Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PRESENTASI KASUS

PENURUNAN KESADARAN EC. SUSPEK MENINGITIS TB

Pembimbing :
dr. H. Hasan Bayuni
Disusun oleh :
dr. Teguh Pambudi

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


INTERNSIP DOKTER INDONESIA
RS PKU MUHAMMADIYAH SRUWENG
KEBUMEN
2016

PRESENTASI KASUS
PENURUNAN KESADARAN EC SUSP. MENGITIS TB

Diajukan untuk Memenuhi Tugas


Pelaksanaan Internsip Dokter Indonesia
di RS PKU Muhammadiyah Sruweng Kebumen
telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal : Maret 2016

Disusun oleh :
dr. Teguh Pambudi

Mengetahui,

Direktur RS KU Muhammadiyah Sruweng

Pembimbing

dr. H. Hasan Bayuni

dr. H. Hasan Bayuni

STATUS PENDERITA
I.

IDENTITAS PENDERITA
1. Nama

: Tn. EB

2. Umur

: 35 tahun

3. Jenis kelamin

: Laki - Laki

4. Alamat

: RT 01 RW 01 Peniron, Pejagoan, Kebumen

5. Agama

: Islam

6. Status

: Menikah

7. Pekerjaan

: Petani

8. Tgl. Masuk RS : 04-01-2016

II.

9. Tgl. Periksa

: 04-01-2016

10. No.CM

: 040442

ANAMNESIS (Aloanamnesa ibu pasien)


1. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Sruweng dengan keluhan tidak
sadarkan diri. Keluhan dirasakan semenjak dua hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan diawali dengan demam 10 hari yang lalu terus menerus dan tinggi setelah itu
secara mendadak pasien tidak sadarkan diri, masih bisa membuka mata kadang bicara
tidak jelas yang tidak bisa dipahami. Keluhan lain berupa demam sejak 10 hari ang
lalu terus menerus tinggi dan tidak turun turun, tidak menggigil disertai dengan
batuk kering kadang - kadang . keluhan lain tidak diketahui oleh ibu pasien makan
minum pasien 2 hari ini sama sekali tidak masuk, BAK (+), BAB (+)
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Riwayat Kejang sebelumnya

: disangkal

Riwayat Sakit telinga

: disangkal

Riwayat Sakit gigi

: disangkal

Riwayat Diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat keluhan yang sama

: disangkal

Riwayat rawat inap sebelumnya

: disangkal

Riwayat asma/alergi

: disangkal

Riwaat batuk lama

: disangkal

4. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)


Riwayat Kejang

: disangkal

Riwayat Diabetes mellitus

: disangkal

Riwayat Hipertensi

: disangkal

Riwayat keluhan yang sama

: disangkal

Riwayat asma/alergi

: disangkal

5. Riwayat Ekonomi dan Sosial


Pasien pekerja buruh bangunan yang satu bulan yang lalu bekerja dijakarta,
berobat dengan BPJS PBI
III.

PEMERIKSAAN FISIK
IGD
Keadaan Umum
1. Kesadaran

:
: Somnolen (E2V3M5)

2. Vital sign
a. Tekanan darah

: 130/80 mmHg

b. Nadi

: 98 x/menit

c. RR

: 20 x/menit

d. Suhu

: 39,5C

3. Status generalis
a. Kepala

: Bentuk mesocephal

b. Muka

: dbn

c. Mata

: Konjunctiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-),

perdarahan

diameter (3 mm/3 mm), reflek cahaya (+/+)


: dbn
: Kaku kuduk (+)
: Bentuk normochest, simetris, pengembangan dada
kanan = kiri, retraksi intercostal (-)

d. Mulut
e. Leher
f. Thorax
g.

subkonjugtiva (-/-), pupil isokor dengan

Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi

: Iktus kordis tidak tampak


: Iktus kordis tidak kuat angkat
: Batas jantung kesan tidak melebar
: Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

h. Pulmo

i.

Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi

: Simetris, pergerakan dada kanan = kiri


: Fremitus raba kanan = kiri
: Sonor / sonor
: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki (+/+), wheezing (-/-)
: Dinding perut // dinding thorak, distended (-)
: Peristaltik (+) normal
: Timpani, ascites (-)
: Spasme ,perut supel, nyeri tekan (-),
Hepar dan Lien tidak teraba

j. Ekstremitas
Kaku

Oedem
_
_

4. Status Neurologikus

Meningeal sign : (+)


Fungsi motorik
-

Tonus

Refleks Patologis

Refleks fisiologis

IV.

Klonus

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium hematologi tanggal 04-01-2016

Jenis Pemeriksaan

Hasil

Nilai Normal

Darah rutin :

2. Foto

Hemoglobin

12,2 g/dl

Lk: 14-18 Pr: 12-16

Leukosit darah

7.800 /mm3

3.600 11.000

Trombosit darah

233.000 /mm3

150.000 500.000

Hematokrit

36%

37 50

Kimia Darah
Gula darah sewaktu stik

148 mg%

70 -120

SGOT

78U/I

Lk: <25 Pr : <21

SGPT

82U/I

Lk: <25 Pr : <21

Imunoserologi
HBsAg

Non Reaktif

Non Reaktif

Widal

-,

Widal Typhi O

Negatif (-)

Negatif

Widal Typhi H

Negatif (-)

Negatif

Widal Typhi AH

1/80,

Negatif

Thorax PA
Kesan : Tampak nodul miliar menyeluruh dikedua lapang paru.
TB MILIAR DUPLEX
LANGKAH PENATALAKSANAAN DI IGD
1. Cek kesadaran
2. O2 3 lpm
3. GDS CITO
4. Alloanamesis
5. PF Comperhensif

6. Infus RL 20 tpm
7. Pemeriksaan Penunjang ( Darah rutin , GDS, SGOT/ SGPT, Widal, Ur/Cr , Fo
Thorax PA
8. Inf. Pamol 3 X 500 mg (K/P)
9. Injeksi ceftriaxon 1x1 grm 2 X 1 gram
10. Injeksi citicolin 1 X 1 amp 2 X 1 Amp
11. Injeksi Ranitidin 1 X 1 amp 2 X 1 Amp
12. Hasil PP keluar ; Fo thorax ; TB miliar duplex
13. Rujuk karena Isolasi Penuh

V.

DIAGNOSIS BANDING AWAL


Penurunan Kesadaran ec. SUSP. Meningitis TB
Penurunan Kesadaran ec. SUSP. Meningitis bakteri
Penurunan Kesadaran ec. SUSP. Meningitis viral
Penurunan Kesadaran ec. SUSP. Meningitis jamur
Penurunan Kesadaran ec. SUSP. Encefalitis

VI.

RESUME
Seorang Laki laki 35 tahun datang ke IGD RS PKU Muhammadiyah Sruweng
dengan keluhan utama Penurunan kesadaran. Keluhan dirasakan semenjak dua hari
sebelum masuk rumah sakit. Keluhan diawali dengan demam 10 hari yang lalu terus
menerus dan tinggi setelah itu secara mendadak pasien tidak sadarkan diri, masih bisa
membuka mata kadang bicara tidak jelas yang tidak bisa dipahami. Keluhan lain
berupa demam sejak 10 hari yang lalu terus menerus tinggi dan tidak turun turun,
tidak menggigil disertai dengan batuk kering kadang - kadang. Keluhan lain tidak
diketahui oleh ibu pasien makan minum pasien 2 hari ini sama sekali tidak masuk,
BAK (+), BAB (+)

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum, Penurunan kesadaran


Somnolen (E2V3M5), TD: 130/80, S: 39,5 oC. Leher kaku kuduk (+). Pada
pemeriksaan neurologis, rangsang menigeal (+), pemeriksaan thorax suara tambahan
paru berupa Ronki kedua lapang paru, ekstremitas atas bawah refleks fisologis dbn,
refleks patologis (-). Pada pemeriksaan hematologi (imunoseologi) SGOT 72 U/I
SGPT 82 U/I , pemeriksaaan Fo. Thorax kesan TB miliar duplex dan Kardiomegali .
VII.

ASSESMENT
Penurunan kesadaran ec. Susp. Meningitis TB

VIII. PROGNOSIS

IX.

Quo ad vitam

: dubia ad malam

Quo ad functionam

: dubia ad malam

Quo ad sanationam

: dubia ad malam

PEMBAHASAN
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Diagnosis

penurunan kesadaran ditegakkan berdasarkan anamnesis dan

pemeriksaan fisik. Untuk menentukan etiologi diperlukan konfirmasi laboratorium


dan pemeriksaan penunjang lainnya . 1 . Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu
antara fungsi korteks serebri termasuk ingatan, berbahasa dan kepintaran (kualitas),
dengan ascending reticular activating system (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai
dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral
dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara difus
ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu off-on switch, untuk
menjaga korteks serebri tetap sadar (awake).
Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan
yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan
manifestasi rangkaian inti - inti di batang otak dan serabut serabut saraf pada
susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf
pusat di mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap

lingkungan atau input-input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai
awareness.
Pada pasien terdapat tanda tanda klinik penurunan kesadaran diantaranya
adalah didapatkan penurunan kesadaran sejak 2 hari SMRS, dengan GCS ketika di
IGD didapatkan E2V3M5. Selain itu didapatkan demam 10 hari SMRS, demam
tinggi dan dirasakan terus menerus, saat di IGD didaatkan suhu pasien 39,5 C.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan meningeal sign positif, diantaranya
kaku kuduk dan brudzinsky 1. Sementara itu, pada pemeriksaan pulmo didapatkan
ada ronkhi pada kedua lapang paru. Pada pemeriksaan fisik seharusnya dilakukan
juga pemeriksaan neurologis lainnya seperti uji brudzinsky 1-4, pemeriksaan
Kernicks sign, serta pemeriksaan nervus cranialis terutama pada nervus III, IV, V dan
VI.
Gejala klinis Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks
secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan
oleh gangguan ARAS di batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus,
hipotalamus maupun mesensefalon.
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik
akan mengakibatkan menurunnya kesadaran 4.
Penyebab utama penurunan kesadaran harus digali seecara mendalam dengan
pemeriksaan penunjang lain secara umum pembagian dibagi menjadi 2 yaitu
metabolik antara lain disebabkan DM (hipoglikemia, hiperglikemia, dan ketoasidosis)
atau alkoholik dan obat obatan psikotropika yang lain, sedangkan penyebab lain
adalah karena perubahan komposisi intracranial missal infeksi system saraf pusat,
perdarahan intracranial atau adanya masa intracranial 4.
2. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan kadar hemoglobin 12,2
g/dl, leukosit darah 7800/mm3, trombosit 233.000/mm3, dan hematokrit 36%

Pemeriksaan gula darah sewaktu didapatkan 148 mg% , SGOT dan SGPT meningkat
sebesar 78U/I dan 82 U/I Pada pasien ini juga dilakukan pemeriksaan Foto Thorax PA
karena melihat hasil pemeriksaan Fisik terdapat Ronkhi di kedua lapang paru dan
hasil yang didapatkan kesan TB miliar merata dikedua lapang paru.
Pada kasus Penurunan kesadaran , pemeriksaan penunjang digunakan untuk
menegakan diagnosa penyebab utama dari penurunan kesadaran tersebut

Pemeriksaan penunjang yang sering digunakan dalam kasus penurunan kesadaran


sebagai alat bantu menegakkan etiologi utama antara lain GDS cito pemeriksaan urin
untuk melihat keton pada pasien DM atau riwayat DM, Lumbal Pungsi dan CT scan
pada pasien meningitis atau encephalitis, serta analisis gas darah pada pasien kejang
atau riwayat epilepsi 6.
3. Klasifikasi Etilogi Penurunan kesadaran
Pada penurunan kesadaran, gangguan terbagi menjadi dua, yakni gangguan
derajat (kuantitas, arousal, wakefulness) kesadaran dan gangguan isi (kualitas,
awareness, alertness) kesadaran. Adanya lesi yang dapat mengganggu interaksi
ARAS dengan korteks serebri, apakah lesi supratentorial, subtentorial dan metabolik
akan mengakibatkan menurunnya kesadaran.
X.

KRITERIA DIAGNOSIS
Diagnosis penurunan kesadaran ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis. Yang
dapat dinililai secara Kualitas dan kuantitas.
a. Secara kualitas dapat dinilai menjadi:
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar sepenuhnya, dapat
menjawab semua pertanyaan tentang keadaan sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan dengan sekitarnya,
sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu), memberontak, berteriakteriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon psikomotor yang


lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang (mudah
dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon terhadap
nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon terhadap rangsangan
apapun (tidak ada respon kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon
pupil terhadap cahaya).
b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )
1. Menilai respon membuka mata (E)
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat
dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam
satu kalimat. Misalnya aduh, bapak)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon
Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol
EVM Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15
yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan :
(Compos Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium
(GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3).
Pada pasien ini jika dilihat dari pemeriksaan kesadaran secara kuantitatif yaitu,
respon membuka mata didapatkan skor 2 yaitu dengan rangsang nyeri (berikan
rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari), respon verbal/bicara didapatkan skor 3
yaitu kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam
satu kalimat. Misalnya aduh, bapak), dan respon motorik didaatkan skor 5 yaitu
melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri).
Sehingga didapatkan hasil akhir GCS yaitu E2V3M5, dan dapat diambil kesimpulan pada
pasien ini kesadaran kualitatifnya adalah somnolen .
Sementara itu untuk mengetahui etiologi penurunan kesadaran dapat digunakan
algoritma sebagai berikut:

Pada kasus ini terdapat tanda tanda infeksi pada system saraf pusat berupa
penurunan kesadaran 2 hari, Demam tinggi 10 hari, Kaku kuduk (+), Rangsang
menigeal (+), maka perlu dilihat pada algoritma berikut :

Berdasarkan algoritma di atas, dengan adanya tanda-tanda demam, tanda


meningeal terutama kaku kuduk positif dan somnolen, maka pasien ini memiliki
kemungkinan kasus meningitis, encephalitis dan abses serebral. Selanjutnya diperlukan
pemeriksaan lebih lanjut meliputi head CT scan, Pungsi lumbal jika CT normal), EEG,
tes serum.
Pada prinsipnya, pungsi lumbal harus dikerjakan pada setiap kecurigaan
meningitis dan atau encephalitis, sebagai golden standart untuk mengetahui etiologi kasus
tersebut, seperti tabel di bawah ini:

XI.

PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalakasanaan awal penurunan kesadaran :
A. AIRWAY
Menilai jalan nafas dan pernafasan :
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas Bila penderita
sadar dapat berbicara kalimat panjang : Airway baik, Breathing baik. Bila penderita tidak
sadar bisa menjadi lebih sulit. Lakukan penilaian Airway-Breathing dengan cara : Look
Listen Feel.
Obstruksi jalan nafas
a. Obstruksi total
Pada obstruksi total mungkin penderita ditemukan masih saar atau dalam keadaan tidak
sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan tertelannya benda asing yang
lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal larink, bila obstruksi total timbul perlahan
(insidious) maka akan berawal dari obstruksi parsial menjadi total.
b. Obstruksi parsial
Disebabkan beberapa hal, biasanya penderita masih dapat bernafas sehingga timbul
beraneka ragam suara, tergantung penyebabnya (semuanya saat menarik nafas, inspirasi)
- Cairan (darah, sekret, aspirasi lambung dsb), bunyi kumur-kumur (gargling)

- Lidah yang jatuh kebelakang-mengorok (snoring)


- Penyempitan di larink atau trakhea-stridor
Pengelolaan Jalan nafas
a. Penghisapan (suction) bila ada cairan
b. Menjaga jalan nafas secara manual
Bila penderita tidak sadar maka lidah dapat dihindarkan jatuh kebelakang dengan
memakai :
= Angkat kepala-dagu (Head tilt-chin manouvre), prosedur ini tidak boleh dipakai bila
ada kemungkinan patah tulang leher.
= Angkat rahang (jaw thrust)
Head tilt-chin lift maneuver
Tekniknya dengan meletakan salah satu tangan dibawah leher penderita dan tangan yang
lainnya pada dahi, kemudian lakukan ekstensi. Head tilt akan memposisikan kepala
pasien pada posisi sniffing dengan lubang hidung menghadap ke atas. Kemudian
pindahkan tangan yang menyangga leher, letakan dib bawah simfisis mandibula, sehingga
tidak menekan jaringan lunak dari submental triangel dan pangkal lidah. Mandibula
kemudian didorong ke depan dan ke atas hingga gigi atas dan bawah bertemu. Ini disebut
dengan chin lift, yang akan menyokong rahang dan membantu memiringkan kepala
belakang.
Jaw-thrust maneuver
Jaw-thrust maneuver merupakan teknik membuka jalan napas yang paling aman jika
diperkirakan terdapat cedera servikal. Teknik ini memungkinkan servikal tetap pada
posisi netral selama resusitasi. Penolong berada diatas kepala penderita, letakan kedua
tangan disamping pipi penderita, pegang rahang pada sudutnya, kemudian angkat
mandibula ke arah depan. Siku penolong dapat diletakan diatas permukaan dimana
penderita berbaring. Teknik ini akan mengangkat rahang dan membuka jalan nafas
dengan gerakan minimal kepala

B. BREATHING DAN PEMBERIAN OKSIGEN


Bila Airway sudah baik, belum tentu pernafasan akan baik sehingga perlu selalu
dilakukan pemeriksaan apakah ada pernafasan penderita sudah adekuat atau belum. Pada
saat memeriksa gunakan tehnik (Look , Listen, and Feel ).
- gerakan dada waktu membesar dan mengecil (LOOK)
- dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.(LISTEN)
- merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang(FEEL)
1. Pemeriksaan Fisik penderita.
a. Pernafasan Normal, kecepatan bernafas manusia adalah :
Dewasa : 12-20 kali/menit (20)
Anak-anak : 15-30 kali/menit (30)
Pada orang dewasa abnormal bila pernafasan >30 atau <10 kali/menit
b. Sesak Nafas (dyspnoe)
Bila penderita sadar, dapat berbicara tetapi tidak dapat berbicara kalimat panjang :
Airway baik, Breathing terganggu, penderita terlihat sesak. Sesak nafas dapat
terlihat atau mungkin juga tidak. Bila terlihat maka akan ditemukan :
- Penderita mengeluh sesak
- Bernafas cepat (tachypnoe)
- Pemakaian otot pernafasan tambahan
- Penderita terlihat ada kebiruan
2. Pemberian Oksigen
a. Kanul hidung (nasal canule)
b. Masker oksigen (face mask)

C. CIRCULATION
1. Umum
a. Frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa adalah 60-80/menit.
b. Penentuan denyut nadi

Pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi diraba pada a.radialis (lengan bawah,
dibelakang ibu jari) atau a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.
2. Penanganan
a. Lakukan Tredelenburg manuver (angkat kaki pasien 45 ke atas)
b. Lakukan resusitasi cairan
D.DISABILITY
Disability (Neurologic Status) - Nilai Keadaan Neurologis secara cepat.
Parameter : tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-tanda lateralisasi, dan
tingkat (level) cedera spinal.
Tingkat kesadaran dinilai dengan GCS scoring. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigenasi dan/atau penurunan perfusi ke otak, atau disebabkan
trauma langsung pada otak. Penurunan kesadaran menuntut dilakukannya re-evaluasi
terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan perfusi.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Walaupun
demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia atau hipovolemia sebagai
penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dianggap sebagai penyebab penurunan
kesadaran dan bukan alkoholisme, sampai terbukti sebaliknya.
E. EXPOSURE
Buka pakaian penderita untuk melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Periksa halhal yg mungkin terlewat pada pemeriksaan sebelumnya, misal perlukaan pada tubuh yg
tertutup pakaian, darah yg keluar dari MUE atau anus, dll. Setelah pakaian dibuka,
penderita harus segera diselimuti untuk mencegah hipotermi.
Terapi supportif lainnya
Pasien pasien ini harus selalu diawasi terutama masalah airway nya. Selain itu
berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien ini termasuk ke
dalam infeksi system saraf pusat yang kemungkinan terbesar adalah meningitis yang bisa

disebabkan kemungkinan terbesar adalah kuman TB atau bakterial yang lain. Oleh karena
itu penanganan pada pasien ini diberikan
1. Inf. Pamol 3 X 500 mg (K/P), dengan adanya gejala klinis demam 39,5 dan kondisi
pasien tidak sadarkan diri sehingga kemungkinan terbesar pemberian secara oral tidak
memungkinkan makan pemelihan anti piretik inf. Sangat efektif, selain bekerja secara
cepat tetapi juga tidak melalu proses saluran pencernaan.
2. Injeksi ceftriaxon 2 x1 grm, pemberian antibiotika golongan shepalosporin generasi ke
tiga ini merupakan pilihan utama pada pasien meningitis atau infeksi system saraf pusat
lain karena selain spectrum luas antibiotika ini mampu dengan baik menembus sawar
otak, pada penelitian yang ada pemberiaan antibiotika ini akan mengurangi angka
kematian dan kecacatan pada pasien infeksi SSP.
3. Injeksi citicoline 2 X 1 Amp, citicoline merupakan obat yang bekerja meninggkatkan
aktifitas pembentukan dari reticular dalam otak khususnya pada aktifitas system reticular
asending yang erat kaitanya dengan proses kesadaran dengan peningkatan aktifitas
system ARAS dan meniggkatkan aliaran darah dan metabolism otak.
4. Injeksi Ranitidin 2 X 1 amp, pemberian ranitidin atau obat golongan antagonis reseptor
H2 dan atau PPI pada pasien penurunan kesadaran yang disebabkan infeksi SSP sangat
dianjurkan mencegah terjadinya distress saluran cerna dan untuk memempertahankan
tubuh dalam kondisi normoglikemia, karena kondisi ini sangat dibutuhkan dalam
perbaikan pasien.
Kebutuhan cairan dan nutrisi pada pasien dengan kondisi penurunan kesadaran
dan demam tinggi juga harus dipenuhi. Pada pasien ini diberikan infus Ringer Lactat 20
tpm, pemilihan cairan kristaloid terutama Ringer Lactat pada pasien ini karena cairan
tersebut mengandun komposisi yang paling sama dengan tubuh 12.
Hal-hal yang harus dipantau selama pengobatan adalah :
1. Tanda- tanda vital dan tanda-tanda distress pernapasan.
2. Keadaan hidrasi, balans cairan.

DAFTAR PUSTAKA
1. Susana Chavez-Bueno, MD, George H. McCracken, Jr, MD. Bacterial
Meningitis in Children. Department of Pediatrics, Division of Pediatric
Infectious Diseases, University of Texas Southwestern Medical Center
of Dallas. Pediatr Clin N Am 2005; 52: 795810.
2. Ginsberg L. Difficult and recurrent meningitis. Journal of Neurology,
Neurosurgery and Psychiatry. 2004; 75: 16-21
3. Tunkel AR, Hartman BJ, Kaplan SL et al. Practice guidelines for the
management of bacterial meningitis. Clinical Infectious Diseases 2004;
39: (9) 1267-84
4. T Ducomble, K Tolksdorf, I Karagiannis, B Hauer, B Brodhun, W Haas,
L Fiebig. The burden of extrapulmonary and meningitis tuberculosis: an
investigation of national surveillance data, Germany 2002 to 2009. Euro
Surveill. 2013; 18(12) 20436.
5. Diagnosis and therapy of tuberculous meningitis in children. Nicola
Principi*, Susanna Esposito. Department of Maternal and Pediatric
Sciences, Universit
degli Studi di Milano, Fondazione IRCCS C
Policlinico, Via Commenda 9, 20122 Milan, Italyen
6. Nofareni. Status Imunisasi BCG dan Faktor Lain yang Mempengaruhi
Terjadinya Meningitis Tuberkulosa. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK
USU. 2003; 1-13.
7. Yayan A. Israr. Meningitis. Faculty of Medicine University of Riau,

Arifin Achmad General Hospital of Pekanbaru. 2008; 1-6.


8. Rahajoe N, Basir D, Makmuri, Kartasasmita CB, 2005, Pedoman
Nasional Tuberkulosis Anak, Unit Kerja Pulmonologi PP IDAI, Jakarta,
halaman 54-56.

9. Hardiono D. Pusponegoro et al. Standar Pelayanan Medis Kesehatan


Anak. IDAI. 2004
10. Meningitis tuberculosis. http://www.mayoclinic.com/health/tuberculosis
th

Accessed September, 25 2013.

11. Epidemiologi tbc Indonesia. http://www.tbindonesia.or.id. Accessed


September, 25th 2013.

12. Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. 5


Elvesier saunders; 2005. h. 106-13.

th

ed. Philadelphia :

Anda mungkin juga menyukai