Anda di halaman 1dari 58

TOMI EKO PRASETYO

1061050199

LAPORAN KASUS
ENSEFALOPATI DENGUE
PEMBIMBING :
dr. Charles A. Silalahi, Sp.A

IDENTITAS PASIEN
Pasien

Ayah

Ibu

Nama

An. J

Tn. S

Ny. D

Usia

1 tahun

32 tahun

28 tahun

Jenis Kelamin Laki-laki

Laki-laki

Perempuan

Pekerjaan

Wiraswasta

Wiraswasta

Masuk RS

9 Maret 2016

KELUHAN UTAMA
Demam 1 hari yang lalu

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien dirujuk dengan diagnosis pneumonia
3 minggu SMRS
batuk berdahak serta
pilek. Batuk terutama
dirasakan pada
malam hari
Demam ringan

2 minggu SMRS
Batuk makin berat dan
panjang, tampak
sesak
Demam makin tinggi
Diare >5x ampas (+),
lendir (+), darah (-)

2 hari SMRS
Demam makin tinggi
Batuk memberat
Kejang seluruh badan
<15 menit, sebelum
dan sesudah kejang
sadar.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien demam 1 hari yg lalu

Pasien kejang, >15 menit, mata mendelik ke atas,


tangan mengepal, setelah kejang pasien lemas

Sudah diberikan diazepam 1x dan paracetamol 1x

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Tidak ada riwayat penyakit sebelumnya

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Tidak ada yang mengalami keluhan serupa di keluarga

RIWAYAT KEHAMILAN DAN


KELAHIRAN

RIWAYAT PERTUMBUHAN DAN


PERKEMBANGAN

Pertumbuhan gigi I : Psikomotor


Tengkurap : Duduk : -

RIWAYAT MAKANAN

ASI

RIWAYAT IMUNISASI
USIA
POLIO

Lahir, 2 bulan

4 bulan

6 bulan

HEP-B

lahir

1 bulan

6 bulan

CAMPAK

9 bulan

DPT

2 bulan

4 bulan

6 bulan

BCG

1 Bulan

RIWAYAT PERUMAHAN DAN SANITASI

Pasien tinggal bersama kakak pasien


yang mengalami keluhan demam
yang serupa
Tetangga pasien juga mengalami
keluhan demam yang serupa

PEMERIKSAAN FISIK
Status General
Keadaan umum: Tampak sakit berat. Respon in pain.
Data antropometri
Berat badan
: 8 kg
Panjang badan : ? cm
Tanda vital
Suhu : 40,5oC
Nadi : 120x/m
RR : 60x/m

PEMERIKSAAN FISIK
KEPALA
Bentuk
: Normosefali, simetris, ubun-ubun belum
menutup, ubun-ubun tidak cekung, wajah dismorfik (-)
Rambut : Rambut hitam, distribusi merata.
Mata
: Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, pupil
bulat isokor, RCL+/+, RCTL +/+.
Telinga
: Normotia, tulang rawan sempurna, serumen
-/ Hidung
: Bentuk normal, sekret -/-, NCH +/+, terdapat
hematom (-), ETT (+).
Mulut
: Bibir kering (-), lidah kotor (-).
Leher
: Bentuk simetris, trakea di tengah.

PEMERIKSAAN FISIK
THORAX
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris,
retraksi (+) interkostal,
Palpasi
: Gerak napas simetris
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi
Pulmo: Suara napas vesikuler, ronki +/+,
wheezing -/ Cor
: BJ I dan II reguler, murmur (-) , gallop
(-)

PEMERIKSAAN FISIK
ABDOMEN
Inspeksi : Perut datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal 4x/menit
Palpasi
: Supel, nyeri tekan (-), hepar dan
lien tidak teraba membesar, turgor kembali
lambat
Perkusi
: Shifting dullness -,nyeri ketuk-

PEMERIKSAAN FISIK

EKSTREMITAS
Akral hangat, oedem (-), ikterik
(-), CRT < 2 detik

LABORATORIUM
Pemeriksaan

Hasil

Nilai rujukan

Hemoglobin

12,6

10,8-12,8

Hematokrit

39,5

35-43

Leukosit

16,8

5-10

Trombosit

64

150-440

DIAGNOSIS
KERJA
Ensefalopati Dengue

Kejang Demam

DIAGNOSIS
BANDING

PENATALAKSANAAN

Rawat PICU
RL 75 cc / jam
Sanmol drip 100mg
Ceftriaxone 1x750mg
Cek serial DHF / hari

PROGNOSIS

Ad vitam
: dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

ANALISA KASUS

TINJAUAN PUSTAKA

DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DAN DENGUE SHOCK SYNDROME


(DSS)
DEFINISI
Penyakit demam akut yang disebabkan oleh salah satu dari 4 serotipe virus dengue
yang ditandai dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan renjatan
dan kematian.
EPIDEMIOLOGI
Indonesia sejak abad ke -18. penyakit demam lima hari (vijfdaagse koorts) atau
demam sendi (knokkel koorts).
demam yang terjadi menghilang dalam lima hari + nyeri pada sendi + nyeri otot +
nyeri kepala.
Pada masa itu infeksi virus dengue di Asia Tenggara hanya penyakit ringan yang tidak
pernah menimbulkan kematian.
(1952) infeksi virus dengue menimbulkan penyakit dengan manifestasi klinis berat, yaitu
DBD yang ditemukan di Manila, Filipina. Kemudian ini menyebar ke negara lain seperti
Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia. Pada tahun 1968 penyakit DBD dilaporkan
di Surabaya dan Jakarta dengan jumlah kematian yang sangat tinggi.

ETIOLOGI
Virus dengue tipe 1,2,3,4 (golongan Arthropod borne virus
group B)
ditularkan melalui gigitan banyak spesis nyamuk Aedes
( antara lain Aedes aegypti dan Aedes albopictus)
Penyakit ini banyak terdapat di daerah tropis.
Di Indonesia dikenal 2 jenis nyamuk Aedes yaitu:
Aedes agypti
Aedes albopictus

KLASIFIKASI
Menurut WHO 1997 dibagi atas:
Derajat I : demam dan uji tourniquet (+)
Derajat II : demam dengan perdarahan spontan, pada umumnya di
kulit dan/atau perdarahan di tempat lain
Derajat III : ditemukan kegagalan sirkulasi yang ditandai dengan
nadi cepat dan lembut, tekanan nadi rendah (<20mmHg) atau
hipotensi dengan kulit dingin, lembab dan gelisah.
Derajat IV : renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang
tidak dapat diukur

PATOFISIOLOGI
Anamnestic antibody
response

Secondary Heterogenous Dengue


Infection

Replikasi virus

Kompleks antigen-antibodi
Aktivasi sistem komplemen
Anafilatoksin C3a dan C5a

Komplemen
Histamin dalam urin
meningkat

Permeabilitas kapiler meningkat


>30 % pada kasus
syok 24-28 jam

Ht meningkat
Natrium menurun
Cairan dalam
Rongga serosa

Perembesan plasma
hipovolemia

Asidosis

syok

Asidosis

4 gejala utama DBD:

demam tinggi

Perdarahan

Hepatomegali

kegagalan sirkulasi

Tanda-tanda syok :
anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis.
nafas cepat, nadi teraba lembut kadang-kadang tidak
teraba.
TD turun, tekanan nadi <10mmHg
akral dingin, capillary refill menurun
diuresis menurun sampai anuria

komplikasi : asidosis metabolik, perdarahan hebat.

KRITERIA DIAGNOSIS

kontak dengan penderita DBD dan DSS


kriteria WHO (1997) :
gejala klinis : demam tinggi mendadak 2-7hari
manifestasi perdarahan
uji tourniquet +
perdarahan spontan (petekia,purpura, ekimosis, epistaksis, perdarahan
gusi, hematemesis, melena)
hepatomegali
tanpa atau dengan gejala renjatan :
nadi lemah, cepat, kecil sampai tidak teraba
tekanan nadi < 20mmHg
tekanan darah rendah
kulit teraba dingin dan lembab(terutama daerah akral)
sianosis sekitar mulut
Laboratorium : Trombositopenia (<100.000/mm3)
Hemokonsentrasi (Ht 20%)

Diagnosis klinis :
> 2 gejala klinis dengan trombositopeni dan Hemokonsentrasi
Diagnosis pasti :

Hemaglutination inhibition test (HI)

Tes netralisasi

Dot-blot immunoassay

Tes fiksasi komplemen


Diagnosis banding :
demam tifoid
infeksi virus lain

PEMERIKSAAN PENUNJANG
- HI
- IgG
- IgM
- Isolasi virus
KOMPLIKASI
Ensefalopati Dengue
Perdarahan organ
Acute Tubular Necrosis (ATN)
Edema Paru
Diare
Disseminated intravascular coagulation (DIC)

PENATALAKSANAAN
A. Tanpa renjatan
Pengawasan : Tanda vital (1-2 jam)
Ht ( 3-4 jam )
Monitior intake,output dan kondisi pasien
bila dapat minum dianjurkan banyak minum.
muntah, nyeri ulu hati, Ht cenderung meningkat, kejang atau trombosit menurun infus
glukosa 5% dilarutkan dalam 1:2 atau 1:1 larutan NaCL fisiologis
Dengan kebutuhan :

- inisial : 10mL/kgBB untuk setiap kehilangan cairan 1% dari BB

- rumatan :
BB(kg)

Voluime rumatan (mL) untuk 24jam

0-10

100 mL/kg BB

11-20
>20

1000 mL+ 50mL/kgBB


1500 mL+ 20mL/kgBB

Simtomatik : antipiretik parasetamol 6jam bila hiperpireksia


(>39),
kecenderungan kejang demam

B. Renjatan
Diberikan RL, Ringer asetat atau glukosa 5% dilarutkan dalam NaCL fisiologis
1:1 atau 1:2 secara cepat (<20 menit) iv bolus 10-20ml/kgBB.
Bila masih syok oksigen, periksa Ht.
Jika Ht meningkat berikan plasma/plasma pengganti atau albumin 5% sebanyak 1020mL/kgBB secara bolus
bisa diulangi bila perlu dengan cairan koloid 20-30ml/kgBB

Bila masih juga syok fresh whole blood 10ml/kgBB(jika Ht


tetap >35%)
Bila terdapat renjatan lagi pemberian cairan sesuai dengan terapi cairan tanpa
renjatan
Koreksi gangguan elektrolit dan keseimbangan asam basa
Sedativa : kloral hidrat 12,5-50 mg/kgBB peroral/rektal

PEMANTAUAN
Observasi tanda vital dan keadaan klinis
Periksa serial Hb, Ht dan trombosit. (kasus ringan setiap 4 jam)
pemeriksaan setiap 2 jam sakit ulu hati, mual, Ht meningkat, trombosit
menurun,
Pada renjatan dilakukan pemeriksaan :
tanda vital setiap 15-30 menit
intake dan output
elektrolit dan serum, analisis gas
PT,PTT,TT,FDP
Tes fungsi hati

ENSEFALOPATI DENGUE

< 5% DBD/DSS disertai manifestasi tidak lazim berupa :


Ensefalopati/ensefalitis :gelisah, iritabel atau koma.
Pemeriksaan neurologis biasanya menunjukkan
hiperefleksia, Babinski +.
Gagal hepar dengan ikterus.
Gagal ginjal disebabkan syok lama, hepatorenal sindrom
dan hemoglobinuria.
Infeksi kombinasi : infeksi dengue + dengue pada
penderita Thalasemia, defisiensi G6PD dan penyakit
jantung kongenital.

Ensefalopati
komplikasi syok yang berkepanjangan dengan perdarahan
dapat juga pada DBD yang tidak disertai syok
penyebab : gangguan metabolik seperti hipoksemia, hiponatremia,
atau perdarahan
bersifat sementara, dapat juga disebabkan oleh trombosis
pembuluh darah otak sementara sebagai akibat dari DIC.
toksin virus dengue dapat menembus BBB, tetapi sangat jarang
virus dapat menginfeksi jaringan otak.
keadaan ensefalopati berhubungan dengan kegagalan hati akut.

Penyebab ensefalopati yang sering adalah :


hepatik ensefalopati:
syok berat menyebabkan hipoksia dan iskemia, dapat terjadi bila
penatalaksanaan kurang baik, misalnya overhidrasi.
Inborn error of metabolism, misalnya sindrom Reye
Penggunaan obat hepatotoksik.
Penyakit hepar yang mendasari, misalnya karier hepatitis B, talasemia.

imbalans elektrolit (hiponatremia, hipokalsemia).


Gangguan metabolisme (hipoglikemia).
Perdarahan intrakranial, trombosis/ iskemia serebral.

Gangguan keseimbangan elektrolit


fase leakage/kritis dan yang paling sering adalah hiponatremia dan
hipokalsemia, sedangkan hipokalemia sering pada fase konvalesen.

Hiponatremia :
intake tidak cukup
cairan hipotonik misalnya N/2 atau N/3.
Jika penderita tidak kejang tidak perlu diberikan NaCl 3%, tetapi cukup
diberikan NaCl 0,9% atau RL-D5 %

Hipokalsemia :
leakage Ca mengikuti albumin ke ruangan peritoneum dan pleura
Diobati dengan Ca glukonas 10% 1ml/kgBB (maksimal 10ml) diencerkan i.v
perlahan-lahan
diulangi tiap 6 jam (penderita risiko tinggi,mungkin mengalami komplikasi)

KLINIS

kesadaran menurun (apatis atau somnolen)


dapat disertai atau tidak kejang
dapat terjadi pada DBD/SSD

Apabila pada pasien syok dijumpai penurunan kesadaran, syok harus diatasi
terlebih dulu untuk memastikan adanya ensefalopati
Apabila syok telah teratasi, perlu dinilai kembali kesadarannya
Pungsi lumbal bila syok telah teratasi dan kesadaran tetap menurun (hatihati bila trombosit < 50.000/uL).

Hasil lab:
peningkatan kadar transaminase (SGOT/SGPT)
PT dan PTT memanjang
Glukosa turun
alkalosis pada analisa gas darah
hiponatremia

Hasil Penelitian

Penelitian tentang hubungan serotipe virus Dengue dengan


beratnya penyakit yang ditimbulkan (kematian). Spesimen darah
diambil dari penderita klinis DBD yang dirawat di Bagian Ilmu
Kesehatan Anak RSCM, Jakarta, 1986.
Kriteria klinis DBD dari WHO 1975 dipakai untuk menentukan
diagnosis.
Karena penderita meninggal maka hanya didapatkan satu
spesimen darah saja yaitu darah akut.

Selama periode ini (1986) sebanyak 1100 kasus DBD dirawat di


Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSCM.
51 anak meninggal 37 penderita diambil spesimen daranhnya.
Secara klinis dari 51 penderita yang meninggal :

22 penderita adalah gred IV


27 penderita gred III
2 penderita gred II.
39% adalah DSS dengan ensefalopati.

Dapat diisolasi :
12 DEN3 8 penderita menunjukkan gejala DSS, satu dengan
ensefalopati dan satu tidak.
5 DEN2 gred III dan satu gred II
2 DEN1 gred II

DEN 3 paling dominan DEN 2 DEN 1


Tidak ada DEN 4 yang dapat diisolasi dari penderita yang meninggal ini

Dari berat ringannya penyakit yang ditimbulkannya terlihat bahwa DEN 3 sangat
berhubungan dengan kasus yang berat.
Dari 12 virus Dengue yang dapat diisolasi Gred III/IV , 8 dengan ensefalopati
DEN 2 : 2/5 penderita adalah gred III/IV dengan satu ensefalopati.
DEN 1 : semua penderita yang virusnya dapat diisolasi hanya Grade II saja.
DEN 4 tidak berhubungan dengan kasus yang berat seperti terlihat tidak
adanya isolasi virus.

KESIMPULAN
1) DEN 3 masih merupakan serotipe yang dominan dan paling berhubungan dengan kasus
yang berat/meninggal.
2) DEN 2, DEN 1 menyusul di belakangnya.
3) Dengue 4 tidak menyebabkan kasus DBD berat.
4) Gejala ensefalopati banyak diketemukan

PENANGANAN

cenderung edema otak dan alkalosis, maka bila syok telah teratasi
cairan diganti dengan cairan yang tidak mengandung HCO3
jumlah cairan segera dikurangi
Larutan laktat ringer dekstrosa segera ditukar dengan larutan NaCL 0,9%: glukosa
5% = 3:1.

kortikosteroid
Bila disfungsi hati (+) vitamin K iv 3-10mg 3 hari
kadar gula darah diusahakan > 60mg/dl
mencegah peningkatan TI mengurangi jumlah cairan (bila perlu diberikan
diuretik), koreksi asidosis dan elektrolit.
Perawatan jalan nafas oksigen adekuat
neomisin dan laktulosa mengurangi produksi amoniak

antibiotik profilaksis (kombinasi ampisilin 100mg/kg


BB/hari + kloramfenikol 75mg/kgBB/hari).
Usahakan tidak memberikan obat-obat yang tidak
diperlukan(misalnya antasid, anti muntah)
mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
Transfusi darah segar atau komponen (atas indikasi
tepat).
Bila diperlukan transfusi tukar, pada masa penyembuhan
dapat diberikan asam amino rantai pendek.

PROGNOSIS
Penyembuhan DBD dengan atau tanpa syok akan terjadi cepat,
akan tetapi kadang-kadang sulit diramalkan.
Walaupun dari sebagian besar pasien dengan syok berat, bila
pengobatan adekuat sembuh dalam 2-3hari.
Timbulnya nafsu makan prognosis yang baik.
Pada saat penyembuhan seringkali disertai sinus bradikardi atau
denyut nadi tidak teratur(aritmia) dan adanya ruam petekie yang
menyeluruh dengan bagian kulit sehat berupa bercak putih
diantaranya pada daerah distal tubuh.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sri Rezeki S.H, Hindra Irawan S, Demam Berdarah Dengue, Pelatihan bagi Pelatih
Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
DBD, , Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2002. hal 103.
2. Sumarmo S. P.S, Herry Garna, Sri Rezeki H.H, Hindra Irawan S, Infeksi Virus
Dengue, Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis, Edisi 2, Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia, 2008. hal 175.
3. Herry Garna, Heda Melinda, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome,
Pedoman Diagnosis dan Terapi, Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 3, Bandung : Fakultas
Kedokteran Universitas Padjajaran, 2005. hal 247-54
4. T.H. Rampengan, Demam Berdarah Dengue dan Dengue Shock Syndrome, Penyakit
Infeksi Tropik pada Anak, Edisi 2, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2008. hal
123-47.
5. Demam Berdarah Dengue, Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan
Anak, Jakarta, Agustus 2007. hal 175-84.

PENYEBAB : Bordetella pertusis.

PERTUSIS
batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif,
merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang
dapat menyerang setiap orang yang rentan seperti
anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa
dengan kekebalan yang menurun

Bordetella pertusis

Toksin Pertusis (TP)


Sub Unit A

Sub Unit B

Infeksi sekunder
menutupi permukaan silia
meningkatkan produksi mucus
peradangan saluran napas dengan hyperplasia
kelenjar lymph peribronchial

Berikatan pada sel target


dan aktivasi TP (A)
merangsang pengeluaran enzim
dan ADP
mempengaruhi fungsi dari leukosit, limfosit

MANIFESTASI KLINIS

Stadium Kataral

7-10 hari setelah terinfeksi


Bersin-bersin
Mata berair
Nafsu makan berkurang
Lesu
Batuk (pada awalnya hanya timbul di malam hari
kemudian terjadi sepanjang hari)

MANIFESTASI KLINIS

Stadium Paroksismal / spasmodik


10 - 14 hari setelah terinfeksi
Batuk makin berat, pasien gelisah, muka merah,
sianotik
Whooping
Muntah
Petekia pada kepala dan leher atau perdarahan
konjungtiva

MANIFESTASI KLINIS

Stadium Konvalesensi
4 6 minggu setelah terinfeksi
Batuk berkurang
Nafsu makan timbul kembali

DIAGNOSIS
Anamnesis

Pemeriksaan Fisik

Laboratorium
Leukosit dan hitung jenis sel : Leukositosis (15.000
100.000/mm3)3) dengan limfositosis absolut
IgG toksin pertusis

DIAGNOSIS BANDING
Bronkiolitis (RSV) pada bayi < 6 bulan

Asma
Obstruksi di trakea, benda asing, penekanan dari
kelenjar lkimfe hilus karena TBC atau tumor mediastinal
Pneumonia

Leukemia akut (Reaksi lukomoid)

PENATALAKSANAAN
PRINSIP
membatasi jumlah paroksismal, untuk mengamati keparahan batuk, memberi
bantuan bila perlu, dan memaksimalkan nutrisi, istirahat, dan penyembuhan
tanpa sekuele

Suportif umum
Observasi ketat
Antibiotik

KOMPLIKASI
Pneumonia
Atelektasis
Ruptur alveoli
Emfisema
Kejang
perdarahan subkonjungtiva, hematoma, perdarahan intrakranial

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai