekitar 20 juta kasus pada tahun 2003
menjadi 22 juta kasus pada tahun 2008, walaupun rentang kejadian abortus tetap
tidak berubah sejak tahun 2000. Setidaknya terjadi 47.000 kehamilan yang
berhubungan dengan kematian akibat kasus abortus yang terjadi. Selain itu,lima
juta wanita diestimasikan mengalami kecacatan akibat komplikasi dari abortus.(1)
Sekitar 208 juta wanita di dunia diestimasikan akan hamil setiap tahunnya,
59% (atau 123 juta) diantaranya merupakan kehamilan yang direncanakan
(diinginkan) dan sekitar 41% (atau 85 juta) merupakan kehamilan yang tidak
diinginkan. Karena peningkatan penggunaan kontrasepsi, angka kehamilan di
dunia dapat turun dari 160 kehamilan per 1000 wanita usia 15-44 tahun pada
tahun 1995 menjadi 134 per 1000 wanita pada tahun 2008. Angka kehamilan yang
diinginkan dan tidak diinginkan juga turun dari 91 dan 69 per 1000 wanita usia
15-44 tahun pada tahun 1995 menjadi 79 dan 55 per 1000 wanita usia 15-44 tahun
pada tahun 2008. Secara lebih signifikan, angka kejadian abortus yang disengaja
menurun dari 35 per 1000 wanita usia 15-44 tahun pada tahun 1995 menjadi 26
per 1000 wanita usia 15-44 tahun pada tahun 2008. Penurunan ini lebih besar
terjadi pada kasus abortus yang aman sementara untuk kasus abortus tidak aman
cenderung pada angka yang relatif konstan sejak tahun 2000 yaitu sekitar 14 per
1000 wanita usia 15-44 tahun. Kebanyakan kasus abortus terjadi di negara-negara
berkembang dimana angka kematian maternal tinggi dan akses untuk penanganan
abortus secara aman sulit ditemukan.(1)
Di United States, setidaknya 1,2 juta kasus abortus terjadi pada tahun 2008,
sedangkan pada United Kingdom, lebih dari 200.000 kasus abortus telah
dilaporkan. Sekitar satu dari tiga wanita akan memiliki kasus abortus.(2)
Gambar 1. Persentasi distribusi wanita (usia 15-49 tahun), kelahiran, abortus tidak aman, dan
abortus yang terkait dengan kematian berdasarkan tempat(1)
keguguran.
Kata
ini
juga
berarti
terminasi
kehamilan
untuk
menghilangkan fetus.(3)
Berdasarkan National Center for Health Statistics, Centersfor Disease
Control and Prevention, dan World HealthOrganization mendefinisikan abortus
sebagai terminasi kehamilan pada usia kehamilan <20 minggu atau kelahiran janin
<500 gram.Pada sumber lain mengatakan abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, dengan
batasan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
(3,4)
III. ETIOLOGI
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah
sebagai berikut:
A. Faktor janin
1. Gangguan kromosom
Lebih dari 80% dari abortus spontan terjadi pada 12 minggu pertama
kehamilan, dan sebagian besar disebabkan oleh anomali kromosom. Setelah
trimester pertama, baik angka abortus dan insiden anomali kromosom berkurang.
(3)
Gambar 2. Frekuensi dari anomali kromosom dalam abortus selama setiap trimester.3
reduktase
yang
menyebabkan
peningkatan
kadar
hemosistein serum-hiperhemosisteinemia.(3)
Polimorfisme pada gen yang mengkode faktor koagulasi V (G1691A) dan
prothrombin
(G20210A)
berhubungan
dengan
thrombophilia
(keadaan
hiperkoagulasi).Dua jenis varian (C677T dan A1298C) dari gen yang mengkode
5,10-methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) yang dihasilkan dari adanya
mutasi telah berpengaruh pada perkembangan terjadinya hiperhemosisteinemia.(5)
Sebagai
dasar
hipotesis
bahwa
polimorfisme
berhubungan
dengan
Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika De Forest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian
abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Ada
berbagai
teori
untuk
menjelaskan
keterkaitan
infeksi
dengan
kejadian
listeria
monositogenes,
klamidia
trakomatis,
ureaplasma
2. Hipotiroid
Defisiensi iodine berat dapat dihubungkan dengan abortus.Hipotiroid dapat
merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral
yang penting pada kelangsungan kehamilan. Defisiensi hormon tiroid merupakan
hal yang umum terjadi pada wanita yang paling sering disebabkan oleh penyakit
autoimun.Namun, efek hipotiroid pada kehamilan belum diteliti secara mendalam
lagi.(3,4)
3. Diabetes Melitus
Angka abortus spontan dan malformasi kongenital dapat meningkat pada
wanita dengan insulin-dependent diabetes.Risiko ini timbul bersamaan dengan
kontrol metabolik pada kehamilan dini. Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c
tinggi pada trimester pertama risiko abortus dan malformasi janin meningkat
signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat
berisiko 2-3 kali lipat untuk mengalami abortus. Hal yang sama dengan sindrom
polikistik ovarium, beberapa wanita dengan abortus berulang telah dilaporkan
memiliki resistensi insulin. Kehilangan kehamilan akibat diabetes tak terkontrol
ini dihubungkan dengan kontrol metabolik yang tidak optimal.(3,4)
4. Defisiensi Progesteron
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi mempengaruhi
respetivitas endometrium terhadap implantasi embrio.Kadar progesteron yang
rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7
minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat
abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan
dapat diselamatkan.(4)
Insufisiensi sekresi progesteron oleh korpus luteum atau plasenta telah diduga
sebagai penyebab abortus. Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus
berulang, didapatkan 17%kejadian defek luteal yaitu kurangnya progesteron pada
fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya
untuk mendiagnosa kelainan ini.(3,4)
6. Abnormalitas Struktur Uterus
Defek anatomi uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan uterus
berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus,
ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Studi oleh Acien terhadap 170 pasien
hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bisa
bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5% mengalami persalinan
abnormal (premature, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainanan
anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%) kemudian uterus bikornis atau
uterus didelfis atau unikornis (10-30%).(3,4)
Prevalensi dan implikasi reproduktif dari kejadian anomali uterus pada
populasi umum saat ini belum dapat dibuktikan secara nyata. Namun abortus yang
dihubungkan dengan usia secara epidemiologi telah dilakukan penelitian.(6)
7. Faktor lingkungan
and
associates
(1992)
melaporkan
bahwa
wanita
yang
mengonsumsi sedikitnya lima gelas kopi per hari meningkatkan risiko abortus.
Hal yang sama oleh Cnattingius dkk (2000) mengobservasi peningkatan risiko
abortus secara signifikan hanya pada wanita yang mengonsumsi sedikitnya 500
mg kafein per hari, yang setara dengan lima gelas kopi.(3)
8. Faktor Imunologi
Faktor Autoimun
Abortus paling sering pada wanita dengan lupus eritematosus sistemik.Banyak
dari wanita ini memiliki antibodi antifospolipid, yaitu suatu famili auto-antibodi
yang berikatan dengan fospolipid bermuatan negatif, protein pengikat fospolipid,
atau keduanya.Autoantibodi ini juga ditemukan pada wanita tanpa lupus.Peluang
yang
berlawanandenganphospholipids-binding
proteins.
Dari
Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan
2) Komplikasi kehamilan
-
3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik,
3) Kriteria laboratorium
-
IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih
dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu.(4)
4) Antibodi fosfolipid
9
normal.(4)
Adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid.(4)
Antibodi antifospolipid ditemukan kurang dari 2% pada perempuan hamil
yang sehat kurang dari 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih
dari 33% pada perempuan dengan SLE.(4)
Kebanyakan abortus terjadi pada trimester pertama setelah adanya aktivitas
dari jantung janin.Kegagalan kehamilan berhubungan dengan APS dideskripsikan
sebagai adanya trombosis pada vaskularisasi uteroplasenta. Trombosis plasenta
dan infark juga terlihat pada kehamilan dengan fospolipid namun temuan ini tidak
selamanya spesifik untuk abortus akibat aPL. Pada penelitian in vitro melaporkan
bahwa aPL menyebabkan:(6)
a. Kegagalan mekanisme signal transduksi dalam mengontrol desidualisasi dari
sel endometrium.(6)
b. Meningkatkan apoptosis trofoblas.(6)
c. Menurunkan fusi trofoblas.(6)
d. Menggagalkan invasi trofoblas.(6)
The
American
College
of
Obstetricians
and
Gynecologists(2005)
10
9. Inkompeten Serviks
Hal ini ditandai oleh adanya nyeri dilatasi serviks pada trimester ke
dua.Keadaan ini dapat diikuti adanya prolaps dan pembesaran membran ke dalam
vagina, dan tentunya pengeluaran dari fetus.(3)
Terdapat dua jenis operasi vagina yang sering digunakan selama
kehamilan.Tindakan yang lebih sederhana dikembangkan oleh McDonald
(1963).Operasi yang lebih rumit adalah modifikasi dari prosedur awal yang
dijelaskan oleh Shiradkar (1955).Cerclage Transabdominal dengan jahitan
dipasang di isthmus uterus digunakan pada sebagian kasus defek anatomis serviks
berat atau riwayat kegagalan cerclage transvaginal.(3)
Permulaan
tindakan
cerclage
dengan
pemasangan
jahitan
benang
monofilamen nomor dua dikorpus serviks sangat dekat dengan level os internus.
Pemasangan jahitan dilanjutkan dikorpus serviks hingga mengelilingi os internus.
Ketika jahitan telah mengelilingi ostium, jahitan dikencangkan mengelilingi
kanalis servikalis sehingga mengurangi garis tengah kanalis menjadi 5 sampai 10
mm, dan kemudian jahitan diikat.(3)
11
12
Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan
menurut gambaran klinis. Berikut pembagian abortus :(4)
Menurut terjadinya abortus terbagi atas :
1. Abortus spontan
Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja
dan tanpa menggunakan tindakan apa-apa.(3,4)
2. Abortus provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai
obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus provokatus ini dibagi menjadi 2
yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.(4,7)
a) Abortus Terapeutik/Medisinalis
Adalah abortus yang terjadi adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan
bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi
medis). Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk
menyelamatkan ibu. Pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter yaitu dokter
spesialis Kandungan dan Kebidanan, dokter Spesialis Penyakit Dalam, dan
Spesialis Jiwa.(4)
Terdapat sejumlah penyakit medis dan bedah yang merupakan indikasi untuk
mengakhiri kehamilan. Contohnya adalah dekompensasi jantung persisten,
terutama dengan hipertensi pulmo menetap, penyakit vaskular hipertensif stadium
lanjut atau diabetes, dan keganasan. Indikasi tersering saat ini adalah mencegah
lahirnya janin dengan deformitas anatomik, metabolik, atau mental yang
signifikan.(3)
b) Abortus Provokatus Kriminalis
Pengakhiran kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita
yang bersangkutan, tetapi bukan atas indikasi medis, biasanya disebut abortus
provokatus kriminalis.(4,7)
Berdasarkan gambaran klinis abortus terbagi atas :
13
1. Abortus Iminens
Abortus iminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman
terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup
dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.(4)
Diagnosis klinik dari abortus iminensditegakkan ketika terjadi pengeluaran
darah pervaginam atau perdarahan muncul saat serviks masih tertutup selama
setengah dari awal kehamilan.Perdarahan pervaginam yang terjadi pada usia
kehamilan <20 minggu dan penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup,
besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif.(4)
2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.(4)
Ruptur hebat pada membran, yang di tandai oleh keluarnya cairan amnion
disertai dilatasi serviks, merupakan tanda bahwa abortus hampir pasti terjadi.
Umumnya kontraksi uterus segera dimulai sehingga terjadi abortus, atau terjadi
infeksi.3 Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai usia kehamilan dengan tes urin kehamilan
masih positif. Pada pemeriksaan USG masih didapatkan pembesaran uterus yang
masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak jantung janin masih jelas walaupun
sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau
pembukaannya.(4)
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan terlepasnya sebagian
hasil konsepsi dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.Perdarahan terjadi
jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian terlepas dari uterus. Batasan ini
juga masih pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.(4)
14
15
dalam uterus dengan ostium serviks tertutup. Karena keguguran spontan hampir
selalu didahului oleh kematian mudigah, maka sebagian sebagian besar disebut
sebagai "missed". Abortus ini ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih tertanam dalam kandungan.(3,4)
Penderita biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas
14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai
menghilang.(4)
Terkadang missed abortion diawali dengan abortus iminens yang kemudian
merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada tes urin kehamilan
biasanya negatif setelah 1 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada
pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil dan bentuknya tidak
beraturan serta gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.(4)
Adapun klasifikasi abortus lainnya yaitu sebagai berikut :
1. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
Sedangkan abortus septik ialah abortus yang disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum
(septikemia atau peritonitis).(4)
Abortus infeksiosus dan abortus septic perlu segera mendapatkan pengelolaan
yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain disekitar alat
genitalia juga ke rongga perintoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis,
septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.(4)
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gelaja
dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam
yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.(4)
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh
dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai hasil kultur dan
16
sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/flour yang keluar
pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4x1,2 juta unit atau
Ampisilin 4x1 gram ditambah Gentamisin 2x80 mg dan Metronidazol 2x1 gram.
Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur.(4)
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6
jam setelah antibotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus
dilindungi dengan uterotonika.(4)
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2
hari pemberian tidak memberikan respon harus diganti dengan antibiotik yang
lebih sesuai.(4)
Pada masa yang lalu, abortus kriminalis dan abortus inkomplit yang
ditelantarkan terinfeksi oleh bakteri komersal vagina yang sebenarnya tidak
virulen, misalnya Clostridium perfringens. Hal ini hampir tidak pernah ditemukan
setelah abortus dilegalkan. Namun pada tahun 2005 melaporkan 4 kematian
dengan abortus medisinalis akibat syok toksik yang disebabkan oleh infeksi
Clostridium sordellii. Fischer and dkk. (2005) menjelaskan manifestasi klinis
yang dialami pada 1 minggu setelah abortus medisinalis. Tanda utama adalah
cedera endotel berat disertai kebocoran kapiler dan hemokonsentrasi, hipotensi,
dan leukositosis berat. Selain itu dilaporkan 2 kasus lain akibat syok toksik akibat
infeksi streptococcus grup A.(3)
2. Abortus habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturutturut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil
kembali tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/ abortus secara berturutturut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41% dari seluruh
kehamilan. Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks
yaitu keadaan dimana serviks tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks
akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin.(4)
V. PATOFISIOLOGI ABORTUS
17
18
Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut
endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok. Di korpus uteri
endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar-kelenjar itu
bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium
dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium.Uterus ini sebenarnya terapungapung dalam rongga pelvis dan jaringan ikat dan ligamentum yang
menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamentum yang memfiksasi
uterus adalah :(8)
1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yakni ligamentum
yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat
tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding
pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan
arteri uterina.(8)
2. Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian
belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.(8)
3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan
kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang
terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi
kuat, dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan
pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun teraba kencang dan terasa sakit
bila dipegang.(8)
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi
tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.
Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi
uterus dan kedua tuba dan berbentuk segitiga lipatan. Di bagian dorsal
ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum).
Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya.(8)
19
20
Uterus diberi darah oleh arteri uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaca
interna (disebut juga arteri hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm diatas forniks lateralis
vagina.(4)
Pembuluh darah lain yang memberi darah ke uterus adalah arteri ovarika kiri
dan kanan. Arteri ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum
infundibulo-pelvikum mengikuti tuba fallopii, beranastomosis dengan ramus
asendens arteri uterina disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama
arteri-arteri tersebut diatas terdapat vena yang kembali melalui pleksus vena ke
vena hipogastrika.(4)
Fisiologi Kehamilan
Fertilisasi terjadi pada tuba fallopi dalam 24-48 jam setelah ovulasi. Fase
inisial dari perkembangan hasil konsepsi dari fertilisasi ovum (zygot) menjadi
21
tersebut
22
23
Gambar 9. Menunjukkan apposition dan adhesi dari blastokista yang mana terjadi fase
preimplantasi dari blastokista (sekitar 6-7 hari setelah fertilisasi). (10)
Gambar 10. Menunjukkan suatu invasi dari blastokista (sekitar 9-10 hari setelah fertilisasi) dan
proses ini dibutuhkan dalam invasi trofoblas.(10)
24
Gambar 11. Menunjukkan implantasi embrio (sekitar 14 hari setelah fertilisasi) dan proses ini
dibutuhkan untuk mempertahankan hasil konsepsi pada kehamilan dini.(10)
penting
untuk
diketahui.
Implantasi
membutuhkan
peningkatan
25
B. Mekanisme Abortus
Abortus terjadi akibat adanya perdarahan dalam desidua basalis, kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Mekanisme awal terjadinya abortus
adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan
minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan
subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali
proses abortus. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.(8)
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan,
meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di
kanalis servikalis. Pada kehamilan kurang dari delapan minggu, hasil konsepsi
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil
konsepsi.(8)
Pada kehamilan 8-14 minggu, villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna. Mekanisme diatas juga
terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti
dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam
cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih
26
melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak.(8)
Pada kehamilan 14-22 minggu, janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti
dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta
masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus
dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak
terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol.(8)
VI. DIAGNOSIS
Perdarahan merupakan gejala yang paling awal muncul.Perdarahan vagina
awalnya dapat sebagai debit kecoklatan. Ketika perdarahan berat terjadi, dapat
ditemukan adanya bekuan darah atau jaringan lain lewat dari vagina. Namun,
tidak semua perdarahan selama kehamilan berarti bahwa keguguran terjadi.
Terutama ketika hanya ada sejumlah kecil pendarahan (bercak), banyak kehamilan
terus menjadi sehat.Perdarahan yang terjadi dapat diikuti dengan rasa kram dan
nyeri pada perut beberapa saat kemudian. Nyeri tersebut dapat berupa kram yang
ritmik pada perut anterior yang disertai dengan perasaan tertekan pada pelvik atau
terasa sebagai nyeri tumpul di midline, dan rasa tidak nyaman pada regio
suprapubik.Kramatau nyerilainnyadi daerah panggul, punggung. Darimanapun
asal nyeri tersebut, kombinasi dari perdarahan dan nyeri memberikan prognosis
yang buruk untuk kelangsungan kehamilan.(3,12)
Dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah
lengkap dan tes kehamilan (-hCG). Pemeriksaan USG diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong
gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung
janin dan gerakan janin diperhatikan. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik
secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan
lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic
window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.(4)
27
Gambar 12. Hasil USG dengan kantong gestasi yang kosong dan kantong gestasi yang terisi oleh
janin sehingga dapat diukur crown-rump length(6)
PENATALAKSANAAN
Berdasarkan World Health Organization (WHO) terdapat beberapa cara dalam
untuk
aborsi
medis
adalahdiberikan
200
mg
vagina
atau
400
secara
oral.
Dosis
12 jam.(1)
Untuk kehamilan usia kehamilan lebih dari 12 minggu (84 hari).
Metode yang disarankan aborsi medis adalah 400 mg misoprostol
diberikan vagina atau sublingual, diulang setiap 3 jam sampai lima
dosis.(1)
Untuk kehamilan di luar 24 minggu, dosis misoprostol harus
29
wanita
dengan
kehamilan
lebih
12-14
minggu,
walaupun
sehingga
manajemen
dapat
segera
dilakukan
secara
30
A. Farmakologi
Terdapat terapi untuk abortus yang telah menjalani penelitian dan telah
digunakanantiprogesteron mifepristonedan prostaglandin misoprostol.Agen ini
menyebabkan abortus dengan cara meningkatkan kontraktilitas uterus disamping
menginhibisi progesteron dalam menghambat kontraksi uterus yang merupakan
31
32
B. Tindakan Invasif
Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologists(2005),
pasien dengan terapi medis dan memenuhi syarat untuk melakukan operasi
terpilih jika wanita tersebut dengan usia kehamilan <49 hari berdasarkan
perhitungan
menstruasi.
Evakuasi
secara
operasi
dibutuhkan
dalam
33
34
Jika tidak ada lagi jaringan yang terhisap maka dilakukan kuretase tajam
secara hati-hati untuk membersihkan semua potongan jaringan janin atau plasenta
yang tersisa.(3)
menggunakan alat yag secara perlahan membuka serviks. Alat ini yang disebut
dilator higroskopik(laminaria), menyerap air dari jaringan serviks dan
mengembang, secara perlahan membuka serviks.Salah satu alternatif untuk
dilatasi serviks adalah pemberian prostaglandin di forniks posterior vagina untuk
membantu dilatasi selamjutnya.(3)
yaitu timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian diikuti dengan syok atau
pingsan. Ini adalah tanda khas terjadinya kehamilan ektopik terganggu.(4)
Pada kehamilan ektopik terganggu nyeri adalah keluhan utama.Rasa nyeri
mula-mula terdapat pada satu sisi tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga
perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah.Darah
dalam rongga perut dapat merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri
bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi yang
nyeri.(4)
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada KET.Hal ini
menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua.Perdarahan biasanya berwana coklat tua bila berasal dari uterus.(4)
Pada USG didapatkan gambaran uterus yang tidak memiliki kantong gestasi
dan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah berada diluar uterus. Apabila
sudah terganggu (ruptur) maka kantong gestasi sudah tidak jelas tetapi akan
didapatkan massa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan
disekitarnya didapatkan gambaran cairan bebas (gambaran darah intraabdominal).
Bila tidak tersedia fasilitas USG dapat dilakukan pemeriksaan pungsi kavum
Douglasi (kuldosentesis).(4)
B. Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik mola hidatidosa
mudah dikenali yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau
dua cm. Secara histopatologi yang khas dari mola hidatidosa adalah edema stroma
vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel
trofoblas.(4)
Pada awalnya gejala mola hidatidosa sama pada gejala awal kehamilan namun
kemudian perkembangannya lebih pesat, sehingga didapatkan besar uterus lebih
besar dari usia kehamilan.(4)
37
Perdarahan merupakan gejala utama mola hidatidosa yang biasa terjadi pada
bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu.Sifat perdarahan
bisa intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok
atau kematian.Mola biasanya disertai dengan preeklampsia hanya perbedaannya
preeklampsia pada mola terjadi pada kehamilan lebih muda dari pada kehamilan
biasa.Pada USG didapatkan gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow
flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).(4)
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
inkomplit, atau mioma uteri.(4)
IX. KESIMPULAN
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan <20 minggu
dan atau berat janin <500 gram. Berdasarkan mekanisme terjadinya abortus
dibedakan menjadi 2 yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus
spontan jika tidak ada usaha yang dilakukan dalam proses pengeluaran hasil
konsepsi. Berdasarkan derajatnya abortus spontan ini terbagi menjadi abortus
iminens, insipiens, inkomplit, komplit, dan missed abortion. Sedangkan dikatakan
abortus provokatus jika yang terjadi secara sengaja dilakukan. Abortus provokatus
ini dibagi menjadi dua yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus
provokatus kriminalis.
Terdapat beberapa etiologi yang dapat menyebabkan kejadian abortus yang
dibagi dalam 3 faktor yaitu faktor janin, faktor ibu, dan faktor ayah. Dari faktor
janin sendiri dapat terjadi akibat adanya anomali kromosom dan trombofilia
herediter yang termasuk didalamnya adalah adanya mutasi gen yang mengatur
koagulasi. Dari faktor ibu dapat terjadi jika ditemukan adanya infeksi, penyakit
endokrin (hipotiroid dan diabetes melitus), defisiensi progesteron, anomali
struktur uterus, gangguan imunologi, inkompeten serviks, atau pada penggunaan
obat-obatan.
Dapat dicurigai adanya abortus jikadari anamnesis biasa didapatkan adanya
perdarahan pervaginam yang diikuti dengan rasa kram dan nyeri pada perut
38
beberapa saat kemudian. Nyeri ini juga dapat dipersepsikan sebagai perasaan tidak
nyaman daerah suprapubik. Dari pemeriksaan USG dapat ditemukan gambarang
kantong gestasi yang kosong. Adapun diagnosis banding pada perdarahan
kehamilan muda selain abortus adalah kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.
Terdapat beberapa pilihan terapi dalam penatalaksanaan kasus abortus yaitu
dapat secara konservativ, farmakologi dan operatif. Jika pada kasus abortus
imminens dimana hanya terdapat ancaman keguguran, pasien dapat diminta untuk
istirahat total selama 3 hari dan tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun.
Jenis obat yang saat ini sering digunakan adalah mifepristone yang bekerja
memblok reseptor progesteron dan misoprostol yang bekerja dengan merangsang
kontraksi uterus. Adapun terapi operatif yang paling umum digunakan adalah
kuretase.
39
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2012. Safe Abortion: technical dan policy
guidance
for
health
system,
2nd
ed.Switzerland;
WHO
Library
Cataloguing-in-Publication Data.
2. Templeton,A, David A. Grimes. 2011. DA.A Request for Abortion In New
England Journals of Medicine. United Kingdom; Department of
Obstetrics and Gynaecology, Aberdeen Maternity Hospital publishing.
3. Cunningham, FG. 2005. Williams Obstetrics 23thed. United States of
America; The mcgraw-Hill Companies publishing.p 134-145
4. Hadijanto B. 2009. Kelainan Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta; Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.p 460-474.
5. Rivard,CI dkk. 2002. Absence of Association of Thrombophilia
Polymorphisms with Intrauterine Growth Restriction In New England
Journals of Medicine.
6. Edmonds,K. 2007. Dewhursts textbook of Obstetrics & Gynaecology.
London; Blackwell Publishing.
7. Tanuwijaya,F. Abortion on Law and Moral Perpective in Indonesia.
Journal of Law, Policy and Globalization.2014
8. Anwar M, Baziad A, Prabowo P. 2011. Edisi 3. Jakarta; Penerbit Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
9. Putz R, Pabst R. 2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta;EGC.
10. Norwitz, ER dkk. 2001. Implantation and the Survival Of Early
Pregnancy: Mechanism of Disease. New England Journals of Medicine.
11. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.
Jakarta;EGC.
12. American
College
of
Gynecologists.2015.Miscarriage.Washington,
Obstetricians
DC;
Harvard
and
Medical
40