Anda di halaman 1dari 38

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFENISI
Retinopati merupakan kelainan retina yang tidak disebabkan radang dimana
ditandai adanya penurunan visus akibat anemia, diabetes melitus, hipotensi,
hipertensi dan retinopati leukemia.1,3
Cotton wool patches merupakan gambaran eksudat yang terjadi pada retina yang
diakibatkan adanya obstruksi arteri pre papil sehingga terjadi non perfusi didalam
retina.1,2
B. KLASIFIKASI RETINOPATI
1. Retinopati Diabetikum
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai
oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi arteriol
prekapiler retina kapiler-kapiler dan vena-vena. Retinopati akibat diabetes
melitus lama berupa aneurismata, melebarnya vena, perdarahan dan eksudat
lemak.1-3 Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering
di jumpai terutama di negara barat. Kira-kira dari 1 dari 900 orang berusia 25
tahun mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah
penyandang diabetes. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak
dibawah umur 10 tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko
berkembangnya retinopati meningkat setelah pubertas. Dalam urutan penyebab
kebutaan secara global retinopati diabetik menempati urutan ke-4 setelah
katarak, glaukoma dan degenerasi makula (AMD=Age-Related Macular
Degeneration).2,3
Angka kejadian retinopati diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus dan
durasi penyakit. Pada DM tipe 1 (insulin dependent atau juvenile DM) yang
disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia

muda kurang dari 30 tahun, retinopati diabetik ditemukan pada 13persen kasus
yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun yang meningkat hingga
90 persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun. Pada DM tipe 2 non-insulin
dependent DM), yang disebabkan oleh resistennya berbagai organ tubuh
terhadap insulin biasanya menimpa usia 30 tahun atau lebih, retinopati diabetik
ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM kurang dari 5 tahun, yang
meningkat hingga 53-84 persen setelah menderita DM selama 15-20 tahun.3
Adapun gambaran khas yang dapat kita temukan pada retinopati yaitu :2
1. Mikroaneurisma, merupakan tanda khas dini pada penderita penyakit
ini. Terlihat penonjlan dinding kapiler dekat polus posterior.
Mikroaneurisma ini sangat kecil dan hanya terlihat pada angiografi
fluoresin.
2. Perdarahn dalam bentuk titik atau brecak dimana diakibatkan adanya
perdarahan akibat permebilitas kapiler terganggu.
3. Dilatasi pembuluh darah balik dimana khasnya seperti berkelok
kelok dengan lumen ireguler akibat kelainan sirkulasi dan kadang
kadang disertai kelainan endotel dan eksudasi plasma.
4. Hard exudate, yang menandakan adanya infiltrasi ke dalam retina.
Gambarannya yaitu ireguler kekuning kuningan. Awalnya tampak dari
angiografi fluoresein diluar pembuluh darah. Sering terjadi pada
keadaan hiperlipoproteinemia.
5. Softexudate, disebut pada pemeriksaan oftalmoskop terlihat bercak
kekuningan dan berwarna putih.
6. Neovaskularisasi terjadi akibat proliferasi sel endotel pembuluh
darah. Tampak seperti pembuluh darah yang kecil berkelok kelok.
Awalnya ke daerah periretinal, ke badan kaca. Pecahnya pembuluh
darah baru ini akan menyebabkan perdarahan retina, perdarahan
subhialoid, maupun badan kaca.
7. Edema retina. Terlihat gambaran retina yang hilang sehingga
terganggunya gambaran makula yang pastinya berdampak pada

gangguan refraksi pasien.


Gambar 1.
Normal
Retina
dibandingka
n Retinopati
Diabetik4

Klasifikasi retinopati diabetes menurut bagian mata fakultas kedokteran


Universitas Indonesia/Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo.1,4
A. Derajat I : terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa eksudat lemak
pada fundus okuli.
B. Derajat II : terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak tanpa
eksudat lemak pada fundus okuli.
C. Derajat III ; mikroaneurisma, perdarahan bintik, neovaskularisasi dan
proliferasi fundus okuli.
Diagnosis retinopati didasarkan atas pemeriksaan funduskopi. Biasanya
untuk deteksi dini bisa digunakan fundal fluorescein angiography (FFE) serta
pemeriksaan oftalmoskop untuk skrining. Dari pemeriksaan kita melihat apakah
terdapat tanda tanda seperti mikroaneurisma, perdarahan, eksudat atau
neovaskularisasi yang nantinya akan merujuk kepada derajat keparahan
retinopati yang disebabkan diabetikum ini.4

Adapun klasifikasi untuk menegakan diagnosa dari retinopati ini yaitu :4

Makulopati

Eksudat dan perdarahan di area macula atau bukti edema


retina atau adanya iskemia retina. Penglihatan mungkin
berkurang atau terganggu

PraProliferatife

Bukti adanya oklusi atau vena ireguler yang kadang


membentuk lingkaran biasanya penglihatan normal

Proliferarife

Perubahan

oklusi

vasoproliferatif
neovaskularisasi.

menyebabkan
dari

retina

Penglihatan

pelepasan

substansi

yang

menyebabkan

normal,

mengamncam

penglihatan

Tahap lanjut

Perubahan proliferatif dimana perdarahan sudah memasuki


vitreus yang menyebabkan kekeruhan yang berhubungan
dengan neovaskularisasi sehingga mengancan penglihatan
penderita

Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. tetapi diyakini bahwa


lamanya terpapar terhadap keadaan hiperglikemia dapat menyebabkan
perubahan fisiologis dan biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan
endotel pembuluh darah. Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak
terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5
tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe
2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit lebih sulit ditentukan secara
tepat. Perubahan abnormalitas sebagian besar anatomis, hematologi dan
biokimia telah dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara

lain :4,5
Perubahan anatomis4,5
oCapilaropathy

Degenerasi dan hilangnya sel-sel perisit

Proliferasi sel endotel

Penebalam membrane basalis


oSumbatan microvaskuler

ArterioVenous shunts, intraretinal microvascular abnormalities


(IRMA)
Neovaskularisasi
Angiogenic growth factor yang menyebabkan pembentukan
pembuluh

darah baru pada retina dan discus opticus pada

retinopati diabetik

proliferatif atau pada iris (rubeosisiridis)

Perubahan hematologi4,5
oPeningkatan sifat agregasi trombosit dan peningkatan agregasieritrosit
yang meningkatkan abnormalitas serum dan viskositas darah.
oAbnormalitas lipid serum
oFibrinolisis yang tidak sempurna
oAbnormalitas dari sekresi growth hormone
Perubahan biokimia4,5
oJalur poliol
Hiperglikemia yang berlangsung lama akan menyebabkan produksi
berlebihan serta akumulasi dari poliol yaitu senyawa gula dan alkohol
dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah satu sifat dari
senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membran basalis sehingga
akan tertimbun dalam jumlah banyak didalam sel. Senyawa poliol
menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan menimbulkan
gangguan morfologi maupun fungsional sel.
oGlikasi nonenzimatik
Glikasi nonenzimatik terhadap protein dan DNA yang terjadi

selama hiperglikemi dapat menghambat aktivitas enzim dan keutuhan


DNA. Protein yang teroglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan
menyebabkan perubahan fungsi sel.
oProtein kinase
Protein kinase C (PKC) diketahui memiliki pengaruh terhadap
pemeabilitas vascular, kontraktilitas, sintesis membrana basalis dan
proliferasi sel vaskular. Dalam kondisi hiperglikemia aktivitas PKC di
retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis denovo
dari diasilgliserol, suatu regulator PKC yang berasal dari glukosa.
Faktor lain yang terkait dengan diabetes mellitus yang dapat
mempengaruhi prognosis dari retinopati diabetik seperti:
Arteriosklerosis dan hipertensi
Hipoglikemia atau trauma yang dapat menimbulkan perdarahan
mendadak
Hiperlipoproteinemi mempengaruhi arteriosklerosis sehingga
mempercapat perjalanan penyakit
Kehamilan pada penderita diabetes juvenile yang tergantung pada
insulin dapat menimbulkan perdarahan dan proliferasi.
oGrowth hormone
Growth hormone diduga berperan penting pada progresifitas
diabetik retinopathy kejadian retinopati DM ternyata sangat rendah
pada wanita dengan perdarahan post partum akibat nekrosis pituitari.
Penemuan ini memicu dilakukannya ablatio kelenjar pituitari sebagai
tindakan pencegahan dan pengobatan pada retinopati DM pada tahun
1950. Teknik pengobatan tersebut sudah dilarang karena ternyata
menimbulkan komplikasi sistemik dan seiring ditemukannya teknik
pengobatan laser.
oPlatelets dan blood viscosity4,5
Berbagai kelainan hematologi pada DM seperti peningkatan
agregasi eritrosit, penurunan deformability eritrosit, meningkatnya

agregasi trombosit dan adhesi memicu gangguan sirkulasi, defek


endotel dan oklusi kapiler fokal yang menyebabkan iskemia retina yang
pada akhirnya berkembang menjadi retinopati DM.
oAldose reductase dan vasoproliferative factors
DM menyebabkan abnormalitas dari metabolisme glukosa akibat
aktivitas atau produksi insulin yang menurun. Meningkatnya kadar
glukosa darah mempunyai dampak pada perubahan anatomis dan
fungsional dari kapiler retina. Pada DM terjadi persistensi kadar
glukosa darah yang tinggi menyebabkan glukosa yang berlebih dalam
aldose reductase pathway terbentuk di jaringan, yang mengubah gula
menjadi alkohol, glukosa menjadi sorbitol, galaktosa menjadi dulcitol.
Perisit intramural pada kapiler retina terkena pengaruh dari peningkatan
kadar gula darah oleh karena kadar aldosteron reduktse yang tinggi
memicu hilangnya Fungsi utama dari perisit dalam hal autoregulasi
kapiler retina. Hilangnya Fungsi dari perisit menyebabkan kelemahan
dinding kapiler sehingga terbentuk kantung pada dinding kapiler
saccular outpouching of capillary walls yang dikenal sebagai
mikroaneurisma.Mikroaneurisma merupakan tanda palingawal untuk
deteksi retinopatI DM.
Peningkatan permeabilitas yang terjadi menyebabkan kebocoran
cairan dan material protein yang secara klinis tampak sebagai
penebalan retina dan eksudat. Apabila pembengkakan dan eksudasi
mencakup makula maka terjadi penurunan visus. Edema makula adalah
penyebab

tersering

penurunan

visus

pada

pasien

dengan

nonproliferative diabetik retinopati (PDR) Seiring dengan progesifitas


penyakitnya dapat terjadi oklusi dari kapiler retina yang dapat
menyebabkan

hipoksia.

Infark

menyebabkan

terbentukanya

pada

nerve

cotton-wool

fiber

spots

layer

dapat

(CWS)

yang

berhubungan dengan stasis pada axoplasmic flow keadaan hipoksia


retina lebih lanjut menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi

pada mata untuk menjaga suplai oksigen yang cukup ke jaringan.


Kelainan diameter vena seperti venous beading, loops dan dilation
menandakan proses peningkatan hipoksia dan hampir selalu tampak
pada perbatasan dengan area non perfusi. Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA) menandakan adanya proses pertumbuhan
pembuluh darah baru atau remodelling dari pembuluh darah
sebelumnya melalui proliferasi endotel pada jaringan retina yang
berperan sebagai pintas shunt melalui daerah non perfusi. Keadaan
iskemia retina lebih lanjut memicu produksi dari 'aktor vasoproliferatif
seperti vascular endothelial growth factor (VGEF) yang memicu
pembentukan pembuluh darah baru.3
.

Gambar 2.
Neovaskularisasi pada
Permukaan Retina5
Neovaskularis
asi
ditemukan

sering
pada

perbatasan area perfusi dan non perfusi dan juga pada papila nervi opticus.
Neovaskularisasi tumbuh menembus permukaan retina dan ke dalam hyaloid
posterior. Pembuluh darah baru tersebut jarang menimbulkan gangguan visual.
Pembuluh darah tersebut rapuh dan bersifat sangat permeabel sehingga gampang
pecah oleh traksi vitreus yang menyebabkan perdarahan ke dalam vitreus
tersebut.5,6

Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat mempengaruhi

perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi proliferatif.


Pemeriksaan rutin pada ahli mata penderita diabetes melitus tipe I retinopati
jarang timbul hingga lima tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian
besar penderita diabetes melitus tipe II telah menderita retinopati saat
didiagnosis diabetes pertama kali. Pasien-pasien ini harus melakukan
pemeriksaan mata saat diagnosis ditegakkan. Pasien wanita sangat beresiko
perburukan retinopati diabetik selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum
direkomendasikan pada pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya
tergantung kebijakan ahli matanya.6
Umur onset DM/kehamilan

Rekomendasi pemeriksaan
pertama kali

Follow up
rutin minimal
Setiap tahun

0-30 tahun

Dalam waktu 5 tahun


setelah diagnosis
Setiap tahun

>31 tahun

Saat diagnosis

Hamil

Awal trimester pertama

Setiap 3 bulan atau


sesuaikebijakan
dokter mata

Berdasarkan beratnya retinopati dan risiko perburukan penglihatan, ahli


mata mungkin lebih memilih untuk megikuti perkembangan pasien-pasien
tertentu lebih sering karena antisipasi kebutuhan untuk terapi.5,6,7,

Abnormalitas retina

Follow-up yang disarankan

Normal atau mikroaneurisma yang sedikit


Retinopati Diabetik non proliferatif ringan
Retinopati Diabetik non proliferatif

Setiap tahun
Setiap 9 bulan
Setiap 6 bulan

Retinopati Diabetik non proliferatif

Setiap 4 bulan

Edema makula
Retinopati Diabetik proliferatif

Setiap 2-4 bulan


Setiap 2-3 bulan

Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi6,7


Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian
terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe Iyang belum disertai dengan
retinopati dan yang sudah menderita RDNP.6,7 Hasilnya adalah pasien yang
tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami
penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan
RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada
penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan
resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%.7
Hasil penelitian DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa
meskipun kontrol glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah
terjadinya retinopati diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi
resiko timbulnya retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetik
yang sudah ada. Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat
melindungi visus dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi
fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control
hipertensi juga menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan
kehilangan penglihatan.6,7
Fotokoagulasi7,8
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
menyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu

10

uji klinik yang dilakukan oleh National Instituteof Health di Amerika


Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien
dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah
hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina.
Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada
3metode terapi fotokoagulasi yaitu :7,8
1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visusyang cepat atau retinopati diabetik resiko
tinggi

dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah

neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada


permukaan retinaatau pada

sudut bilik anterior dengan cara

menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah

retina yang jauh dari

macula untuk menyusutkan neovaskular.


2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengahcincin hard exudates yang terletak 500-3000
m dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan edema macula.
3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema yang
difus. Terapi edema macula sering dilakukandengan menggunakan
kombinasi focal dan grid photocoagulation

Gambar 3. Panretinal
fotokoagulasi pada
PDR8

Gambar 4 Grip

11

fotokoagulasi untuk diabetik makular edema8


Injeksi Anti VEGF8
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.
Sebuah

studi

baru-baruini

diusulkan

menggunakan

bevacizum

intravitreus untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24


jam setelah perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari
neovaskularisasi iris,dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10
hari. Pengobatan dengan bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh
yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi patologis. Avastin
merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan mencegah
pertumbuhan prolirerasisel endotel vaskular tapi juga menyebabkan
regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel endotel. Untuk
pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi ke dalam
vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL. Lucentis merupakan
versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk
penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05mL.8
Vitrektomi8
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.
Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi
yang ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio
retina, perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan
perdarahan vitreus

yang tidak mengalami

perbaikan

Diabetic

Retinopathy Vitrectomy Study (DVRS ) melakukan clinical trial pada


pasien

dengan

diabetik

retinopati

proliferatif

berat.

DRVS

mengevaluasi keuntungan pada vitrektomi yang cepat (1-6 bulan


setelah perdarahn vitreus) dengan yang terlambat ( setalah 1 tahun)

12

dengan perdarahan vitreous berat dan kehilangan penglihatan (<5/200).8


Pasien dengan diabetes tipe 1 secara jelas menunjukan keuntungan
vitrektomi awal, tetapi tidak pada tipe 2. DRSV juga menunjukkan
keuntungan vitrektomi

awal

dibandingkan

dengan managemen

konvensional padamata dengan retinopati diabetik proliferatif yang


sangat berat.8
Komplikasi9,8
1. Rubeosis iridis progresif
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling sering.
Neovaskularisasi pada iris (rubeosisiridis) merupakan suatu respon terhadap
adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit, baik pada
mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati diabetik.
Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada tepi pupil sebagai
percabangan

kecil,selanjutnya

tumbuh

dan

membentuk

membrane

fibrovaskular pada permukaan iris secara radial sampai ke sudut, meluas


dari akar iris melewati ciliary body dan sclera spur mencapai jaring
trabekula sehingga menghambat pembuangan aquous dengan akibat intra
ocular presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka. Suatu saat
membrane fibrovaskular ini konstraksi menarik iris perifer sehingga terjadi
sinekia anterior perifer (PAS) sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan
tekanan intra okuler meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang
intra okuler. Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien retinopati
diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden terjadinya
rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan vitrektomi,
sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-23% yang terjadi 6
bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular9

13

Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang


terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris dan
jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran aquous dan
dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari glaukoma
neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma kongestif, glaukoma
trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi biasanya berhubugan dengan
neovaskular pada iris (rubeosis iridis). Neovaskularisasi pada iris (rubeosis
iridis) merupakan suatu respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina
akibat berbagai penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling
sering adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewaticiliary body dan sclera spur
mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan akuosdengan
akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren9
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik proliferatif.
Perdarahan vitreusterjadi karena terbentuknya neovaskularisasi pada retina
hingga ke rongga vitreus. Pembuluh darah baru yang tidak mempunyai
struktur yang kuat dan mudah rapuh sehingga mudah mengakibatkan
perdarahan. Perdarahan vitreus memberi gambaran perdarahan preretina(sub-hyaloid) atau intragel. Perdarahan intragel termasuk didalamnya
adalah anterior, middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang terjadi
saat perdarahan vitreous masih sedikit.

Pada perdarahan badan kaca

yang massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan secara tibatiba. Oftalmoskopi direk secara jauh akan menampakkan bayangan hitam
yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang masih
sedikitdan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah banyak.

14

Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah pada ruang


vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk mendiagnosa perdarahan
badan kaca.
4. Ablasio retina9
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina dari
lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan nyeri, tetapi
bisa menyebabkan gambaran bentuk- bentuk ireguler yang melayang-layang
atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan menjadi kabur
Prognosis
Kontrol optimum glukosa darah (HbA1c < 7%) dapat mempertahankan atau
menunda retinopati. Hipertensi arterial tambahan juga harus diobati (dengan
tekanan darah disesuaikan<140/85 mmHg).Tanpa pengobatan, Detachment
retinal tractional dan edema macula dapat menyebabkan kegagalan visual yang
berat atau kebutaan. Bagaimanapun juga, retinopati diabetik dapat terjadi
walaupun diberi terapi optimum.8,9
2. Retinopati Hipertensi
Retinopati hipertensi adalah kelainan atau perubahan vaskularisasi retina
pada penderita hipertensi. Hipertensi arteri sistemik merupakan tekanan
diastolik > 90mmHg dan tekanan sistolik > 140 mmHg. Jika kelainan dari
hipertensi tersebut menimbulkan komplikasi pada retina maka terjadi retinopati
hipertensi
Klasifikasi retinopati hipertensi pertama kali dibuat pada tahun 1939 oleh Keith
Wagener Barker. Klasifikasi dan modifikasi yang dibuat didasarkan pada
hubungan antara temuan klinis dan prognosis yaitu tediri atas empat kelompok
retinopati hipertensi.
Tabel 1 . Klasifikasi Keith-Wagener-Barker (1939)10

15

Stadium

Karakteristik

Stadium I

Penyempitan ringan, sklerosis dan


hipertensi ringan,
asimptomatis.Dalam periode 8
tahun : 4 % meninggal

Stadium II

Penyempitan definitif, konstriksi


fokal, sklerosis, dan
nickingarteriovenousDalam periode
8 tahun : 20 % meninggal

Stadium III

Retinopati (cotton-wool spot,


arteriosclerosis, hemoragik)Dalam
periode 8 tahun : 80 % meninggal

Stadium IV

Edema neuroretinal termasuk papil


edema Dalam periode 8 tahun : 98
% meninggal

Tabel 2. Klasifikasi Scheie (1953)10


Stadium

Karakteristik

Stadium I

Penciutan setempat pada pembuluh darah


kecil

Stadium II

Penciutan pembuluh darah arteri


menyeluruh, dengan kadang-kadang
penciutan setempat sampai seperti
benang, pembuluh darah arteritegang,
membentuk cabang keras

Stadium III

Lanjutan stadium II, dengan eksudasi

16

cotton, dengan perdarahan yangterjadi


akibat diastol di atas 120 mmHg, kadangkadang terdapat keluhan berkurangnya
penglihatan
Stadium IV

Seperti stadium III dengan edema papil


dengan eksudat star figure,disertai
keluhan penglihatan menurun dengan
tekanan diastol kira-kira 150 mmHg

Tabel 3. Modifikasi klasifikasi Scheie10


Stadium

Karakteristik

Stadium 0

Tidak ada perubahan

Stadium I

Penyempitan arteriolar yang hampir tidak


terdeteksi

Stadium II

Penyempitan yang jelas dengan kelainan


fokal

Stadium III

Stadium II+ perdarahan retina dan/atau


eksudatStadium IVStadium III +
papiledema

Tabel 4. Klasifikasi Retinopati Hipertensi di Bagian Ilmu Penyakit Mata


RSCM1,2,10
Tipe

Funduskopi

Tipe 1

Arteri menyempit dan pucat, arteri

17

meregang
Fundus hipertensi dengan atau
tanparetinopati, tidak ada sklerose,
dan terdapat pada orang muda.dan
percabangan tajam, perdarahan ada
atau tidak ada, eksudat ada atau
tidak ada
Tipe 2

Fundus hipertensi dengan atau


tanparetinopati sklerose senile, pada
orang tua.Pembuluh darah
mengalami penyempitan, pelebaran,
dan sheating setempat. Perdarahan
retina, tidak ada edema papil

Tipe 3

Fundus dengan retinopati hipertensi


dan arteriosklerosis, terdapat pada
orang muda.Penyempitan arteri,
kelokan bertambah fenomena
crossing, perdarahan multiple,
cotton wall patches, macula star
figure

Tipe 4

Hipertensi progresif Edema papil,


cotton wall patches ,hard exudates,
soft exudates, star figure Yang
nyata

Patofisiologi Retinopati Hipertensi10,11


Peningkatan tekanan darah sistemik akan menyebabkan vasokonstriksi
arteriol. Vasokonstriksi terjadi karena adanya proses autoregulasi pada pembuluh
darah. Hasil penelitian wallow diketahui sel-sel perisit yang ada di dinding
pembuluh darah yang berperan pada proses vasokonstriksi. Vasokontriksi
biasanya terjadi secara merata (difus) di seluruh pembuluh darah retina, tetapi
bisa juga ditemukan pada sebagian pembuluh darah (segmental). Hipertensi
yang berlangsung lama atau kronik akan menyebabkan terjadinya perubahan

18

dinding pembuluh darah (arteriosklerosis dan aterosklerosis).9,10


Arteriosklerosis adalah perubahan yang terjadi pada arteriol. Dinding
arteriol secara histologik terlihat menebal, karena pada tunika media terjadi
hipertrofi jaringan otot. Tunika intima mengalami proses hialinisasi, dan endotel
kapiler mengalami proses hipertofi, sehingga membentuk jaringan konsentrik
yang berlapis-lapis seperti kulit bawang (union skin). Proses yang terjadi diatas
menyebabkan lumen pembuluh darah menjadi kecil. Arteriosklerosis akan
menyebabkan gangguan pada persilangan arteri dengan vena (arteriovenous
crossing). Dinding arteri yang kaku akan menekan dinding vena yang lebih
lembut. Dalam keadaan normal tidak terjadi penekanan dan elevasi pada
persilangan arteri dan vena. Penekanan pada vena oleh arteri yang sklerosis
dapat terjadi dalam beberapa tahap, vena yang berada di bawah arteri tidak
terlihat karena arteri yang sklerosis maka vena seolah terputus dan akan muncul
lagi secara perlahan setelah melewati persilangan arteri (arteriovenous nicking).
Hal ini dikenal dengan nama Gunns phenomenon. Bentuknya bervariasi
tergantung dari beratnya sklerosis, bila sklerosis lebih berat menyebabkan vena
menjadi defleksi pada daerah persilangan,yang terlihat seperti huruf S atau Z
(salus sign). Pada keadaan tertentu vena berada diatas arteri, sehingga akan
terlihat elevasi vena di atas arteri. Tahap selanjutnya akan terjadi stenosis vena
di bagian distal persilangan karena proses sklerosis arteri yang berat. 10 Lumen
vena yang menyempit karena penekanan oleh arteri yang sklerosis,
menyebabkan aliran darah menjadi lebih cepat, dapat menimbulkan proliferasi
endotel dan kadang-kadang terbentuk trombus. Trombus menyebabkan
tersumbatnya aliran darah, sehingga akan menyebabkan timbulnya tanda-tanda
oklusi vena retina sentral. Dalam keadaan normal dinding arteriol tidak terlihat,
yang terlihat adalah sel-sel darah merah di dalam lumen. Bertambahnya
ketebalan dinding arteriol karena proses arterioseklerosis maka terjadi
perubahan refleks cahaya arteriol. Pantulan cahaya dari permukaan dinding
arteriol yang konveks terlihat seperti garis tipis yang mengkilat ditengah kolom
darah (refleks cahaya normal).10,11

19

Pada pembuluh darah yang menebal pantulan refleks cahaya normal hilang
dan cahaya terlihat lebih luas dan buram. Hal ini dianggap sebagai tanda awal
terjadinya arteriosklerosis. Pada funduskopi akan terlihat sebagian pembuluh
darah seperti tembaga (copper wire), karena meningkatnya ketebalan dinding
dan lumen berkurang kemudian terjadi perubahan pada refleks cahaya arteriol.
Bila proses sklerosis berlanjut, dinding arteri semakin menebal dan lumen
mengecil yang akhirnya hampir tidak terlihat sehingga waktu penyinaran hanya
berbentuk garis putih saja, yang dikenal sebagai refleks kawat perak (silver wire
reflex).11
Perdarahan akan terjadi bila hipertensi berlangsung lama dan tidak
terkontrol. Proses yang kronik ini akan menyebabkan kerusakan inner blood
barrier, sehingga terjadi ekstravasasi plasma dan sel darah merah ke retina (hard
exudates). Perdarahan biasanya terjadi pada lapisan serabut saraf retina,
distribusinya mengikuti alur serabut saraf, sehingga terlihat seperti lidah api
(flame shape). Kerusakan ditingkat kapiler maka perdarahan terjadi pada lapisan
inti dalam atau pleksiform dalam, bentuknya lebih bulat (blot like appearance).11
Iskemik fokal atau area non perfusi yang terjadi pada lapisan serabut saraf
retina, maka serabut saraf akan berdegenerasi menjadi bengkak dan secara
histologitampak seperti suatu kelompok cystoid bodies. Kelainan ini dikenal
dengan cotton wool spot (soft exudates), yang pada pemeriksaan funduskopi
terlihat sebagai area putih keabuan seperti kapas dengan batas yang tidak
tegas.11,12
Papil edema disebabkan oleh adanya iskemia didaerah papil yang akan
menyebabkan hambatan aliran axoplasma, sehingga terjadi pembengkakan axon
di papil nervus optikus. Ateroskelrosis adalah proses sklerosis yang terjadi pada
pembuluh darah retina yang lebih besar. Pada ateroskelrosis sering ditemukan
fibrosis dan kalsifikasi pada tunika intima. Pada keadaan hipertensi accelerated
terjadi pembentukan plak yang besar di intra lumen yang akan menyumbat
pembuluh darah besar sehingga akan timbul komplikasi dalam bentuk oklusi
cabang retina sentralis (BRAO) atau arteri retinasentralis (CRAO).12

20

Gejala Klinik
Retinopati hipertensi merupakan penyakit yang berjalan secara kronis
sehingga gejala penyakit awal sering tidak dirasakan. Penderita retinopati
hipertensi biasanya akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata.12
Penurunan penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium
III atau stadium IV oleh karena perubahan vaskularisasi akibat hipertensi seperti
perdarahan, cotton wool spot, telah mengenai makula.12
Diagnosis
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan pada anamnesis
(riwayat

hipertensi),

pemeriksaan

fisik

(tekanan

darah),

pemeriksaan

oftalmologi (funduskopi), dan pemeriksaan penunjang dengan angiografi


fluorosens. Pada anamnesis penglihatan yang menurun merupakan keluhan
utama yang sering diungkapkan oleh pasien. Pasien mengeluhkan buram dan
seperti berbayang apabila melihat sesuatu. Penglihatan biasanya turun secara
perlahan sehingga tidak disadari. Pemeriksaan tekanan darah didapatkan tekanan
diastol > 90 mmHg dan tekanan sistol> 140 mmHg , sudah mulai terjadi
perubahan pada pembuluh darah retina.12
Pemeriksaan tajam penglihatan dan funduskopi adalah pemeriksaan
oftalmologi paling mendasar untuk menegakkan diagnosis retinopti hipertensi.
Melalui pemeriksaan funduskopi, dapat ditemukan berbagai kelainan retina pada
pasien retinopati hipertensi. Hasil pemeriksaan dengan oftlamoskop, sebagai
berikut :12

21

22

Gambar 5. Funduskopi pada penderita hipertensi dan


Mild Hypertensive Retinopathy12
Ket : A.Nicking AV (panah putih) dan penyempitan arteriol lokal (panah hitam)
B. Terlihat AV nicking (panah hitam) dan gambaran copper wiring pada arteriol
(panah putih)

Gambar 6.
Moderate Hypertensive Retinopathy12
Ket :
A. AV nicking (panah putih) dan cotton wool spot (panah hitam).
B. Perdarahan retina (panah hitam) dan gambaran cotton wool spot (panah putih)

Gambar 7. Gambaran
cotton wool spot dan
perdarahan retina12
Ket : Multipel cotton
wool

spot

putih)

(panah
perdarahan

retina (panah hitam)

23

24

Gambar 8. Hard exudate dan Gambar 9.Gambaran Cotton wool spot, macula
star figure disertai papil edema12
Ket :
Panah biru : Cotton wool spot
Panah putih : perdarahan (blot shape)
Panah hijau : eksudasi retina dan macular star (star figure)
panah hitam : papil edema
Pemeriksaaan penunjang yang dilakukan setelah pemeriksaan funduskopi
adalah angiografi fluoresein. Kontras berupa bahan fluoresein dimasukkan
melalui vena di lengan. Ketika kontras sudah mencapai pembuluh darah retina,
gambaran pembuluh darah tersebut difoto dengan kamera khusus yang
menggunakan sinar biru. Pemeriksaan ini dapat menentukan dengan tepat
lokasi terjadinya neovaskularisasi dan kebocoran kapiler retina.12,13
Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab
lainretinopati selain dari hipertensi. Untuk pemeriksaan laboratorium terutama
diperiksa kadar gula darah, lemak darah dan fungsi ginjal.13
Diagnosis Banding13
Diagnosis banding mata tenang visus turun perlahan, adalah :
1.Retinopati Diabetik
Gambaran Retinopati diabetik pada funduskopi hampir sama
dengan retinopati hipertensi yaitu ditemukan blot like apperance,
mikroaneurisma, dilatasi vena dan berkelok-kelok, hard exudate, soft
exudate, neovaskularisasi, dan edema retina. Selain itu juga didapatkan
gula darah yang tidak terkontrol yaitu > 200 mg/dl.
2. Katarak
Penurunan visus perlahan pada pasien katarak akibat kekeruhan
lensa yang terjadi secara berangsur. Pada funduskopi direk didapatkan
refleks fundus yang hitam.
3.Glaukoma

25

Pada glaukoma terjadi peningkatan tekanan intraokular, defek


lapang pandang,atrofi papil saraf optik. Tekanan intraokular >
20mmHg, dan pada pemeriksaan funduskopi terlihat atrofi papil saraf
optik yang terlihat warnanya dari merah kekuningan menjadi pucat,
selain itu dapat ditemukan pula edema papil
4.Kelainan refraksi
Miopia, hipermetrop, astigmatisme adalah kelainan refraksi yang
dapat menyebabkan visus turun. Pada miopia panjang bola mata
anteroposterior yang lebih besar atau kekuatan pembiasan media
refraksi terlalu kuat, sehingga bayangan dari benda jatuh didepan retina
pada mata yang tidak berakomodasi,. Pada hipermetropia gangguan
kekuatan pembiasan mata dimana sinar sejajar tidak cukup dibiaskan
sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Astigmatisme jika
berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik dengan tajam pada retina
akantetapi pada dua garis titik yang saling tegak lurus yang terjadi
akibat kelainankelengkungan kornea.
Penatalaksanaan14
Penatalaksanaan retinopati hipertensi bertujuan untuk membatasi kerusakan
yang sudah terjadi serta menghindari terjadinya komplikasi, Mengobati faktor
primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan pada fundus akibat
retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan dibawah 140/90 mmHg. Jika
telah terjadi perubahan pada fundus akibat arteriosklerosis, maka kelainan klinis
yang terjadi tidak dapat diobati lagi tetapi dapat dicegah progresivitasnya.
Beberapa studi eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa
tanda-tanda retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar
tekanan darah. Penggunaan obat ACE I (Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor) terbukti dapat mengurangi penebalan dinding arteri akibat hipertrofi.
Tabel 6. Obat hipertensi oral yang dipakai di Indonesia

26

Obat

Dosis

Efek

Lama kerja

Perhatian
khusus

Nifedipin
(Caantagonis)

5-10 mg

5-15 menit

4-6 jam

Gangguan
koroner

Kaptopril(AC
E inhibitor)

12,5-2,5 mg

15-30 menit

6-8 jam

Stenosis
arterirenalis

Klonidin (alfa- 75-150 mg


2agonisadrener
gik)

30-60 menit

8-16 jam

Mulut
kering,mengan
tuk

Propanolol
(beta blocker)

15-30 menit

3-6 jam

Bronkokonstri
ksi, blok
jantung

10-40 mg

Perubahan pola dan gaya hidup juga harus dilakukan. Kontrol berat badan
dan diturunkan jika sudah melewati standar berat badan seharusnya. Konsumsi
makanan dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam perlu
dibatasi dan olahragayang teratur. Pengawasan oleh dokter mata dilakukan
untuk mengevaluasi progresivitas retinopati hipertensi dan komplikasinya.
Komplikasi yang dapat terjadi seperti oklusi arteri retina sentralis dan oklusi
cabang vena retina merupakan perburukan dari retinopati hipertensi yang tidak
terkontrol secara baik. Jika sudah terjadi eksudat dimakula, KWB stadium III,
dan sudah terjadi komplikasi maka fotokoagulasi laser dapat dipertimbangkan.14
Fotokoagulasi laser merupakan salah satu terapi dalam penanganan
komplikasi tersebut. Terapi laser retina terbukti memperbaiki oksigenasi retina
bagian dalam. Fotokoagulasi pada fotoreseptor mengurangi konsumsi oksigen di
bagian luar retina dan menyebabkan oksigen lebih mudah berdifusi dari koroid
ke bagian dalam retina, sehingga meningkatkan tekanan oksigen dan

27

mengurangi hipoksia. Peningkatan tekanan oksigen di bagian dalam retina


mengakibatkan mekanisme autoregulasi berupa vasokonstriksi dan peningkatan
tekanan arteriol, sehingga menurunkan tekanan hidrostatik di kapiler dan venula.
Menurut hukum Starling, hal ini akan menurunkan aliran cairan dari
kompartemen intravaskular ke dalam jaringan dan menurunkan edema jaringan,
bila berasumsi tekanan onkotik konstan. Penurunan tekanan hidrostatik pada
saat yang bersamaan menyebabkan venula konstriksi dan memendek menurut
hukum Laplace dan studi Kylstra dkk.14,15
Komplikasi15
Komplikasi dari retinopati hipertensi yaitu berupa oklusi arteri retina
sentralis (CRAO), oklusi arteri retina cabang (BRAO), oklusi vena retina cabang
(BRVO) .
Penyebab dari oklusi arteri retina paling umum akibat adanya emboli. Arteri
oftalmika merupakan cabang pertama dari arteri karotis interna. Embolus bisa
berasal dari jantung atau arteri karotis yang secara jelas mengarah langsung ke
mata. Emboli dari jantung terdiri dari empat tipe, antara lain emboli
terkalsifikasi dari katup aortaatau mitral, vegetasi dari endokarditis bakterial,
trombus yang berasal dari jantung bagian kiri, dan materi miksomatosa akibat
miksoma atrial.15
Penyakit arteri karotis juga dapat menjadi sumber emboli. Emboli retina
dari arteri karotis terdiri dari tiga tipe yaitu emboli kolesterol (plak Hollenhorst),
emboli fibrinoplatelet, dan emboli terkalsifikasi. CRAO (oklusi arteri retina
sentral) biasanya diakibatkan oleh ateroma,meskipun hal ini dapat disebabkan
akibat emboli terkalsifikasi. Keluhan yang dialami pasien biasanya bersifat akut
dan hilangnya lapang pandang. Tanda-tanda yang dapat ditemukan berupa pupil
Marcus Gunn atau amaurotik, retina tampak putih akibat pembengkakan dan
terdapat cherry-red spot. Dengan

pemeriksaan

angiografi

menunjukkan

penundaan pengisian arteri dan karena terdapat edema retina maka fluoresensi
ke bagian koroid tertutupi.15,16

28

BRAO (oklusi arteri retina cabang) paling sering diakibatkan oleh karena
emboli. Pasien dapat mengeluh hilangnya lapang pandang secara melintang atau
sektoral dan terjadi mendadak. Tanda yang dapat ditemukan berupa retina
menjadi putih di area yang dialiri arteri, pembengkakan berkabut perlahan
menjernih, tetapi bagian dalam retina menjadi atrofi dan berhubungan dengan
hilangnya lapang pandang sektoral yang permanen, dan pada beberapa kasus
juga dapat ditemukan rekanalisasi arteriol yang tersumbat. Pada fluoresensi
angiografi menunjukkan area yang terlibat menunjukkan gambaran tidak adanya
perfusi. BRVO (oklusi vena retina cabang) akut tidak terlihat pada gambaran
funduskopi, dalam beberapa waktu dapat menimbulkan edema yang bersifat
putih pada retina akibat infark pada pembuluh darah retina Seiring waktu, vena
yang tersumbat akan mengalami rekanalisasi sehingga kembali terjadi reperfusi
dan berkurangnya edema. Namun, tetap terjadi kerusakan yang permanen
terhadap pembuluh darah. Oklusi yang terjadi merupakan akibat dari emboli.16
Prognosis17
Prognosis tergantung kepada kontrol tekanan darah. Kerusakan penglihatan
yang serius biasanya tidak terjadi sebagai dampak langsung dari proses
hipertensi kecuali terdapat oklusi vena atau arteri lokal. Namun, pada beberapa
kasus, komplikasi tetap tidak dapat di hindari walaupun dengan kontrol tekanan
darah yang baik.
Keith Wagener Barker menentukan 5 year survival rate berdasarkan tidak
diberikan terapi medikamentosa yaitu antara lain grade I : 4%, grade II : 20%,
gradeIII : 80% , grade IV : 98%.17
3. Retinopati Prematuritas
Retinopati prematuritas adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada
pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur. Retinopati yang berat
ditandai dengan proliferasi pembuluh retina, pembentukan jaringan parut dan
pelepasan retina. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh

29

darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi (kondisi


ketika oeonatus hams bertahan akibat ketidakmatangan paru). Pajanan oksigen
konsentrasi tinggi (hlperoksia) mengakihatkan tingginya tekanan oksigen retina
sehingga

memperlambat

perkembangan

pembuluh

darah

retina

(vaskulogeuesis). Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina ROP terjadi
bila pembuluh darah normal tumbuh dan menyebar ke seluruh retina, jaringan
lapisan bagian belakang mata. Abnormal pembuluh ini rapuh dan bisa bocor,
jaringan parut retina dan menariknya keluar dari posisi. Hal ini menyebabkan
ablasi retina, detasemen retina adalah penyebab utama gangguan penglihatan
dan kebutaan pada ROP.18
Epidemiologi17,18
Frekuensi penelitian di Korea melaporkan insidensi 20.7% (88 dari 425 bayi
prematur) dan melaporkan bahwa usia gestasi 28 minggu dan berat lahir
1000 gr adalah faktor risiko yang paling signifikan. Penelitian lainnya
melaporkan insidensi 29.2% (165 dari 564 bayi dengan BBLASR). Usia median
dari onset ROP adalah 35minggu ( range 31-40 minggu).Mortalitas dan
morbiditas. Setiap tahunnya, 500-700 anak mengalami kebutaan akibat ROP di
Amerika Serikat, 2100 bayi akan mengalami gejala sisa sikatrisial, termasuk
miopia, strabismus, kebutaan, dan ablasio retina. Terdapat kurang-lebih 20%dari
semua bayi prematur yang mengalami suatu bentuk strabismus dan kelainan
refraksi pada usia 3 tahun. Hal inilah mengapa bayi dengan usia gestasi kurang
dari 32 mingguatau berat kurang dari 1500 gr harus melakukan kontrol
kesehatan mata setiap 6 bulan,terlepas dari ada atau tidaknya ROP. Ras kulit
hitam menderita ROP yang lebih ringan dibanding ras Kaukasian.Insidens
sedikit lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki. ROP adalah penyakit bayi
prematur. Semua bayi yang memiliki berat lahir kurang dari 1500 gr dan usia
gestasikurang dari 32 minggu memiliki risiko untuk menderita ROP. Maka
dibuat semacam screening protocol sesuai dengan usia gestasi.17,18
Bayi yang lahir pada usia gestasi 23-24 minggu, harus menjalani

30

pemeriksaan mata pertama pada usia gestasi 27-28 minggu


Bayi yang lahir pada usia gestasi 25-28 minggu , harus menjalani
pemeriksaan mata pertama pada usia kehidupan 4-5 minggu
Bayi yang lahir pada usia gestasi 29 minggu, pemeriksaan mata
pertamadilakukan sebelum bayi tersebut dipulangkan
Patofisiologi18,19
ROP merupakan kelainan vascular retina imatur. Pembuluh darah retina
belum berkembang penuh sampai sekitar kehamilan 34-36 minggu. Semakin
bayi kurang bulan,semakin besar resiko menglami ROP. Vasokontriksi arteri
retina terjadi sebagai respon terhadap peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO),
vasokontriksi ini merupakan respon protektif dan tidak mebahayakan bagi retina
yang sudah berkembang penuh, tetapi hipoperfusi dan hipoksemia setempat
pada retina dengan vaskularisasi tidak lengkap merangsang proliferasi
pembentukan pembuluh darah baru (neovaskularisasi) sebaga iupaya mensuplai
daerah yang kurang mendapat perfusi.19
Perdarahan selanjutnya ke dalam badan kaca dan retina menyebabkan
proliferasi fibrosa, retraksi parut dan pada kasus terburuk lepasnya retina dan
kebutaan. Pajanan oksigen konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan
tingginya tekananoksigen retina sehingga memperlambat perkembangan
pembuluh darah retina (vaskulogenesis) Hal ini menimbulkan daerah iskemia
pada retina.19
Pada kondisi normal, retina mempunyai kepekaan terhadap kerusakan
oksidatif yang disebahkan tiga hal, yaitu berlimpahnya substrat untuk reaksi
oksidatif dalam bentuk asam lemah tak jenuh ganda. Retina memproses cahaya
sedangkan cahaya merupakan inisiator pembentukan oksigen radikal hebas, dan
adanya aliran oksigen lintas membran yang relatif tinggi. Pada bayi prematur,
kepekaan retina terhadap stres oksidatif disebabkan oleh :
Retina mempunyai kepekaan yang tinggi terhadap reaksi kimia yang
mampu merambatkan kerusakan oksidatif sesuai jaringan yang

31

ditunmkan,
Bayi prematur mengalami hiperoksia tidak hanya diakibatkan oleh
pembahan konsentrasi oksigen diutrerus ke udara behas, tetapi juga
akibat peningkatan oksigen inspirasi, dan
Bayi prematur tidak mempunyai pengganti komponen antioksidan
retina. Retinopati prematur merupakan manifestasi alamiah akibat
toksisitas pemherian oksigen pada bayi prematur
Retinopati prematuritas terutama terjadi pada bayi dengan Berat Badan
Lahir Amat Sangat Rendah (BBLASR). Sebagian besar penelitian menunjukkan
bahwa berat badan lahir rendah, usia gestasi yang rendah, dan penyakit penyerta
yang berat ( misalnya respiratory distress syndrome, displasia bronkopulmoner,
sepsis) merupakan faktor-faktor yang terkait. Bayi yang lebih kecil, lebih tidak
sehat, dan lebih immatur memiliki risiko yang jauh lebih tinggi untuk menderita
penyakit ini.19
Patogenesis
Prematuritas mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh
retinanormal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel
spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap
junction. Gap junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang
normal, mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan
oleh Kretzer dan Hittner. Menjelaskan akan adanya dua fase pada proses
terjadinya ROP. Fase pertama, fasehiperoksik, menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi pembuluh retina dan destruksi sel-selendotel kapiler yang
irreversibel. Keadaan hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari
retinopati prematuritas.20

32

Gambar 10
ROP Stadium
I20
Seiring
area

ini

mengalami
iskemik,
faktor
angiogenik,
seperti vascular endothelial growth factor (VEGF), dibentuk oleh sel-sel spindel
mesenkimal dan retina yang iskemik untuk membuat vaskularisasi yang baru.
Vaskularisasi baru ini bersifat immatur dan tidak berespon terhadap regulasi
yang normal. Segera setelah itu, nutrisi dan oksigen dapat dikirim ke retina
melalui difusi dari kapiler-kapiler yang berada pada lapisan choroid. Retina terus
tumbuh semakin tebal dan akhirnya melebihi area yang dapat disuplai oleh
pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia retinal yang pada akhirnya
mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah yang berlebihan;
keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai ROP stadium II.20
Gambar 11
ROP Stadium
II21
Klinis

33

Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada
retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan
tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi
prematur, harus mencakup hal-hal berikut ini :21
1.

Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu

2.

Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari
1250

Faktor risiko lainnya yang mungkin (misalnya terapi oksigen,hipoksemia,


hipercarbia, dan penyakit penyerta lainnya). Pemeriksaan Fisik. ROP
dikategorisasikan dalam zona-zona, dengan stadium yang menggambarkan
tingkat keparahan penyakit. Semakin kecil dan semakin muda usia bayi saat
lahir, semakin besar kemungkinan penyakit ini mengenai zona sentral dengan
stadium lanjut. Pembagian zona.
Zona 1
Zona 1 adalah yang paling labil. Pusat dari zona 1 adalah nervus
optikus. Area ini memanjang dua kali jarak dari saraf optik ke makula dalam
bentuk lingkaran.ROP yang terletak pada zona 1 (bahkan pada stadium 1,
imatur) dianggap kondisiyang kritikal dan harus dimonitor dengan ketat.21
Area ini sangat kecil dan perubahan pada area dapat terjadi dengan
sangat cepat,kadangkala dalam hitungan hari. Tanda utama dari perburukan
penyakit ini bukanlah ditemukannya neovaskularisasi tetapi dengan
ditemukan adanya pembuluh darah yang mengalami peningkatan dilatasi.
Vaskularisasi retinatampak meningkat mungkin akibat meningkatnya
shunting ateriovena.21
Zona 2
Zona 2 adalah area melingkar yang mengelilingi zona 1 dengan nasal
ora serratasebagai batas nasal. ROP pada zona 2 dapat berkembang dengan
cepat namun biasanya didahului dengan tanda bahaya (warning sign) yang
memperkirakan terjadinya perburukandalam 1-2 minggu. Tanda bahaya
tersebut antara lain :20,21

34

(1) tampak vaskularisasiyang meningkat pada ridge (percabangan


vaskular meningkat); biasanya merupakan tanda bahwa penyakit ini
mulai agresif.
(2) Dilatasi vaskular yang meningkat.
(3) tampak tanda hot dog pada ridge; merupakan penebalan vaskular
pada ridge; hal ini biasanya terlihat di zona posterior 2 (batas zona 1)
dan merupakan indikator prognosis yang buruk.
Zona 3
Zona 3 adalah bentuk bulan sabit yang tidak dicakup zona 2 pada
bagian temporal. Pada zona ini jarang terjadi penyakit yang agresif.
Biasanya, zona ini mengalamivaskularisasi lambat dan membutuhkan
evaluasi dalam setiap beberapa minggu. Banyak bayi yang tampak memiliki
penyakit pada zona 3 dengan garis demarkasi dan retina yang nonvaskular.
Kondisi ini ditemukan pada balita dan dapat dipertimbangkan sebagai
penyakit sikatrisial. Tidak ditemukan adanya penyakit sequelae dari zona ini

Gambar 12 zona ROP21


Prosedur Pemeriksaan
Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan

35

menggunakan oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan


dilatasi fundus dan depresi skleral. Instrumen yang digunakan adalahs:
1)spekulum Sauer (untuk menjaga mata tetap dalam keadaan terbuka),
2)depresor skleral Flynn (untuk merotasi dan mendepresi mata),
3)lensa 28 dioptri (untuk mengidentifikasi zona dengan lebih akurat).Bagian
pertama dari pemeriksaan adalah pemeriksaan eksternal, identifikasi
rubeosis retina, bila ada. Tahap selanjutnya adalah pemeriksaan pada kutub
posterior, untuk mengidentifikasi adanya penyakit plus. Mata dirotasikan untuk
mengidentifikasi ada atau tidaknya penyakit zona:
1. Apabila pembuluh nasal tidak terletak pada nasal oraserrata, temuan ini
dinyatakan masih berada pada zona
2. Apabila pembuluh nasal telah mencapai nasal ora serrata, maka mata
berada pada zona 3.

Penatalaksanaan
Terapi Medis
Terapi medis untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari
screening oftalmologis terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko.
Terapiterapi

lainnya

yang

pernah

dicoba

dapat

berupa

mempertahankan level Insulin like growth factor (IGF-1) dan omega-3polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina
yang sedang berkembang.23
Terapi Bedah23
a.Terapi bedah ablatif (Ablative surgery)
Dilakukan apabila terdapat tanda kegawatan
Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser
untuk menghancurkan area retina yang avaskular

36

Biasanya dilakukan pada usia gestasi 37-40 minggu


Apabila ROP terus memburuk, mungkin dibutuhkan lebih dari
satu tindakan
b. Krioterapi23
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an.
Prosedur ini dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun
topikal. Karena tingkat stress prosedur yang cukup tinggi, maka
mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah prosedur ini selesai.
Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan
intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan
bradikardia.23
c.Terapi Bedah Laser
Saat ini, terapi laser lebih disukai daripada krioterapi karena
dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1
dan

juga

menghasilkan

reaksi

inflamasi

yang

lebih

ringan.

Fotokoagulasi dengan laser tampaknya menghasilkan outcome yang


kurang-lebih sama dengan krioterapi dalam masa 7 tahun setelah
terapi.23
Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai ketajaman visus dan
kelainan refraksi, terapi laser tampaknya lebih menguntungkan
dibandingkan krioterapi, dan juga telah dibuktikan bahwa terapi laser
lebih mudah dilakukan dan lebih bisa ditoleransi oleh bayi. Setelah
intervensi bedah, oftalmologis harus melakukan pemeriksaan setiap 12minggu untuk menentukan apakah diperlukan terapi tambahan. Pasien
yang dimonitor iniharus menjalani pemeriksaan sampai vaskularisasi
retina matur. Pada pasien yang tidak ditatalaksana, ablasio retina
biasanya terjadi pada usia post mensrual 38-42 minggu. Selain itu, 20%
dari bayi-bayi prematur menderita strabismus dan kelainan refraksi,

37

karena itu penting untuk melakukan pemeriksaan oftalmologis setiap 6


bulan hingga bayi berusia 3 tahun. Dan juga, 10% bayi-bayi prematur
juga dapat menderita galukoma dikemudian hari, maka pemeriksaan
oftalmologis harus dilakukan setiap tahun.23
Prevensi
Pencegahan yang benar-benar bermakna adalah pencegahan kelahiran
bayi prematur. Dapat dicapai dengan perawatan antenatal yang baik.
Semakin matur bayi yang lahir, semakin kecil kemungkinan bayi tersebut
menderita ROP. Selain itu penggunaan terapi oksigen tepat indikasi dan
tepat pemberian baik frekuensi, lama pemberian, maupun kualitas
pemberian juga mempengaruhi angka kejadian retinopati prematuritas.23
Komplikasi
Myopia, strabismus, anisometropia dan amblyopia berkaitan dengan
kondisiROP akut. Kehadiran temuan ini menyebabkan peningkatan risiko
ablasi retina. Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan
stadiumnya.23

38

Anda mungkin juga menyukai