Anda di halaman 1dari 36

Laboratorium / SMF Ilmu Kesehatan Anak

Tutorial klinik

Program Pendidikan Dokter Universitas Mulawarman


RSUD A.W.Sjahranie Samarinda

GIZI BURUK TIPE MARASMUS + BRONKOPNEUMONIA

Disusun Oleh:

Radhiyana Putri

0910015031

Pembimbing:

dr. Diane M. Supit, Sp. A

Dipresentasikan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik


Laboratorium/SMF Ilmu Kesehatan Anak
FK UNMUL

Samarinda
2016

BAB 1
RESUME
Pasien MRS pada tanggal 4 April 2016 melalui Poliklinik Anak RSU A.W.
Sjahranie Samarinda.
1. Identitas Pasien:
Nama
: An. I
Umur
: 11 bulan
Alamat
: Jl. Abdul Muthalib gg. Mawar Samarinda
Jenis kelamin
: Perempuan
Tanggal masuk
: 4 April 2016
2. Identitas Ayah Pasien:
Nama
: Tn. H
Umur
: 33 tahun
Alamat
: Jl. Abdul Muthalib gg. Mawar Samarinda
Pekerjaan
: Swasta
Pendidikan terakhir : SMA
3. Identitas Ibu Pasien:
Nama
: Ny. M
Umur
: 29 tahun
Alamat
: Jl. Abdul Muthalib gg. Mawar Samarinda
Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga
Pendidikan terakhir : SMA
4. Anamnesis:
Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesa pada tanggal 13 April 2016 dengan
ibu kandung pasien.
Keluhan Utama :
Berat badan tidak naik
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu Pasien mengeluhkan berat badan pasien yang tidak naik. Hal ini telah dialami
sejak pasien berusia 3 bulan. Ibu selalu membawa pasien ke posyandu setiap
bulan, namun sejak usia 3 bulan berat badan pasien tidak bertambah. Pada usia 5
bulan, berat badan pasien justru turun dibandingkan berat badan sebelumnya. Ibu
pasien mengaku, sejak usia 3 bulan, pasien mudah mengalami sakit. Pasien sering
2

mengalami batuk yang hilang timbul. Batuk sering dialami sejak usia 3 bulan.
Batuk yang dialami biasanya terjadi hingga 2 minggu kemudian menghilang
namun kemudian dapat muncul kembali. Pasien juga sering mengalami demam
bersamaan dengan terjadinya batuk. Demam yang dialami pun hilang timbul. Ibu
pasien juga mengatakan bahwa pasien hanya diberikan ASI, karena pasien
biasanya tidak mau meminum susu formula atau makanan lainnya. Berat waktu
pasien lahir yaitu 3500 gr dan panjang badan 50 cm, sejak 6 bulan terkhir berat
badan pasien semakin turun dan beratnya saat pertama kali masuk RS adalah 5,6
kg.
Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien tidak pernah mengalami penyakit yang serupa sebelumnya.


Pasien sempat dirawat di RS 3 minggu yang lalu karena mengalami muntah
Riwayat alergi, asma, dan penyakit jantung bawaan disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus, hipertiroid, alergi, dan batuk

lama pada orangtua pasien.


keluarga pasien tidak ada yang mengalami gizi buruk.

Riwayat Psikososial :

Tetangga pasien ada yang menderita batuk lama dan telah periksa di
puskesmas setempat dan dinyatakan TB paru, namun tetangga tersebut tidak
berobat

Riwayat Saudara-Saudaranya :
Hamil
ke

Kondisi
saat
lahir

Jenis
persalinan

Usia
(tahun)

Sehat/
tidak

1
2
Pasien

Aterm
Aterm
Aterm

Spontan
Spontan
Spontan

11 tahun
5 tahun
11 bulan

Sehat
Sehat
Sakit

Umur
meninggal

Sebab
meninggal

Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak :


3

Berat badan lahir

:3500 gram

Panjang badan lahir

: 50 cm

Berat badan sekarang

: 5,8 kg

Panjang badan sekarang

: cm

Gigi keluar

: 8 bulan

Tersenyum

: 2 bulan

Miring

: 2 bulan

Tengkurap

: 3 bulan

Duduk

: 8 bulan

Merangkak

: 9 bulan

Berdiri

: 11 bulan

Berjalan

: belum bisa

Makan dan minum anak


ASI

: ASI hingga saat ini

Susu sapi

:-

Jenis susu

:-

Bubur susu

:-

Tim saring

: 10 bulan

Buah

:-

Lauk dan makan padat

:-

Pemeliharaan Prenatal
Periksa di

: Praktek Bidan

Penyakit Kehamilan

:-

Obat-obatan yang sering diminum

: Vitamin penambah darah

Riwayat Kelahiran :
Lahir di

: Bidan

Persalinan ditolong oleh

: Bidan

Berapa bulan dalam kandungan

: 9 bulan(aterm)

Jenis partus

: Spontan
4

Pemeliharaan postnatal :
Periksa di
Keadaan anak

: Posyandu
: Sehat, mulai sering sakit usia 3 bulan

Keluarga berencana

: Ya

Jenis kontrasepsi

: Suntik 3 bulan

IMUNISASI
Imunisasi

BCG
Polio
Campak
DPT
Hepatitis B

Usia saat imunisasi


I
II

III

IV

Booster

Booster II

+
+
+
+

///////
///////
-

///////
///////
///////
///////

I
///////
///////
-

///////
///////
-

////////
+
-

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
GIZI BURUK
3.1 Definisi
Gizi buruk merupakan status kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi,
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata.Zat gizi yang dimaksud bisa berupa
protein, karbohidrat dan kalori.Keadaan tersebut ditandai dengan BB/PB < -3 SD
dari median WHO child growth standard, atau < 70 % dari median serta pada anak
usia 5-59 bulan lingkar lengan atas <11 cm. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwashiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya (marasmus-kwashiokor). Gizi buruk ini biasanya terjadi pada anak balita
(bawah lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar).
Gizi buruk (severe malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya
dipakai oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran (Nelson, Behrman, &
Kliegman, 2000).
Sindrom protein calorie malnutrition dapat dibedakan menjadi dua
berdasarkan etiologinya yaitu :
1. Protein calorie malnutrition primer atau eksogen. PCM primer terjadi karena
intake yang inadekuat. Hal ini dikarenakan kemiskinan, komposisi makanan
yang tidak tepat, alkoholisme, drug addiction, alergi makanan, tidak makan,
idiosyncrasy (pantang makan-makanan tertentu), fad diet (makanan yang tidak
sehat), dan lain sebagainya yang bisa membuat intakenya inadekuat.
2. Protein calorie malnutrition sekunder atau endogen. PCM sekunder yang
terjadi tidak dikarenakan intake yang inadekuat, tetapi lebih dikarenankan oleh
6

faktor lain seperti peningkatan kebutuhan nutrisi. Pada intinya adanya


gangguan metabolisme atau malabsorpsi(Nelson, Behrman, & Kliegman,
2000).
3.2 Klasifikasi
Terdapat 3 tipe gizi buruk adalah marasmus, kwashiorkor, dan marasmuskwashiorkor. Perbedaan tipe tersebut didasarkan pada ciri-ciri atau tanda klinis
dari masing-masing tipe yang berbeda-beda: (Nelson, Behrman, & Kliegman,
2000)
A. Marasmus
Definisi
Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat
kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama
kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot (Nelson, Behrman, &
Kliegman, 2000).Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat.
Gejala yang timbul di antaranya muka seperti orang tua (berkerut), tidak terlihat
lemak dan otot di bawah kulit (kelihatan tulang di bawah kulit), rambut mudah
patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan pencernaan (sering diare),
pembesaran hati, iga gambang dan perut cekung, serta otot paha mengendor
(baggy pant). Anak tampak sering rewel dan banyak menangis meskipun setelah
makan karena masih merasa lapar.
Etiologi
Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi
karena: diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang
hubungan dengan orangtua-anak terganggu,kelainan metabolik, atau malformasi
kongenital. Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering
dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan
penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat
berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau

jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga


gangguan pada saraf pusat(Kemenkes RI, 2011).
Patofisiologi
Kurang kalori protein akanterjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori,
protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. Dalam keadaan kekurangan
makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi
kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan
karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk
mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh
jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk
menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat
terjadi kekurangan (Nelson, Behrman, & Kliegman, 2000).
Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan
menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan
ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan
keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai
sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan
mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira
kehilangan separuh dari tubuh (Nelson, Behrman, & Kliegman, 2000).
Manifestasi Klinis
Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan
kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada
kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari
bantalan pipi, muka dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu
sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan
datar.Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni.Suhu biasanya normal, nadi
mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian lesu dan
nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang
disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan
8

sedikit (Nelson, Behrman, & Kliegman, 2000). Selain itu manifestasi marasmus
adalah sebagai berikut :
1. Badan

kurus

kering

tampak

seperti orangtua

5. Ubun-ubun cekung pada bayi


6. Jaingan subkutan hilang

2. Lethargi

7. Malaise

3. Irritable

8. Kelaparan

4. Kulit keriput (turgor kulit jelek)

9. Apatis

10. Diagnosis
a. Pemeriksaan Fisik : mengukur TB dan BB
b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan
TB (dalam meter)
c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan
trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya
dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper).
Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak
normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita.
d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan
jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak
berlemak).
e. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht,
transferin (Nelson, Behrman, & Kliegman, 2000).
B. Kwashiorkor
11. Kwashiorkor adalah suatu keadaan di mana tubuh kekurangan
protein dalam jumlah besar.Selain itu, penderita juga mengalami kekurangan
kalori.Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (sugar baby),
bilamana dietnya mengandung cukup energi tetapi kekurangan protein,
walaupun di bagian tubuh lainnya terutama pantat terlihat adanya atrofi.
Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh. Penyebabnya adalah :
1.

Intake protein yang buruk.

2.

Infeksi suatu penyakit.


9

3.

Masalah penyapihan.

12. Pada kwashiorkor klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel


menyebabkan edema dan perlemakan hepar. Kelainan ini merupakan gejala
yang mencolok.Pada penderita defisiensi protein tidak terjadi katabolisme
jaringan yang sangat berlebihan, oleh sebab persediaan energi dapat
dipenuhi oleh jumlah kalori dari dietnya.Namun, kekurangan protein dalam
diet menimbulkan kekurangan berbagai asam amino esensial untuk sintesis
(Nelson, Behrman, & Kliegman, 2000).
13. Gejala klinis pada kwashiorkor : pitting edema, pertumbuhan tidak
memadai, kurangnya stamina, kehilangan massa atau jaringan otot, rambut
menjadi jarang, tipis, berubah warna dan tidak rontok, flaky paint, perut
buncit,

hepatomegali,

crazy

pavement

dermatosis,

perut

buncit,

hipoalbuminemia, anemia, wajah sembab, defisiensi multivitamin, anoreksia,


cengeng, kegagalan adapasi, stress, dan biasanya terjadi pada anak yang lebih
besar (Nelson, Behrman, & Kliegman, 2000).
14. Dari sekian banyak gejala klinis, tetapi ada beberapa gejala klinis
tersebut khas pada penderita kwashiorkor.Tanpa gejala klinis yang khas ini,
penegakkan diagnosis kwashiorkor tidak dapat ditegakkan. Gejala yang khas
tersebut adalah pitting edema, hipoalbuminemia, rambut yang tidak hitam,
mudah rontok, jarang dan tipis, perut buncit karena hepatomegali, dan crazy
pavement dermatosis. Karena adanya edema, maka kwashiorkor bisa disebut
edematous protein calorie malnutrition. (Nelson, Behrman, & Kliegman,
2000)
C. Marasmik Kwashiorkor
15. Marasmik kwashiorkor adalah suatu sindrom malnutrisi protein
kalori di mana ditemukan gejala-gejala marasmus dan juga terdapat gejalagejala

kwashiorkor.Jadi,

marasmik

kwashiorkor

merupakan

sindrom

perpaduan dari marasmus dan kwashiorkor.Makanan sehari-hari tidak cukup


mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.Pada
penderita demikian di samping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut,
10

kelainan kulit dan kelainan biokimiawi terlihat pula. (Nelson, Behrman, &
Kliegman, 2000)
3.2 Patofisiologi Gizi Buruk
16. Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti
suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok
dikarenakan kekurangan protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena
keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga
mengalami rabun senja.Rabun senja terjadi karena defisiensi vitamin A dan
protein.Pada retina ada sel batang dan sel kerucut.Sel batang lebih hanya bisa
membedakan cahaya terang dan gelap.Sel batang atau rodopsin ini terbentuk
dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin,
maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan mengumpul lagi pada cahaya
yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin.Adaptasi ini butuh
waktu.Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran adaptasi
rodopsin.
17. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air
(dehidrasi). Reflek patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin
pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangan
protein, Cu dan Mg seperti gangguan neurotransmitter. Sedangkan
hepatomegali terjadi karena kekurangan protein.Jika terjadi kekurangan
protein maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein.Hal ini membuat
penurunan HDL dan LDL.Karena penurunan HDL dan LDL maka lemak yang
ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar.
18. Tanda

khas

pada

penderita

kwashiorkor

adalah

pitting

edema.Pitting edema disebabkan oleh kurangnya protein sehingga tekanan


onkotik intravaskular menurun.Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi
plasma ke intertisial.Plasma masuk ke intertisial, tidak ke intrasel, karena pada
penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi
natrium.Padahal natrium berfungsi menjaga keseimbangan cairan tubuh.Pada
penderita

kwashiorkor,

selain

defisiensi

protein

juga

defisiensi
11

multinutrien.Ketika ditekan maka plasma pada intertisial lari ke daerah


sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya
membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya
terjadi pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan
hidrostatik dan onkotik.
19. Sedangkan menurut Nelson (2007), penyebab utama marasmus
adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena diet yang tidak cukup,
kebiasaan makan yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak
terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital.Keadaan ini
merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit
infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak
sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya
marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
-

Masukan makanan yang kurang

Infeksi

yang

berat

dan

lama

:infantil

gastroenteritis,

bronkhopneumonia,pielonephiritis dan sifilis kongenital.


-

Kelainan struktur bawaan misalnya penyakit jantung bawaan, penyakit


Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis, mocrognathia, stenosis
pilorus. Hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pankreas

Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut


pemberian ASI kurang akibat reflek menghisap yang kurang kuat

Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup

Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia,


galactosemia, lactose intolerance

Tumor hypothalamus. Kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila
penyebab maramus yang lain disingkirkan

Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan tambahan


yang kurang akan menimbulkan marasmus
20.
3.3 Diagnosis Anak dengan Gizi buruk

12

21. Pada setiap anak gizi buruk lakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisis.Anamesis terdiri darianamnesis awal dan anamnesis lanjutan (WHO,
2009).
22. Anamnesis awal (untuk kedaruratan):
-

Kejadian mata cekung yang baru saja muncul

Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan
diare (encer/darah/lendir)

Kapan terakhir berkemih

Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin.


23. Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami
dehidrasi dan/atau syok, serta harus diatasi segera.
24. Anamnesis lanjutan (untuk mencari penyebab dan rencana tatalaksana
selanjutnya, dilakukan setelah kedaruratan ditangani) (WHO, 2009)

Diet (pola makan)/kebiasaan makan sebelum sakit

Riwayat pemberian ASI

Asupan makanan dan minuman yang dikonsumsi beberapa hari terakhir

Hilangnya nafsu makan

Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru

Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir

Batuk kronik

Kejadian dan penyebab kematian saudara kandung

Berat badan lahir

Riwayat tumbuh kembang: duduk, berdiri, bicara dan lain-lain

Riwayat imunisasi

Apakah ditimbang setiap bulan

Lingkungan keluarga (untuk memahami latar belakang sosial anak)

Diketahui atau tersangka infeksi HIV


25. Pemeriksaan fisis(WHO, 2009)

Apakah anak tampak sangat kurus, adakah edema pada kedua punggung kaki.

Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB-PB


13

26.

Penentuan status gizi dilakukan berdasarkan berat badan (BB)

menurut panjang badan (PB) atau tinggi badan (TB) (BB/PB atau BB/TB).
Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagai acuan ialah grafik WHO 2006
untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5
tahun.(IDAI, 2011)

27.
28. Gambar 3.1 Penentuan status Gizi menurut kriteria Waterlow (IDAI, 2011)
29.

Tanda dehidrasi: tampak haus, mata cekung, turgor buruk (hati-hati


menentukan status dehidrasi pada gizi buruk).

Adakah tanda syok (tangan dingin, capillary refill time yang lambat, nadi
lemah dan cepat), kesadaran menurun.

Demam (suhu aksilar 37.5 C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C).

Frekuensi dan tipe pernapasan: pneumonia atau gagal jantung

Sangat pucat

Pembesaran hati dan ikterus

Adakah perut kembung,bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau


adanya suara seperti pukulan pada permukaan air (abdominal splash)

Tanda defisiensi vitamin A pada mata:


-

Konjungtiva atau kornea yang kering,

Bercak Bitot
-

Ulkus kornea

Keratomalasia

Ulkus pada mulut


14

Fokus infeksi: telinga, tenggorokan,

Paru, kulit

Lesi kulit pada kwashiorkor:


-

Hipo- atau hiper-pigmentasi

Deskuamasi

Ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan paha, belakang telinga)

Lesi eksudatif (menyerupai luka bakar), seringkali dengan infeksi


sekunder (termasuk jamur).

15

30.
31. Gambar 3.2 Bagan Alur Pemeriksan anak gizi buruk (Depkes, 2011)
32.

16

3.4 Penatalaksanaan
33.

34.

Gambar 3.3 10 langkah penatalaksanaan gizi buruk (Kemenkes RI,


2011)

35.
36. Sepuluh Langkah Utama Pada Tatalaksana Gizi Buruk
1. Pengobatan atau pencegahan hipoglikemia
37. Hipoglikemia merupakan salah satu penyebab kematian pada anak
dengan KEP berat/Gizi buruk.Pada hipoglikemia, anak terlihat lemah, suhu
tubuh rendah.
38. Tatalaksana

Segera beri F-75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannya


memungkinkan.
17

Bila F-75 pertama tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50


mllarutan glukosa atau gula 10% (1 sendok teh munjung gula dalam 50 ml
air) secara oral atau melalui NGT.

Lanjutkan pemberian F-75 setiap 23 jam, siang dan malam selamaminimal


dua hari.

Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian
F-75.

Jika anak tidak sadar (letargis), berikan larutan glukosa 10% secara
intravena (bolus) sebanyak 5 ml/kg BB, atau larutan glukosa/larutan gula
pasir 50 ml dengan NGT.

Beri antibiotik.

39. Pemantauan

Jika kadar gula darah awal rendah, ulangi pengukuran kadar gula darah
setelah 30 menit.

Jika kadar gula darah di bawah 3 mmol/L (< 54 mg/dl), ulangi pemberian
larutan glukosa atau gula 10%.

Jika suhu rektal < 35.5 C atau bila kesadaran memburuk, mungkin
hipoglikemia isebabkan oleh hipotermia, ulangi pengukuran kadar gula
darah dan tangani sesuai keadaan (hipotermia dan hipoglikemia).

40. Pencegahan

Beri makanan awal (F-75) setiap 2 jam, mulai sesegera mungkin atau jika
perlu, lakukan rehidrasilebih dulu. Pemberian makan harus teratur setiap 2-3
jam siang malam(WHO, 2009).

2. Pengobatan dan pencegahan hipotermia


41.

Hipotermia ditandai dengan suhu tubuh yang rendah dibawah 360

C. Pada keadaan ini anak harus dihangatkan. Cara yang dapat dilakukan adalah
ibu atau orang dewasa lain mendekap anak di dadanya lalu ditutupi selimut
(Metode Kanguru). Perlu dijaga agar anak tetap dapat bernafas. Cara lain adalah
dengan membungkus anak dengan selimut tebal, dan meletakkan lampu
didekatnya. Lampu tersebut tidak boleh terlalu dekat apalagi sampai menyentuh
anak. Selama masa penghangatan ini dilakukan pengukuran suhu anak pada dubur
18

(bukan ketiak) setiap setengah jam sekali. Jika suhu anak sudah normal dan stabil,
tetap dibungkus dengan selimut atau pakaian rangkap agar anak tidak jatuh
kembali pada keadaan hypothermia(WHO, 2009).
3. Pengobatan dan Pencegahan kekurangan cairan
42. Tanda klinis yang sering dijumpai pada anak penderita KEP
berat/Gizi buruk dengan dehidrasi adalah :

Ada riwayat diare sebelumnya

Anak sangat kehausan

Mata cekung

Nadi lemah

Tangan dan kaki teraba dingin

Anak tidak buang air kecil dalam waktu cukup lama(WHO, 2009)

43. Tindakan yang dapat dilakukan adalah :


Jika anak masih menyusui, teruskan ASI dan berikan setiap setengah jam
sekali tanpa berhenti. Jika anak masih dapat minum, lakukan tindakan
rehidrasi oral dengan memberi minum anak 50 ml (3 sendok makan) setiap
30 menit dengan sendok. Cairan rehidrasi oral khusus untuk KEP disebut
ReSoMal. ReSoMal mengandung 37.5 mmol Na, 40 mmol K, dan 3
mmol Mg per liter.

44.
45. Gambar 3.4 Resep ReSoMal (WHO, 2009)
Bila larutan mineral-mix tidak tersedia, sebagai pengganti ReSoMal dapat
dibuat larutan sebagai berikut:

19

46.
47. Gambar 3.5 Resep mineral mix
Jika tidak ada ReSoMal untuk anak dengan KEP berat/Gizi buruk dapat
menggunakan oralit yang diencerkan 2 kali. Jika anak tidak dapat minum,
lakukankan rehidrasi intravena (infus) cairan Ringer Laktat/Glukosa 5 %
dan NaCL dengan perbandingan 1:1.
4. Lakukan pemulihan gangguan keseimbangan elektrolit
48.

Pada semua KEP berat/Gizi buruk terjadi gangguan keseimbangan

elektrolit diantaranya :
Kelebihan natrium (Na) tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah.
Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg)
49. Ketidakseimbangan elektrolit ini memicu terjadinya edema, untuk
pemulihan keseimbangan elektrolit diperlukan waktu paling sedikit 2 minggu.
50. Berikan :
- Makanan tanpa diberi garam/rendah garam
- Untuk rehidrasi, berikan cairan oralit 1 liter yang diencerkan 2 X (dengan
penambahan 1 liter air) ditambah 4 gr KCL dan 50 gr gula atau bila balita
KEP bisa makan berikan bahan makanan yang banyak mengandung mineral
(Zn, Cuprum, Mangan, Magnesium, Kalium) dalam bentuk makanan
lumat/lunak
51. Contoh bahan makanan sumber mineral :
52. Sumber Zink

: daging sapi, hati, makanan laut, kacang tanah,telur


ayam

53. Sumber Mangan

: beras, kacang tanah, kedelai.

54. Sumber Magnesium


55. Sumber Kalium

: kacang-kacangan, bayam.

:jus tomat, pisang, kacang-kacangan, apel,

alpukat,

bayam, daging tanpa lemak(WHO, 2009).


20

5. Lakukan Pengobatan dan pencegahan infeksi


56.

Pada KEP berat/Gizi buruk, tanda yang umumnya menunjukkan

adanya infeksi seperti demam seringkali tidak tampak, oleh karena itu pada semua
KEP berat/Gizi buruk secara rutin diberikan antibiotik spektrum luas.
57.

21

58. Tabel 3.1 Dosis antibiotik (WHO, 2009)


59. UMUR/

61. KOTRIMOKSASOL

60. BERAT

62. (Trimetoprim

BADAN

63. AMOKSI
+ SILIN

Sulfametoksazol)

Beri 3 kali

Beri 2 kali sehari selama 5 hari


65. Tabl
et dewasa

69. Tabl
et Anak

66. 80

70. 20

mg trimeto

mg trimeto

67. prim

71. prim

+ 400 mg

+ 100 mg

sulfametok

sulfametok

68. sazo

72. sazo

73. Sir

sehari untuk
5 hari
77. Sirup

up/5ml

78.

74. 40

79. 125 mg

mg

80. per 5 ml

trimeto
75. pri
m + 200
mg
sulfameto
k
76. saz

81. 2 sampai
4 bulan (4 - < 6

82.

84.

ol
86.

83.

85. 1

87. 2,5

91.

93.

ml
95.

92.

94. 2

96. 5

kg)
90. 4 sampai
12 bulan (6 - <
10 Kg)
99. 12

bln

101.

103.

s/d 5 thn
100.
10 - < 19 Kg)
109.

ml
105.
106.

102.

104.

7,5 ml

88.
89. 2,5 ml
97.
98. 5 ml
107.
108.

10

ml

22

110. Vaksinasi Campak bila anak belum diimunisasi dan umur sudah mencapai
9 bulan.Catatan :

Mengingat pasien KEP berat/Gizi buruk umumnya juga menderita penyakit


infeksi, maka lakukan pengobatan untuk mencegah agar infeksi tidak
menjadi lebih parah.Bila tidak ada perbaikan atau terjadi komplikasi rujuk
ke Rumah Sakit Umum.

Diare biasanya menyertai KEP berat/Gizi buruk, akan tetapi akan berkurang
dengan sendirinya pada pemberian makanan secara hati-hati. Berikan
metronidasol 7,5 mg/Kgbb setiap 8 jam selama 7 hari. Bila diare berlanjut
segera rujuk ke rumah sakit(WHO, 2009).
6. Pemberian makanan balita KEP berat/Gizi buruk
111. Pemberian diet KEP berat/Gizi buruk dibagi dalam 3 fase, yaitu :
Fase Stabilisasi, Fase Transisi, Fase Rehabilitasi.
112. Fase Stabilisasi ( 1-2 hari)
113.
karena

Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati,

keadaan

faal

anak

sangat

lemah

dan

kapasitas

homeostatik

berkurang.Pemberian makanan harus dimulai segera setelah anak dirawat dan


dirancang sedemikian rupa sehingga energi dan protein cukup untuk memenuhi
metabolisma basal saja.
114.

Formula khusus seperti Formula WHO 75/modifikasi/Modisco

yang dianjurkan dan jadwal pemberian makanan harus disusun sedemikian rupa
agar dapat mencapai prinsip tersebut diatas dengan persyaratan diet sebagai
berikut :
- Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa
- Energi : 100 kkal/kg/hari
- Protein : 1-1.5 gr/kg bb/hari
- Cairan : 130 ml/kg bb/hari (jika ada edema berat 100 ml/Kg bb/hari)
- Bila anak mendapat ASI teruskan , dianjurkan memberi Formula WHO
75/pengganti/Modisco dengan menggunakan cangkir/gelas, bila anak
terlalu lemah berikan dengan sendok/pipet

23

- Pemberian Formula WHO 75/pengganti/Modisco atau pengganti dan jadwal


pemberian makanan harus disusun sesuai dengan kebutuhan anak
115.

Keterangan :

Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, maka tahapan
pemberian formula bisa lebih cepat dalam waktu 2-3 hari (setiap 2 jam)

116.
117.

Gambar 3.6 Pemberian susu formula (WHO, 2009)

Bila pasien tidak dapat menghabiskan Formula WHO 75/pengganti/Modisco


dalam sehari, maka berikan sisa formula tersebut melalui pipa nasogastrik
( dibutuhkan ketrampilan petugas )
Pada fase ini jangan beri makanan lebih dari 100 Kkal/Kg bb/hari
Pada hari 3 s/d 4 frekwensi pemberian formula diturunkan menjadi setiap
jam dan pada hari ke 5 s/d 7 diturunkan lagi menjadi setiap 4 jam
Lanjutkan pemberian makan sampai hari ke 7 (akhir minggu 1)
118. Pantau dan catat :
- Jumlah yang diberikan dan sisanya
- Banyaknya muntah
- Frekwensi buang air besar dan konsistensi tinja
- Berat badan (harian)
- Selama fase ini diare secara perlahan berkurang pada penderita dengan edema,
mula-mula berat badannya akan berkurang kemudian berat badan naik.
7. Perhatikan masa tumbuh kejar balita (catch- up growth)
119.

Pada fase ini meliputi 2 fase yaitu fase transisi dan fase rehabilitasi

(WHO, 2009) :
120.

Fase Transisi (minggu ke 2)

24

Pemberian makanan pada fase transisi diberikan secara berlahan-lahan untuk


menghindari risiko gagal jantung, yang dapat terjadi bila anak
mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak.
Ganti formula khusus awal (energi 75 Kkal dan protein 0.9-1.0 g per 100 ml)
dengan formula khusus lanjutan (energi 100 Kkal dan protein 2.9 gram per
100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur/makanan keluarga
dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama.
Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai hanya sedikit formula
tersisa, biasanya pada saat tercapai jumlah 30 ml/kgbb/kali pemberian (200
ml/kgbb/hari).
121.

Pemantauan pada fase transisi:

1.

Frekuensi nafas

2.

Frekuensi denyut nadi


122. Bila terjadi peningkatan detak nafas > 5 kali/menit dan denyut nadi
> 25 kali /menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume
pemberian formula.Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume
seperti di atas.

3.

Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan


123.Setelah fase transisi dilampaui, anak diberi:
- Formula WHO 100/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas dan
sering.
- Energi : 150-220 Kkal/kg bb/hari
- Protein 4-6 gram/kg bb/hari
- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi juga beri formula WHO
100/Pengganti/Modisco 1, karena energi dan protein ASI tidak akan
mencukupi untuk tumbuh-kejar.
124.Setelah fase rehabilitasi (minggu ke 3-7) anak diberi :
- Formula WHO-F 135/pengganti/Modisco 1 dengan jumlah tidak terbatas
dan sering
- Energi : 150-220 kkal/kgbb/hari
25

- Protein 4-6 g/kgbb/hari


- Bila anak masih mendapat ASI, teruskan ASI, ditambah dengan makanan
Formula ( lampiran 2 ) karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi
untuk tumbuh-kejar.
- Secara perlahan diperkenalkan makanan keluarga
125.Pemantauan fase rehabilitasi
126.Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan badan :
- Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan.
- Setiap minggu kenaikan bb dihitung.

Baik bila kenaikan bb 50 g/Kg bb/minggu.

Kurang bila kenaikan bb < 50 g/Kg bb/minggu, perlu re-evaluasi


menyeluruh.
127.Tabel 3.2 Tahap pemberian diet (WHO, 2009)
128.TAHAPAN PEMBERIAN DIET

129.FASE

130.FORMULA

STABILISASI
:
131.FASE TRANSISI

PENGGANTI
132.FORMULA WHO 75 FORMULA

WHO

75

ATAU

WHO 100 ATAU PENGGANTI

133.FASE

134.FORMULA

REHABILITASI

WHO

135

(ATAU

PENGGANTI)
135.
136.MAKANAN KELUARGA

137.
8. Lakukan penanggulangan kekurangan zat gizi mikro
138.

Semua pasien KEP berat/Gizi buruk, mengalami kurang vitamin

dan mineral.Walaupun anemia biasa terjadi, jangan tergesa-gesa memberikan


preparat besi (Fe). Tunggu sampai anak mau makan dan berat badannya mulai
naik (biasanya pada minggu ke 2). Pemberian besi pada masa stabilisasi dapat
memperburuk keadaan infeksinya. (WHO, 2009)
139.

Berikan setiap hari :

Tambahan multivitamin lain


26

Bila berat badan mulai naik berikan zat besi dalam bentuk tablet besi folat atau
sirup besi dengan dosis sebagai berikut :
140.Tabel 3.3 Dosis Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi (WHO, 2009)
141.UMUR

144.TABLET

142.DAN

BESI/FOLAT

143.BERAT

147.Sulfas ferosus 150

145.Sulfas ferosus 200 mg

BADAN
148.6

146.SIRUP BESI

+ 0,25 mg Asam Folat

Berikan 3 kali sehari


sampai
150. tablet

ml
Berikan

kali

sehari
151.2,5 ml (1/2 sendok

12 bulan

teh)

149.(7 - < 10
Kg)
152.12 bulan
sampai

153. tablet

154.5 ml (1 sendok teh)

tahun
Bila anak diduga menderita kecacingan berikan Pirantel Pamoat dengan
dosis tunggal sebagai berikut :
155.Tabel 3. 4 Pemberian pirantel pamoat (WHO, 2009)
156.UMUR

ATAU

BERAT

157.PIRANTEL PAMOAT

BADAN

(125mg/tablet)

159.4 bulan sampai 9 bulan (6-<8

158.(DOSIS TUNGGAL)
160. tablet

Kg)
161.9 bulan sampai 1 tahun (8-

162. tablet

<10 Kg)
163.1 tahun sampai 3 tahun (10-

164.1 tablet

<14 Kg)
165.3 Tahun sampai 5 tahun (14-

166.1 tablet

<19 Kg)

Vitamin A oral berikan 1 kali dengan dosis


167.Tabel 3.5 pemberian vitamin A (WHO, 2009)

27

169.Kapsul Vitamin

170.Kapsul Vitamin

174.6 bln sampai 12

A
172.200.000 IU
175.-

A
173.100.000 IU
176.1 kapsul

bln
177.12 bln sampai 5

178.1 kapsul

179.-

168.Umur

Thn
180.
9. Berikan stimulasi sensorik dan dukungan emosional
181.

Pada KEP berat/gizi buruk terjadi keterlambatan perkembangan

mental dan perilaku, karenanya berikan (WHO, 2009):


- Kasih sayang
- Ciptakan lingkungan yang menyenangkan
- Lakukan terapi bermain terstruktur selama 15 30 menit/hari
- Rencanakan aktifitas fisik segera setelah sembuh
- Tingkatkan keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain dsb)
182.Persiapan untuk tindak lanjut di rumah
183.

Bila berat badan anak sudah berada di garis warna kuning anak

dapat dirawat di rumah dan dipantau oleh tenaga kesehatan puskesmas atau bidan
di desa.Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan
dirumah setelah pasien dipulangkan dan ikuti pemberian makanan seperti pada
lampiran 5, dan aktifitas bermain. (WHO, 2009)
184.Nasehatkan kepada orang tuauntuk :
- Melakukan kunjungan ulang setiap minggu, periksa secara teratur di
Puskesmas
- Pelayanan di PPG (lihat bagian pelayanan PPG) untuk memperoleh PMTPemulihan selama 90 hari. Ikuti nasehat pemberian makanan (lihat lampiran
5) dan berat badan anak selalu ditimbang setiap bulan secara teratur di
posyandu/puskesmas.
- pemberian makan yang sering dengan kandungan energi dan nutrien yang
padat
- penerapan terapi bermain dengan kelompok bermain atau Posyandu
28

- Pemberian suntikan imunisasi sesuai jadwal


185.-

Anjurkan pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi (200.000 SI

atau 100.000 SI ) sesuai umur anak setiap Bulan Februari dan Agustus.
1. Fase stabilisasi diberikan Formula WHO 75 atau modifikasi.
186.

Larutan Formula WHO 75 ini mempunyai osmolaritas tinggi

sehingga kemungkinan tidak dapat diterima oleh semua anak, terutama yang
mengalami diare. Dengan demikian pada kasus diare lebih baik digunakan
modifikasi Formula WHO 75 yang menggunakan tepung
2. Fase transisi diberikan Formula WHO 75 sampai Formula WHO 100 atau
modifikasi
3. Fase rehabilitasi diberikan secara bertahap dimulai dari pemberian Formula
WHO 135 sampai makanan biasa
187.Cara Membuat :
1. Larutan Formula WHO 75
188.

Campurkan susu skim, gula, minyak sayur, dan larutan elektrolit,

diencerkan dengan air hangat sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai
homogen dan volume menjadi 1000 ml. Larutan ini bisa langsung diminum
189.
190.
191.

Larutan modifikasi :

Campurkan susu skim/full cream/susu segar, gula, tepung, minyak.

Tambahkan air sehingga mencapai 1 L (liter) dan didihkan hingga 5-7 menit.
2. Larutan Formula WHO 100 dan modifikasi Formula WHO 100
192.

Cara seperti membuat larutan Formula WHO 75

3. Larutan modifikasi :
193.

Tempe dikukus hingga matang kemudian dihaluskan dengan

ulekan (blender, dengan ditambah air). Selanjutnya tempe yang sudah halus
disaring dengan air secukupnya. Tambahkan susu, gula, tepung beras, minyak,
dan larutan elektrolit. Tambahkan air sampai 1000 ml, masak hingga mendidih
selama 5-7 menit (WHO, 2009).

29

4. Larutan elektrolit
194.

Bahan untuk membuat 2500 ml larutan elektrolit mineral, terdiri

atas :

KCL

224 g

Tripotassium Citrat

81 g

MgCL2.6H2O

76 g

Zn asetat 2H2O

8,2 g

Cu SO4.5H2O

1,4 g

Air sampai larutan menjadi 2500 ml (2,5 L)


195.

Ambil 20 ml larutan elektrolit, untuk membuat 1000 ml Formula

WHO 75, Formula WHO 100, atau Formula WHO 135. Bila bahan-bahan
tersebut tidak tersedia, 1000 mg Kalium yang terkandung dalam 20 ml larutan
elektrolit tersebut bisa didapat dari 2 gr KCL atau sumber buah-buahan antara
lain

sari

buah

tomat

(400

cc)/jeruk

(500cc)/pisang

(250g)/alpukat

(175g)/melon (400g). (WHO, 2009)


196.

30

197.
198.

BAB 4
PEMBAHASAN

199.
200.

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, Pasien An.

musia 1 tahun 7 bulan datang bersama orang tuanya ke IGD RSUD AWS
Samarinda pada 10oktober2015 dengan keluhan utama BAB Cair. Diagnosis
masuk pasien ini adalah GEA dehidrasi ringan-sedang + Gizi Buruk. Diagnosa
ini ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa dan pemeriksaan fisik.
201.
202.Teori

203.Kasus
204.Anamnesis
205.Beberapa faktor risisko gizi buruk :
207.keluhan utama : BAB cair sejak 1
206.asupan makanan, faktor sosial
minggu SMRS, BAB dalam 1 hari
ekonomi, pendidikan ibu, penyakit
sebanyak 3-4 x dengan tinja cair
penyerta,
pengetahuan
ibu,
berwarna kekuningan. Demam
imunisasi dan BBLR
terjadi sejak 2 hari sebelum masuk
RS.
208.
209.riwayat makan dan minum : Pasien
hanya sedikit minum ASI sejak
lahir sampai 6 bulan dan makanan
padat setelah tidak lagi ASI
210.
211. riwayat imunisasi : lengkap
212.riwayat kelahiran : BB lahir 2500

gram
213.PB Lahir : 47 cm
214.Pemeriksaan fisik
Kesan umum tampak sangat kurus
222.pem.fisik :
223.ku : CM, tampak lemah
dengan atau tanpa edema seluruh
224.UUB cekung ada tanda
tubuh
dehidrasi
Status gizi dengan menggunakan
225.anemis (-/-),ikterik (-/-), sianosis
BB/TB-PB untuk menentukan
tipe gizi buruk :

215.BB/TB < -3 SD marasmus


216.Edema pada punggung kaki atau

(-/-), perbesaran KGB


226.(-/-), ronki (-/-),wheezing (-/-),
murmur (-), gallop (-) tidak ada
kelainan di paru dan jantung
227.BU + N, organomegali (-),turgor

seluruh tubuh dengan (BB/TB >-3


31

SD kwashiorkor ; BB/TB <-3 SD


marassmus-kwashiorkor)
-

Tanda dehidrasi: tampak haus, mata


cekung, turgor lambat.

Tanda syok (tangan dingin,

kembali lambat
228.edema (+), baggy pants (+)
229.
230.pem.antropometri :
231.BB/U : < -3 SD (tampak kurus)
232.PB/U : 0- (-2) SD (normal)
233.BB/TB : < -3 SD (gizi buruk)

capillary refill time yang lambat,


nadi lemah dan cepat), kesadaran
menurun.
-

Vital sign : demam (suhu aksilar


37.5 C) atau hipotermi (suhu
aksilar < 35.5 C), frekuensi dan
tipe pernapasan: pneumonia atau
gagal jantung

Rambut : warna merah jagung,


mudah rontok

Mata : konjungtiva pucat (tanda


anemia), konjungtiva atau kornea
yang kering,bercak bitot, ulkus
kornea, keratomalasia

Mulut : ulkus pada mulut

Abdomen : pembesaran hati dan


ikterus, perut kembung, bising usus
melemah/meninggi, tanda asites,
atau adanya suara seperti pukulan
pada permukaan air (abdominal
splash)

Ekstremitas : edema +/- pada


punggung kaki

Fokus infeksi: telinga,


tenggorokan, paru, kulit

217.
218.Lesi kulit pada kwashiorkor:
-

hipo- atau hiper-pigmentasi


32

deskuamasi

ulserasi (kaki, paha, genital, lipatan


paha, belakang telinga)

lesi eksudatif (menyerupai luka


bakar), seringkali dengan infeksi
sekunder (termasuk jamur).

219.Tampilan tinja (konsistensi, darah,


lendir).
220.Tanda dan gejala infeksi HIV
221.
234.Diagnosa
235.Diagnosis gizi buruk:
239.BB/TB : < -3 SD, edema (+)
236.BB/TB < -3 SD atau <70% dari
gizi buruk marasmus kwashiokor
median
240.BAB cair >3x sehari GEA
237.Tanda klinis berupa anak tampak
241.
242.Penurunan berat badan
sangat kurus dan tidak mempunyai
243.
jaringan lemak bawah kulit terutama
pada kedua bahu, lengan, pantat dan
paha; tulang iga terlihat jelas,tanpa
adanya edema
238.
1

Anak umur kurang dari 2 tahun


dengan berat badan di bawah
persentil ke-3 sesuai usianya pada
lebih dari satu kali pengukuran.

Anak umur kurang dari 2 tahun


dengan berat badan per umur
(WFA) kurang dari 80 %.

Anak umur kurang dari 2 tahun


dengan penurunan berat badan
memotong 2 persentil mayor atau
lebih pada kurva pertumbuhan
244.Penatalaksanaan

33

245.Penanganan

umum

gizi

buruk

meliputi 10 langkah dan terbagi


dalam 3 fase tatalaksana gizi buruk
(fase stabilisasi, fase transisi, dan
fase rehabilitasi)
246.

247. Fase stabilisasi :


248.D10 % 25-26 tpm
249.Inj. Ceftriaxone 1 x 500mg
250.Inj. Gentamisin 1x 30 mg
251.Paracetamol Syrup 3 x cth
252.Oralit Sachet 50-100 tiap BAB
cair
253.Zinkid 1x 20 mg
254.Terapi Gizi sesuai RDA
255.Kalori 102 kkal/kgBB/hr 754,8
50% 377,4kkal/hr
256.Protein 1,23 g/kgBB/hr 9.1gr/hr
257.Cairan 120ml/kgBB/hr 888/hr
258.Dalam bentuk F75, 12 kali
pemberian

259.
260.

34

261.BAB 5
262.PENUTUP
263.3.1 Kesimpulan
264. Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi,
angka kematian sering disebabkan oleh karena infeksi sering tidak dapat
dibedakan karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung
dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan.dalam beberapa hal
walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif
kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang
irrevesibel dari sel-sel akibat under nutrition.
265. Penanganan yang cepat dan tepat pada kasus-kasus gizi seperti
kwashiorkor, umumnya dapat memberikan prognosis yang cukup baik,
penanganan pada stadium yag lanjut walaupun dapat mningkatkan kesehatan
anak secara umum namun ada kemungkinannya untuk memperoleh gangguan
fisik permanen dan gangguan intelektual. Sedangkan bila penanganan
terlambat atau tidak memperoleh penanganan sama sekali dapat berakibat
fatal.
266.

35

267.

DAFTAR PUSTAKA

268.
269. Munoz FM, Starke JR. Tuberculosis. Dalam: Berhman, RE, Kliegman RM,
Jenson HB, penyunting. Nelson Textbook of Pediatric. Edisi ke-17.
Philadelphia: WB Saunders Company; 2004. h. 958-72.
270. Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Hasil Penataran Petugas Kesehatan
Dalam Rangka Pelayanan Gizi Buruk di Puskesmas dan Rumah Sakit, BLK
Cimacan, Oktober 1981.
271. Departemen Kesehatan RI, WHO, Unicef. Buku Bagan Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS) Indonesia, Jakarta 1997
272. Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Ditjen Binkesmas Depkes. Pedoman
Penanggulangan Kekurangan Energi Protein (KEP) dan Petunjuk
Pelaksanaan PMT pada Balita, Jakarta 1997.
273. WHO.Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.Jakarta : 2008
274. Ditjen Bina Gizi dan Kesehatan Anak Kementrian Kesehatan RI.Panduan
Penyelenggaraan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Bagi Balita
Gizi Kurang.Jakarta : 2011
275. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.Pedoman Pelayanan anak Gizi
Buruk.Jakarta : 2011
276. Departemen Kesehatan RI. 1993. Asuhan Kesehatan Anak Dalam Konteks
Keluarga. Jakarta: Departemen Kesehatan.
277. Hambleton, Garry. 1995. Manual Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: Binarupa Aksara
278. Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta :
EGC
279. Neilson, Joan.1987. Perawatan Bayi Tahun Pertama/Joan Nelson;Alih
bahasa,Yustina Rostiawati dan Gianto Widianto. Jakarta: Arcan
280. Wyeth. Permata Hatiku. Mitra Gizi Keluarga

36

Anda mungkin juga menyukai