Anda di halaman 1dari 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku Perilaku manusia adalah refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut juga faktor intern sebagian lagi terletak diluar dirinya atau disebut dengan faktor ekstern yaitu faktor lingkungan. Menurut Green yang dikutip Notoadmodjo (2003), perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni : 1. Faktor-faktor Predisposing (predisposing factor) Faktor-faktor predisposing adalah faktor-faktor yang mempermudah atau

mempredisposisikan terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. 2. Faktor-faktor Pemungkin (enabling factor) Faktor-faktor pemungkin adalah faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya

Universitas Sumatera Utara

mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut juga faktor pendukung. Misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya. 3. Faktor-faktor penguat (reinforcing factor) Faktor-faktor penguat adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah terkait dengan kesehatan. Menurut Green dkk (1999) yang dikutip Gielen, dkk (2002), ada 6 langkah proses perubahan perilaku kesehatan yaitu : 1. Penilaian Sosial Penilaian sosial menentukan persepsi orang akan kebutuhan dan kualitas hidup mereka. Pada tahap ini ahli perencana memperluas pemahaman mereka pada masyarakat dimana mereka bekerja dengan beragam data, tindakan terpadu. Penilaian sosial penting untuk berbagai alasan yaitu hubungan antara kesehatan dan kualitas hidup yang saling berhubungan timbal balik dengan pengaruh masing-masing. 2. Penilaian Epidemiologi Penilaian epidemiologi membantu menetapkan permasalahan kesehatan yang terpenting dalam suatu masyarakat. Penilaian ini dihubungkan dengan kualitas hidup

Universitas Sumatera Utara

dari masyarakat, juga sumber daya yang terbatas sebagai permasalahan kesehatan yang meluas di masyarakat. 3. Penilaian Perilaku dan Lingkungan Penilaian perilaku dan lingkungan merupakan faktor-faktor yang memberi konstribusi kepada masalah kesehatan. Dimana faktor perilaku merupakan gaya hidup perorangan yang beresiko memberikan dukungan kepada kejadian dan kesulitan masalah kesehatan. Sedangkan faktor lingkungan merupakan semua faktor-faktor sosial dan fisiologis luar kepada seseorang, sering tidak mencapai titik kontrol perorangan, yang dapat dimodifikasi untuk mendukung perilaku atau mempengaruhi hasil kesehatan. 4. Mengidentifikasi faktor yang mendahului dan yang dikuatkan yang harus ditempatkan untuk memulai dan menopang proses perubahan. Faktor ini diklasifikasikan sebagai pengaruh, penguat dan pemungkin dan secara bersama-sama mempengaruhi kemungkinan perubahan perilaku dan lingkungan. 5. Penilaian Administrasi dan Kebijakan Merancang intervensi yang strategis dan rencana akhir untuk implementasi. Yaitu, administrasi dan kebijakan. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasikan kebijakan, sumber-sumber dan keadaan umum yang berlaku dalam konteks program diorganisasi yang dapat menfasilitasi atau menghalangi program implementasi.

Universitas Sumatera Utara

6. Implementasi dan Evaluasi Dalam langkah ini program kesehatan siap untuk dilaksanakan untuk mengevaluasi proses, dampak dan hasil dari program, final dari tiga langkah dalam model perencanaan precede-proceed. Secara halus, proses evaluasi menentukan tingkat tertentu dari program yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan. Penilaian yang berpengaruh kuat berubah pada predisposing, reinforcing dan enabling faktor sebaik dalam perilaku dan faktor lingkungan. 2.1.1 Pengertian Pengetahuan Menurut Rachman (2003), pengetahuan adalah hasil dari kegiatan mengetahui, sedangkan mengetahui artinya mempunyai bayangan tentang sesuatu. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan yang mencakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu : 1). Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan, tingkatan ini adalah mengingat kembali (recall) suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. 2). Memahami (comprehension)

Universitas Sumatera Utara

Memahami diartikan sebagai mengingat suatu kemampuan untuk menjelaskan dengan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3). Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. 4). Analisis (analysis) Analisis dapat diartikan suatu kemampuan menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5). Sintesis (synthesis) Sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru di formulasiformulasi yang udah ada. 6). Evaluasi Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu objek atau materi tertentu. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang tidak disadari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi

Universitas Sumatera Utara

perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu: a. Kesadaran, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Menimbang-nimbang terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adopsi, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang di dapat dari pendidikan (Soekidjo,2003). 2.1.2. Sikap (attitude) Definisi sikap menurut Thurstone (2000) yang dikutip Azwar (2003), adalah derajat efek positif atau efek negatif yang dikaitkan dengan suatu obyek psikologis. Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Dari sini sikap dapat digambarkan sebagai kecenderungan subyek

Universitas Sumatera Utara

merespon suka atau tidak suka terhadap suatu obyek. Dobb (1974) menyatakan bahwa sikap pada hakekatnya adalah tingkah laku yang tersembunyi yang terjadi secara disadari atau tidak disadari. Tingkah laku tersembunyi ditambahkan dengan faktor-faktor yang lain dari dalam diri individu seperti dorongan, kehendak, kebebasan akan menimbulkan tingkah laku nyata (overt behaviour). Dengan demikian maka setiap sikap akan selalu mendahului tingkah laku nyata tertentu dan selalu menunjuk ke tingkah laku nyata tersebut. Sikap ini ditunjukkkan dalam berbagai kualitas dan intensitas yang berbeda dan bergerak secara kontiniu dari positif melalui areal netral ke arah negatif. Kualitas sikap digambarkan sebagai valensi positif menuju negatif, sebagai hasil penilaian terhadap obyek tertentu. Sedangkan intensitas sikap digambarkan dalam kedudukan ekstrim positif atau negatif. Kualitas dan intensitas sikap tersebut menunjukkkan suatu prosedur pengukuran yang menempatkan sikap seseorang dalam sesuatu dimensi evaluatif yang bipolar dari ekstrim positif menuju ekstrim negatif. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb, seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap ini merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Menyimak uraian sikap di atas dapat dipahami bahwa sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek. Seseorang bersikap terhadap suatu obyek dapat diketahui dari evaluasi perasaannya terhadap obyek tersebut. Evaluasi perasaan ini dapat berupa perasaan senang-tidak senang, memihak-tidak memihak, favorittidak favorit,

Universitas Sumatera Utara

positifnegatif. Walgito (2001) mengemukakan bahwa sikap adalah faktor yang ada dalam diri manusia yang dapat mendorong atau menimbulkan perilaku tertentu. Adapun ciri-ciri sikap yaitu: tidak dibawa sejak lahir, selalu berhubungan dengan obyek sikap, dapat tertuju pada satu obyek saja maupun tertuju pada sekumpulan obyek-obyek, dapat berlangsung lama atau sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Selanjutnya Walgito (2001) mengemukakan tiga komponen yang membentuk struktur sikap yaitu : 1. Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap. 2. Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap obyek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang adalah hal negatif. 3. Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component), yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak atau berperilaku terhadap obyek sikap. Dalam psikologi umum, sikap merupakan ukuran besarnya pengaruh atas pengalaman subjektif. Anggapan yang mendasarinya adalah bahwa melalui pengalaman-pengalaman yang spesifik terjadi harapan-harapan, atau dengan kata lain hal-hal yang pernah dialami akan mempunyai suatu arti tertentu. Dalam arti inilah didefinisikan Rochracter bahwa sikap mempunyai pengaruh memilih dan mengemudikan kejadian-kejadian dengan sadar (Wijoto, 1990).

Universitas Sumatera Utara

Allport (1954) menjelaskan sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yaitu: 1. Kepercayaan (keyakinan), ide atau konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir, atau keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap, yaitu: a. Menerima (receiving) artinya bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek. b. Merespon (responding) yaituy memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. c. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan sesuatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga (kecenderungan untuk bertindak).

Universitas Sumatera Utara

d. Bertanggung jawab (responsible) yaitu bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Faktor yang menyebabkan perubahan sikap, yaitu : 1. Faktor internal : yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri. Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar. 2. Faktor eksternal : yaitu faktor yang terdapat diluar pribadi manusia. Faktor ini berupa interaksi sosial diluar kelompok. Adapun fungsi sikap, yaitu : 1. Sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri 2. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur tingkah laku 3. Sikap berfungsi sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman 4. Sikap berfungsi sebagai pernyataan kepribadian (Purwanto, 1999). 2.1.3. Tindakan (Practice) Suatu sikap belum optimis terwujud dalam suatu tindakan untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlakukan faktor pendukung/suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu : 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan

diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. 2. Respon Terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktek tingkat dua. 3. Mekanisme (mecanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secar otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. 4. Adopsi (adoption) Adaptasi adalah praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. 2.2. Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP ASI) Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung gizi diberikan pada bayi/anak untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Makanan pendamping ASI diberikan dari umur 6 bulan sampai dengan 24 bulan. Semakin meningkatnya umur bayi/anak, kebutuhan zat gizi semakin bertambah untuk tumbuh kembang anak, sedangkan ASI yang

Universitas Sumatera Utara

dihasilkan kurang memenuhi kebutuhan gizi (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). Makanan Pendamping ASI merupakan proses transisi dari asupan yang semata berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral. Ketrampilan motorik oral berkembang dari refleks menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan ke lidah bagian belakang. Makanan pendamping ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian makanan pendamping ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bagi bayi/anak. Pemberian makanan pendamping ASI yang cukup kualitas dan kuantitasnya penting untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak yang sangan pesat pada periode ini (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). 2.3. Tujuan Pemberian MP-ASI ASI tidak lagi mencukupi kebutuhan bayi dikarenakan pertambahan umur bayi yang diiringi pertumbuhan dan aktivitasnya yang bertambah. Selain itu ketika bayi berumur lebih dari 6 bulan, timbul perbedaan antara jumlah makanan yang diperlukan dan makanan yang dapat disediakan oleh ASI. Maka kekurangan tersebut dapat dilengkapi dari MP-ASI. Selain itu pada saat bayi berumur diatas 6 bulan, syaraf dan otot di mulut bayi sudah mulai berkembang dan dapat digunakan untuk menggigit atau mengunyah. Pada umur tersebut bayi juga sudah mulai tumbuh gigi, bisa mengontrol pergerakan lidah, mulai menaruh

Universitas Sumatera Utara

barang di mulutnya dan tertarik untuk mencoba rasa yang baru. Ditambah lagi pencernaan bayi mulai umur 6 bulan sudah cukup baik untuk mencerna makanan (Soraya, 2006) 2.3.1. Jenis Jenis MP-ASI 1. Makanan Lumat Halus, yaitu makanan yang dihancurkan dari tepung dan tampak homogen (sama/rata). Contoh: bubur susu, bubur sumsum, biskuit ditambah air panas, pepaya saring, pisang saring. 2. Makanan Lumat, yaitu makanan yang dihancurkan atau disaring tampak kurang rata. Contoh: pepaya dihaluskan dengan sendok, pisang dikerik dengan sendok, nasi tim saring, bubur kacang ijo saring, kentang rebus. 3. Makanan Lunak, yaitu makanan yang dimasak dengan banyak air dan tampak berair. Contoh: bubur nasi, bubur ayam, bubur kacang ijo, bubur manado. 4. Makanan Padat, yaitu makanan lunak yang tidak nampak air. Contoh: lontong, nasi tim, kentang rebus, biskuit (Departemen Kesehatan RI, 2006). 2.3.2. Pemberian MP-ASI Yang Tepat a. Makanan Bayi Umur Lebih Dari 6-7 Bulan a. Pemberian ASI diteruskan semau bayi. b. Bayi mulai diperkenalkan dengan MP-ASI berbentuk lumat halus karena bayi sudah bisa mengunyah. Contoh MP-ASI berbentuk halus antara lain bubur susu, biskuit yang ditambah air atau susu, pisang dan pepaya yang dilumatkan. Berikan untuk pertama kali salah satu jenis MP-ASI, misalnya pisang lumat. Berikan sedikit demi sedikit mulai dengan jumlah 1-2 sendok makan, 1 kali

Universitas Sumatera Utara

sehari. Berikan untuk beberapa hari secara tetap, kemudian baru dapat diberikan jenis MP-ASI yang lainnya. c. Berikan ASI dulu baru MP-ASI berbentuk cairan berikan dengan sendok, jangan menggunakan botol dan dot. Penggunaan botol dan dot berisiko dapat menyebabkan bayi/anak mencret dan mengakibatkan infeksi telinga. d. Memberikan MP-ASI dengan botol dan dot untuk anak sambil tiduran juga berisiko dapat menyebabkan infeksi telinga tengah e. Kalau bayi sulit menerima makanan baru, ulangi pemberiannya pada waktu bayi lapar, sedikit demi sedikit dengan sabar, sampai bayi terbiasa dengan rasa makanan tersebut. b. Makanan Bayi Umur 7-9 Bulan f. Pemberian ASI diteruskan semau bayi g. Berikan nasi tim bayi ditambah sedikit demi sedikit sumber zat lemak, yaitu santan atau minyak kelapa/margarin. Bahan makanan ini dapat menambah kalori makanan bayi, disamping memberikan rasa enak juga mempertinggi penyerapan vitamin A dan zat lain yang larut dalam lemak. h. Setiap kali makan, berikanlah MP-ASI bayi dengan takaran paling sedikit sebagai berikut: Umur 7 bulan = bubur susu 1 kali, sari buah 2 kali Umur 8 bulan = bubur susu 1 kali, sari buah 1 kali, tim saring 1 kali Umur 9 bulan = bubur susu 1 kali, sari buah 1 kali, tim saring 1 kali, telur 1 kali i. Bila bayi meminta lagi, ibu dapat menambahkannya.

Universitas Sumatera Utara

c. Makanan Anak Umur 10-12 Bulan j. Pemberian ASI diteruskan semau bayi k. Pada umur 10 bulan bayi mulai diperkenalkan dengan makanan keluarga secara bertahap. Bentuk dan kepadatan nasi tim bayi harus diatur secara berangsur, lambat laun mendekati bentuk dan kepadatan makanan keluarga l. Berikan makanan selingan 1 kali sehari. Pilihlah makanan selingan yang bernilai gizi tinggi, seperti bubur kacang hijau, buah, dan lain-lain. Sebaiknya makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihannya terjamin. m. Bayi perlu diperkenalkan dengan beraneka ragam bahan makanan. Campurkanlah ke dalam makanan lembek berbagai lauk pauk dan sayuran secara berganti-ganti. Pengenalan berbagai bahan makanan sejak usia dini akan berpengaruh baik terhadap kebiasaan makan yang sehat di kemudian hari. Atau berikan MP-ASI untuk 10-12 bulan sebagai berikut: Umur 10-11 bulan = bubur susu 2 kali, sari buah 1 kali, tim saring 1 kali, telur 1 kali. Umur 12 bulan = bubur susu 1 kali, sari buah 1 kali, tim saring 2 kali, telur 1 kali. d. Makanan Anak Umur 13-24 Bulan n. Pemberian ASI diteruskan. Pada periode umur ini jumlah ASI sudah berkurang, tetapi merupakan sumber zat gizi yang berkualitas tinggi. o. Pemberian MP-ASI atau makanan keluarga sekurang-kurangnya 3 kali sehari dengan porsi separuh makanan orang dewasa setiap kali makan. Disamping itu tetap berikan makanan selingan 2 kali sehari.

Universitas Sumatera Utara

p. Berikan bahan makanan yang bervariasi. Misalnya nasi diganti dengan: mie, bihun, roti, kentang, dll. Hati ayam diganti dengan: tahu, tempe, kacang hijau, telur, ikan. Bayam diganti dengan: daun kangkung, wortel, tomat. Bubur susu diganti dengan: bubur kacang hijau, bubur sumsum, biskuit, dll. q. Menyapih anak harus bertahap, jangan dilakukan secara tiba-tiba. Kurangi pemberian ASI sedikit demi sedikit (UNICEF, 2009).

2.4. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI Pola makan adalah cara yang ditempuh seseorang/sekelompok orang untuk memilih makanan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial (Suhardjo, 1986). Pengertian pola makan menurut Lie Goan Hong dalam Sri Karjati (1985) adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan tiap hari oleh satu orang dan merupakan ciri khas dari suatu kelompok masyarakat tertentu (Santoso. dkk, 1999) Seiring dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka sesuaikan tekstur, frekuensi dan porsi makanan sesuai usia anak. Jangan lupa untuk melanjutkan pemberian ASI sampai usia 2 tahun atau lebih dengan frekuensi sesuka bayi. Kebutuhan energi dari makanan sekitar 200 kkal/hari untuk bayi usia 6-8 bulan, 300 kkal/hari untuk bayi usia 9-11 bulan, dan 550 kkal/hari untuk bayi usia 12-24 bulan.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI 6 8 bulan 1 jenis bahan dasar (6 bulan) 2 jenis bahan dasar (7 bulan) Semi-cair (dihaluskan atau puree), secara bertahap kurangi campuran air sehingga menjadi semipadat. Makan Utama: 1-2x/hari Camilan: 1x/hari 8 9 bulan 2-3 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau dicampur) 9-12 bulan 3-4 jenis bahan dasar (sajikan secara terpisah atau dicampur) Kasar (dicincang) Lunak (disaring) dan potongan makanan yg dapat digenggam dan mudah larut. Makanan yang dipotong & dapat digenggam. Padat 12 24 bulan Makanan Keluarga (tanpa garam, gula, penyedap, hindari santan dan gorengan)

Jenis

Tekstur

Frekuensi

Makan Utama: 2- Makan Utama: 3 3x/hari x/hari Camilan: 1x/hari 2-3 sendok makan makanan semi padat. Potongan makanan seukuran sekali gigit. Camilan: 2x/hari 3-4 sendok makan makanan semi padat yang kasar. Potongan makanan ukuran kecil/sekali gigit.

Makan Utama: 3-4 x/hari Camilan: 2x/hari

Porsi

1-2 sendok teh, secara bertahap ditambahkan.

5 sendok makan makanan atau lebih.

Sesuka bayi

ASI

Sesuka bayi

Sesuka bayi

Sesuka bayi

Susu & produk susu

Belum boleh susu sapi

Belum boleh susu sapi

1-2 porsi susu sapi atau produk susu

Universitas Sumatera Utara

olahan

slice keju cheddar cangkir yogurt

slice keju cheddar cangkir yogurt

olahan

Sumber : UNICEF, 2009 2.5. Faktor yang Mempengaruhi Pola Pemberian Makanan Pendamping ASI 1. Pendapatan Pendapatan keluarga yang memadai akan menunjang tumbuh kembang anak karena orang tua dapat menyediakan semua kebutuhan anak baik yang primer maupun yang sekunder (Soetjiningsih,1998). 2. Besar Keluarga Laju kelahiran yang tinggi berkaitan dengan kejadian kurang gizi, karena jumlah pangan yang tersedia untuk suatu keluarga yang besar mungkin cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Akan tetapi tidak cukup untuk mencegah gangguan gizi pada keluarga yang besar tersebut (Suhardjo, 2003). Pada keluarga dengan keadaan sosial ekonomi yang kurang, jumlah anak yang banyak akan mengakibatkan selain kurangnya kasih sayang dan perhatian anak, juga kebutuhan primer seperti makanan, sandang dan perumahanpun tidak terpenuhi oleh karena itu keluarga berencana tetap diperlukan (Soetjiningsih, 1995). 3. Pembagian dalam Keluarga Secara tradisional, ayah mempunyai prioritas utama atas jumlah dan jenis makanan tertentu dalam keluarga. Untuk bayi dan anak-anak yang masih muda dan wanita selama

Universitas Sumatera Utara

tahun penyapihan, pengaruh tambahan dari pembagian pangan yang tidak merata dalam unit keluarga, dapat merupakan bencana, baik bagi kesehatan maupun kehidupan. 4. Pengetahuan Kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan untuk menerapkan informasi tersebut dalam kehidupan sehari-hari merupakan sebab penting dari gangguan gizi (Suhardjo, 1986). Ketidaktahuan tentang cara pemberian makanan bayi dan anak serta adanya kebiasaan yang merugikan kesehatan, secara langsung dan tidak langsung menjadi penyebab utama terjadinya masalah kurang gizi pada anak, khususnya pada umur dibawah 2 tahun (Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI, 2000). 2.6. Alasan penundaan pemberian MP-ASI (< 6 bulan) ASI adalah makan bernutrisi dan berenergi tinggi, yang mudah untuk dicerna. ASI memiliki kandungan yang dapat membantu menyerapan nutrisi. Pada bulan-bulan awal, saat bayi dalam kondisi yang paling rentan, ASI eksklusif membantu melindunginya bayi dari diare, sudden infant death syndrome (SIDS) - sindrom kematian tiba-tiba pada bayi, infeksi telinga dan penyakit infeksi lain yang biasa terjadi (Information for Health Professionals on Infant Feeding, 2003) Setelah 6 bulan, biasanya bayi membutuhkan lebih banyak zat besi dan seng daripada yang tersedia didalam ASI. Pada titik inilah, nutrisi tambahan bisa diperoleh dari sedikit porsi makanan padat. Bayi-bayi tertentu bisa minum ASI hingga usia 12 bulan atau lebih selama bayi anda terus menambah berat dan tumbuh sebagaimana mestinya, berarti ASI anda bisa memenuhi kebutuhannya dengan baik

Universitas Sumatera Utara

Beberapa alasan mengapa harus menunda pemberian MP-ASI pada balita < 6 bulan : 1. Menunda pemberian makanan padat memberikan perlindungan yang lebih baik pada bayi terhadap berbagai penyakit. 2. Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada sistem penernaan bayi untuk berkembang menjadi lebih matang. 3. Menunda pemberian makanan padat memberikan kesempatan pada bayi agar sistem yang dibutuhkan untuk mencerna makanan padat dapat berkembang dengan baik. 4. Menunda pemberian makanan padat mengurangi resiko alergi makanan. 5. Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari anemia karena kekurangan zat besi 6. Menunda pemberian makanan padat membantu melindungi bayi dari resiko terjadinya obesitas di masa datang. 7. Menunda pemberian makanan padat membantu para ibu untuk mejaga kesediaan ASI mereka. 8. Menunda makanan padat membantu memberi jarak pada kelahiran bayi. 9. Menunda pemberian makanan padat membuat pemberiannya menjadi lebih mudah (Global Strategy for Infant and Young Child Feeding, 2003).

Universitas Sumatera Utara

2.7. Kerangka Konsep


Karakteristik Umur Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Keluarga Suku UmurBayi Jumlahanak

Pengetahuan PemberianMPASI

Sikap

Menurut Green, pengetahuan dan sikap seseorang terhadap kesehatan merupakan salah satu faktor predisposisi yang mempengaruhi perilaku seseorang, jadi ini mempengaruhi hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan dan tradisi yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi. 2.7 Hipotesis Penelitian 1. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada balita.

Universitas Sumatera Utara

2. Ada hubungan antara sikap ibu dalam pemberian makanan pendamping ASI (MP-ASI) pada balita.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai