Oleh:
Muhammad Luthfi
120100145
Pembimbing
dr. Alfansuri Kadri, Sp.S
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Penulisan makalah ini adalah
salah satu syarat untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program
Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara.
Tidak lupa penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada
pembimbing, dr. Alfansuri Kadri, Sp.S yang telah meluangkan waktunya untuk
membimbing penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena ini penulis dengan
tangan terbuka menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ilmiah tentang Sindroma
Guillain-Barre (SGB) ini dapat memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap
pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
Kata
Pengantar
..........................................................................................................i
Daftar
Isi
..................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
......................................................................................1
dan
.............................................................................3
..........................................................................................6
Klinis
dan
Kriteria
......................................................7
2.6. Diagnosis
Banding
..............................................................................10
BAB
KESIMPULAN
........................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................17
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sindroma Guillain-Barre
(SGB)
adalah
polineuropati
demielinasi
Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk menguraikan teori-teori
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat mengembangkan kemampuan dan
pemahaman penulis serta pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami
tentang Sindroma Guillain-Barre ini, dan mampu melaksanakan diagnosis serta
pengobata terhadap sindroma ini sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter
Indonesia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
2.1.1. Definisi
Sindrom Guillain-Barre (Poliradikuloneuropati demielinasi inflamatorik
akut) merupakan paralisis asendens yang dapat membawa kematian dan disertai
dengan kelemahan yang dimulai pada ekstremitas distal tapi kemudian dengan
cepat menjalar ke otot-otot proksimal. Terjadi demielinasi segmental dan sel-sel
inflamasi kronik yang mengenai radiks saraf serta saraf perifer. Kelainan ini
dimediasi oleh imun dan sering terjadi sesudah infeksi virus (sitomegalovirus,
virus Epstein Barr) atau Campylobacter jejuni.2
2.1.2. Etiologi
Etiologi SGB masih belum diketahui secara pasti. Teori yang dianut
sekarang adalah suatu kelainan imunologik, baik secara primary immune response
maupun immune mediated response. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului
ini mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB antara lain :3
1. Infeksi
SGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Infeksi akut
yang sering berhubungan dengan SGB adalah infeksi dari virus
(Cytomegalovirus/CMV, Epstein-Barr Virus/EBV, Human Immunodeficiency
Virus/HIV, varicella) dan bakteri (Campilobacter jejuni, Mycoplasma
pneumonia). Dua pertiga penderita berhubungan dengan penyakit infeksi.
Interval antara penyakit yang mendahului dengan awitan biasanya 2-3
minggu. Pada umumnya sindrom ini sering didahului oleh influenza, infeksi
2.
3.
4.
5.
2.2.
menunjukkan angka kejadian per tahun yang mirip dengan angka kejadian di
Amerika Serikat, tanpa ada pengelompokan geografis yang spesifik. Varian
AMAN (Acute Motor Axonal Neuropathy) dan AMSAN (Acute Motor Sensory
Axonal Neuropathy) terdapat utamanya di Tiongkok utara, Jepang, dan Meksiko.
Varian AIDP (Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy)
menyumbang hingga 90% kasus di Eropa, Amerika Utara, dan negara-negara
maju.5
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa di Jepang, sebagian besar kasus
SGB berhubungan dengan infeksi C. jejuni dan sejumlah kecil terkait dengan
infeksi CMV. Demikian pula dilaporkan bahwa 69% dari kasus SGB di Dhaka,
Bangladesh, memiliki keterkaitan dengan infeksi C. jejuni.5
Perbandingan kasus SGB antara pria dan wanita adalah 3:2, dengan
dominasi pasien pria terutama terlihat pada tingkat usia yang lebih tua. Tidak ada
ras dominan untuk penderita SGB ini. SGB juga dilaporkan pada semua kelompok
usia. Di Amerika Serikat, kelompok usia dengan angka kejadian tertinggi berapa
pada rentang 15-35 tahun dan 50-75 tahun. Kelompok usia bayi memiliki risiko
terendah terkena SGB.5
2.3.
Klasifikasi
Beberapa varian dari Sindroma Guillain Barre dapat diklasifikasikan
sebagai berikut.2,6,7
1. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (AIDP)
Varian yang paling sering dilaporkan. Disebabkan oleh respon autoimun yang
menyerang membran sel Schwann sehingga menyebabkan terjadinya
kelemahan progresif, hiporefleks/arefleks, dan perubahan sensori ringan
(penurunan sensibilitas yang ringan). Respon autoimun ini dipicu oleh infeksi
virus atau bakteri sebelumnya. Gambaran elektrofisiologi berupa demielinasi.
Proses remielinisasi muncul setelah reaksi imun berakhir.7
2. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN)
Merupakan bentuk murni dari neuropathy axonal, dimana terjadi degenerasi
dari akson motorik, tanpa adanya demielinasi. Gejala biasanya ditandai
dengan adanya kelemahan otot bagian distal, terkadang dapat disertai
paralisis otot pernapasan. Sensorik tidak mengalami gangguan. Dari
Patofisiologi
Beberapa studi pada pasien dan hewan percobaan menunjukkan bukti
bahwa SGB disebabkan oleh infeksi yang memicu respon imun menyimpang yang
Seluruh
efek
ini
bergantung
pada
aktivasi
komplemen
dan
hilangnya refleks-refleks tendon dan didahului parestesi dua atau tiga minggu
setelah mengalami demam disertai disosiasi sitoalbumin pada likuor dan
gangguan sensorik dan motorik perifer.4 Parestesi dan hilang rasa pada jari-jari
kaki dan tangan merupakan gejala yang paling awal terjadi. Manifestasi klinik
mayor berupa kelemahan pada anggota gerak dalam 1 sampai 2 minggu atau bisa
lebih lama. Biasanya mengenai ekstremitas bawah terlebih dahulu dibanding
ekstremitas atas. Manifestasi klasik dari SGB ditandai dengan adanya kelemahan
yang terjadi secara akut progresif, simetris, dan dimulai dari bawah ke atas,
arefleksia, dan abnormalitas sensorik.8,9 Kasus yang mengenai nervus kranialis
terjadi pada 45 % sampai 70 % kasus. Defisit nervus kranial yang sering terkena
adalah nervus III, IV, VI, VII, IX, X. Paresis nervus VII biasanya bilateral, terjadi
hampir pada sebagian pasien.10 Kegagalan otot pernafasan dapat terjadi rata-rata
dalam 1 minggu setelah awitan parestesi.11
Kriteria diagnosa yang umum dipakai adalah criteria dari National
Institute of Neurological and Communicative Disorder and Stroke (NINCDS),
yaitu :3,4
ditemukan.
Gejala saraf kranial 50% terjadi parese N VII dan sering bilateral.
Saraf otak lain dapat terkena khususnya yang mempersarafi lidah dan
otot-otot menelan, kadang < 5% kasus neuropati dimulai dari otot
3. Varian
a. Tidak ada peningkatan protein CSS setelah 1 minggu gejala.
b. Jumlah sel CS S: 11-50 MN/mm3.
Pada gangguan neurogenik dengan demielinasi sering terjadi kehilangan
refleks fisiologi pada tahap awal penyakit, seperti yang terjadi pada SGB. Hal ini
terjadi karena adanya blok dan ketidaksesuaian serabut saraf aferen dan eferen. 10
Fase progresif dari SGB berlangsung dalam beberapa hari hingga empat minggu
dan diikuti dengan fase plateau, saat gejala berada dalam keadaan persisten
sebelum diakhiri dengan masa resolusi dari gejala yang lamanya bervariasi.7
Sehat
Gejala minor dari neuropati, namun dapat melakukan pekerjaan manual
Dapat berjalan tanpa bantuan tongkat, namun tidak dapat melakukan
pekerjaan manual
Dapat berjalan dengan bantuan tongkat atau alat penunjang
Kegiatan terbatas di tempat tidur/kursi (bed/chair bound)
Membutuhkan bantuan ventilasi
Kematian
Diagnosis Banding
Gejala klinis SGB biasanya jelas dan mudah dikenal sesuai dengan kriteria
10
5. Poliomyelitis.
6. Lyme Borreoliosis.
7. Mielitis Skuta.
8. Poliomyelitis Anterior Akuta.
9. Porphyria Intermitten Akuta.
10. Polineuropati Post Difteri.
Sindroma Guillain Barre harus dibedakan dari kondisi medis lainnyadengan gejala
kelemahan motorik subakut lainnya, antara lain sebagai berikut :13,14
1. Miastenia Gravis Akut, tidak muncul sebagai paralisis asendens, meskipun
terdapat ptosis dan kelemahan okulomotor. Otot mandibula penderita
SGB tetap kuat. Sedangkan pada Miastenia, otot mandibula akan melemah
setelah beraktivitas. Selain itu tidak didapati defisit sensorik ataupun
arefleksia.
2. Thrombosis Arteri Basilaris, dibedakan dari SGB dimana pada SGB, pupil
masih reaktif, adanya arefleksia dan abnormalitas gelombang F. Sedangkan
pada infark batang otak terdapat hiperefleks serta refleks patologis Babinski.
3. Paralisis Periodik, ditandai oleh paralisis umum mendadak tanpa keterlibatan
otot pernafasan dan hipo atau hiperkalemia.
4. Botulisme, didapati pada penderita dengan riwayat paparan makanan kaleng
yang terinfeksi. Gejala dimulai dengan diplopia disertai dengan pupil yang
non-reaktif pada fase awal, serta adanya bradikardia yang jarang terjadi
pada pasien SGB.12
5. Tick Paralysis, paralisis flasid tanpa keterlibatan otot pernafasan; umumnya
terjadi pada anak-anak dengan didapatinya kutu (tick) yang menempel pada
kulit.
6. Porfiria Intermiten Akut, terdapat paralisis respiratorik akut dan mendadak,
namun pada pemeriksaan urin didapati porfobilinogen dan peningkatan serum
asam aminolevulinik delta.
7. Neuropati akibat logam berat. Umumnya terjadi pada pekerja industri dengan
riwayat kontak dengan logam berat. Awitan gejala lebih lambat daripada
SGB.
8. Cedera medulla spinalis, ditandai oleh paralisis sensorimotor di bawah tingkat
lesi dan paralisis sfingter. Gejala hampir sama yakni pada fase syok spinal,
dimana refleks tendon akan menghilang.
11
Penatalaksanaan
Pada sebagian besar penderita dapat sembuh sendiri. Pengobatan secara
terapi
khusus
adalah
mengurangi
beratnya
penyakit
dan
12
memungkinkan
untuk
melakukan
berbagai
macam
gerakan
dan
pada pasien
SGB memperlihatkan hasil yang baik, berupa perbaikan klinis yang lebih
cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih sedikit, dan lama perawatan
yang lebih pendek. Pengobatan dilakukan dengan mengganti 200-250
ml plasma/kgBB dalam 7-14 hari. Plasmaparesis lebih bermanfaat bila
diberikan saat awal awitan gejala (minggu pertama).15
c. Pengobatan imunosupresan :15
Imunoglobulin IV
Pengobatan
dengan
gamma
globulin
menguntungkan
dibandingkan
intervena
lebih
karena
efek
plasmaparesis
kasus
SGB pada
13
Cyclophosphamide
Efek samping dari obat-obat ini adalah : alopesia, muntah, mual dan
sakit kepala.16
Manajemen nyeri cukup sulit tapi karbamazepin atau gabapentin dapat
membantu. Dosis untuk karbamazepin yaitu 300mg/hari, dan untuk
gabapentin 15mg/kgBB/hari. Asetaminofen atau obat NSAID dapat
dicoba sebagai terapi pertama pada SGB tetapi biasanya kurang
efektif.14
2. Terapi Suportif
a. Monitor respirasi, bila perlu lakukan trakeostomi. Penggunaan ventilator
mekanik menjadi suatu keharusan apabila diduga telah terjadi paralisis
otot-otot respirasi. Diperlukan rawatan intensif apabila didapati keadaan
seperti ini.14
b. Pasang NGT
Apabila terjadi kelumpuhan otot-otot wajah dan menelan, maka perlu
dipasang pipa hidung-lambung (NGT) untuk dapat memenuhi kebutuhan
makanan dan cairan.14
c. Monitor EKG
d. Fisioterapi
Fisioterapi aktif menjelang masa penyembuhan untuk mengembalikan
fungsi alat gerak, menjaga fleksibilitas otot, berjalan, dan keseimbangan.
Fisioterapi pasif setelah terjadi masa penyembuhan untuk memulihkan
kekuatan otot.
2.8.
2.8.1. Komplikasi
SGB
merupakan
salah
satu
penyebab
terbanyak
dari
paralisis
14
1.
2.
3.
4.
5.
Angka kematian pada SGB 5%. Kebanyakan pasien membaik pada beberapa
bulan. Jika tanpa pengobatan, sekitar 35% dari pasien memiliki kelemahan
residual berupa atrofi, hiporefleksia, dan kelemahan otot wajah. Prognosis buruk
pada pasien dengan usia tua dan didahului penyakit GI tract.18
BAB 3
KESIMPULAN
15
dan
risiko
komplikasi
pencernaan.
Tatalaksana
untuk
SGB diantaranya imunoterapi dan terapi supportif saja, dikarenakan etiologi dari
SGB yang belum jelas. Prognosis ditentukan berdasarkan usia dan derajat
kerusakan sel saraf tepi yang terkena serta penatalaksanaan yang segera.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pithadia, A. B., Kakadia, N. 2010. Guillain-Barre syndrome (GBS).
Pharmacological Reports. 62. pp. 220-232.
16
17
18. Gilman, S., Herdman, W. J., Connolly, S., Dorward, N., Kitchen, N., et al.
2010. Oxford American Handbook of Neurology. New York: Oxford
University Press.