Anda di halaman 1dari 6

BAB I

STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. MTM

Umur

: 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan


Alamat

: Sidodadi

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Suku bangsa : Lampung


Agama

: Islam

Status

: Menikah

B. ANAMNESIS
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Riwayat Penyakit

: Bercak hitam di bokong kanan dan kiri sejak 3 tahun yang lalu
: Bercak terasa gatal dan terdapat sisik diatasnya
: Pasien datang ke Poliklinik KK RSUD Abdul Moeloek dengan

keluhan bercak hitam di bokong kanan dan kiri sejak 3 tahun yang lalu. Bercak dirasa
sangat gatal. Awalnya bercak hanya sebesar uang logam dan berwarna merah dan
bersisik, kemudian bercak makin meluas dan warnanya menjadi hitam setelah diberikan
obat salep yang dibeli sendiri oleh pasien di toko obat. Bercak hanya terdapat di daerah
bokong saja. Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa. Pasien tidak
memiliki riwayat penyakit kronis sebelumnya.
C. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
: Tampak sakit ringan
Kesadaran
: Compos mentis
Status Gizi
: Baik
Tanda Vital
a. Tekanan darah :
120/80 mmHg
b. Nadi
:
88x/menit
c. RR
:
20x/menit
d. Suhu
:
36,7oC
Thoraks
:
dbn

e. Berat Badan :
f. Tinggi Badan :
g. Bentuk Badan :

52 kg
150 cm

Abdomen
KGB

:
:

dbn
dbn

D. STATUS DERMATOLOGIS
Lokasi
: Regio gluteal dextra et sinistra
Inspeksi
: Makula eritem-hiperpigmentasi bentuk irreguler, jumlah soliter, ukuran
plakat dengan tepi eritem disertai papul dan skuama diatasnya.
E. LABORATORIUM
Tidak dilakukan
F. RESUME
Pasien datang ke Poliklinik KK RSUD Abdul Moeloek dengan keluhan bercak hitam di
bokong kanan dan kiri sejak 3 tahun yang lalu. Bercak dirasa sangat gatal. Awalnya
bercak hanya sebesar uang logam dan berwarna merah dan bersisik, kemudian bercak
makin meluas dan warnanya menjadi hitam setelah diberikan obat salep yang dibeli
sendiri oleh pasien di toko obat. Bercak hanya terdapat di daerah bokong saja. Tidak ada
anggota keluarga yang memiliki keluhan serupa. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit
kronis sebelumnya.
Dari inspeksi di regio gluteal dextra et sinistra ditemukan makula eritem-hiperpigmentasi
bentuk irreguler, jumlah soliter, ukuran plakat dengan tepi eritem disertai papul dan
skuama diatasnya.
G. DIAGNOSIS BANDING
Tinea Kruris
Kandidiasis
Psoriasis
H. DIAGNOSIS KERJA
Tinea Kruris
I. PENATALAKSANAAN
Umum
:
Edukasi ke pasien bahwa penyakit merupakan penyakit kronis dan butuh
pengobatan dalam waktu yang lama
Menjaga kebersihan
Tidak memakai pakaian yang ketat agar tidak lembab
Khusus
:
Topikal
: Anti jamur (ketokonazole)
Sistemik
: Anti jamur (ketokonazole tab 100 mg 1x2 tab/hari)
2

Anti histamin (Mebhydrolin napadisylate tab 50 mg 1x1 tab/hari)


J. PEMERIKSAAN ANJURAN
Pemeriksaan KOH
Biakan agar Sabaroud
K. PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad functionam
Quo ad sanationam

: ad bonam
: ad bonam
: dubia ad bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Tinea kruris merupakan infeksi dermatofit yang mengenai daerah lipat paha, termasuk
genitalia, daerah pubis, perineum dan perianal. sinonimnya ringworm of the groin,
eczema marginatum hebrae, jockey itch, dhobie itch, epidermofitosis inguinale (Martin
AG & Kobayashi GS, 1999).

B. Epidemiologi

Tinea kruris lebih sering dijumpai pada daerah beriklim tropis/subtropis, dimana
Indonesia merupakan negara tropis yang beriklim panas dengan kelembaban yang tinggi
mempermudah timbulnya infeksi tinea kruris sehingga infeksi jamur ini banyak
ditemukan (Amirudin dkk., 2001).
Tinea kruris lebih banyak dijumpai pada laki-laki dibanding wanita.Biasanya mengenai
penderita usia 18-60 tahun, tetapi paling banyak pada usia antara 18-25 tahun serta antara
40-50 tahun. Insiden tinea kruris menempati urutan pertama pada frekuensi bentuk klinis
infeksi jamur superficial dari 5 rumah sakit di Indonesia tahun 1997-2000. Tine kruris
mempunyai angka kekambuhan yang cukup tinggi yaitu 20-25% (Amirudin dkk., 2001).

C. Etiologi
Tinea kruris sering disebabkan oleh dermatofit genus Trichophyton dan Epidermophyton.
Spesies yang sering ditemukan E. floccosum, T. rubrum, dan T. mentagrophytes. Genus
Microsporum juga dapat menyebabkan tinea kruris tetapi sangat jarang. kekambuhan
pada tinea kruris terutama disebabkan T. rubrum (Martin AG & Kobayashi GS, 1999;
Sugito dkk., 2011).

D. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tinea kruris


Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya tinea kruris yaitu : iklim panas, lembab,
pengeluaran keringat yang berlebihan, pemakaian bahan pakaian yang tidak menyerap
keringat, kebersihan, trauma kulit, lingkungan sosial budaya ekonomi, oklusif, obesitas,
defisiensi

imunitas,

penggunaan

antibiotika,

kortikosteroid

serta

obat-obatan

immunosupresan, penularan tinea kruris dapat disebabkan kontak langsung dengan


individu yang terinfeksi dan secara tidak langsung melalui benda yang mengandung
skuama terinfeksi, misalnya : handuk, selana, tempat tidur hotel danlain-lain, tinea kruris
biasanya timbul akibat penjalaran infeksi dari bagian tubuh lain (James WD., et al. 2011;
Sugito dkk., 2011).

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kekambuhan tineas kruris


Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kekambuhan antara lain yaotu : jensis
penyebab, suhu yang tinggi, lembab, kebersihan yang kurang, serta cara pengobatna yang
tidak benar antara lain cara pengolesannya (Martin AG & Kobayashi GS, 1999)

F. Patogenesis tinea kruris


Jiak kulit pejamu diinokulasi pada kondisi yang sesuai, timbul beberapa tingkatan dimana
infeksi berlanjut yantu priode inkubasi, priode refrakter dan priode involusi. selama fase
awal (inkubasi), terdapat organisme tetapi secara klinis tenang, dimana periode inkubasi
berlangsung 1-3 minggu (Martin AG & Kobayashi GS, 1999).
Infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya di dalam jaringan
keratin yang mati. hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang kemudian berdifusi ke
epidermis dan akhirnya menimbulkan reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosit.
petumbuhan jamur dengan pola radial dalam stratum korneum mengakibatkan timbulnya
lesi sirsinar dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, disebut ringworm. reaksi
kulit semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi suatu
peradangan (Martin AG & Kobayashi GS, 1999; James WD., et al. 2011).
Jamur dari golongan dermatofita ini dapat menimbulkan infeksi ringan sampai berat
tergantung dari respon imun penderita. kekebalan terhadap infeksi ini dapat melibatkan
mekanisme imunologi maupun non imunologis. mekanisme imunologis yang terpenting
adalah adanya aktivitas imunitas seluler, melalui meknisme hipersensitivitas tipe lambat,
seangkan mekanisme non imunologis antara lain melibatkan adanya asam lemak jenuh
berantai panjang di kulit dan substansi lain yang disebut "serum inhibitory factor".
Namun demikian bergantung pada berbagai faktor, dapat terjadi pula suatu resolusi
spontan sehingga gejala klinis menghilang atau jamut hidup persisten selama beberapa
tahun dan akmbuh kembali. Radang dermatofitosis mempunyai korelasi dengan
reaktivasi kulit tipe lambat (sistim imunitas seluler). Derajatnya sesuai dengan sensitisasi
5

oleh dermatofita dan sejalan pula dengan derajat hipesentivitas tipe lambat (HTL), HTL
ini dimulai dengan penang kapan antigen jamur oleh sel Langerhans yang bekerja sebagai
APC (Antigen Presenting Cell) yang mampu melakukan fungsi fagosit, memproduksi IL1, mengekspresikan antigen, reseptor Fe dan reseptor C3. Sel langerhans berkumpul
dalam kulit membawa antigen ke dalam pembuluh getah bening kemudian menuju
kelenjar getah bening dan mempertemukannya dengan limfosit yang spesifik. selain oleh
sel Langerhans, peran serupa dilakukan pula oleh sel endotel pembuluh darah, fibroblast
dan keratinosit. Limfosit T yang telah aktif ini kemudian menginfiltrasi tempat infeksi
dan melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang mengaktifkan makrofag sehingga mampu
membunuh jamur pathogen (Martin AG & Kobayashi GS, 1999; James WD., et al. 2011).

Anda mungkin juga menyukai