Anda di halaman 1dari 3

TRADISI MUSYAWARAH ORANG TORAJA

Tradisi Musyawarah orang toraja disebut dengan Kombongan Ada. Kombongan


artinya musyawarah, ada artinya adat.
Berangkat dari mitos-mitos dalam mewariskan sejarah dan falsafah hidup dari
generasi ke generasi.
Mitos sauan Sibarrung : lam semesta diciptakan oleh Puang Matua. Puang matua
mengambil bulaan tasak (emas murni) dan dibakar ke dalam sauan sibarrung
(pembakar logam). Dari alat tersebut muncullah nenek moyang alam semesta.

Nenek
Nenek
Nenek
Nenek
Nenek
Nenek

moyang manusia bernama Laukku,


moyang nasi bernama Takkebuku
moyang ayam bernama Menturini
Moyang kerbau Menturiri
moyang hujan Pong Pirikpirik
moyang racun bernama Allotiranda, dsb.

Nenek moyang tersebut tinggal bersama Puang Matua di kayangan.


Untuk dapat hidup bersama, dengan tugas-tugas yang diberikan dimiliki oleh nenek
moyang tersebut, Puang Matua membentuk peraturan bernama Sukaran Aluk,
dengan konsekuensi ditanggung bersama nenek moyang jika dilanggar.
Puang matua melihat dunia bawah (bumi) sebagai tempat tinggal yang baik, maka
manusia diturunkan melalui eran di langi (tangga dari langit). Puang matua
membekali manusia dengan Sukaran Aluk dalam menjadi pedoman hidup. Manusia
yang tinggal di bumi kemudian disebut Tolino ( to : makhluk. Lino : dunia atau
bumi).
Sukaran aluk yang dipegang manusia tidak lengkap, ada yang masih tertinggal di
langit, sehingga Tolino perlu naik ke langit melalui eran di langi meminta pendapat
Puang Matua untuk menyelesaikan permasalahan yang tidak tertulis disitu.
Konflik terjadi ketika terdapat Tolino bernama Londong di Rura yang melanggar
Sukaran Aluk, dengan menikahkan anak-anak sedarahnya, dengan alasan supaya
tidak membagi kekayaannya dengan orang lain. Akibatnya eran di langi runtuh,
sehingga Tolino tidak dapat berhubungan dengan yang di langit.
Tolino menanyakan pada tetua Tolino, disebut Todipone, bahwa dari mana dia akan
mendapat petunjuk jika sudah terjadi demikian. Lalu Todipone menjawab, bahwa
dengan bibir dan lidahmu dapat digunakan menjadi tangga menjangkau pusat
langit. Berarti kata-kata dan doa dapat menjangkau Puang Matua, meskipun eran di
langi sudah tidak ada.
Dengan permasalahan-permasalahan yang tidak terselesaikan di dunia, Todipone
mengumpulkan seluruh masyarakat Toraja, dari wilayah-wilayah pemerintahan kecil
yang disebut dengan Lembang. Penguasa setiap Lembang memiliki gelar sendirisendiri. Penguasa setiap Lembang memiliki sub-pemerintahan untuk mengatasi
masalah dilingkungan yang lebih kecil dalam sebuah Lembang. Daerah-daerah kecil

tersebut disebut Bua, dan setiap Bua terdapat pengurusnya dengan gelarnya
masing-masing. Di setiap Bua, masih terdapat sub-sub pemerintahan kecil yang
mengurus urusan daerah lebih kecil, daerah lebih kecil tersebut disebut Penanian.
Dalam penanian dibentuk sebuah badan pemerintahan yang disebut Toparengnge,
sebuah pemerintahan adat. Sebuah permasalahan di Penanian dibicarakan dalam
Kombongan Kaparengngesan (Musyawarah Toparengnge),
Berbagai permasalahan dan pemecahan di kalangan masyarakat Toraja diselesaikan
dalam sebuah forum musyawarah Kombongan Ada. Orang yang memiliki hak
untuk ikut dalam Kombongan Ada disebut Tokombongan (TO : orang. Kombongan :
Musyawarah). Tokombongan memiliki gelar sesuai dengan wilayah dan
tingkatannya. Di Toraja, terbagi menjadi 3 wilayah adat, yakni Daerah adat bagian
timur (Padang Dipekambei) atau daerah adat Pekambean, daerah adat bagian
tengah, disebut dengan Padang Dipekapuangngi, dan daerah adat bagian barat
disebut Padang Dimadikai. Setiap bagia nwilayah tersebut terdapat masing-masing
pusat musyawarah sendiri. Di timur, disebut dengan Kombongan Ambe, ditengah
disebut dengan Kombongan Puang, dan di barat disebut dengan Kombongan
Madikai.
Dari setiap kombongan bagian wilayah, terbagi tingkatan atau hirarkhi dewan
musyawarah adat, yakni Kombongan Basse Lepongan Bulan, Kombongan Ada,
Kombongan Lembang, dan Kombongan Keparengngesan.
Kini adat tersebut masih terpelihara dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Para
tokombongan pun masih memiliki kewibawaan dan pengaruh dalam wilayahnya
masing-masing.

Refleksi Kritis
Mitos Sauan Sibarrung ini memiliki sifat-sifat yang majemuk (ditentukan oleh Puang
Matua dan nenek moyangnya) dan otentik (bagian dari realitas alam semesta
secara orisinal. Nilai-nilai yang dapat diperoleh dari Mitos yang hingga kini masih
dipercaya oleh masyarakat Toraja adalah :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Keadilan
Perwakilan/Subsidiaritas (otonomi)
Kepercayaan (Khidmat)
Kemanusiaan
Kerakyatan
Kearifan lokal
Ketuhanan
Dialog
Kesatuan

Dari nilai-nilai tersebut, diketahui bahwa masyarakat Toraja secara implikatif


tertampung dalam gugusan sila dalam Pancasila, yakni pada sila ke empat, yang
berbunyi Kerakyatan yang dipimpin oleh Khidmat, kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan. Pesan lain yang diberikan oleh mitos dan
masyarakat penganutnya adalah :

Tuhan adalah sumber inspirasi dan petunjuk dalam kehidupan. Dengan kata
lain, terdapat nilai ketuhanan di dalamnya. Eran di langi, kini lebih dikenal
sebagai wahyu dari nabi dan kitab suci.
Kebenaran dan kebaikan ditemukan dengan akal budi dan kehendak baik,
dengan menggunakan mulut dan lidah sebagai alat berkomunikasi. Dialog
dan diskursus merupakan cara terbaik dalam menyelesaikan masalah
bersama.

Anda mungkin juga menyukai