REFERAT
SINDROM NEUROLEPTIK MALIGNA
PEMBIMBING:
dr. Mintarti, Sp.S
dr. Dyah, Sp.S
PENULIS:
Teresa Shinta P
030.09.252
Kepaniteraan Klinik Ilmu Saraf
RSUD Kota Semarang
Periode 9 Juli 2014 16 Agustus 2014
Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
BAB I
PENDAHULUAN
Pengenalan obat antipsikotik di pertengahan 1950-an merevolusi pengobatan
skizofrenia dan gangguan psikotik lainnya. Efek samping obat anti-psikosis sangat
penting kita ketahui, mengingat penggunaan obat ini mungkin dapat diberikan dalam
jangka panjang. 1
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi
akibat komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik. Karakteristik dari
Sindrom Neuroleptik Maligna adalah hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan
perubahan kesadaran.
Morbiditas dan mortalitas pada Sindrom Neuroleptik Maligna terjadi akibat dari
komplikasi kardio, pulmo dan ginjal. Frekuensi Sindrom Neuroleptik Maligna secara
internasional bersamaan dengan penggunaan antipsikotik, khususnya neuroleptik.
Dari yang data dikumpulkan kejadian Sindrom Neuroleptik Maligna berkisar antara
0,2% - 3,2% dari pasien jiwa pada rawat inap yang menerima antipsikotik, namun
karena adanya kesadaran sebagai dokter terhadap pengetahuan tentang Sindrom
Neuroleptik Maligna ini, kejadian telah menurun menjadi sekitar 0,01% - 0,02%
pada pasien gangguan jiwa yang diobati dengan antipsikotik.
Pentingnya deteksi awal dan penegakan diagnosis yang cepat pada Sindrom
Neuroleptik Maligna karena komplikasi dari keadaan ini adalah kematian. Kematian
telah menurun dari laporan awal pada tahun 1960 dari 76% menjadi diperkirakan
antara 10 dan 20%.2,3,4
Sindrom Neuroleptik Maligna masih berpotensi mengancam kehidupan
apabila masih kurangnya kesadaran mengenai sindrom ini. Dibutuhkan kecurigaan
klinis yang tinggi untuk diagnosis dan pengobatan pada Sindrom Neuroleptik
Maligna. Sindrom Neuroleptik Maligna lebih sering dianggap sindrom daripada
diagnosis, sehingga referat ini dibuat untuk meningkatkan kesadaran diagnosis dan
manajemen reaksi obat secara serius.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Sindrom Neuroleptik Maligna merupakan komplikasi yang mengancam jiwa
yang dapat terjadi kapan saja selama pengobatan antipsikotik. Gejala motorik dan
gejala perilaku meliputi kekakuan otot, distonia, akinesia, bisu, dan agitasi. Gejala
otonom termasuk demam tinggi, berkeringat, dan peningkatan denyut nadi serta
tekanan darah. Hasil laboratorium yang bermakna meliputi peningkatan jumlah sel
darah putih, meningkatkan kadar kreatinin phosphokinase, enzim hati, mioglobin
plasma, dan myoglobinuria, kadang-kadang dikaitkan dengan gagal ginjal.5
DSM IV mendefiniskan sebagai gangguan rigiditas otot berat, peningkatan
temperatur dan gejala lainnya yang terkait (misalnya diaphoresis, disfagia,
inkontinensia, perubahan tingkat kesadaran dari konfusi sampai dengan koma,
mutisme, tekanan darah meningkat atau tidak stabil, peningkatan kreatin
phosphokinase (CPK) yang berkaitan dengan pengunaan pengobatan antipsikotik.5
Semua antipsikotik dianggap bertanggung jawab untuk menyebabkan
Sindrom Neuroleptik Maligna. Meskipun antipsikotik (Haloperidol, Fluphenazin)
lebih sering menyebabkan Sindrom Neuroleptik Maligna, semua obat anti psikotik
tipikal maupun atipikal dapat menyebabkan sindrom ini. Obat-obatan tersebut adalah
Prochlorperazine (Compazine), Promethazine (Phenergan), Clozapine (Clozaril), dan
Risperidone (Risperdal). Selain itu obat-obat non antipsikotik yang dapat memblok
dopamin dapat menyebabkan Sindrom Neuroleptik Maligna juga, obat-obat tersebut
adalah Metoclopramide, Amoxapine, and Lithium.6
2.2. Epidemiologi
Pria lebih sering terkena daripada wanita, dan pasien muda lebih sering
terkena daripada pasien lansia. Angka kematian bisa mencapai 10% - 20% atau
bahkan lebih tinggi ketika obat antipsikotik terlibat. Prevalensi sindrom diperkirakan
0,02% - 2,4% pada pasien yang menggunakan obat golongan Dopamin antagonis.
Laki-laki dewasa muda, anak-anak, dan remaja beresiko untuk Sindrom Neuroleptik
Maligna.1,5
Insiden untuk sindrom Sindrom Neuroleptik Maligna berkisar 0,02% - 3% di
antara pasien yang memakai agen antipsikotik. Survei terpusat melaporkan frekuensi
3 kasus Sindrom Neuroleptik Maligna (0,24%) dari 1.250 pasien yang menerima
Clozapine, dan Williams dan MacPherson memperkirakan kejadian dari Sindrom
Neuroleptik Maligna menjadi (0,10%) pada 9.000 pasien yang diobati Clozapine.
Dalam percobaan pra-pemasaran, produsen Quetiapine melaporkan 2 kasus mungkin
Sindrom Neuroleptik Maligna (0,08%) pada 2.387 pasien. Angka-angka yang hampir
sama pada kejadian Sindrom Neuroleptik Maligna diperkirakan terjadi antara
populasi pasien dengan gangguan jiwa. Perbedaan mungkin terjadi dalam populasi
sampel, antara pasien rawat inap dibandingkan rawat jalan, serta perbedaan dalam
metode pengawasan dan definisi penyakit digunakan.1,7
2.3. Etiologi
1.
suhu
sehingga
terjadi
demam
dan
juga
dapat
menyebabkan
mesokortikal.(3,8)
10
11
Gejala khas dari Sindrom Neuroleptik Maligna adalah kekakuan otot dan
kenaikan suhu (lebih dari 38 C) pada pasien dengan penggunaan obat antipsikotik.
Perubahan status mental merupakan gejala awal pada 82% pasien. Hal ini
terjadi mengingat komorbiditas yang khas pada pasien psikiatri yaitu delirium,
gelisah pada psikosis. Tanda-tanda katatonik dan bisu dapat menonjol.1,7,12
12
Hipertermia
Kekakuan Otot
Lead pape, plastic, cogwheel
Disfungsi otonom:
o Pernapasan - tachypena, dyspnea
o Kardiovaskular - aritmia, takikardia, tekanan darah yang tidak stabil,
hipotensi, hipertensi
o Lain-lain ; diaphoresis, pucat, kemerahan pada kulit, inkontinensia,
dysuria
Perubahan status mental :
o Agitasi, lesu, kebisuan, kebingungan, delirium, katatonia, pingsan,
koma
Gangguan gerak:
o Akinesia, bradikinesia, tremor, distonia, chorea, mioklonus
Tanda-tanda neurologis lainnya:
o Kejang, ataksia, nistagmus, tatapan paresis, mata berkibar, perubahan
refleks, Babinski positif
Tanda atau gejala tersebut dapat terjadi pada dosis tunggal antipsikotik
13
14
15
1)
Diaforesis
16
2)
Disfagia
3)
Tremor
4)
Inkontinensia
5)
6)
Mutisme
7)
Takikardia
8)
9)
Lekositosis
10)
C.
Gejala dalam kriteria A dan B bukan karna zat lain (misalnya, phenicyclidine)
atau suatu kondisi neurologis atau medis umum lain (misalnya, ensefalitis virus).
D.
Gejala dalam kriteria A dan B tidak diterangkan lebih baik oleh suatu
17
Rigiditas
Peningkatan Ckreatin Kinase (CK)
Kriteria Minor
Takikardi
Tekanan darah abnormal
Kesadaran Berubah
Diaphoresis
Lekositosis
* 3 kriteria major, atau 2 kriteria major and 4 kriteria minor, yang diperlukan untuk
diagnosis
Syndrome Serotonin
18
Sindrom serotonin adalah suatu keadaan yang berpotensi mengancam jiwa yang
berhubungan dengan peningkatan aktivitas serotogenik pada reseptor Sistem Saraf
Pusat dan reseptor serotogenik perifer. Dapat terjadi akibat adanya kombinasi obatobat yang dapat meningkatan neurotransmisi serotogenik (dua obat serotogenik).
Dapat terjadi juga setelah pemberian obat serotogenik atau peningkatan dosis obat
serotogenik. Pada orang-orang yang sensitive terhadap serotonin. Sindrom serotonin
sangat mirip SNM. Untuk membedakannya dengan menggali riwayat pengobatan
dengan perhatian pada perubahan dosis dan tidak adanya rigiditas berat.
2.
Hipertermia Maligna
Hipertermia Maligna adalah gangguan miopati dengan beberapa variasi (bentuk
dominan dan resesif autosomal dilaporkan). Hal ini biasanya terjadi segera setelah
terpapar, terhalogenasi agen anestesi inhalasi dan depolarisasi relaksan otot, seperti
suksinilkolin Dalam beberapa menit paparan, gejala hiperpireksia, kaku otot, dan ada
kenaikan kadar CK dan myoglobinurea. Gangguan tersebut juga dirasakan menjadi
penyakit sistem saraf perifer yang dihasilkan dar kelainan membran otot. MH sering
terjadi pada pasienyang memiliki gangguan miopati lain seperti distrofi otot,
myotonic,distrofi, dan miopati kongenital. Selain itu adanya riwayat keluarga terkait
HM pada saat anestesi dan mungkin kematian.
3.
Malignant Katatonia
19
Intoksikasi akut dengan obat narkoba, terutama kokain dan ekstasi (3,4methylenedioxymethamphetamine MDMA), bisa membingungkan dengan Sindrom
Neuroleptik Maligna. Obat-obatan ini sangat berpengaruh terhadap sistem saraf pusat,
agen ini menarik pelaku karena menghasilkan kewaspadaan, energi, dan euforia,
namun efek yang sama juga dapat bermanifestasi sebagai psikomotor agitasi,
delirium, dan bahkan psikosis. Hipertermia dan rhabdomyolysis dapat terjadi,
biasanya berkaitan dengan peningkatan aktivitas fisik dan suhu lingkungan.
Kekakuan tidak umum dalam kasus ini. Penggunaan MDMA juga dapat
menyebabkan sindrom serotonin. Sindrom ini dibahas secara rinci dan terpisah.
5.
20
Kejang
Hidrosefalus akut
Akut distonia
Tetanus
Tirotoksikosis
Pheochromocytoma
21
amfetamin, lithium)
Porfiria akut
2.10. Penatalaksanaan
A. Terapi suportif
Penatalaksaan yang paling penting adalah menghentikan semua antipsikotik
dan melakukan terapi suportif. Pada sebagian besar kasus, gejala akan mereda
dalam 1-2 minggu. Sindrom Neuroleptik Maligna yang disebabkan oleh depot
injeksi anti psikotik long action dapat bertahan selama sebulan. Terapi suportif
bertujuan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut dan memelihara fungsi
organ.Sifat intensif pemantauan diperlukan dan terapi suportif yang sedemikian
rupa sehingga masuk ke unit perawatan intensif diperlukan. Pengobatan suportif
berikut harus disediakan:1,5,9,10
insensible
dari
demam
dan
dari
diaforesis
juga
harus
22
B. Terapi farmakologik
Rekomendasi untuk perawatan medis tertentu dalam Sindrom Neuroleptik
Maligna didasarkan pada laporan kasus dan pengalaman klinis, bukan pada data
dari uji klinis. Keberhasilan pengobatan masih tidak jelas dan masih
diperdebatkan. Agen yang umum digunakan adalah Dantrolene, Bromocriptine,
dan Amantadine .1,5,9,10
23
Bromocriptine
merupakan
agonis
dopamin,
yang
berfungsi
untuk
2.12
. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling umum adalah rhabdomiolisis sebagai akibat dari
rigiditas otot terus menerus dan akhirnya terjadi kerusakan otot. Komplikasi
lainnya gagal ginjal, pneumonia aspirasi, emboli pulmo, edema pulmo, sindrom
distress respirasi, sepsis, diseminated intravascular coagulation, seizure, infark
miocardial.(7)
24
Tunggu setidaknya dua minggu sebelum melanjutkan terapi, waktu yang lebih
lama dilakukan jika adanya residual klinis.
25
Gunakan agen potensi yang lebih rendah daripada yang lebih tinggi.
Menghindari dehidrasi.
2.13.
PENCEGAHAN(8)
Pencegahan merupakan bagian penting dalam menghindari terjadinya sindrom
26
BAB III
KESIMPULAN
Sindrom Neuroleptik Maligna (SNM) adalah suatu sindrom yang terjadi akibat
komplikasi serius dari penggunaan obat anti psikotik yang memiliki karekteristik
seperti hipertermi, rigiditas, disregulasi otonom dan perubahan kesadaran. Faktor
resiko dari Sindrom Neuroleptik Maligna antara lain : faktor lingkungan dan
psikologi, faktor genetik, pasien dengan riwayat episode Sindrom Neuroleptik
Maligna sebelumnya berisiko untuk rekuren, sindrom otak organik, gangguan mental
non skizophrenia, penggunaan lithium, riwayat ECT, penggunaan neuroleptik tidak
teratur, penggunaan neuroleptik potensi tinggi, neuroleptik dosis tinggi, dosis
neuroleptik di naikan dengan cepat, penggunaan neuroleptik injeksi. Gejalanya yaitu:
Gejala disregulasi otonom mencakup demam, diaphoresis, tachipnea, takikardi dan
tekanan darah meningkat atau labil. Gejala ekstrapiramidal meliputi rigiditas,
disfagia, tremor pada waktu tidur, distonia dan diskinesia. Penatalaksaan yang paling
penting adalah menghentikan semua anti psikotik dan terapi suportif. Terapi
farmakologik masih dalam perdebatan. Agonis dopamin seperti bromokriptin dan
amantadin diperkirakan berguna untuk mengobati Sindrom Neuroleptik Maligna
berdasarkan hipotesis defisiensi dopamin. Komplikasi yang paling umum adalah
rhabdomiolisis sebagai akibat dari rigiditas otot terus menerus dan akhirnya terjadi
kerusakan otot. Mortalitas sekitar 10-20%, sebagian besar pada pasien dengan
nekrosis berat otot yang menjadi rhabdomiolisis.
27
DAFTAR PUSTAKA
1.
Stanley N. Caroff, M.D, Stephan C. Mann, M.D, Paul E. Keck. Jr,. M.D,
Athur Lazarus, M.D., M.B.A. Neuroleptic Malignant Syndrome and
Related Conditions. 2ndedition : American Psychiatric Publishing, Inc;
2003.
2.
2011.
Tersedia
dari:
http://nho.sagepub.com/content/1/1/41.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
28
9.
Syndrome.
20013.
Tersedia
dari :http://www.update.com/content/neuroleptic.
10. Stewart A. Factor, DO, Anthony E. Lang, M.D, William J. Weiner, M.D.
Drug Induced Movement Disorders, 2nd edition. 2005 by Blackwell
Publishing.
11. Jeffrey R. Strawn, M.D, Paul E. Keck, Jr., M.D, Stanley N. Caroff, M.D.
Neuroleptic Malignant Syndrome. Am J Psychiatry. 2007.
12. Koch M, Chandragiri S, Rizvi S, et al. Catatonic signs in neuroleptic
malignant syndrome. Compr Psychiatry 2000; 41:73.
13. Hal, RCW., Chopman, M., 2006, Neuroleptic Malignant Syndrome in the
Elderly: Diagnostic Criteria, Incidence, Risk Factors, Pathophysiology,
and Treatment, Clinical geriatry Vol 14 No. 5, John Hopskins Medicine.
14. America Psychiatry Association, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disoder, Fourht Edition (DSM-IV). Washington DC; 1994.
29