Anda di halaman 1dari 3

1.

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki lebih dari 17.000
pulau dengan kekayaan karang, padang lamun dan pantai berpasir yang sangat
baik untuk habitat dan kelangsungan hidup penyu. Penyu memanfaatkan
kawasan pantai berpasir sebagai tempat persinggahan dan melakukan aktifitas
biologi seperti bersarang dan bertelur (Janawi, 2009). Diantara enam dari tujuh
spesies penyu laut, yaitu penyu belimbing (Dermochelys coriacea, Linnaeus),
penyu sisik (Eretmochelys imbricata, Linnaeus), penyu hijau (Chelonia mydas,
Linnaeus), penyu abu-abu atau lekang (Lepidochelys olivacea, Eschscholz),
penyu tempayan (Caretta carreta, Linnaeus), serta penyu pipih (Natator
depressus, Garman) di miliki oleh Indonesia (Direktorat Konservasi dan Taman
Nasional Laut Direktorat Jendral Kelautan Pesisir dan PulauPulau Kecil
Departemen Kelautan dan Perikanan RI 2009). Penyu tersebut terbukti mencari
makan dan berkembang biak di wilayah Indonesia (Salim dan Halim, 1984, A.A.
Sani, 2000). Namun Jumlah ini masih menjadi perdebatan, karena (Nuitja 1992
dalam Direktorat Kelautan dan Perikanan, 2012) menyebutkan hanya lima jenis
yang ditemukan di Indonesia, dimana Caretta caretta dinyatakan tidak ada.
Namun demikian, beberapa peneliti mengungkapkan bahwa Caretta caretta
memiliki daerah jelajah yang meliputi Indonesia (Limpus et al .1992, Charuchinda
et al. 2002 dalam Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu, 2012).
Menurut Peta Sebaran Migrasi Penyu di Indonesia oleh WWF, Kepulauan Riau
(Kepri) merupakan lokasi persinggahan penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu
sisik (Eretmochelys imbricata) yang melakukan migrasi (Peta Jalur Migrasi Penyu
di Indonesia, WWF-Indonesia). Satu wilayah Kepulauan Riau yang menjadi
persinggahan untuk penyu bertelur dan berkembangbiak adalah Pulau Mapur.
Secara adiministratif Pulau Mapur merupakan bagian dari Desa Mapur,
Kecamatan Bintan Pesisir dari Kabupaten Bintan.
Penyu merupakan reptil yang hidup di laut serta mampu bermigrasi dalam
jarak yang jauh di sepanjang kawasan Samudera Hindia, Samudera Pasifik dan
Asia Tenggara. Keberadaannya telah lama terancam, baik dari dalam maupun
kegiatan manusia yang membahayakan populasinya secara langsung maupun
tidak langsung (Pedoman Teknis Pengelolaan Konservasi Penyu, 2012).
Pergeseran lahan yang menyebabkan kerusakan habitat pantai dan ruaya
pakan, kematian penyu akibat kegiatan perikanan, pengelolaan teknik-teknik

konservasi yang tidak memadai, perubahan iklim, penyakit, pengambilan penyu


dan telurnya serta ancaman predator merupakan faktor-faktor penyebab
penurunan populasi penyu. Selain itu, karakteristik siklus sangat panang
(terutama penyu hijau, penyu sisik dan penyu tempayan) dan untuk mencapai
kondisi stabil (kelimpahan populasi konstan selama 5 tahun terakhir) dapat
memakan waktu cukup lama sekitar 30-40 tahun, maka sudah seharusnya
pelestarian terhadap satwa langka ini menjadi hal yang mendesak (Dermawan,
2015).
Penyu hijau (Chelonia mydas) dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) telah di
atur perlindungannya secara Nasional dalam UU No. 5 Tahun 1990 dan UU No.
31 Tahun 2004 jo UU No. 45 Tahun 2009. Secara Internasional telah dimasukan
kedalam Appendik I CITES dimana aturan ini melarang semua pemanfaatan
penyu dalam bentuk apapun. Ancaman yang begitu banyak terhadap
keberlangsungan hidup penyu juga mendaftarkan kedalam Redlist IUCN. Saat ini
status Penyu hijau (Chelonia mydas) di dalam Redlist IUCN adalah Endangered
dan penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dengan status Critically Endangered.
Untuk di Pulau Mapur sendiri belum ada yang mempublikasikan kajian tentang
karakterisitik biofisik dari dua penyu tersebut diatas.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut maka dalam rangka pratek akhir ini
penulis mengambil judul Studi Karakteristik Biofisik Habitat Peneluran
Penyu Sisik (Eretmochelys imbricata) dan Penyu Hijau (Chelonia mydas) di
Pulau Mapur, Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau, sehingga dapat
menjadi dasar pengelolaan perlindungan kedua penyu tersebut secara
berkelanjutan dan sebagai pelaksanaan Karya Ilmiah Praktek Akhir di Sekolah
Tinggi Perikanan Tahun Ajaran 2015/2016.
1.2 Tujuan
Pelaksaan pratek akhir ini bertujuan :
1. Mengetahui karakteristik pantai peneluran penyu di Pulau Mapur,
Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
2. Menghitung jumlah populasi penyu yang mendarat di sekitar pulau Mapur,
Kabupaten Bintan, Provinsi Kepulauan Riau.
3. Mengetahui upaya pelestarian penyu di Pulau Mapur, Kabupaten Bintan,
Provinsi Keplauan Riau.
1.3 Batasan Masalah
Dalam pratek akhir ini, penulis membatasi masalah pada:

1. Mengamati karakteristik Pantai Mapur yang meliputi kemiringan pantai,


suhu pasir sarang, ukuran sarang dan vegetasi pantai sekitar.
2. Jumlah penyu yang mendarat di pantai Pulau Mapur baik yang naik untuk
bertelur maupun yang naik tapi tidak bertelur.
3. Upaya pelestarian terhadap penyu di Pulau Mapur yang meliputi
perlindungan habitat peneluran dan kegiatan patroli pantai.

Anda mungkin juga menyukai