1999). Meskipun rinosinusitis kebanyakan disebabkan oleh infeksi virus dan sebagian
besar sembuh tanpa terapi antibiotik, penyakit ini dilaporkan sebagai salah satu dari
lima penyakit terbanyak yang diberi antibiotik dengan hampir 13 juta resep ditulis
dokter setiap tahun (FESS, 1996). Di Kanada pada tahun 2003, diperoleh angka
prevalensi rinosinusitis kronik sekitar 5% dengan perbandingan wanita dan pria yaitu 6
banding 4 (6:4), lebih tinggi pada kelompok wanita (Hamilos, 2000).
Berdasarkan European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps,
penelitian di Belanda pada tahun 1999, menunjukkan bahwa sekitar 8,4% populasi
setidaknya pernah menderita satu episode rinosinusitis akut pertahunnya. Insidensi
kunjungan ke dokter-dokter untuk keluhan rinosinusitis akut di Belanda pada tahun
2000 adalah sekitar 20 per 1000 laki-laki dan 33,8 per 1000 wanita (Fokkens, 2007).
Prevalensi rinosinusitis di Indonesia cukup tinggi, terbukti pada data dari
DEPKES RI tahun 2003, menyebutkan bahwa penyakit tersebut berada pada urutan ke25 dari 50 pola penyakit peringkat utama. Menurut Elise (2003), menyatakan bahawa di
Indonesia ternyata prevalensi penyakit ini tidak bisa dibilang rendah malah cenderung
menunjukkan peningkatan. Hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang menyebutkan
bahwa gejala rinosinusitis di Jawa dan Bali meningkat 7,5 persen pertahun.
Menurut Soejipto (2007) dalam tulisan Multazar (2008), data dari Divisi
Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah pasien
rinologi pada waktu itu adalah 435 pasien, 69% (300 pasien) menderita rinosinusitis
kronis. Di Poliklinik THT-KL RS Hasan Sadikin Bandung pada periode Januari 2007
hingga Desember 2007 menunjukkan terdapat 168 pasien rinosinusitis (64,29%) dari
seluruh pasien Rinologi (Lasminingrum, 2008). Di Departemen THT-KL Kedokteran
UGM/RS Dr. Sardijito Yogyakarta tahun 2006-2007 didapatkan 118 pasien rinusinusitis
tomografi komputer sinus paranasalis di RSUP Haji Adam Malik pada tahun 2012.
Pengambilan sampel adalah berdasarkan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi
penelitian ini ialah pasien rinosinusitis yang dirujuk untuk pemeriksaan tomografi
komputer sinus paranasalis. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini ialah pasien dengan
riwayat trauma, tumor, kista retensi dan kanker. Berdasarkan data rekam medis, jumlah
kasus rinosinusitis yang berobat di Departemen THT, RSUP Haji Adam Malik Medan
pada tahun 2012 adalah sebanyak 475 orang pasien. Responden penelitian ini adalah
pasien rinosinusitis yang dirujuk ke Departmen Radiologi, RSUP Haji Adam Malik
untuk pemeriksaan tomografi komputer sinus paranasalis yaitu sebanyak 67 orang
Frekuensi (n)
Persentase (%)
(Tahun)
0-15
16-30
31-45
46-60
>60
Total
5
16
21
14
11
67
7,5
23,9
31,3
20,9
16,4
100,0
Tabel 2
Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Frekuensi (n)
31
36
67
Persentase (%)
46,3
53,7
100
Pada Tabel 3 dijelaskan bahwa lokasi sinus yang paling banyak terinfeksi pada
pasien rinosinusitis adalah sinus maksilaris yaitu 32 orang pasien (47,8%) dan lokasi
sinus yang paling sedikit terinfeksi adalah sinus sfenoidalis dan sinus frontalis yaitu
masing-masing 1 orang pasien (1,5%).
Tabel 3
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Single sinusitis :
sinusitis maksilaris
32
47,8
sinusitis etmoidalis
3,0
sinusitis sfenoidalis
1,5
sinusitis frontalis
1,5
Multiple sinusitis :
sinusitis maksilaris serta etmoidalis
13
19,4
1,5
4,5
4,5
0,0
0,0
3,0
3,0
0,0
0,0
7
67
10,4
100,0
Pansinusitis :
maksilaris, etmoidalis, sfenoidalis, frontalis
Total
Frekuensi (n)
36
31
67
Persentase (%)
53,7
46,3
100,0
Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa komplikasi yang paling banyak diderita
oleh pasien rinosinusitis adalah mukokel yaitu sebanyak 4 orang (6,0%)
serta
komplikasi yang paling sedikit diderita oleh pasien adalah kelainan pada tulang yaitu
hanya 1 orang pasien (1,5%). Penelitian juga menunjukkan bahwa 62 orang dari total
67 orang pasien tidak menderita sebarang komplikasi (92,5%).
Tabel 5
Komplikasi rinosinusitis
kelainan pada orbital
kelainan pada intrakranial
kelainan pada tulang
Mukokel
Piokel
kelainan paru
tidak ada
Frekuensi (n)
0
0
1
4
0
0
62
Persentase (%)
0,0
0,0
1,5
6,0
0,0
0,0
92,5
Total
Menurut tabel 1,
67
didapat usia
100,0
pasien
Polyps pada tahun 2007 yang menyatakan bahwa usia yang paling banyak menderita
rinosinusitis adalah pasien yang usia <50 tahun. Varonen (2003) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa pasien-pasien rinosinusitis yang menjadi subjek penelitiannya
berasal dari umur 18-75 tahun, dengan umur rata-rata yaitu 39,7 tahun.
Menurut Hilger (1997), anak-anak dikatakan lebih cenderung rentan terhadap
infeksi virus serta alergi pada saluran nafas atas berbanding dengan orang dewasa.
Namun penelitian ini tidak sejajar dengan kutipan Hilger. Kunjungan pasien dalam
kelompok 0-15 tahun adalah yang paling sedikit yaitu 5 orang pasien. Hal ini mungkin
karena:1) perubahan sikap dan prilaku orang tua yang memilih usaha preventif terhadap
dampak kesehatan anak; dan 2) pasien pada kelompok usia 0-15 tahun akan datang
berobat ke Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak oleh karena di RSUP Haji Adam Malik,
Poliklinik Ilmu Kesehatan Anak menerima pasien pada kelompok umur 0-18 tahun.
Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa jumlah sampel berjenis kelamin
perempuan lebih banyak yaitu sekitar 36 orang (53,7%) dibandingkan laki-laki yaitu 31
orang (46,3%). Hasil tersebut sesuai dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya, bahwa
pasien rinosinusitis berdasarkan jenis kelamin menunjukkan lebih banyak diderita oleh
perempuan dibandingkan laki-laki. Nasution (2007), dalam penelitiannya pada 30
penderita didapatkan perempuan sebanyak 18 penderita (60%) dan laki-laki sebanyak
12 penderita (40%) menderita rinosinusitis. Dari data diatas tampak penelitian ini tidak
jauh berbeda dari penelitian sebelumnya yang mendapatkan kelompok perempuan
paling banyak dibandingkan dengan laki-laki. Banyaknya penderita perempuan
dimungkinkan karena yang datang berobat lebih banyak perempuan dan pada umumnya
perempuan lebih peduli dengan keluhan sakit sehingga lebih cepat datang berobat.
European Position Paper on Rinosinusitis and Nasal Polyps pada tahun 2007
menyatakan wanita lebih cenderung menderita rinosinusitis karena dari beberapa teori
menunjukkan terdapat efek hormonal dari estrogen, progesteron dan placetal growth
hormon pada mukosa nasal dan pembuluh darah (Fokken, 2007).
Tabel 3 menunjukkan bahwa pasien rinosinusitis paling sering terinfeksi sinus
maksilaris yaitu 32 orang dari total 67 orang pasien (47,8%). Pada beberapa pasien,
infeksi pada sinus tidak hanya melibatkan satu sinus saja tetapi bisa terinfeksi kepada
beberapa sinus atau lebih yang dikenali sebagai multisinusitis. Pada penelitian ini,
didapati bahwa infeksi yang melibatkan dua atau lebih sinus terbanyak didapatkan pada
lokasi
sfenoidalis yaitu 1 orang pasien (1,5%). Semua sisi sinus pasien juga bisa terinfeksi dan
keadaan ini dikenali sebagai pansinusitis. Penelitian ini menunjukkan terdapat 7 orang
pasien (10,4%) yang terinfeksi atau pansinusitis, yaitu mempunyai semua sisi sinus
yang terinfeksi.
Penelitian Sogebi (2008) menyatakan bahwa sinus maksilaris merupakan lokasi
sinus yang paling banyak mendapatkan kelainan yaitu sebanyak 70,51%, sedangkan
sinus sfenoidalis merupakan lokasi sinus yang paling jarang terdapat kelainan yaitu 0%.
Penelitian case series oleh Frisdiana (2010) d RS. Santa Elisabeth Medan pada tahun
unilateral yaitu sebanyak 36 orang pasien (53,7%) berbanding secara bilateral yaitu
sebanyak 31 orang pasien (46,3%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Hong Soo Shin
(1986). Kejadian ini adalah karena walaupun pasien mengalami multisinusitis, namun
infeksi sinus tersebut hanyalah terjadi pada satu sisi wajah saja. Ini adalah karena faktor
kelainan anatomi dan struktur hidung seperti deviasi septum, hipertrofi konka, dan polip
yang turut memainkan peranannya dalam memicu rinosinusitis.
Komplikasi yang diderita oleh pasien rinosinusitis adalah mukokel yaitu
sebanyak 4 orang (6,0%) serta komplikasi yang paling sedikit diderita oleh pasien
adalah kelainan pada tulang yaitu hanya 1 orang pasien (1,5%). Penelitian juga
menunjukkan bahwa 62 orang dari total 67 orang pasien tidak menderita komplikasi
(92,5%). Penelitian Frisdiana (2010), menunjukkan bahwa 102 pasien rinosinusitis yang
dirawat di RS Santa Elisabeth dari tahun 2006-2010, semuanya tidak ada komplikasi.
Simpulan dan saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa, pasien
rinosinusitis yang dirujuk ke Departemen Radiologi untuk pemeriksaan
tomografi
komputer sinus paranasalis adalah seperti berikut pasien rinosinusitis yang datang
berobat di Departemen THT, RSUP Haji Adam Malik adalah sebanyak 475 orang dan
dirujuk adalah sebanyak 67 orang pasien pada tahun 2012, dimana paling banyak
adalah pada kelompok umur
adalah
(53,7%), distribusi lokasi sinus yang paling banyak terinfeksi pada pasien rinosinusitis
adalah sinus maksilaris yaitu 32 orang pasien (47,8%), jumlah sisi sinus terinfeksi
pasien rinosinusitis lebih sering terjadi secara unilateral yaitu sebanyak 36 orang pasien
(53,7%), dan komplikasi yang paling banyak diderita oleh pasien rinosinusitis adalah
mukokel yaitu sebanyak 4 orang (6,0%) .
Penelitian selanjutnya mengenai pasien rinosinusitis yang dirujuk untuk
pemeriksaan tomografi komputer sinus paranasalis sebaiknya menggunakan populasi
penelitian yang lebih luas dengan menggunakan data dari beberapa rumah sakit, yang
bertujuan untuk memperkaya data sehingga karekteristik gambaran tomografi komputer
pasien rinosinusitis dapat dikenali dengan lebih baik. Pihak RSUP Haji Adam Malik
sebaiknya meningkatkan kualitas dan melengkapi data rekam medis pasien, sehingga
penelitian yang akan dilakukan dapat memberikan hasil yang lebih tepat. Masyarakat
harus diberi edukasi tentang bahaya, masalah-masalah atau komplikasi yang mungkin
timbul akibat dari rinosinusitis sehingga pasien sadar dan dapat berobat dengan lebih
awal.
Daftar pustaka
Adam, G.L. Boies LC, PA (eds). (1989). Fundamentals Otholaryngology. Philadelphia,
W.b.Saunderss, : 249-270
Ballenger, J.J. (2002). Infeksi Sinus Paranasal.Dalam: Saputra, L., ed. Penyakit Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher. Edisi 1. Jakarta: Binarupa Aksara, 1-25
Brook,
I.
(2012).
Chronic
Sinusitis.WebMD
LLC.
Available
at:
http://emedicine.medscape.com/article/232791-overview
Accessed [ 12/4/2014 ]
Campbell, G.D. (2014) Pathophysiology of Rhinosinusitis, In:(Adult chronic sinusitis
and its complication). Pulmonary>critacal care update(PCCU):16, lesson 20.7
Fees, S. H. (1996), Endoscopic diagnosis and surgery of the paranasal sinuses and
anterior skull base. Tin Messerklingertechnique and advanced applications the
Graz School. Karl-Franzens University Graz, Austria,: -20.
Frisdiana, Y. ( 2010). Karakteristik penderita rinosinusitis kronik rawat inap di Rumah
Sakit Santa Elisabeth Medan pada tahun 2006-2010.Universitas Sumatera Utara.
Available at: http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/28871.pdf [Accessed
15 September 2014].
Fokkens W. et al, (2007).European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal
Polyps.Rhinology
45
Supplement
20.
Available
at:
in
Sagamu.Nigerian
Medical
Practitioner.Available
at:
http://www.ajol.info/index.php/nmp/article/viewFile/28944/38084 [Accessed 20
September 2014]
Varonen, H. ( 2003). Acute rhinosinusitis in primary care: a comparison of symptoms,
signs,
ultrasound,
and
radiography,
Rhinology
Journal.
Available
at:
http://ww.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/37_43_Varonen.pdf [Accessed
15 September 2014]