Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang
parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis yang.
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi salah satu masalah terbesar di
dunia. Penyakit ini beberapa tahun terakhir, selalu menduduki peringkat kedua
penyebab kematian setelah HIV. Hampir 8,3 juta orang menderita penyakit ini
pada tahun 2012 dan 1,3 juta diantaranya meninggal. Terdapat lima Negara yang
menjadi penyumbang utama untuk insidensi TB yaitu India, China, Afrika
Selatan, Indonesia, dan Pakistan (WHO, 2013). Angka kematian yang ditimbulkan
dari penyakit ini termasuk sangat tinggi pada tahun 2010 dengan jumlah kejadian
sekitar 1,4 juta kematian atau setara dengan 3.800 kematian perhari. Selain itu,
keadaan ini diperparah dengan banyaknya penderita TB yang berada pada usia
produktif, yaitu 20-49 tahun. Hal ini menimbulkan dampak penurunan
produktivitas, terutama pada penderita TB sendiri. Indonesia menjadi Negara
pertama di wilayah Asia Tenggara yang mampu mencapai target global TB untuk
mendeteksi kasus dan melakukan pengobatan pada tahun 2006 (Depkes, 2010).
Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang kejadiannya
paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5 juta orang, urutan kedua dijumpai di
Cina yang mencapai 2 juta orang dan Indonesia menduduki urutan ketiga dengan

penderita 583.000 orang. Hampir setengah juta lebih

kasus penyakit dari

perkiraaan sebelumnya, dan mengatakan bahwa beberapa 9 juta orang terkena TB


pada tahun 2013, sementara itu 1,5 juta orang meninggal, termasuk 360.000 orang
yang positif terinfeksi HIV (WHO, 2014).
Dilaporkan 8.7 juta kasus baru TB aktif di seluruh dunia 13% yang
melibatkan koinfeksi dengan Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan 1,4 juta
kematian, termasuk 430.000 kematian diantara pasien infeksi HIV (Global
Tuberculosis Report, 2012). Tiga negara dengan prevalensi tuberkulosis tertinggi
di ASEAN adalah Kamboja dengan 817 per 100.000 penduduk, Laos dengan 540
per 100.0000 penduduk, dan Myanmar dengan 506 per 100.000. Singapura
merupakan negara dengan prevalensi tuberkulosis terendah yaitu sebesar 46 per
100.000 penduduk (Depkes, 2013). Sedangkan Indonesia berada di posisi keenam
untuk prevalensi tuberkulosis dengan 281 per 100.000 penduduk dan insidensi
sebesar 189 per 100.000 penduduk. Bahkan 27 dari 1.000 penduduk terancam
meninggal (Depkes, 2013).
Tuberkulosis sampai sekarang ini masih menjadi persoalaan global
(WHO, 2011). Secara global diperkirakan terdapat 630.000 kasus MDR-TB
(Multi Drugs Resisten). Kasus MDR dari tahun ke tahun diperkirakan akan terus
meningkat. Indonesia berada pada urutan ke-8. Secara global, estimasi insiden
kasus baru TB resisten obat terlapor sebesar 3.7% sementara insiden kasus TB
dengan riwayat pengobatan sebanyak 20%. Pencegahan MDR-TB dilakukan
melalui startegi Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) yang
direkomendasikan secara international serta terbukti efisien dan cost-effective.

Walaupun strategi DOTS telah terbukti sangat efektif untuk pengendalian TB,
tetapi beban penyakt TB di masyarakat masih sangat tinggi (WHO, 2011).
Estimasi prevalensi semua jenis kasus TB adalah 690.000 dan kejadian
diperkirakan adalah 450.000 kasus baru per tahun (WHO, 2011).
Masalah MDR yang belum teratasi, diperparah dengan adanya kondisi
XDR-TB (Extensively Drug Resistant). XDR-TB merupakan salah satu bentuk TB
yang disebabkan oleh bakteri yang resistan terhadap hampir semua obat anti TB
yang efektif misalnya, MDR-TB plus resistan terhadap fluoroquinolones dan
segala bentuk pengobatan lain (second-line) anti TB injeksi: amikacin, kanamycin
atau capreomycin. XDR-TB dilaporkan 105 negara diperkirakan 9.7% orang
dengan MDR-TB memiliki XDR-TB (Global Tuberculosis Report, 2015). MDRTB dan XDR-TB sangat mematikan bagi penderita HIV. Penelitian menunjukkan
CFR (Case Fatality Rate) di atas 90%. Oleh karena itu, Drug-resistant TB
merupakan ancaman utama terhadap keefektifan program pengobatan TB maupun
anti-retrovirall.
Di negara berkembang prevalensi MDR-TB berkisar antara 4,6%-22,2%.
MDR-TB rendah pada kasus baru 1-2%, tetapi meningkat pada pasien yang
pernah diobati sebelumnya 15% (WHO, 2014). Sedangkan pada tahun 2013
berdasarkan hasil survelen TB terdapat sebanyak 460.000 orang termasuk
penderita MDR-TB dan sebanyak 210.000 orang yang meninggal dunia (WHO,
2014). Dan terdapat sebanyak 27 negara yang termasuk high burden countries
for TB MDR yang mempresentasikan sekitar 85% beban MDR-TB dunia (WHO,
2011). Indonesia berada di peringkat delapan dari 27 negara high burden

countries for TB MDR di dunia. Sementara berdasarkan laporan WHO pada


tahun 2013 terdapat sebanyak 6.800 kasus MDR-TB di Indonesia dengan proporsi
TB-MDR terbanyak terjadi pada pasien pengobatan ulang atau dengan kata lain
pernah menjalankan pengobatan yaitu sebanyak 12 % dan sedikit pada kasus baru
yaitu sebanyak 2% (Depkes, 2014).
Dunia farmasi dituntut untuk mencari dan mengembangkan obat obat baru.
Produk alami yang salah satunya adalah kurkumin. Kurkumin [1,7-bis-(4hidroksi-3-metoksifenil)-1,6-heptadiena-3,5-dion] merupakan penyumbang warna
utama pada rimpang tanaman Curcuma longa L. Oleh karena itu, banyak
digunakan sebagai bahan pewarna alami pada makanan, obat-obatan, kosmetik,
maupun tekstil (Tonnesen & Karlsen, 1985). Selain digunakan sebagai bahan
pewarna alami, kurkumin juga mempunyai aktivitas farmakologi sebagai
antialzheimer (Park & Kim, 2002), antiinflamasi, antioksidan, antikanker, antiHIV (Jayaprakasha et al., 2005).
Berdasarkan struktur cincin tengahnya, senyawa-senyawa ini dibagi
menjadi tiga seri (Heksagamavunon, Pentagamavunon, dan Gamavuton). Dimana
senyawa ini yang paling poten untuk dikembangkan sebagai antibakteri adalah
senyawa seri A-16 yaitu Heksagamavunon-6 (HGV-6) [2,6-bis (3,5-kloro-4hidroksi) benzilidinsikloheksanon], senyawa seri B-16 yaitu Pentagamavunon-6
(PGV-6) [2,5-bis (3,5-kloro-4-hidroksi) benzilidinsiklopentanon] dan senyawa seri
C-16 yaitu Gamavuton-6 (GVT-6) [1,5-bis-(difenil)-1,4-pentadiene-3-ones].
GVT-6 memiliki kemampuan lebih besar dalam menghambat bakteri
Staphylococcus pneumonia namun sama sekali tidak menghambat Candida

albicans.

Gugus

hidroksil

merupakan

bagian

penting

dalam

potensi

penghambatan aktivitas bakteri dan adanya gugus fenolik dapat beraksi sebagai
denaturan poten pada dinding sel bakteri (Sardjiman, 1997). Senyawa dengan
gugus pendonor elektron seperti gugus NO2, -Cl, -Br,-OH, -OCH3 dan -C=Cmemiliki aktivitas yang baik sebagai antibakteri. Berdasarkan latar belakang
tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melihat aktivitas analog kurkumin GVT-6
[1,5-bis-(difenil)-1,4-pentadiene-3-ones] sebagai antimikobakterium terhadap
Mycobacterium tuberculosis.

1.2 Rumusan dan Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah penelitian ini
adalah apakah senyawa analog kurkumin GVT-6 memiliki aktivitas sebagai
antimikobakterium tuberkulosis secara in vitro?
1.3 Tujuan Penelitian
Mengetahui

aktivitas

senyawa

analog

GVT-6

sebagai

antimikobakterium tuberkulosis secara in vitro.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Peneliti
Hasil dari

penelitian

ini

dapat

menambah

pengetahuan,

pengalaman dan memperkaya wawasan dalam hal aktivitas dari


senyawa analaog GVT-6 sebagai antimikobakterium tuberkulosis.
1.4.2 Bagi Akademik
1. Hasil yang diperoleh dapat menjadi dasar atau sebagai pendukung
pada penelitian selanjutnya.
2. Bahan tambahan kapustakaan akademi farmasi mitra sehat mandiri
sidoarjo.

1.4.3 Bagi Masyarakat


Memberikan informasi kepada masyarakat tentang manfaat GVT-6
sebagai anti tuberculosis sehingga dapat digunakan sebagai obat baru.

Anda mungkin juga menyukai