yang
kurang
di
masyarakat
akan
gejala
dan
upaya
ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390 C
dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah
2.1.1.3 History
ISPA merupakan proses inflamasi yang terjadi pada setiap bagian saluran
pernafasan atas maupun bawah, yang meliputi infiltrat peradangan dan edema
mukosa, kongestif vaskuler, bertambahnya sekresi mukus serta perubahan struktur
fungsi siliare (Muttaqin, 2008). Tanda dan gejala ISPA banyak bervariasi antara lain
demam, pusing, malaise (lemas), anoreksia (tidak nafsu makan), vomitus (muntah),
photophobia (takut cahaya), gelisah, batuk, keluar sekret, stridor (suara nafas),
dyspnea (kesakitan bernafas), retraksi suprasternal (adanya tarikan dada), hipoksia
(kurang oksigen), dan dapat berlanjut pada gagal nafas apabila tidak mendapat
pertolongan dan mengakibatkan kematian (Nelson, 2003).
Sedangkan tanda gejala ISPA menurut Depkes RI (2002) adalah :
a. ISPA Ringan
Seseorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan satu atau lebih
gejala-gejala sebagai berikut:
1) Batuk
2) Serak, yaitu anak bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misal pada
waktu berbicara atau menangis).
3) Pilek, yaitu mengeluarkan lender atau ingus dari hidung.
4) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370 C atau jika dahi anak diraba.
b. ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika dijumpai gejala dari ISPA
ringan disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Pernafasan lebih dari 50 kali per menit pada anak yang berumur kurang dari
satu tahun atau lebih dari 40 kali per menit pada anak yang berumur satu tahun
atau lebih. Cara menghitung pernafasan ialah dengan menghitung jumlah
tarikan nafas dalam satu menit. Untuk menghitung dapat digunakan arloji.
2) Suhu lebih dari 390 C (diukur dengan termometer).
3) Tenggorokan berwarna merah.
4) Timbul bercak-bercak merah pada kulit menyerupai bercak campak.
5) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga.
6) Pernafasan berbunyi seperti mengorok (mendengkur).
7) Pernafasan berbunyi menciut-ciut.
c. ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika dijumpai ejala-gejala ISPA
ringan atau ISPA sedang disertai satu atau lebih gejala-gejala sebagai berikut:
1) Bibir atau kulit membiru.
2) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernafas.
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis sendok teh dicampur dengan kecap atau madu sendok teh ,
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak
dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan
Kepala
Puskesmas
bertanggung
jawab
bagi
keberhasilan
perlu.
Memberikan pengobatan kasus pneumonia berat yang tidak bisa
stridor.
Bersama dokter atau dibawah, petunjuk dokter melatih kader.
Memberi penyuluhan terutama kepada ibu-ibu.
Melakukan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pimpinan Puskesmas
sehubungan dengan pelaksanaan program pemberantasan penyakit
ISPA.
Kader kesehatan
Dilatih untuk bisa membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat
menderita penyakit
Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek
(bukan pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk
pneumonia
(tidak
berat)
dengan
antibiotik
kontrimoksasol.
Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk
2.1.2.4 Ekonomi
Biasanya dilihat dari : pertama pendapatan keluarga dan kedua kepemilikan
barang. Meskipun demikian, keduanya mempengaruhi kemampuan keluarga dalam
merawat bayi, bila ditinjau dari aspek finansial. Keadaan ekonomi keluarga lebih
menggambarkan kemampuan keluarga tersebut untuk berupaya mewujudkan
kesejahteraannya termasuk di dalamnya mewujudkan derajat kesehatannya. Sebuah
penelitian telah dilakukan di Filipina, membuktikan bahwa sosial ekonomi orang tua
yang rendah akan meningkatkan risiko ISPA pada anak umur kurang dari 1 tahun
(Tupasi et al, 1988; Deb, 1998). Berdasarkan studi di dunia maju menunjukan suatu
hubungan yang jelas antara satatus ekonomi yang diukur dengan besarnya rumah
tangga, banyaknya kamar dan banyaknya orang yang menghuni kamar dengan
terjadinya infeksi saluran pernafasan. Status ekonomi yang rendah dan kesesakan
rumah meningkatkan frekuensi kejadian ISPA (Moesley, 1984; Singarimbun, 1988;
Biddulph, 1999; Lubis, 2003).
2.1.2.5 Pendidikan
Ibu dengan pendidikan yang baik akan memiliki akses informasi yang lebih
luas sehingga berdampak positif terhadap cara merawat bayi. Kemampuan
merawat bayi oleh seorang ibu ada hubungannya dengan tingkat kemajuan
masyarakat. Itulah sebabnya IMR (Infant Mortality Rate) suatu negara dijadikan
sebagai parameter terhadap kemajuan negara tersebut. Menurut Soekanto (1993),
pendidikan akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk membuka jalan
pikiran dalam menerima ide-ide atau nilai-nilai baru. Hubungan pendidikan ibu
dengan kejadian ISPA memiliki hubungan yang signifikan (Herrero, 1983;
Sumargono,1989; Sukar et al, 1950).
Peranan pengetahuan ibu terhadap risiko terjadinya ISPA terkait dengan
motivasi seseorang merawat bayinya. Pengetahuan seorang ibu mengenai ISPA
diperoleh dari pengalamannya atau dari informasi yang lain. Dengan pengetahuan
yang dimilikinya, diharapkan dapt dipraktikkan dalam merawat bayinya. Hubungan
antara pengetahuan ibu dan kejadian ISPA memiliki hubungan yang signifiikan
(Rosmayadi, 1984; Sumargono, 1989).
Pandangan seseorang mengenai suatu hal atau objek yang sebelumnya telah
dilihat atau didapatkan informasi merupakan istilah dari sikap (Notoatmodjo,
1993). Sikap yang baik terhadap kesehatan khususnya yang berkaitan dengan
ISPA, diharapkan bias dilaksanakan ibu yang mempunyai bayi dan balita sehingga
dapat mencegah atau mencari pengobatan dengan cepat dan tepat.
2.1.2.6 Politik dan Kebijakan
Program Pemberantasan Penyakit (P2) ISPA membagi penyakit ISPA dalam 2
golongan yaitu pneumonia dan yang bukan pneumonia. Pneumonia dibagi atas
derajat beratnya penyakit yaitu pneumonia berat dan pneumonia tidak berat.
Penyakit batuk pilek seperti rinitis, faringitis, tonsilitis dan penyakit jalan napas
bagian atas lainnya digolongkan sebagai bukan pneumonia. Etiologi dari sebagian
besar penyakit jalan napas bagian atas ini ialah virus dan tidak dibutuhkan terapi
antibiotik. Faringitis oleh kuman Streptococcus jarang ditemukan pada balita. Bila
ditemukan harus diobati dengan antibiotik penisilin, semua radang telinga akut
harus mendapat antibiotik.
Penemuan dini penderita pneumonia dengan penatalaksanaan kasus yang
benar merupakan strategi untuk mencapai dua dari tiga tujuan program (turunnya
kematian karena pneumonia dan turunnya penggunaan antibiotik dan obat batuk
yang kurang tepat pada pengobatan penyakit ISPA).
Pedoman penatalaksanaan kasus ISPA akan memberikan petunjuk standar
pengobatan penyakit ISPA yang akan berdampak mengurangi penggunaan
antibiotik untuk kasus-kasus batuk pilek biasa, serta mengurangi penggunaan obat
batuk yang kurang bermanfaat.
Untuk mencapai tujuan pengendalian pneumonia dan influenza maka
ditetapkan kebijakan operasional sebagai berikut :
1. Advokasi kepada pemangku kepentingan di semua tingkat untuk membangun
komitmendalam pencapaian tujuan pengendalian ISPA.
2. Pengendalian ISPA dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundangan yang
berlaku.
3. Peningkatan penemuan kasus dan tatalaksana pneumonia Balita sesuai
dengan standar di semua fasilitas pelayanan kesehatan.
4. KIE pengendalian ISPA melalui berbagai media sesuai dengan kondisi sosial
dan budaya setempat.
5. Ketersediaan logistik pengendalian ISPA menjadi tanggung jawab pusat dan
daerah.
6. Pengendalian ISPA dilaksanakan melalui kerjasama dan jejaring dengan lintas
program lintas sektor, swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah
baik nasional maupun internasional.
bermain,
(Lever)
mengatakan
selama
bermain
anak
dapat