Anda di halaman 1dari 40

I.

PENDAHULUAN
Setiap tahun, telah diperkirakan terjadi 22 juta kasus aborsi dan sebagian besar
kasus tersebut (98%) terjadi di negara-negara berkembang. Jumlah total kasus
aborsi tidak aman ini meningkat dari sekitar 20 juta kasus pada tahun 2003
menjadi 22 juta kasus pada tahun 2008, walaupun rentang kejadian abortus tetap
tidak berubah sejak tahun 2000. Setidaknya terjadi 47.000 kehamilan yang
berhubungan dengan kematian akibat kasus abortus yang terjadi. Selain itu,lima
juta wanita diestimasikan mengalami kecacatan akibat komplikasi dari abortus.(1)
Sekitar 208 juta wanita di dunia diestimasikan akan hamil setiap tahunnya,
59% (atau 123 juta) diantaranya merupakan kehamilan yang direncanakan
(diinginkan) dan sekitar 41% (atau 85 juta) merupakan kehamilan yang tidak
diinginkan. Karena peningkatan penggunaan kontrasepsi, angka kehamilan di
dunia dapat turun dari 160 kehamilan per 1000 wanita usia 15-44 tahun pada
tahun 1995 menjadi 134 per 1000 wanita pada tahun 2008. Angka kehamilan yang
diinginkan dan tidak diinginkan juga turun dari 91 dan 69 per 1000 wanita usia
15-44 tahun pada tahun 1995 menjadi 79 dan 55 per 1000 wanita usia 15-44 tahun
pada tahun 2008. Secara lebih signifikan, angka kejadian abortus yang disengaja
menurun dari 35 per 1000 wanita usia 15-44 tahun pada tahun 1995 menjadi 26
per 1000 wanita usia 15-44 tahun pada tahun 2008. Penurunan ini lebih besar
terjadi pada kasus abortus yang aman sementara untuk kasus abortus tidak aman
cenderung pada angka yang relatif konstan sejak tahun 2000 yaitu sekitar 14 per
1000 wanita usia 15-44 tahun. Kebanyakan kasus abortus terjadi di negara-negara
berkembang dimana angka kematian maternal tinggi dan akses untuk penanganan
abortus secara aman sulit ditemukan.(1)
Di United States, setidaknya 1,2 juta kasus abortus terjadi pada tahun 2008,
sedangkan pada United Kingdom, lebih dari 200.000 kasus abortus telah
dilaporkan. Sekitar satu dari tiga wanita akan memiliki kasus abortus.(2)

Gambar 1. Persentasi distribusi wanita (usia 15-49 tahun), kelahiran, abortus tidak aman, dan
abortus yang terkait dengan kematian berdasarkan tempat(1)

II. DEFINISI ABORTUS


Kata abortus berasal dari bahasa latin yaitu aboriri yang berarti keguguran.
Berdasarkan New Shorter Oxford Dictionary (2002), abortus adalah kelahiran
sebelum kelahiran yang seharusnya, dan dalam hal ini memiliki arti yang sama
dengan

keguguran.

Kata

ini

juga

berarti

terminasi

kehamilan

untuk

menghilangkan fetus.(3)
Berdasarkan National Center for Health Statistics, Centersfor Disease
Control and Prevention, dan World HealthOrganization mendefinisikan abortus
sebagai terminasi kehamilan pada usia kehamilan <20 minggu atau kelahiran janin
<500 gram.Pada sumber lain mengatakan abortus adalah ancaman atau
pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan, dengan
batasan kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram.
(3,4)

III. ETIOLOGI
Penyebab abortus (early pregnancy loss) bervariasi dan sering diperdebatkan.
Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah
sebagai berikut:

A. Faktor janin
1. Gangguan kromosom
Lebih dari 80% dari abortus spontan terjadi pada 12 minggu pertama
kehamilan, dan sebagian besar disebabkan oleh anomali kromosom. Setelah
trimester pertama, baik angka abortus dan insiden anomali kromosom berkurang.
(3)

Gambar 2. Frekuensi dari anomali kromosom dalam abortus selama setiap trimester.3

Abortus spontan dini sering memperlihatkan kelainan perkembangan zigot,


mudigah, janin, atau kadang plasenta. Sekitar 95% kelainan kromosom
disebabkan oleh kesalahan gametogenesis ibu, dan 5% disebabkan oleh kesalahan
ayah.(3)
Tabel 1. Insiden penemuan anomali kromosom dalam abortus3

Trisomi autosom merupakan anomali kromosom yang paling sering ditemukan


pada keguguran pada trimester pertama.Monosomi X (45X) adalah kelainan
kromosom spesifik tunggal tersering.Kelainan ini menyebabkan sindrom Turner,
3

yang biasanya menyebabkan abortus dan sangat jarang menghasilkan bayi


perempuan lahir hidup.(3)
2. Trombofilia Herediter
Ini merupakan kelainan genetik faktor pembekuan yang dapat menyebabkan
trombosis patologik akibat ketidakseimbangan antara jalur pembekuan dan
antikoagulasi. Penyakit yang paling banyak diteliti antara lain resistensi terhadap
protein C aktif (aPC) akibat mutasi faktor V Leiden, penurunan atau tidak adanya
aktifitas antitrombin III, mutasi gen protrombin, dan mutasi digen untuk
metilentetrahidrofolat

reduktase

yang

menyebabkan

peningkatan

kadar

hemosistein serum-hiperhemosisteinemia.(3)
Polimorfisme pada gen yang mengkode faktor koagulasi V (G1691A) dan
prothrombin

(G20210A)

berhubungan

dengan

thrombophilia

(keadaan

hiperkoagulasi).Dua jenis varian (C677T dan A1298C) dari gen yang mengkode
5,10-methylenetetrahydrofolate reductase (MTHFR) yang dihasilkan dari adanya
mutasi telah berpengaruh pada perkembangan terjadinya hiperhemosisteinemia.(5)
Sebagai

dasar

hipotesis

bahwa

polimorfisme

berhubungan

dengan

thrombophilia dapat mengganggu sirkulasi plasenta, telah banyak penelitian case


control yang dilakukan untuk memperlihatkan hubungan antara polimorfisme
maternal dengan thrombophilia dan kemudian dapat merugikan bagi kehamilan.(5)
B. Faktor Maternal
1. Infeksi
Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologists(2001),
infeksi merupakan penyebab yang jarang dalam abortus. Telah dilakukan
penelitian mengenai penyebab infeksi spesifik. Sebagai contoh, Brucella abortus
dan Campylobacter fetus menyebabkan abortus pada hewan ternak, namun tidak
demikian pada manusia. Tidak terdapat bukti bahwa Listeriamonocytogenes atau
Chlamydia trachomatis menstimulasi terjadinya abortus pada manusia. Dalam
penelitian prospektif, infeksi akibat virus herpes simplex pada kehamilan muda
juga tidak meningkatkan insiden terjadinya abortus.Fakta bahwa Toxoplasma
gondiimenyebabkan abortus sampai saat ini juga masih belum meyakinkan.(3)

Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak
1917, ketika De Forest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian
abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Ada
berbagai

teori

untuk

menjelaskan

keterkaitan

infeksi

dengan

kejadian

abortusdiantaranya, sebagai berikut :(4)


1) Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, dan sitokin yang berdampak
langsung pada janin dan unit fetoplasenta.(4)
2) Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin dan cacat berat sehingga janin
sulit untuk bertahan hidup.(4)
3) Infeksi plasenta akan berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut
kematian janin.(4)
4) Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genetalia bawah (misal
Mikoplasma bominis, Klamidia, Ureaplasma urealitikum, HSV) yang bisa
mengganggu proses implantasi.(4)
5) Amnionitis oleh kuman gram positif dan gram negatif juga bisa
mengakibatkan abortus.(4)
6) Infeki virus pada kehamilan awal dapat mengakibatkan perubahan genetik dan
anatomik embrio misalnya pada infeksi rubela, parvovirus, CMV, HSV,
koksakie virus, dan varisella zoster.(4)
Berikut beberapa jenis organism tertentu di duga berdampak pada kejadian
abortus antara lain :
1) Bakteria:

listeria

monositogenes,

klamidia

trakomatis,

ureaplasma

urealitikum, mikoplasma hominis, bakterial vaginosis.(3,4)


2) Virus: CMV, HSV, HIV dan parvovirus.(3,4)
3) Parasit: toksoplasma gondii, plasmodium falsifarum.(3,4)
4) Spirokaeta: treponema pallidum.(3,4)

2. Hipotiroid
Defisiensi iodine berat dapat dihubungkan dengan abortus.Hipotiroid dapat
merupakan faktor kontribusi pada keguguran dengan menggangu balans humoral
yang penting pada kelangsungan kehamilan. Defisiensi hormon tiroid merupakan
hal yang umum terjadi pada wanita yang paling sering disebabkan oleh penyakit
autoimun.Namun, efek hipotiroid pada kehamilan belum diteliti secara mendalam
lagi.(3,4)
3. Diabetes Melitus
Angka abortus spontan dan malformasi kongenital dapat meningkat pada
wanita dengan insulin-dependent diabetes.Risiko ini timbul bersamaan dengan
kontrol metabolik pada kehamilan dini. Perempuan diabetes dengan kadar HbA1c
tinggi pada trimester pertama risiko abortus dan malformasi janin meningkat
signifikan. Diabetes jenis insulin-dependen dengan kontrol glukosa tidak adekuat
berisiko 2-3 kali lipat untuk mengalami abortus. Hal yang sama dengan sindrom
polikistik ovarium, beberapa wanita dengan abortus berulang telah dilaporkan
memiliki resistensi insulin. Kehilangan kehamilan akibat diabetes tak terkontrol
ini dihubungkan dengan kontrol metabolik yang tidak optimal.(3,4)
4. Defisiensi Progesteron
Progesteron punya peran penting dalam mempengaruhi mempengaruhi
respetivitas endometrium terhadap implantasi embrio.Kadar progesteron yang
rendah diketahui dapat mengakibatkan abortus terutamanya pada kehamilan 7
minggu di mana trofoblast harus menghasilkan cukup steroid untuk menunjang
kehamilan. Pengangkatan korpus luteum pada usia 7 minggu akan berakibat
abortus dan jika diberikan progesteron pada pada pasien ini, maka kehamilan
dapat diselamatkan.(4)

5. Defek fase luteal

Insufisiensi sekresi progesteron oleh korpus luteum atau plasenta telah diduga
sebagai penyebab abortus. Penelitian pada perempuan yang mengalami abortus
berulang, didapatkan 17%kejadian defek luteal yaitu kurangnya progesteron pada
fase luteal. Namum pada saat ini, masih blum ada metode yang bisa terpercaya
untuk mendiagnosa kelainan ini.(3,4)
6. Abnormalitas Struktur Uterus
Defek anatomi uterus diketahui sebagai penyebab komplikasi obstetrik, seperti
abortus berulang, prematuritas, serta malpresentasi janin. Insiden kelainan uterus
berkisar 1/200 sampai 1/600 perempuan. Pada perempuan dengan riwayat abortus,
ditemukan anomali uterus pada 27% pasien. Studi oleh Acien terhadap 170 pasien
hamil dengan malformasi uterus, mendapatkan hasil hanya 18,8% yang bisa
bertahan sampai melahirkan cukup bulan, sedangkan 36,5% mengalami persalinan
abnormal (premature, sungsang). Penyebab terbanyak abortus karena kelainanan
anatomik uterus adalah septum uterus (40-80%) kemudian uterus bikornis atau
uterus didelfis atau unikornis (10-30%).(3,4)
Prevalensi dan implikasi reproduktif dari kejadian anomali uterus pada
populasi umum saat ini belum dapat dibuktikan secara nyata. Namun abortus yang
dihubungkan dengan usia secara epidemiologi telah dilakukan penelitian.(6)

Gambar 3. Tingakat kejadian abortus berdasarkan kelompok umur ibu(6)

7. Faktor lingkungan

Penggunaan dari beberapa agen terapi telah dilaporkan memiliki hubungan


dalam peningkatan angka abortus. Diperkirakan 1-10% malformasi janin adalah
akibat dari paparan obat, bahan kimia atau radiasi yang umumnya akan berakhir
dengan abortus, misalnya paparan terhadap buangan gas anestesi dan tembakau.
faktor-faktor yang terbukti berhubungan dengan peningkatan insiden abortus
adalah merokok, alkohol dan kafein.(4)
Merokok dihubungkan dengan peningkatan risiko terjadinya abortus. Dua
penelitian mencurigai bahwa peningkatan risiko abortus berbanding lurus dengan
jumlah konsumsi batang rokok per hari. Sigaret rokok diketahui mengandung
ratusan unsur toksis, antara lain nikotin yang telah diketahui mempunyai efek
vasoaktif sehingga menghambat sirkulasi uteroplasenta. Karbon monoksida juga
menurukan pasokan oksigen ibu dan janin dan dapat memacu neurotoksin.
Dengan adanya gangguan pada sistem sirkulasi fetoplasenta dapat terjadi
gangguan pertumbuhan janin yang berakibat terjadinya abortus.(3,4)
Baik abortus spontan maupun anomali fetal dapat disebabkan dari konsumsi
alkohol yang tinggi selama usia kehamilan 8 minggu pertama. Risiko ini
memperlihatkan adanya hubungan antara tingkat frekuensi dan jumlah yang
dikonsumsi.Konsumsi alkohol dalam jumlah yang sedikit selamakehamilan tidak
berhubungan dengan risiko abortus secara signifikan.(3,4)
Armstrong

and

associates

(1992)

melaporkan

bahwa

wanita

yang

mengonsumsi sedikitnya lima gelas kopi per hari meningkatkan risiko abortus.
Hal yang sama oleh Cnattingius dkk (2000) mengobservasi peningkatan risiko
abortus secara signifikan hanya pada wanita yang mengonsumsi sedikitnya 500
mg kafein per hari, yang setara dengan lima gelas kopi.(3)
8. Faktor Imunologi
Faktor Autoimun
Abortus paling sering pada wanita dengan lupus eritematosus sistemik.Banyak
dari wanita ini memiliki antibodi antifospolipid, yaitu suatu famili auto-antibodi
yang berikatan dengan fospolipid bermuatan negatif, protein pengikat fospolipid,
atau keduanya.Autoantibodi ini juga ditemukan pada wanita tanpa lupus.Peluang

terjadinya pengakhiran kehamilan pada trimester 2 dan 3 pada SLE adalah


75%.Hampir 5% pada wanita hamil normal, antikoagulan lupus (lupus
anticoagulant, LAC) dan antibodi antikardiolipin (anticardiolipine antibody,
ACA) dilaporkan berkaitan dengan tingkat kematian janin.Karena itu kematian
janin adalah salah satu kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid.(3,4)
Dalam dekade terakhir sindrom antifospolipid dikenal sebagai sindrom
Hughes, dan merupakan penyebab yang paling penting pada abortus
berulang.Antibodi antifospolipid (aPL) merupakan bagaian dari setidaknya 20
auto-antibodi

yang

berlawanandenganphospholipids-binding

proteins.

Dari

sejumlah antibodi ini, hanya lupus anticoagulant (LA) dan anticardiolipin


antibodies (aCL) yang memperlihatkan arti yang penting pada bagian reproduksi.
(3,6)

Dari international consensus workshop pada tahun 1998, klasifikasi kriteria


APS, yaitu meliputi:(4)
1) Trombosis vaskular
-

Satu atau lebih episode trombosis arteri, venosa atau kapiler yang dibuktikan

dengan gambaran Doppler, dan histopatologi.(4)


Pada histopatologi, trombosisnya tanpa di sertai gambaran inflamasi.(4)

2) Komplikasi kehamilan
-

3 atau lebih abortus dengan sebab yang tidak jelas, tanpa kelainan anatomik,

genetik atau hormonal.(4)


Satu atau lebih kematian janin di mana gambaran sonografi normal.(4)
Satu atau lebih persalinan prematur dengan gambaran janin normal dan
berhubungan dengan preeklamsia berat,atau insufisiensi plasenta yang berat.(4)

3) Kriteria laboratorium
-

IgG dan atau IgM dengan kadar yang sedang atau tinggi pada 2 kali atau lebih
dengan pemeriksaan jarak lebih dari 1 atau sama dengan 6 minggu.(4)

4) Antibodi fosfolipid
9

Pemanjangan koagulasi fospholipid, aPTT, PT, dan CT.(4)


Kegagalan untuk memperbaikinya dengan pertambahan dengan plasma platlet

normal.(4)
Adanya perbaikan nilai tes dengan pertambahan fosfolipid.(4)
Antibodi antifospolipid ditemukan kurang dari 2% pada perempuan hamil

yang sehat kurang dari 20% pada perempuan yang mengalami abortus dan lebih
dari 33% pada perempuan dengan SLE.(4)
Kebanyakan abortus terjadi pada trimester pertama setelah adanya aktivitas
dari jantung janin.Kegagalan kehamilan berhubungan dengan APS dideskripsikan
sebagai adanya trombosis pada vaskularisasi uteroplasenta. Trombosis plasenta
dan infark juga terlihat pada kehamilan dengan fospolipid namun temuan ini tidak
selamanya spesifik untuk abortus akibat aPL. Pada penelitian in vitro melaporkan
bahwa aPL menyebabkan:(6)
a. Kegagalan mekanisme signal transduksi dalam mengontrol desidualisasi dari
sel endometrium.(6)
b. Meningkatkan apoptosis trofoblas.(6)
c. Menurunkan fusi trofoblas.(6)
d. Menggagalkan invasi trofoblas.(6)
The

American

College

of

Obstetricians

and

Gynecologists(2005)

merekomendasikan aspirin dosis rendah 81 mg per oral per hari, ditambah


unfractionated heparin 5000 unit secara subkutis, dua kali per hari. Terapi ini
dimulai setelah kehamilan terdiagnosis dan dilanjutkan sampai persalinan.(3)
Faktor Aloimun
Kehamilan normal diperkirakan memerlukan pembentukan faktor-faktor
penghambat yang mencegah penolakan antigen asing janin yang berasal dari ayah
oleh ibu. Seorang wanita tidak akan menghasilkan faktor-faktor penghambat
serum ini jika ia memiliki antigen leukosit manusia (HLA) serupa dengan yang
terdapat pada suaminya. Penyakit-penyakit aloimun lain diduga berperan
menyebabkan abortus berulang termasuk kelainan natural killer cells dan
peningkatan antibodi limfositotoksik.(3)

10

9. Inkompeten Serviks
Hal ini ditandai oleh adanya nyeri dilatasi serviks pada trimester ke
dua.Keadaan ini dapat diikuti adanya prolaps dan pembesaran membran ke dalam
vagina, dan tentunya pengeluaran dari fetus.(3)
Terdapat dua jenis operasi vagina yang sering digunakan selama
kehamilan.Tindakan yang lebih sederhana dikembangkan oleh McDonald
(1963).Operasi yang lebih rumit adalah modifikasi dari prosedur awal yang
dijelaskan oleh Shiradkar (1955).Cerclage Transabdominal dengan jahitan
dipasang di isthmus uterus digunakan pada sebagian kasus defek anatomis serviks
berat atau riwayat kegagalan cerclage transvaginal.(3)

Gambar 4. Cerclage McDonals(3)

Permulaan

tindakan

cerclage

dengan

pemasangan

jahitan

benang

monofilamen nomor dua dikorpus serviks sangat dekat dengan level os internus.
Pemasangan jahitan dilanjutkan dikorpus serviks hingga mengelilingi os internus.
Ketika jahitan telah mengelilingi ostium, jahitan dikencangkan mengelilingi
kanalis servikalis sehingga mengurangi garis tengah kanalis menjadi 5 sampai 10
mm, dan kemudian jahitan diikat.(3)

11

Gambar 5. Cerclage Shiradkar(3)

Pada cerclage Shirodkar dilakukan insisi transversal di mukosa di atas serviks


anterior, dan kandung kemih didorong ke arah sefal.Kemudian pita Mersiline 5
mm dilewatkan dari anterior ke posterior dengan menggunakan jarum mayo.Pita
ini kemudian diarahkan dari posterior ke anterior di sisi serviks yang
berlawanan.Klem Allis dipasang sedemikian untuk mendekatkan jaringan serviks
sehingga jarum tidak perlu berjalan jauh ke subkutis untuk memasangkan pita.Pita
diikat di anterior, setelah memastikan bahwa semua lipatan lenyap. Mukosa
serviks kemudian ditutup dengan jahitan kontinyu untuk menanam simpul
anterior.(3)
C. Faktor Ayah
Tidak banyak yang diketahui tantang faktor ayah dalam terjadinya
abortus.Yang jelas kelainan kromosom pada sperma berkaitan dengan
abortus.Rasio kelainan kromosom wanita terhadap pria dalam suatu penelitian
adalah 2:1.Meskipun kelainan kromosom pada ayah hanya menyebabkan 2-4%
abortus, evakuasi kariotipe kedua orang tua merupakan bagian penting dalam
evaluasi.(3)
IV. KLASIFIKASI ABORTUS

12

Abortus dapat dibagi atas dua golongan yaitu menurut terjadinya abortus dan
menurut gambaran klinis. Berikut pembagian abortus :(4)
Menurut terjadinya abortus terbagi atas :
1. Abortus spontan
Abortus spontan yaitu abortus yang terjadi dengan sendirinya tanpa disengaja
dan tanpa menggunakan tindakan apa-apa.(3,4)
2. Abortus provokatus
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja, baik dengan memakai
obat-obatan maupun dengan alat-alat. Abortus provokatus ini dibagi menjadi 2
yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus provokatus kriminalis.(4,7)
a) Abortus Terapeutik/Medisinalis
Adalah abortus yang terjadi adalah karena tindakan kita sendiri, dengan alasan
bila kehamilan dilanjutkan, dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi
medis). Disebut medisinalis bila didasarkan pada pertimbangan dokter untuk
menyelamatkan ibu. Pertimbangan dilakukan minimal oleh 3 dokter yaitu dokter
spesialis Kandungan dan Kebidanan, dokter Spesialis Penyakit Dalam, dan
Spesialis Jiwa.(4)
Terdapat sejumlah penyakit medis dan bedah yang merupakan indikasi untuk
mengakhiri kehamilan. Contohnya adalah dekompensasi jantung persisten,
terutama dengan hipertensi pulmo menetap, penyakit vaskular hipertensif stadium
lanjut atau diabetes, dan keganasan. Indikasi tersering saat ini adalah mencegah
lahirnya janin dengan deformitas anatomik, metabolik, atau mental yang
signifikan.(3)
b) Abortus Provokatus Kriminalis
Pengakhiran kehamilan sebelum janin mampu hidup atas permintaan wanita
yang bersangkutan, tetapi bukan atas indikasi medis, biasanya disebut abortus
provokatus kriminalis.(4,7)
Berdasarkan gambaran klinis abortus terbagi atas :

13

1. Abortus Iminens
Abortus iminens adalah abortus tingkat permulaan dan merupakan ancaman
terjadinya abortus, ditandai perdarahan pervaginam, ostium uteri masih tertutup
dan hasil konsepsi masih baik dalam kandungan.(4)
Diagnosis klinik dari abortus iminensditegakkan ketika terjadi pengeluaran
darah pervaginam atau perdarahan muncul saat serviks masih tertutup selama
setengah dari awal kehamilan.Perdarahan pervaginam yang terjadi pada usia
kehamilan <20 minggu dan penderita mengeluh mulas sedikit atau tidak ada
keluhan sama sekali kecuali perdarahan pervaginam. Ostium uteri masih tertutup,
besarnya uterus masih sesuai dengan usia kehamilan dan tes kehamilan urin masih
positif.(4)
2. Abortus Insipiens
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang mengancam yang ditandai
dengan serviks telah mendatar dan ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil
konsepsi masih dalam kavum uteri dan dalam proses pengeluaran.(4)
Ruptur hebat pada membran, yang di tandai oleh keluarnya cairan amnion
disertai dilatasi serviks, merupakan tanda bahwa abortus hampir pasti terjadi.
Umumnya kontraksi uterus segera dimulai sehingga terjadi abortus, atau terjadi
infeksi.3 Penderita akan merasa mulas karena kontraksi yang sering dan kuat,
perdarahannya bertambah sesuai dengan pembukaan serviks uterus dan umur
kehamilan. Besar uterus masih sesuai usia kehamilan dengan tes urin kehamilan
masih positif. Pada pemeriksaan USG masih didapatkan pembesaran uterus yang
masih sesuai dengan usia kehamilan, gerak jantung janin masih jelas walaupun
sudah mulai tidak normal, biasanya terlihat penipisan serviks uterus atau
pembukaannya.(4)
3. Abortus Inkomplit
Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan terlepasnya sebagian
hasil konsepsi dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal.Perdarahan terjadi
jika plasenta, secara keseluruhan atau sebagian terlepas dari uterus. Batasan ini
juga masih pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram.(4)

14

Pada abortus inkomplit, ostium internum serviks membuka dan menjadi


tempat lewatnya darah. Janin dan plasenta mungkin seharusnya tetap berada
dalam uterus atau sebagian keluar melaui ostium yang terbuka. Sebelum 10
minggu janin dan plasenta sering dikeluarkan bersama-sama tetapi kemudian
mereka dilahirkan secara terpisah. Pada sebagian wanita diperlukan dilatasi
serviks tambahan sebelum kuretase dapat dilakukan. Pada banyak kasus jaringan
plasenta yang tertahan menggantung bebas di kanalis servikalis, memungkinkan
ekstraksi dengan mudah dari ostium eksternum yang terpajan dengan forseps
cincin.(3,4)
Jumlah perdarahan bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang
tersisa, yang menyebabkan sebagian placental site masih terbuka sehingga
perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok
hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Besar uterus sudah lebih
kecil dari usia kehamilan dan kantong gestasi sudah sulit dikenali, di kavum uteri
tampak massa hiperekoik yang bentuknya tidak beraturan.(4)
Perdarahan akibat abortus inkomplit pada kehamilan tahap lebih lanjut kadang
parah tetapi jarang mematikan. Karena itu, pada wanita dengan kehamilan tahap
lebih lanjut atau dengan perdarahan hebat, evakuasi segera dilakukan. Jika terjadi
demam maka pasien diberi antibiotik yang sesuai sebelum kuretase.(3,4)
4. Abortus Komplit
Jenis abortus ini didefinisikan sebagai abortus dengan seluruh hasil konsepsi
telah keluar dari kavum uteri pada kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat
janin kurang dari 500 gram. Ostium uteri telah menutup, uterus sudah mengecil
sehingga perdarahan sedikit. Besar uterus tidak sesuai dengan usia kehamilan.
Pada pemeriksaan tes urin biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah
abortus.(4)
5. Missed Abortion
Adalah abortus yang ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan. Istilah ini digunakan untuk menjelaskan hasil konsepsi
yang telah mati yang tertahan selama beberapa hari, minggu, atau bahkan bulan di

15

dalam uterus dengan ostium serviks tertutup. Karena keguguran spontan hampir
selalu didahului oleh kematian mudigah, maka sebagian sebagian besar disebut
sebagai "missed". Abortus ini ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal
dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya
masih tertanam dalam kandungan.(3,4)
Penderita biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali merasakan
pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila kehamilan diatas
14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan rahimnya semakin
mengecil dengan tanda-tanda kehamilan sekunder pada payudara mulai
menghilang.(4)
Terkadang missed abortion diawali dengan abortus iminens yang kemudian
merasa sembuh tetapi pertumbuhan janin terhenti. Pada tes urin kehamilan
biasanya negatif setelah 1 minggu dari terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada
pemeriksaan USG akan didapatkan uterus yang mengecil dan bentuknya tidak
beraturan serta gambaran fetus yang tidak ada tanda-tanda kehidupan.(4)
Adapun klasifikasi abortus lainnya yaitu sebagai berikut :
1. Abortus Infeksiosus, Abortus Septik
Abortus infeksiosus ialah abortus yang disertai infeksi pada alat genitalia.
Sedangkan abortus septik ialah abortus yang disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman ataupun toksinnya kedalam peredaran darah atau peritoneum
(septikemia atau peritonitis).(4)
Abortus infeksiosus dan abortus septic perlu segera mendapatkan pengelolaan
yang adekuat karena dapat terjadi infeksi yang lebih luas selain disekitar alat
genitalia juga ke rongga perintoneum, bahkan dapat ke seluruh tubuh (sepsis,
septikemia) dan dapat jatuh dalam keadaan syok septik.(4)
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat tentang upaya tindakan
abortus yang tidak menggunakan peralatan yang asepsis dengan didapat gelaja
dan tanda panas tinggi, tampak sakit dan lelah, takikardia, perdarahan pervaginam
yang berbau, uterus yang membesar dan lembut, serta nyeri tekan.(4)
Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan keseimbangan cairan tubuh
dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai hasil kultur dan
16

sensitivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/flour yang keluar
pervaginam. Untuk tahap pertama dapat diberikan Penisilin 4x1,2 juta unit atau
Ampisilin 4x1 gram ditambah Gentamisin 2x80 mg dan Metronidazol 2x1 gram.
Selanjutnya antibiotic disesuaikan dengan hasil kultur.(4)
Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah membaik minimal 6
jam setelah antibotika adekuat diberikan. Jangan lupa pada saat tindakan uterus
dilindungi dengan uterotonika.(4)
Antibiotik dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2
hari pemberian tidak memberikan respon harus diganti dengan antibiotik yang
lebih sesuai.(4)
Pada masa yang lalu, abortus kriminalis dan abortus inkomplit yang
ditelantarkan terinfeksi oleh bakteri komersal vagina yang sebenarnya tidak
virulen, misalnya Clostridium perfringens. Hal ini hampir tidak pernah ditemukan
setelah abortus dilegalkan. Namun pada tahun 2005 melaporkan 4 kematian
dengan abortus medisinalis akibat syok toksik yang disebabkan oleh infeksi
Clostridium sordellii. Fischer and dkk. (2005) menjelaskan manifestasi klinis
yang dialami pada 1 minggu setelah abortus medisinalis. Tanda utama adalah
cedera endotel berat disertai kebocoran kapiler dan hemokonsentrasi, hipotensi,
dan leukositosis berat. Selain itu dilaporkan 2 kasus lain akibat syok toksik akibat
infeksi streptococcus grup A.(3)
2. Abortus habitualis
Abortus habitualis ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih berturutturut. Penderita abortus habitualis pada umumnya tidak sulit untuk menjadi hamil
kembali tetapi kehamilannya berakhir dengan keguguran/ abortus secara berturutturut. Bishop melaporkan kejadian abortus habitualis sekitar 0,41% dari seluruh
kehamilan. Salah satu penyebab yang sering dijumpai ialah inkompetensia serviks
yaitu keadaan dimana serviks tidak dapat menerima beban untuk tetap bertahan
menutup setelah kehamilan melewati trimester pertama, dimana ostium serviks
akan membuka (inkompeten) tanpa disertai rasa mules/kontraksi rahim dan
akhirnya terjadi pengeluaran janin.(4)
V. PATOFISIOLOGI ABORTUS

17

A. Anatomi dan Fisiologi Kehamilan


Anatomi
Uterus pada seorang dewasa berbentuk seperti buah alpukat atau buah peer
yang sedikit gepeng. Ukuran panjang uterus adalah 7 -7,5 cm, lebar di tempat
yang paling lebar 5,25 cm dan tebal 2,5 cm. uterus terdiri atas korpus uteri (2/3
bagian atas) dan serviks uteri (1/3 bagian bawah).(8)
Di dalam korpus uteri terdapat rongga (kavum uteri), yang membuka keluar
melalui saluran (kanalis servikalis) yang terletak di serviks. Bagian bawah
serviks yang terletak di vagina dinamakan porsio uteri (pars vaginalis servisis
uteri), sedangkan yang berada di atas vagina disebut pars supravaginalis servisis
uteri. Antara korpus dan serviks masih ada bagian yang disebut isthmus uteri.(8)
Bagian atas uterus disebut fundus uteri. Di situ tuba fallopii kanan dan kiri
masuk ke uterus. Dinding uterus terdiri atas miometrium, yang merupakan otot
polos berlapis tiga; yang sebelah luar longitudinal, yang sebelah dalam sirkuler,
yang antara kedua lapisan ini beranyaman. Miometrium dalam keseluruhannya
dapat berkontraksi dan berelaksasi.(8)

Gambar 6. Anatomi organ genitalia interna pada wanita9

18

Kavum uteri dilapisi oleh selaput lendir yang kaya dengan kelenjar, disebut
endometrium. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan stroma
dengan banyak pembuluh-pembuluh darah yang berkelok-kelok. Di korpus uteri
endometrium licin, akan tetapi di serviks berkelok-kelok; kelenjar-kelenjar itu
bermuara di kanalis servikalis (arbor vitae). Pertumbuhan dan fungsi endometrium
dipengaruhi sekali oleh hormon steroid ovarium.Uterus ini sebenarnya terapungapung dalam rongga pelvis dan jaringan ikat dan ligamentum yang
menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Ligamentum yang memfiksasi
uterus adalah :(8)
1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt) yakni ligamentum
yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat
tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding
pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan
arteri uterina.(8)
2. Ligamentum sakro-uterinum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian
belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan.(8)
3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang
menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan
kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan. Pada kehamilan kadang-kadang
terasa sakit di daerah inguinal waktu berdiri cepat karena uterus berkontraksi
kuat, dan ligamentum rotundum menjadi kencang serta mengadakan tarikan
pada daerah inguinal. Pada persalinan ia pun teraba kencang dan terasa sakit
bila dipegang.(8)
4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi
tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.
Sebenarnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum viserale yang meliputi
uterus dan kedua tuba dan berbentuk segitiga lipatan. Di bagian dorsal
ligamentum ini ditemukan indung telur (ovarium sinistrum et dekstrum).
Untuk memfiksasi uterus, ligamentum latum ini tidak banyak artinya.(8)

19

5. Ligamntum infundibulo-pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba


Falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.(8)
Disamping ligamentum tersebut di atas ditemukan pada sudut kiri dan kanan
belakang fundus uteri ligamentum ovarii proprium kiri dan kanan yang menahan
ovarium. Ligamentum ovarii ini embriologis berasal dari gubernakulum; jadi
sebenarnya asalnya seperti ligamentum rotundum yang juga embriologis berasal
dari gubernakulum.4
Uterus pada wanita dewasa umumnya terletak di sumbu tulang panggul dalam
anteversiofleksio (serviks ke depan atas) dan membentuk sudut dengan vagina,
sedang korpus uteri berarah ke depan dan membentuk sudut 120 o-130o dengan
serviks uteri. Di Indonesia uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus
uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan pengobatan.8
Perbandingan antara panjang korpus uteri dan serviks berbeda-beda dalam
pertumbuhan. Pada bayi perbandingan itu adalah 1:2, sedangkan pada wanita
dewasa 2:1.8
Di luar, uterus dilapisi oleh serosa (peritoneum viserale). Jadi, dari luar ke
dalam ditemukan pada dinding korpus uteri serosa atau perimetrium, miometrium,
dan endometrium.8

20

Gambar 7. Tampak organa genitalia interna wanita pada potongan coronal 9

Uterus diberi darah oleh arteri uterina kiri dan kanan yang terdiri atas ramus
asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari arteri iliaca
interna (disebut juga arteri hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum
masuk ke dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 cm diatas forniks lateralis
vagina.(4)
Pembuluh darah lain yang memberi darah ke uterus adalah arteri ovarika kiri
dan kanan. Arteri ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum
infundibulo-pelvikum mengikuti tuba fallopii, beranastomosis dengan ramus
asendens arteri uterina disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama
arteri-arteri tersebut diatas terdapat vena yang kembali melalui pleksus vena ke
vena hipogastrika.(4)

Gambar 8. Vaskularisasi uterus dan adneksa.(8)

Fisiologi Kehamilan
Fertilisasi terjadi pada tuba fallopi dalam 24-48 jam setelah ovulasi. Fase
inisial dari perkembangan hasil konsepsi dari fertilisasi ovum (zygot) menjadi
21

sebuah massa 12 sampai 16 sel (morula), kemudian membentuk embrio, yang


dibungkus oleh nonadhesive protective coating yang kenal sebagai zona pellusida,
dan melewati tuba fallopi. Morula memasuki cavum uteri 2-3 hari setelah
fertilisasi. Akan tampak sebuah fluid-filled inner cavitydengan massa sel yang
berubah dari morula ke blastokista dan disertai diferensiasi seluler. Permukaan
luar sel akan menjadi trofoblas (yang akan berubah menjadi struktur
ekstraembrionik, termasuk plasenta), dan inner cell akan menjadi embrio.(10)
Dalam kedaan normal, pada saat endomterium siap diimplantasikan (sekitar
seminggu setelah ovulasi) morula telah turun ke uterus dan uterus berproliferasi
dan berdiferensiasi menjadi blastokista yang mampu melakukan implantasi.
Blastokista adalah satu lapis sel-sel berbentuk bola (sferis) yang mengelilingi
suatu rongga berisis cairan dengan massa padat sel-sel berkelompok di satu sisi.
Massa padat ini, yang disebut massa sel dalam (inner cell mass), akan menjadi
janin itu sendiri. Bagian blastokista sisanya tidak akan menyatu dengan janin
tetapi akan berfungsi sebagai penunjang selama kehidupan intrauterus. Lapisan
tipis palin luar, yaitu trofoblas, bertanggung jawab menyelesaikan implabtasi, dan
setelah itu berkembang menjadi bagian janin dari plasenta. Rongga berisi cairan,
blastokel, akan menjadi kantung amnion, yang mengelilingi dan menjadi bantalan
bagi janin selama kehamilan.(11)
Ketika blastokista siap melaksanakan implantasi, permukaannya menjadi
lengket. Pada saat ini endomterium siap menerima mudigah. Blastokista melekat
ke lapisan dalam uterus di sisi massa sel dalamnya. Implantasi dimulai ketika selsel trofoblastik yang melapisi massa sel dalam mengeluarkan enzim-enzim
proteolitik sewaktu berkontak dengan endomterium. Enzim-enzim ini mencerna
jalan diantara sel-sel endometrium, sehingga genjel-genjel sel-sel trofoblas yang
berbentuk seperti jari dapat menembus endometrium, tempat sel-sel

tersebut

harus mencerna sel uterus. Melalui efek kanibalnya, trofoblas melaksanakan


fungsi ganda, yaitu (1) menyelesaikan implantasi sewaktu membuat lubang di
endometrium untuk blastokista dan (2) menyediakan bahan bakar metabolic serta
bahan-bahan dasar mudigah yang sedang berkembang karena sel-sel trofoblastik
menguraikan jaringan endomterium yang kaya akan gizi.(11)

22

Dirangsang oleh invasi trofoblas, jaringan endomterium ditempat kontak


mengalami perubahan-perubahan dramastis yang meningkatkan kemampuannya
menunjang mudigah. Sebagai respon terhadap zat perantara kimiawi yang
dikeluarkan oleh blastokista, sel-sel endometrium mengeluarkan prostaglandinm
yang bekerja secara lokal untuk meningkatkan vaskularisasi, yang menyebabkan
edema, dan meningkatkan simpanan zat gizi. Jaringan endomterium yang
mengalami modifikasi tersebut disebut desidua. Kedalam jaringan desidua yang
superkaya inilah blastokista tertanam. Setelah blastokista masuk ke dalam desidua
melalui aktivitas trofoblastik, terbentuk selapis sel endometrium yang menutupi
permukaan lubang, sehingga blastokista benar-benar tertanam di lapisan dalam
uterus. Lapisan trofoblas terus mencerna sel-sel desidua disekitarnya dan
menyediakan energi bagi mudigah sampai plasenta terbentuk.(11)
Implantasi terjadi sekitar 6 atau 7 hari setelah fertilisasi. Implantasi ini terdiri
dari 3 fase. Adhesi blastokista ke dinding uterus, disebut apposition, dan ini masih
tidak utuh. Mikrovili pada permukaan apikal dari sinsitiotrofoblas memasuki
dengan adanya mikroprotrusi permukaan apikal dari epitel uterus, yang dikenal
sebagai pinopodes.(10)
Apposition, dan sebagai hasil dari implantasi, terjadi paling sering pada
dinding atas posterior dari uterus. Pada fase selanjutnya, terjadi adhesi yang utuh,
ditandai dengan peningkatan interaksi fisik antara blastokista dan epitel uterus.
Secara singkat, invasi dimulai, dan sinsitiotrofoblasmelakukan penetrasi pada
epitel uterus.(10)
Pada hari ke 10 setelah konsepsi, blastokista secara utuh tertanam dalam
jaringan stromal dari uterus, epitel uterus telah tumbuh kembali untuk menutupi
daerah implantasi, dan sitotrofoblas keluar dari lapisan trofoblas. Saat itu
sitotrofoblas memasuki endometrium dan lapisan ketiga miometrium (suatu
proses yang dinamakan interstitial invasion). Pada proses berikutnya yang mana
merupakan pembentukan sirkulasi uteroplasenta, menempatkan trofoblas yang
langsung berhubungan dengan darah maternal.Plasenta berasal dari jaringan
trofoblastik dan desidua.(8)

23

Gambar 9. Menunjukkan apposition dan adhesi dari blastokista yang mana terjadi fase
preimplantasi dari blastokista (sekitar 6-7 hari setelah fertilisasi). (10)

Gambar 10. Menunjukkan suatu invasi dari blastokista (sekitar 9-10 hari setelah fertilisasi) dan
proses ini dibutuhkan dalam invasi trofoblas.(10)

24

Gambar 11. Menunjukkan implantasi embrio (sekitar 14 hari setelah fertilisasi) dan proses ini
dibutuhkan untuk mempertahankan hasil konsepsi pada kehamilan dini.(10)

Keberhasilan implantasi merupakan hasil akhir dari interaksi molekular secara


kompleks antara uterus dan blastokista. Signal multipel secara terjadi secara
sinkron dengan perkembangan blastokista dan persiapan uterus. Dari berbagai
aspek proses sikronisasi, pengaturan dari hormon steroid merupakan hal yang
paling

penting

untuk

diketahui.

Implantasi

membutuhkan

peningkatan

preovulatori pada sekresi estradiol-17b, yang menstimulasi proliferasi dan


diferensiasi dari sel epitel uterus. Produksi progesteron yang terus-menerus oleh
korpus luteum menstimulasi proliferasi dan diferensiasi sel stromal.(10)
Tabel 2. Faktor yang berhubungan dengan implantasi dan pertahanan dalam kehamilan(10)

25

B. Mekanisme Abortus
Abortus terjadi akibat adanya perdarahan dalam desidua basalis, kemudian
diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya. Mekanisme awal terjadinya abortus
adalah lepasnya sebagian atau seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan
minimal pada desidua. Kegagalan fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan
subdesidua tersebut menyebabkan terjadinya kontraksi uterus dan mengawali
proses abortus. Hal tersebut menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau
seluruhnya, sehingga merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini
menyebabkan uterus berkontraksi untuk mengeluarkan isinya.(8)
Pada kehamilan kurang dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih
terbungkus dengan sebagian desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan,
meskipun sebagian dari hasil konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di
kanalis servikalis. Pada kehamilan kurang dari delapan minggu, hasil konsepsi
biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi korialis belum menembus desidua
secara mendalam. Perdarahan pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil
konsepsi.(8)
Pada kehamilan 8-14 minggu, villi koriales menembus desidua lebih dalam,
sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan sempurna. Mekanisme diatas juga
terjadi atau diawali dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti
dengan pengeluaran janin yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam
cavum uteri. Plasenta mungkin sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih

26

melekat pada dinding cavum uteri. Jenis ini sering menyebabkan perdarahan
pervaginam yang banyak.(8)
Pada kehamilan 14-22 minggu, janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti
dengan keluarnya plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta
masih tertinggal dalam uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus
dan terjadi perdarahan pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak
terlalu banyak namun rasa nyeri lebih menonjol.(8)
VI. DIAGNOSIS
Perdarahan merupakan gejala yang paling awal muncul.Perdarahan vagina
awalnya dapat sebagai debit kecoklatan. Ketika perdarahan berat terjadi, dapat
ditemukan adanya bekuan darah atau jaringan lain lewat dari vagina. Namun,
tidak semua perdarahan selama kehamilan berarti bahwa keguguran terjadi.
Terutama ketika hanya ada sejumlah kecil pendarahan (bercak), banyak kehamilan
terus menjadi sehat.Perdarahan yang terjadi dapat diikuti dengan rasa kram dan
nyeri pada perut beberapa saat kemudian. Nyeri tersebut dapat berupa kram yang
ritmik pada perut anterior yang disertai dengan perasaan tertekan pada pelvik atau
terasa sebagai nyeri tumpul di midline, dan rasa tidak nyaman pada regio
suprapubik.Kramatau nyerilainnyadi daerah panggul, punggung. Darimanapun
asal nyeri tersebut, kombinasi dari perdarahan dan nyeri memberikan prognosis
yang buruk untuk kelangsungan kehamilan.(3,12)
Dapat pula dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah
lengkap dan tes kehamilan (-hCG). Pemeriksaan USG diperlukan untuk
mengetahui pertumbuhan janin yang ada dan mengetahui keadaan plasenta apakah
sudah terjadi pelepasan atau belum. Diperhatikan ukuran biometri janin/kantong
gestasi apakah sesuai dengan umur kehamilan berdasarkan HPHT. Denyut jantung
janin dan gerakan janin diperhatikan. Pemeriksaan USG dapat dilakukan baik
secara transabdominal maupun transvaginal. Pada USG transabdominal jangan
lupa pasien harus tahan kencing terlebih dahulu untuk mendapatkan acoustic
window yang baik agar rincian hasil USG dapat jelas.(4)

27

Pada pemeriksaan USG, diagnosis dari kantong gestational yang kosong


hanya dapat terjadi ketika diameter dari kantong gestational >20 mm, dan crown
rump lengthharus lebih sama dengan 6 mm sebelum dapat dikatakan terjadi
penghentian aktivitas jantung janin.Jika setelah dilakukan pengukuran dan
pengukuran berada di bawah ambang batas tersebut, maka di lakukan pemeriksaan
USG transvaginal seminggu setelah pemeriksaan sebelumnya.(6)

Gambar 12. Hasil USG dengan kantong gestasi yang kosong dan kantong gestasi yang terisi oleh
janin sehingga dapat diukur crown-rump length(6)

Penemuan dalam ultrasonografi tidak menjadi temuan diagnostik secara


signifikan pada beberapa wanita dengan kegagalan kehamilan dini, beberapa unit
pelayanan saat ini juga mengembangkan teknik biokemikal sebagai parameter
yang digunakan dalam memberikan prediksi tentang kehamilan.(6)
VII.

PENATALAKSANAAN
Berdasarkan World Health Organization (WHO) terdapat beberapa cara dalam

yang digunakan dalam abortus:(1)


a. Metode yang direkomendasikan saat ini dalam menangani abortus pada
trimester pertama adalah:(1)
1. Aspirasi vakum manual atau elektrik, untuk usia kehamilan hingga 12-14
minggu.(1)
2. Untuk usia kehamilan hingga 9 minggu (63 hari). Metode yang
direkomendasikan untuk aborsi medis adalahmifepristone oral 200 mg
diikuti 1 atau 2 hari kemudian misoprostol single dose.(1)
28

3. Untuk usia kehamilan antara 9-12 minggu (63-84 hari).Metode yang


direkomendasikan

untuk

aborsi

medis

adalahdiberikan

200

mg

mifepristone oral diikuti 36-48 jam kemudian dengan 800 g misoprostol


melalui vagina. Dosis misoprostol berikutnya 400 g, diberikan baik
melalui vagina atau sublingual, setiap 3 jam hingga empat dosis lebih
lanut, sampai pengeluaran hasil konsepsi.(1)
4. Untuk usia kehamilan lebih dari 12 minggu (84 hari). Metode yang
direkomendasikan untuk aborsi medis adalah 200 mg mifepristone secara
oral diikuti36 sampai 48 jam kemudian dengan dosis berulang
misoprostol.(1)
Dengan kehamilan antara 12 dan 24 minggu, dosis misoprostol
awalsetelah pemberian mifepristone oral dapat berupa 800 g
diberikanmelalui

vagina

atau

400

secara

oral.

Dosis

misoprostolberikutnyaharus 400 g, diberikan baik melalui vagina

atausublingual, setiap 3 jam hingga empat dosis lebih lanjut.(1)


Untuk kehamilan di luar 24 minggu, dosis misoprostol harus

dikurangi, karena sensitivitas yang lebih besar terhadap uterus.(1)


5. Ketika mifepristone tidak memungkinkan untuk diberikan, misoprostol
tunggal diberikan dalam dosis berulang.(1)
Untuk kehamilan usiakehamilan hingga 12 minggu (84 hari).
Metode yang disarankan aborsi medis 800 g misoprostol dapat
melaui vagina atau sublingual.Hingga tiga dosis terulangnya 800 g
dapat diberikan dengan interval minimal 3 jam, tapi tidak lebih dari

12 jam.(1)
Untuk kehamilan usia kehamilan lebih dari 12 minggu (84 hari).
Metode yang disarankan aborsi medis adalah 400 mg misoprostol
diberikan vagina atau sublingual, diulang setiap 3 jam sampai lima

dosis.(1)
Untuk kehamilan di luar 24 minggu, dosis misoprostol harus

dikurangi, karena sensitivitas yang lebih besar terhadap uterus.(1)


b. Dilatasi dan evakuasi (D & E) menggunakan aspirasi vakum dan forceps dan
metode medis (mifepristone dan misoprostol, misoprostol saja) adalah
keduanya metode yang dianjurkan untuk aborsi pada kehamilan lebih dari 12

29

sampai 14 minggu. Fasilitas harus menawarkan setidaknya satu, dan


sebaiknya kedua metode, jika mungkin, tergantung pada pengalaman penyedia
dan ketersediaanpelatihan.(1)
c. Persiapan serviks sebelum abortus secara operatif direkomendasikan untuk
semua

wanita

dengan

kehamilan

lebih

12-14

minggu,

walaupun

penggunaannnya dapat diterapkan pada seluruh usia kehamilan.Misoprostol


400 g pervaginal 3-4 jam atau 2-3 jam sublingual sebelum tindakan.
Alternatif lain yaitu 200 mg mifepristone peroral 36 jam sebelumnya. Atau
laminaria ditempatkan intracerviks 6 sampai 24 jam sebelum tindakan.(1)
d. Anestesi lokal, seperti lidokain dapat digunakan pada semua wanita ketika ada
rasa tidak nyaman dimana membutuhkan dilatasi serviks untuk abortus
operatif.(1)
Kematian embriofetal saat ini mudah untuk diverifikasi dengan teknologi
ultrasonografi,

sehingga

manajemen

dapat

segera

dilakukan

secara

individual.Terdapat pilihan terapi berupa farmakologi atau operatif.Tindakan


operasi merupakan tindakan definitif dan bersifat invasif sehingga tidak
diperlukan pada semua wanita. Penanganan secara farmakologi mungkin dapat
menghindari keharusan kuretase tetapi berkaitan dengan perdarahan yang tidak
dapat diperkirakan, dan beberapa wanita akan menjalani operasi yang tidak
dijadwalkan sebelumnya.(3)
Dari beberapa penelitian dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut:
a. Keberhasilan bergantung pada jenis atau tipe abortus yang terjadi.(3)
b. Pada abortus inkomplit spontan, penanganan secara menunggu menjadikan
abortus menjadi komplit pada beberapa kasus.(3)
c. Untuk missed abortion, tanpa penjelasan lebih lanjut, PGE1 yang diberikan
intravagina atau peroral efektif pada sekitar 85% kasus untuk
menyebabkan abortus menjadi komplit dalam 7 hari.(3)
d. Kuretase adalah resolusi cepat yang hampir 100% berhasil dalam
menuntaskan kegagalan kehamilan dini.(3)
Tabel 3. Teknik abortus(3)

30

Tabel 4. Perbandingan dengan Abortus medisinalis dengan abortus bedah(3)

A. Farmakologi
Terdapat terapi untuk abortus yang telah menjalani penelitian dan telah
digunakanantiprogesteron mifepristonedan prostaglandin misoprostol.Agen ini
menyebabkan abortus dengan cara meningkatkan kontraktilitas uterus disamping
menginhibisi progesteron dalam menghambat kontraksi uterus yang merupakan

31

mekanisme kerja mifepristone atau dengan menstimulasi miometrium secara


langsung yang merupakan mekanisme kerja dari misoprostol.Mifepristone adalah
antiprogestin berfungsi memblokir reseptor progesterone, sehingga jika digunakan
pada awal kehamilan rahim tidak akan mampu mempertahankan embrio yang
tumbuh. Mifepristone memblok reseptor progesteron. Sebagai hasilnya, terjadi
influks leukosit dan eritrosit ke lapisan desidua yang diikuti oleh pelepasan
prodtaglandin dan sitokin. Ditambah dengan adanya analog sintetik prostaglandin
E1 yang menyebabkan kontraksi yang kuat, yang diakibatkan oleh kekurangan
progesteron. Mifepristone juga memicu peningkatan prostaglandin endogen
sehingga membuka serviks dan membantu proses aborsi. Mifepristone
menyebabkan kolagen serviks berdegenerasi, yang mungkin akibat peningkatan
ekspresi matriks metalloproteinase-2.(3)
Sedangkan Misoprostol merupakan analog prostaglandin E1 sintetik. Pada
serviks, misoprostol menyebabkan peningkatan aktivitas kolagenase dan
mengubah komposisi proteoglikan sehingga menyebabkan pelembutan dan
penipisan serviks. Proses ini pada akhirnya akan mengakibatkan terjadinya
abortus spontan.Karena misoprostol dapat menurunkan aktivitas glukokortikoid
wanita dengan penyakit adrenal atau gangguan glukokortikoid didapat maka terapi
tidak boleh diberikan.(3,6)

Tabel 5. Macam regimen yang digunakan dalam terminasi kehamilan (3)

32

B. Tindakan Invasif
Berdasarkan American College of Obstetricians and Gynecologists(2005),
pasien dengan terapi medis dan memenuhi syarat untuk melakukan operasi
terpilih jika wanita tersebut dengan usia kehamilan <49 hari berdasarkan
perhitungan

menstruasi.

Evakuasi

secara

operasi

dibutuhkan

dalam

penatalaksanaan jika terdapat perdarahan hebat.Ketidakstabilan tanda vital atau


terjadi infeksi jaringan.6Kehamilan dapat diakhiri secara bedah melalui serviks
yang dibuka atau transabdominal dengan histerotomi atau histerektomi.(3)
1. Dilatasi dan Kuretase (D&C)
Jika evakuasi secara bedah akan digunakan, kuretase merupakan salah satu
metode dengan sedikit komplikasi. Komplikasi serius termasuk perforasi uterus,
adhesi intrauterin dan perdarahan harus dimasukkan dalam informasi ke semua
pasien.(6)
Pendekatan transservikal pada abortus dengan tindakan bedah mensyaratkan
bahwa serviks mula-mula harus dibuka (dilatasi) dan kemudian kehamilan
dievakuasi dengan mengerok keluarsecara mekanis (kuretase tajam). Aspirasi

33

vakum, merupakan bentuk tersering kuretase hisap, memerlukan kanula kaku


yang dihubungkan ke tabung suntik (syringe) sebagai sumber vakumnya.(3)
Kemungkinan penyulit meningkat setelah trimester pertama.Penyulit-penyulit
ini mencakup perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, pengeluaran janin tak
lengkap, plasenta tak lengkap dan infeksi.Karena itu kuretase tajam atau hisap
sebaiknya dilakukan sebelum 14-15 minggu.(3)
Setelah pemeriksaan bimanual dilakukan untuk menentukan ukuran dan
orientasi uterus, dilakukan pemasangan spekulum, dan serviks diusap dengan
larutan antiseptik.Bibir serviks dijepit dengan tenakulum bergigi. Anestesi lokal
misalnya 5 ml lidokain 1-2%, dapat disuntikkan di arah jam empat dan delapan
pangkal serviks. Jika diperlukan serviks dapat diperlebar kembali dengan dilator
Hegar, Hank, atau Pratt sampai kanula penghisap dengan garis tengah yang sesuai
dapat dimasukkan.Jari tangan keempat dan kelima dari tangan yang memasukkan
dilator harus bertumpu pada perineum dan bokong sewaktu dilator didorong
melalui ostium internum.(3)

Gambar 13. Pemasangan dilator Hegar(3)

Cara ini memperkecil dilatasi paksa dan merupakan pengamanan terhadap


perforasi uterus.Pemasangan sonde uterus mengukur kedalaman dan arah rongga
uterus sebelum insersi kanula.Kanula penghisap didorong ke arah fundus dan
kemudian ditarik ke arah ostium dan diputar secara berkeliling untuk mencakup
keseluruhan permukaan rongga uterus.(3)

34

Gambar 14. Pemasangan kanula penghisap(3)

Jika tidak ada lagi jaringan yang terhisap maka dilakukan kuretase tajam
secara hati-hati untuk membersihkan semua potongan jaringan janin atau plasenta
yang tersisa.(3)

Gambar 15. Penggunaan kuret tajam(3)

2. Dilatasi dan Evakuasi (D&E)


Dimulai pada 16 minggu, ukuran dan struktur janin menentukan pemakaian
teknik ini.Dilatasi serviks yang dicapai dengan dilator logam atau higroskopik,
mendahului destruksi mekanis dan evakuasi bagian-bagian janin.Setelah janin
keluar maka plasenta dan jaringan yang tersisa dikeluarkan dengan kuret vakum
berdiameter besar.(3)
3. Dilatasi dan Ekstraksi (D&X)
Ini serupa dengan dilatasi dan evakuasi kecuali bahwa evakuasi hisap isi
intrakranium setelah melahirkan tubuh janin melalui serviks yang telah membuka
membantu ekstraksi dan memperkecil kemungkinan cedera uterus atau serviks
akibat instrumen atau tulang janin. Dalam istilah lain tindakan ini disebut partial
birth abortion. Trauma akibat dilatasi mekanis dapat dikurangi dengan
35

menggunakan alat yag secara perlahan membuka serviks. Alat ini yang disebut
dilator higroskopik(laminaria), menyerap air dari jaringan serviks dan
mengembang, secara perlahan membuka serviks.Salah satu alternatif untuk
dilatasi serviks adalah pemberian prostaglandin di forniks posterior vagina untuk
membantu dilatasi selamjutnya.(3)

Gambar 16. Pemasangan Laminaria untuk dilatasi serviks(3)

VIII. DIAGNOSIS BANDING


Salah satu komplikasi terbanyak pada kehamilan ialah perdarahan. Perdarahan
dapat terjadi pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan muda sering dikaitkan
dengan kejadian abortus, misscarriage, early pregnancy loss.Jika terjadi
perdarahan pada usia kehamilan muda maka patut dipikirkan adanya abortus,
kehamilan ektopik, atau mola hidatidosa.(4)
A. Kehamilan Ektopik
Kehamilan ektopik adalah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang
telah dibuahi tidak menempel pada dinding endometrium kavum uteri.Pada
kehamilan ektopik penderita umumnya menunjukkan gejala-gejala kehamilan
muda, dan mungkin merasa sedikit nyeri di perut bagian bawah yang tidak terlalu
dihiraukan.Pada pemeriksaan vaginal didapatkan uterus membesar dan lembek
walaupun mungkin tidak sebesar tuanya kehamilan.selain itu dapat dilakukan
usaha menggerakkan serviks uteri yang menimbulkan nyeri yang disebut nyeri
goyang serviks (+) atau slinger pain. Demikian pula kavum douglasi menonjol
dan nyeri pada perabaan oleh karena terisi oleh darah.(4)
Apabila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi ruptur pada tuba
tempat lokasi nidasi kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda yang khas
36

yaitu timbulnya sakit perut mendadak yang kemudian diikuti dengan syok atau
pingsan. Ini adalah tanda khas terjadinya kehamilan ektopik terganggu.(4)
Pada kehamilan ektopik terganggu nyeri adalah keluhan utama.Rasa nyeri
mula-mula terdapat pada satu sisi tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga
perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah.Darah
dalam rongga perut dapat merangsang diafragma sehingga menyebabkan nyeri
bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina menyebabkan defekasi yang
nyeri.(4)
Perdarahan pervaginam merupakan tanda penting kedua pada KET.Hal ini
menunjukkan kematian janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan
desidua.Perdarahan biasanya berwana coklat tua bila berasal dari uterus.(4)
Pada USG didapatkan gambaran uterus yang tidak memiliki kantong gestasi
dan gambaran kantong gestasi yang berisi mudigah berada diluar uterus. Apabila
sudah terganggu (ruptur) maka kantong gestasi sudah tidak jelas tetapi akan
didapatkan massa hiperekoik yang tidak beraturan, tidak berbatas tegas, dan
disekitarnya didapatkan gambaran cairan bebas (gambaran darah intraabdominal).
Bila tidak tersedia fasilitas USG dapat dilakukan pemeriksaan pungsi kavum
Douglasi (kuldosentesis).(4)
B. Mola Hidatidosa
Mola Hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar
dimana tidak ditemukan janin dan hampir seluruh vili korialis mengalami
perubahan berupa degenerasi hidropik. Secara makroskopik mola hidatidosa
mudah dikenali yaitu berupa gelembung-gelembung putih, tembus pandang, berisi
cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa milimeter sampai satu atau
dua cm. Secara histopatologi yang khas dari mola hidatidosa adalah edema stroma
vili, tidak ada pembuluh darah pada vili/degenerasi hidropik dan proliferasi sel-sel
trofoblas.(4)
Pada awalnya gejala mola hidatidosa sama pada gejala awal kehamilan namun
kemudian perkembangannya lebih pesat, sehingga didapatkan besar uterus lebih
besar dari usia kehamilan.(4)

37

Perdarahan merupakan gejala utama mola hidatidosa yang biasa terjadi pada
bulan pertama sampai ke tujuh dengan rata-rata 12-14 minggu.Sifat perdarahan
bisa intermitten sedikit-sedikit atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok
atau kematian.Mola biasanya disertai dengan preeklampsia hanya perbedaannya
preeklampsia pada mola terjadi pada kehamilan lebih muda dari pada kehamilan
biasa.Pada USG didapatkan gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow
flake pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).(4)
Pada kehamilan trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga
seringkali sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
inkomplit, atau mioma uteri.(4)
IX. KESIMPULAN
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan <20 minggu
dan atau berat janin <500 gram. Berdasarkan mekanisme terjadinya abortus
dibedakan menjadi 2 yaitu abortus spontan dan abortus provokatus. Abortus
spontan jika tidak ada usaha yang dilakukan dalam proses pengeluaran hasil
konsepsi. Berdasarkan derajatnya abortus spontan ini terbagi menjadi abortus
iminens, insipiens, inkomplit, komplit, dan missed abortion. Sedangkan dikatakan
abortus provokatus jika yang terjadi secara sengaja dilakukan. Abortus provokatus
ini dibagi menjadi dua yaitu abortus provokatus medisinalis dan abortus
provokatus kriminalis.
Terdapat beberapa etiologi yang dapat menyebabkan kejadian abortus yang
dibagi dalam 3 faktor yaitu faktor janin, faktor ibu, dan faktor ayah. Dari faktor
janin sendiri dapat terjadi akibat adanya anomali kromosom dan trombofilia
herediter yang termasuk didalamnya adalah adanya mutasi gen yang mengatur
koagulasi. Dari faktor ibu dapat terjadi jika ditemukan adanya infeksi, penyakit
endokrin (hipotiroid dan diabetes melitus), defisiensi progesteron, anomali
struktur uterus, gangguan imunologi, inkompeten serviks, atau pada penggunaan
obat-obatan.
Dapat dicurigai adanya abortus jikadari anamnesis biasa didapatkan adanya
perdarahan pervaginam yang diikuti dengan rasa kram dan nyeri pada perut
38

beberapa saat kemudian. Nyeri ini juga dapat dipersepsikan sebagai perasaan tidak
nyaman daerah suprapubik. Dari pemeriksaan USG dapat ditemukan gambarang
kantong gestasi yang kosong. Adapun diagnosis banding pada perdarahan
kehamilan muda selain abortus adalah kehamilan ektopik dan mola hidatidosa.
Terdapat beberapa pilihan terapi dalam penatalaksanaan kasus abortus yaitu
dapat secara konservativ, farmakologi dan operatif. Jika pada kasus abortus
imminens dimana hanya terdapat ancaman keguguran, pasien dapat diminta untuk
istirahat total selama 3 hari dan tidak diperbolehkan melakukan aktivitas apapun.
Jenis obat yang saat ini sering digunakan adalah mifepristone yang bekerja
memblok reseptor progesteron dan misoprostol yang bekerja dengan merangsang
kontraksi uterus. Adapun terapi operatif yang paling umum digunakan adalah
kuretase.

39

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization. 2012. Safe Abortion: technical dan policy
guidance

for

health

system,

2nd

ed.Switzerland;

WHO

Library

Cataloguing-in-Publication Data.
2. Templeton,A, David A. Grimes. 2011. DA.A Request for Abortion In New
England Journals of Medicine. United Kingdom; Department of
Obstetrics and Gynaecology, Aberdeen Maternity Hospital publishing.
3. Cunningham, FG. 2005. Williams Obstetrics 23thed. United States of
America; The mcgraw-Hill Companies publishing.p 134-145
4. Hadijanto B. 2009. Kelainan Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta; Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.p 460-474.
5. Rivard,CI dkk. 2002. Absence of Association of Thrombophilia
Polymorphisms with Intrauterine Growth Restriction In New England
Journals of Medicine.
6. Edmonds,K. 2007. Dewhursts textbook of Obstetrics & Gynaecology.
London; Blackwell Publishing.
7. Tanuwijaya,F. Abortion on Law and Moral Perpective in Indonesia.
Journal of Law, Policy and Globalization.2014
8. Anwar M, Baziad A, Prabowo P. 2011. Edisi 3. Jakarta; Penerbit Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
9. Putz R, Pabst R. 2010. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2 Edisi 22.
Jakarta;EGC.
10. Norwitz, ER dkk. 2001. Implantation and the Survival Of Early
Pregnancy: Mechanism of Disease. New England Journals of Medicine.
11. Sherwood L. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem Edisi 2.
Jakarta;EGC.
12. American

College

of

Gynecologists.2015.Miscarriage.Washington,

Obstetricians
DC;

Harvard

and
Medical

School of Harvard University publishing.

40

Anda mungkin juga menyukai