Anda di halaman 1dari 12

Kontroversi Tri Rismaharini

, Dibenci dan Dicintai

Tri Rismaharini, Dibenci dan Dicintai


Ardi Winangun ; Pengamat Politik
DETIKNEWS, 11 September 2014

Di tengah kesuksesan Walikota Tri Rismaharini dalam memimpin Kota


Surabaya, ternyata prestasi yang demikian tidak membuat PDIP mengusung
Risma kembali dalam Pemilu Walikota 2015. Hal demikian dikatakan oleh Ketua
DPD PDI Jawa Timur Bambang DH. Sebelumnya, partai berlambang banteng
moncong putih itu mengusung perempuan alumni ITS itu dalam Pemilu Walikota
2010. Alasan PDIP tidak mengusung Risma sebab disebut Risma selama ini
kerjanya hanya melakukan pencitraan.
Tentu alasan yang demikian bisa dikatakan mengada-ada. Mengapa tuduhan
serupa tidak dialamatkan kepada Jokowi atau kepala daerah lain yang berasal
dari PDIP seperti Gubenur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. Kalau disebut PDIP
akan mencari calon kepala daerah yang suka kerja keras; bukankah Risma
sudah bekerja keras.
Benarkah PDIP tidak mengusung Risma? Meski sudah ada lontaran dari
Bambang DH namun ucapan itu belum final, belum ada keputusan resmi.
Seperti biasanya, keputusan di PDIP, meski menggunakan kata demokrasi,
namun semuanya berada di tangan Ketua Umum PDIP Megawati. Jadi diusung
atau tidaknya Risma oleh PDIP semuanya tergantung pada Megawati. Meski
Bambang DH mengatakan yang demikian, kalau Megawati berpikir sebaliknya,

maka ludah yang sudah dibuang oleh Bambang DH akan dijilat kembali.
Bambang DH dan rekan-rekannya mengatakan demikian bisa jadi dilandasi
alasan, pertama, meski Risma sukses membangun dan mengelola Surabaya,
terbukti dari banyaknya penghargaan yang diterima dari berbagai lembaga
dunia, serta adanya pembangunan yang langsung dirasakan oleh masyarakat
namun polah tingkat Risma dirasa oleh Bambang DH dan rekan-rekannya terlalu
kebablasan.
Risma dirasa oleh mereka sulit diatur dan bekerja semaunya sendiri, meski oleh
masyarakat hal yang demikian dianggap bagus. Misalnya, dalam soal
penggusuran lokalisasi Gang Dolly, Risma tutup mata, tutup telinga, dan tutup
mulut ketika langkahnya itu tidak segaris dengan rival-rivalnya di partai yang
menolak langkah-langkah Risma dalam soal penutupan lokalisasi Gang Dolly.
Sikap pantang mundur Risma dalam penutupan Gang Dolly inilah bisa jadi yang
membuat rival-rivalnya di partai kecewa dengannya. Soal Gang Dolly bisa jadi
puncak kebencian rival-rivalnya di partai kepada Risma, sebab sebelumnya
banyak langkah Risma dalam menata kota pahlawan ternyata merugikan para
pencari untung atau pemburu rente. Akumulasi kekecewaan itulah yang
membuat Bambang DH menyatakan tidak akan mengusung Risma lagi.
Kedua, apa yang dikatakan Bambang DH tadi bisa jadi hanya sebatas test the
water, menguji reaksi publik pada suatu wacana atau isu. Test the water ini
sama seperti survei. Survei kepada elektabilitas Risma saat ini belum digelar
sehingga hasilnya belum diketahui. Dengan menggunakan test the water maka
akan diketahui sejauh mana respons masyarakat, bila respons masyarakat
tinggi maka menunjukkan potensi Risma untuk menang tinggi. Demikian
sebaliknya.

Dari respons masyarakat terhadap lontaran Bambang DH ternyata banyak orang


dan partai politik menyayangkan sikap yang demikian. Sampai-sampai partai
lain siap mengusung Risma. Dengan adanya respons yang demikian maka
Risma merupakan sosok yang potensial untuk menang dalam Pemilu Walikota
yang akan datang.
Dengan respons masyarakat dan partai politik lain yang masih menginginkan
Risma maka PDIP bisa mengambil langkah selanjutnya. Bila responnya positif
maka PDIP harus tetap memberi tiket Risma dalam Pemilu Walikota bila ingin
tetap berkuasa di Surabaya.
Dalam fenomena kepala daerah yang terkadang tidak menurut partai
pengusung, saat-saat ini sedang ngetrend. Di era keterbukaan, kepala daerah
berani tidak menjalankan instruksi partai. Namun cara seperti ini tidak semua
kepala daerah bisa. Kepala daerah yang berani melawan instruksi partai
biasanya mereka yang kerjanya sungguh-sungguh dan langsung melihat proses
pembangunan yang dilakukan di lapangan.
Cara kerja kepala daerah yang demikian memang bagus, di mana proses
pembangunan yang dilaksanakan meski baru seumur jagung namun
masyarakat sudah bisa merasakan ada tanda-tanda perbaikan. Sosok yang
demikian tidak hanya ada pada Risma, ada beberapa kepala daerah dan
wakilnya seperti itu, misalnya Wakil Gubenur Jakarta, Ahok, juga mempunyai
sikap yang demikian. Selama ini dirinya nyaris tidak pernah bersentuhan dengan
partai yang mengusungnya, Partai Gerindra.
Bila kita meminjam apa yang pernah dikatakan Presiden Filipina, 1935-1944,
Manuel L. Quezon, loyalitasku kepada partai berakhir ketika loyalitasku kepada

bangsa dimulai, memang harus diresapi oleh Presiden dan kepala daerah di
Indonesia. Pepatah ini penting sebab bila mereka masih mendahulukan loyalitas
kepada partai, maka proses pembangunan yang dilakukan tidak akan maksimal.
Idealisme yang ada menjadi tumpul bila terhambat kepentingan partai yang
terkadang tidak berpihak kepada rakyat. Bayangkan bila Risma lebih memilih
loyal kepada partai, tentu Gang Dolly sampai sekarang tetap akan buka.
Diposkan oleh Budi Santoso di 07.05

DOSA-DOSA WALIKOTA SURABAYA TRI RISMAHARINI


BAKAL DIBLEJETI
JUM'AT, 02 DESEMBER 2011 , 21:25:00 WIB

RMOL. Dosa-dosa Walikota Surabaya Tri Rismaharini bakal diblejeti. Itu terkait dengan
kontroversi pembelian mobil dinas (mobdin) untuk para camat, Polrestabes Surabaya dan 5 unit
Pajero untuk Muspida Surabaya.
Ketua DPRD Surabaya Wisnu Wardhana mengklaim, dewan mendapat dukungan
dari Dirjen Anggaran Daerah (DAD). Dengan penuh percaya diri, Wisnu mengatakan jika
pengalihan atau pergeseran mobil dari 1.500 cc ke 2.500 cc, harus memperoleh restu dari dewan
dan tidak boleh diubah seenaknya sendiri. Kalau bicara prosedur, mestinya dewan dimintai
persetujuan, terang Wisnu, saat dihubungi Rakyat Merdeka Online, Jumat (2/12).
Soal ini, Wisnu mengancam akan membeberkan fakta, jika walikota Surabaya tidak hadir saat
pengesahan perubahan APBD 2011. Aksi belanja mobil dinas itu, menurut Wisnu, sudah sangat
jelas menabrak Undang-undang 17/2003 tentang Keuangan Negara.
Wisnu menyindir, jika Pemkot berada di pihak yang salah. Karena kebijakan Pemkot main
sendiri itu didasarkan acuan Permendagri 13/2006 pasal 160. Menurutnya, tidak ada data valid
yang bisa mendukung kebijakan sepihak Pemkot itu.
Dosa Walikota dan Pemkot lainnya adalah pelanggaran Permendagri 21/2011 tentang Pedoman
Pengelolaan Keuangan Daerah. Sebab di dalam pasal 160 ayat 5 diterangkan, pergeseran
anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan dan antar jenis belanja dapat dilakukan dengan
cara merubah Perda tentang APBD.

Khusus pembelian mobil 5 unit Pajero untuk Muspida dan 28 unit Panther untuk Unit Lantas
Polsek jajaran Polrestabes Surabaya, itu sudah dibeli tapi perubahan APBD
2011 belum disahkan dan dewan sudah mencoretnya.
Mau bukti apa lagi. Apa masih mau dibilang ini bukan pelanggaran. Jelas ini pelanggaran dan
sanksinya pidana penjara dan administratif, ungkap Wisnu.
Saat ditanya mengenai kompromi terkait dengan perubahan APBD 2011 segera bisa disahkan,
Wisnu menegaskan tidak akan ada lagi kompromi.
Jika ada kompromi, maka sama-sama akan masuk penjara. Kalau saya ikut
menyetujui (perubahan APBD 2011), saya pasti masuk (penjara), jawabnya.[arp]
http://nusantara.rmol.co/read/2011/12/02/47639/Dosa-dosa-WalikotaSurabaya-Tri-Rismaharini-Bakal-Diblejeti-

Dolly Tutup, Bu Risma: Kalau Saya Mati


Ikhlaskan
By Yulia Yulee

Penutupan kawasan lokalisasi Dolly yang berada di daerah Jarak, Surabaya, Jawa Timur ini akan
berlangsung malam ini Rabu, (18/6).
Citizen6, Jakarta Penutupan kawasan lokalisasi Dolly yang berada di daerah Jarak, Surabaya,
Jawa Timur ini akan berlangsung malam ini Rabu, (18/6/2014).
Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini atau biasa disapa Bu Risma sadar langkahnya menutup
kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara ini mengundang kontroversi karena menyangkut
hajat hidup banyak orang. Menurutnya, penutupan ini berdasar peraturan daerah yang melarang
orang menggunakan bangunan atau tempat untuk berbuat asusila.
Sejak pagi hingga saat ini perbincangan penutupan Gang Dolly meramaikan linimasa. Para
Tweeple memberi dukungan melalui ciapan dengan hastag #SuroboyoTutupDolly. Tidak hanya
hashtag, postingan foto Risma dengan tulisan yang ia buat pun banyak di retweet para tweeple.
Namun beberapa tweeple juga mengkhawatirkan efek lain penutupan lokalisasi terbesar di Asia
Tenggara itu. Ada yang menanyakan apakah sudah dipertimbangkan baik-baik solusi untuk para
psk (pekerja seks komersial) itu setelah "tempat praktek"nya ditutup.
Ditengah pro kontra itu, Bu Risma tidak gentar. Bahkan ia seperti sudah mempersiapkan
kemungkinan terburuk buat dirinya: dibunuh. Hal ini tampak dari beberapa media yang
mengabarkan, ia telah berpamitan kepada keluarganya agar mengikhlaskan jika dirinya tewas
saat menutup lokalisasi Dolly malam nanti.
"Saya sudah pamit pada keluarga untuk menutup Gang Dolly tanggal 18 besok (daerah pelacuran
terbesar di Asia Tenggara) kalau saya mati, ikhlaskan. Bu Risma".
Pesan tersebut Risma buat lantaran banyaknya protes para penduduk di kawasan Gang Dolly
yang masih menentang keputusan yang telah ia buat. Risma sadar hal ini akan membahayakan
jiwanya, karena warga sekitar Gang Dolly pasti membenci dirinya.
Gang Dolly saat ini dihuni 1.000 lebih pekerja seks komersial dan sekitar 300 mucikari, sejak
pagi mereka melakukan aksi penutupan Jalan Jarak serta merusak dua wisma di lokalisasi
sebagai teror untuk memperkeruh situasi menjelang penutupan lokalisasi itu.
http://citizen6.liputan6.com/read/2065106/dolly-tutup-bu-risma-kalausaya-mati-ikhlaskan

Rismaharini, walikota anti kompromi


Heyder Affan
BBC Indonesia

Terancam diberhentikan sebagai Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini, tetap bersikukuh bahwa
berbagai kebijakan kontroversinya dalam menata Kota Surabaya selama ini semata-mata untuk
"kepentingan rakyat."
Dan untuk kepentingan itu, Rismaharini -yang dilantik sebagai Wali Kota Surabaya pada
September 2010 lalu- mengaku berusaha habis-habisan untuk memegang prinsipnya itu.
Tidak peduli apabila yang dihadapinya adalah DPRD Kota Surabaya serta pimpinan partai
politik yang sejak awal menentang beberapa kebijakan kontroversinya.
"Sekian puluh tahun saya jadi bikokrat, saya pegang prinsip itu. Nah, kemudian kalau saya
menjabat wali kota ini paling lama lima tahun, apakah saya harus mengubah sikap, saya kira
nggak," tandas Risma, begitu panggilan akrabnya, dalam wawancara khusus dengan BBC
Indonesia hari Selasa (25/1) lalu di rumah dinasnya di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Saya tetap berpedoman: kepentingan masyarakat itu yang utama, saya tidak akan berubah
apapun resikonya, karena saya yakin suara rakyat itu suara Tuhan
Tri Rismaharini
Wawancara dengan Risma, 50 tahun, memang berlangsung dalam suasana 'genting', di sela-sela
kesibukannya menjawab protes DPRD Kota Surabaya yang mempersoalkan kebijakannya dalam
menata ulang reklame.
Setelah dilantik sebagai Wali Kota Surabaya, perempuan kelahiran 20 November 1961 ini
memang telah melahirkan berbagai kebijakan yang menuai protes dari para politisi di DPRD
kota tersebut, diantaranya soal penataan reklame dan penolakannya atas pembangunan jalan tol
di tengah kota.
Risma menjawab semua pertanyaan BBC Indonesia pada sebuah petang yang bergerimis, setelah
alumni Institut Teknologi Sepuluh November, ITS, Surabaya ini bertemu Gubernur Jawa Timur
untuk menyelesaikan masalah politik ini.
Tapi tampaknya perundingan tersebut tidak membuahkan hasil, karena tidak dihadiri pimpinan
DPRD Surabaya.
Dan klimaksnya, hari Senin (31/1), Pansus hak angket DPRD Surabaya tentang kebijakan
penataan reklame akhirnya mengeluarkan rekemondasi kepada DPRD Surabaya untuk
mengusulkan pemberhentian Tri Rismaharini sebagai walikota.
Namun bukan Rismaharini apabila tidak "melawan". Selain tidak menghadiri sidang tersebut,
Risma juga sejak awal mengatakan tidak ada yang salah dari kebijakannya.

"Saya tetap berpedoman: kepentingan masyarakat itu yang utama, saya tidak akan berubah
apapun resikonya, karena saya yakin suara rakyat itu suara Tuhan," katanya, sebelum
rekomendasi pansus itu dikeluarkan.
"Saya tidak boleh bergeming karena keinginan bukan atas nama pribadi atau kelompok," tegas
Risma, seorang arsitek tamatan ITS itu.

Tidak kompromi
Julukan 'keras kepala' diberikan lawan politiknya, setelah Risma menolak permintaan DPRD
kota itu untuk meninjau ulang beberapa kebijakannya.

Kepada Heyder Affan, Rismaharini mengaku tidak akan mengubah sikapnya.


Setidaknya ada tiga kebijakan yang terus dipersoalkan. Pertama, Peraturan Wali Kota Nomor 56
dan 57 tahun 2010 tentang penataan reklame.
Kebijakan ini intinya menaikkan tarif pajak reklame dari 100% hingga 400% untuk reklame
berukuran delapan meter. Sebaliknya, reklame berukuran lebih kecil tarifnya diturunkan hingga
40%.
Dalam berbagai kesempatan, Risma menyebut langkahnya ini agar "Surabaya tidak menjadi
hutan reklame".
Keberadaan reklame berukuran raksasa juga disebutnya "rawan dan membahayakan masyarakat
jika roboh".

Simak Tokoh

Edisi Januari 2011

DengarDurasi: 08:43

Alasan ini kontan saja dimentahkan para politisi di DPRD Kota Surabaya, yang -seperti dikutip
media- menyebutnya dapat mematikan pengusaha reklame dan biro iklan. Risma juga dicurigai
bertujuan untuk menguntungkan perusahaan reklame tertentu.
Tuduhan ini tentu saja ditolak mentah-mentah oleh Risma. "Saya lakukan semua itu untuk
kepentingan masyarakat. Tidak ada yang bersifat pribadi," katanya.
Sikap menolak kompromi juga ditunjukkan perempuan kelahiran Kota Kediri, Jawa Timur ini,
ketika mati-matian menolak pembangunan jalan tol tengah Kota Surabaya.
Padahal, rencana membangun jalan tol sepanjang 23, 8 kilometer senilai Rp8 triliun ini sudah
disetujui pemerintah pusat dan didukung DPRD kota itu.
Saya ngotot agar taman itu bisa dinikmati masyarakat, yaitu menjadi ruang sosial dan rekreasi
bagi masyarakat tidak mampu
Tri Rismaharini
Disebutkan jalan tol dari kawasan Waru-Sidoarjo ke Tanjung Perak itu akan dapat mengurangi
kemacetan.
Tetapi apa jawaban Risma? "Jalan tol itu tak akan menyelesaikan kemacetan di Surabaya, justru
di masa depan akan memperparah kemacetan."
Dia kemudian mengusulkan agar meneruskan pembangunan jalan lingkar timur untuk
mengurangi kemacetan sekarang dengan alasan pembangunan jalan tol ini akan mengorbankan
ribuan warga yang harus digusur.
Jawaban ini pun menimbulkan gelombang reaksi kemarahan politisi DPRD Surabaya. Tuduhan
'keras kepala' pun diarahkan kepada ibu dua anak ini.
Bagaimanapun Risma tetap tidak bergeming: "Orang tua saya mendidik saya punya prinsip, yang
-kalau bisa- tidak berubah dalam kondisi apapun. Kalau sepanjang itu benar, kebenaran itu harus
dipegang. Itu yang (menyebabkan) orang lain menganggap saya keras kepala," paparnya, datar.

Terobsesi taman kota


Ancaman interpelasi dari DPRD Kota Surabaya terhadap dirinya sepertinya sama sekali tidak
mempengaruhi rutinitasnya. Usai wawancara, Risma mengajak BBC keliling Kota Surabaya,
untuk melihat langsung taman-taman kota yang dulu ditatanya.
Semenjak dipercaya menduduki jabatan Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota
Surabaya (2005-2008), Risma sudah dikenal sebagai pejabat yang 'gila taman'.

Rismaharini mengklaim semua kebijakannya untuk kepentingan warga.


Malahan sejumlah media terbitan Surabaya menjulukinya sebagai "Ibu Giman" alias Ibu Gila
Taman.
Langkah pembangunan dan penataan taman-taman kota di berbagai sudut kota ini terus
ditindaklanjutinya saat dia dipercaya sebagai Kepala Perencanaan Kota Surabaya (2008-2010).
Saat itu, hampir tiap hari koran lokal Surabaya melaporkan, ibukota propinsi Jawa Timur itu
makin terlihat "makin hijau dan indah".
Kenapa Anda begitu terobsesi terhadap taman, sehingga Anda dijuluki 'ibu Giman'?
Risma sempat tertawa, sebelum menjawab pertanyaan ini. "Saya ingin mengubah imej Surabaya
yang selalu dikatakan sebagai kota yang panas, kota yang keras".
Dan lebih dari sekedar membangun taman, Risma ingin taman-taman itu bermanfaat langsung
bagi warga Kota Surabaya.
"Saya ngotot agar taman itu bisa dinikmati masyarakat, yaitu menjadi ruang sosial dan rekreasi
bagi masyarakat tidak mampu," ungkapnya.
Itulah sebabnya, menurutnya, tidak ada taman di sudut-sudut Kota Surabaya yang berpagar. "Ini
yang membuat taman kita tidak satu pun yang 'nggak laku."

Panggung politik
Dibesarkan dalam dunia birokrasi, Risma akhirnya dipaksa untuk terjun ke politik praktis setelah
dia terpilih sebagai Wali Kota Surabaya periode 2010-2015.
Kendala itu bukan karena saya perempuan. Kendalanya karena saya berangkat dari birokrat, dan
selama ini saya tidak mengenal politik.
Tri Rismaharini

Di sinilah perempuan berkerudung ini mengaku upayanya memahami dunia politik itu sebagai
kendala utamanya.
"Kendala itu bukan karena saya perempuan. Kendalanya karena saya berangkat dari birokrat, dan
selama ini saya tidak mengenal politik," ungkapnya terus terang.
Di ajang Pilkada tahun lalu, diajukan oleh PDI Perjuangan sebagai calon wali kota, dan Risma
akhirnya mampu mengungguli lawan-lawannya.
Sebuah dunia baru bernama 'politik praktis' pun dia terjuni, dan ternyata tidaklah muda.
"Karena saya biasanya di birokrat, dasar-dasarnya itu adalah dari data, yang kemudian kami
realisasikan. Nah, tapi ternyata dalam politik tidak demikian. Nah ini terus-terang saya masih
sangat belajar di situ."
Namun buru-buru Risma mengatakan, meskipun sekarang dia terjun di dunia politik,
"kesejahteraan masyarakat tetap menjadi tujuan utamanya".
Dalam wawancara itu, Risma berulangkali menyebut peran kedua orang tuanya yang disebutnya
mampu membentuk 'karakter'-nya seperti sekarang, termasuk ketika menghadapi persoalan
politik dengan DPRD Kota Surabaya.
Secara khusus dia menyebut sosok mendiang ayahnya. "Ayah saya sebetulnya berhak
dimakamkan di makam pahlawan, dan berhak dapat fasilitas sebagai veteran. Saya tahu dia
menolak. 'Saya berjuang untuk tidak dapat fasilitas, tapi untuk negara'. Ini membekas pada saya,"
ungkapnya.
"Saya takut melukai orang tua saya, kalau saya mengkhianati kota ini," katanya, agak diplomatis,
sekaligus menutup wawancara dengan BBC Indonesia.
http://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2011/01/110131_tokohbbct
rirismaharini.shtml

Bachtiar Balukh: Walikota Risma Hanya Memainkan Politik Pencitraan


http://www.deliknews.com/2012/11/16/bachtiar-ballo-walikota-rismahanya-memainkan-politik-pencitraan/

Surabaya Mantan Anggota DPRD Kota Surabaya Drs.Bachtiar Ballo menilai Walikota
Surabaya Tri Rismaharini hanya memainkan pola politik pencitraan disetiap kebijakan yang
dibuatnya .

Hal tersebut diungkap Bachtiar Ballo saat Gathering dan diskusi yang diadakan beritalima
mengenai pembangunan kota surabaya Rabu Malam (14/11) .
Bachtiar Ballo yang didampingi Ketua Aliansi LSM dan Ormas Jawa Timur Bambang Smith
mengkritisi kebijakan Walikota Surabaya Tri Rismaharini yang selalu muncul kontroversi .
Risma hanya menggunakan politik pencitraan saja, hal ini bisa dilihat ketika muncul
kontroversi mengenai pembangunan tol tengah kota, Aset YKP , Kebon Binatang Surabaya
(KBS) ,Hingga Jaminan Kesehatan untuk warga Surabaya kata Ballo
Masih menurut Bachtiar Ballo yang juga tokoh masyarakat Jawa Timur , Dirinya kembali
menyatakan Masyarakat saat ini sudah bisa menilai langkah-langkah dan kebijakan yang dibuat
pemerintah kota surabaya ,dan itu jelas hanya politik pencitraan ,karna selalu menuai
kontroversi
Yang dilakukan walikota Surabaya saat ini ,bisanya hanya bersih bersih saja ,itu karena
walikota tidak cerdas , tambah Ballo
Sementara itu ,Bambang Smith ,juga punya penilaian yang sama terhadap walikota Surabaya Tri
rismaharini coba kita lihat pembangunan jembatan Flay over di simpang Banyu urip (Jl.Pasar
kembang -Jl Diponegoro) ,memang itu bagus ,Pemkot menambah kapasitas jalan ,tetapi kita lihat
nanti akan mematikan ekonomi sektor informal (PKL) karna di areal tersebut akan bermunculan
pasar moderen,dan nanti ada saja kontroversi .kata Smith
Bambang Smith mencontohkan mengenai pembangunan flayover mayangkara penghubung
antara Jl.wonokromo dengan Jl.Achmad yani itu sudah mematikan ekonomi kecil . tegasnya
Terpisah , Moch Efendy ketua panitia yang juga pimpinan redaksi berita lima , menyatakan
Diskusi mengenai pembangunan kota surabaya akan digagas kembali dalam waktu dekat, dengan
menghadirkan narasumber dari Akademik dan Praktisi (DPRD,Walikota,Dinas Terkait) serta
LSM,Ormas juga Rekan Media.
Dirinya Mengharap , melalui Diskusi terbuka yang diadakan secara intens maka,nantinya akan
melahirkan titik tengah mengenai problematika di Surabaya sehingga kesimpulan dan saran bisa
dijadikan bahan evaluasi dalam penentuan sebuah kebijakan . harapnya
Editor : Guntur Budiawan

Anda mungkin juga menyukai