Anda di halaman 1dari 7

4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Uji Impak
Uji impak digunakan untuk menentukan kecenderungan material untuk

rapuh atau ulet berdasarkan sifat ketangguhannya. Uji ini akan mendeteksi
perbedaan yang tidak diperoleh dari uji tarik. Hasil uji impak juga tidak dapat
membaca secara langsung kondisi perpatahan spesimen, sebab tidak dapat
mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi pada
spesimen. Sejumlah uji impak spesimen bertakik dengan berbagai desain telah
dilakukan dalam menentukan perpatahan rapuh pada logam. Metode yang telah
menjadi standar untuk uji impak ini ada 2, yaitu uji impak metode Charpy dan
metode Izod. Metode charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, sedangkan
metode izod lebih sering digunakan di sebagian besar dataran Eropa.
Spesimen uji charpy memiliki spesifikasi luas penampang 10 mm x 10
mm, takik berbentuk V dengan sudut 45, kedalaman takik 2 mm dengan radius
pusat 0.25 mm. Proses pembebanan uji impak pada metode charpy yaitu spesimen
diletakkan horizontal pada batang penumpu dan diberi beban secara tiba-tiba di
belakang sisi takik oleh pendulum berat yang berayun (kecepatan pembebanan 5
m/s). Spesimen diberi energi untuk melengkung sampai kemudian patah pada laju
regangan yang tinggi hingga orde 103s-1. Spesimen izod memiliki luas penampang
berbeda dan takik berbentuk v yang lebih dekat pada ujung batang. Dua metode

ini juga memiliki perbedaan pada proses pembebanan seperti terlihat pada
Gambar 2.1 [1].

Gambar2.1MetodePembebananpadaUjiImpakCharpydanIzod[1]

2.2

Energi pada Pengujian Impak


Pada pengujian impak, energi yang diberikan mesin dapat dihitung yaitu

dengan menghitung energi potensialnya:


Ep = m*g*h........................................................................................ (1)
Pada kasus pengujian impak maka:
m = massa bandul
g = gravitasi
h = tinggi bandul
Ketika bandul berada pada ketinggian h1, bandul memiliki energi potensial
maksimum dan energi kinetik nol. Ketika bandul menumbuk spesimen
(ketinggian = nol), bandul memiliki energi kinetik terbesar.
Maka untuk menghitung energi yang diserap oleh material, kita dapat
menghitung selisih energi potensial ketika bandul belum berayun (h1) dan setelah

berayun (h2) sesuai pada Gambar 2.2. Pada Gambar 2.2 juga terdapat skematik
dari mesin uji impak [2]:
Energi yang diserap = Ep1 Ep2
= m.g.h1 m.g.h2........................................................(2)

Gambar2.2SkematikMesinUjiImpak[3]
Pada pengujian charpy, kehilangan energi pada bantalan poros maupun
kerugian gesekan udara diabaikan, sehingga energi yang dihitung dapat dipastikan
murni.

2.3

Pengujian Impak Metode Charpy


Pengujian impak Charpy (juga dikenal sebagai tes Charpy v-notch)

merupakan standar pengujian dengan laju regangan tinggi, dan menentukan


jumlah energi yang diserap oleh bahan saat terjadi patahan. Energi yang diserap
adalah ukuran ketangguhan material dan dapat mengetahui transisi ulet ke getas.
Metode ini banyak digunakan pada industri, karena mudah pada preparasinya dan
mudah dilakukan. Kemudian hasil pengujian dapat diperoleh dengan cepat dan

murah. Tes ini dikembangkan pada 1905 oleh ilmuwan Perancis Georges Charpy.
Pengujian ini penting dilakukan untuk memahami masalah patahan kapal pada
Perang Dunia II. Metode pengujian material ini sekarang digunakan di banyak
industri untuk menguji material yang digunakan dalam pembangunan kapal,
jembatan. Pengujian ini dapat digunakan juga untuk menentukan ketangguhan
material, apakah tetap tangguh pada lingkungan di lapangan [4].
Hasil uji impak biasanya diukur dari energi yang diserap oleh material
ketika patah. Pada logam biasanya dinyatakan dalam foot-pound, dibaca langsung
pada dial di mesin uji impak. Di Eropa hasil pengujian impak sering dinyatakan
dalam energi yang diserap per unit luas penampang spesimen, yaitu harga impak
(HI). Harga impak (HI) didefinisikan sebagai perbandingan antara energi yang
digunakan untuk mematahkan bahan (E) dengan luas penampang sisa setelah
diberi takikan (A) [5].
............................................................................................... (3)
Keterangan :
E = Energi yang diserap oleh benda uji (Joule)
A = Luas penampang di bawah takik (mm2)
Keuletan sering juga diukur, seperti persen kontraksi pada takik. Data
tersebut digunakan sebagai informasi tambahan. Perpatahan pada spesimen perlu
diperiksa agar diketahui jenis perpatahannya, apakah berserat (fibrous), granular
(pembelahan/cleavage), atau keduanya [1].
Perpatahan berserat (fibrous fracture) terjadi karena perpatahan mengikuti
batas butir sehingga berbentuk serat. Karakteristik tersebut terdapat pada logam

yang ductile atau ulet. Permukaannya menyerap cahaya dan buram, sedangkan
perpatahan granular/kristalin dihasilkan oleh mekanisme pembelahan (cleavage)
yaitu terpotongnya butir-butir logam tanpa memperdulikan batas butir.
Karakteristik tersebut dimiliki oleh logam yang brittle atau getas. Permukaannya
datar, dan mampu memantulkan cahaya sehingga terlihat mengkilap. Perpatahan
tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.3 [1].

Gambar 2.3 Permukaan Perpatahan Hasil Uji Impak Charpy pada


TemperaturyangBerbedabeda.Kiri40oF,Tengah100 oF,
Kanan 212oF. Area Granular Sedikit Demi Sedikit
Berkurang dan Kontraksi Lateral Bertambah pada Takik,
SeiringBertambahnyaTemperatur[1]
Pengujian impak charpy akan sangat berarti jika dilakukan dalam range
temperatur, sehingga diketahui pada temperatur berapa suatu material berubah
sifatnya dari ulet menjadi getas. Hasilnya akan didapatkan kurva yang dikenal
sebagai kurva DBTT (ductile-brittle transition temperature) seperti Gambar 2.4.

Energi yang diserap material berkurang seiring dengan berkurangnya


temperatur,tetapipengurangantersebuttidakterlalutajamditemperaturtertentu.
Oleh karena itu, menentukan temperatur transisi secara akurat merupakan hal
yang sulit. Temperatur transisi ini sangat penting ketika memilih material
berdasarkanketangguhannyaatauketahananterhadapperpatahangetas.Gambar
2.4menjelaskanbahwamengandalkanketahananimpakpadasatutemperatursaja
akan sangat menyesatkan. Baja A memiliki ketangguhan lebih tinggi pada
temperaturruang,tetapimemilikitemperaturtransisiyanglebihtinggidaripada

Gambar 2.4 Kurva DBTT dari Dua Baja, Menunjukkan Perbedaan


KetangguhanPadaPerbedaanTemperatur[1].
BajaB.Olehkarenaituperludipilihmaterialyangmemilikitemperaturtransisi
paling rendah. Hasil pengujian impak charpy memiliki kecenderungan untuk
scatter(datanyabervariasidannaikturun),terutamapadadaerahtransisi.Scatter
ini terjadi karena beberapa sebab, yaitu variasi sifat yang terlokalisir pada
material,sertasulitnyapreparasiuntukmembentuktakikyangsempurna.

10

Takik tersebut merupakan hal yang sangat penting, karena bentuk dan
kedalamannya akan sangat mempengaruhi hasil pengujian. Perbedaan ukuran
akanmengakibatkankonsentrasiteganganyangberbedapula[1].

Anda mungkin juga menyukai