Anda di halaman 1dari 10

PENETAPAN GARIS BATAS WILAYAH DALAM GARIS

BATAS WILAYAH LAUT TERITORIAL, ZONA EKONOMI


EKSKLUSIF, DAN LANDAS KONTINEN MENURUT HUKUM
LAUT INTERNASIONAL
diajukan untuk memenuhi tugas mata perkuliah hukum laut internasional

Disusun Oleh :
Tekad Kalis Insan Basajan
(110120140014)

PROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS PADJAJARAN
BANDUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Letak geografis suatu negara yang terdiri dari wilayah perairan membutuhkan
pengaturan hukum untuk menentukan batas-batas wilayahnya. Hal ini bertujuan untuk
memberikan kejelasan mengenai batas-batas negara dengan negara lain yang letaknya
berdampingan ataupun saling berhadapan. Setelah diketahui mengenai pembagian zonazona maritim yang berada dalam kedaulatan suatu negara ataupun hak berdaulat, dalam
pelaksaanannya harus ditetapkan batas-batas wilayahnya tersebut.
Dengan adanya letak wilayah laut yang saling berdampingan ini, apakah pengaturan
internasional memberikan hak kepada negara untuk menentukan garis batasnya. Hal ini
yang akan dikaji dalam pembahasan dalam makalah ini, yang kemudian batas wilayah
laut ini dapat ditetapkan. Perlu diketahui juga, dalam penentuan garis batas wilayah laut
ini, hukum laut internasional mempunyai prinsip-prinsip yang sudah diterapkan dalam
pelaksanaan penetapan garis batas wilayah tersebut.
Berdasarakan hal diatas penulisan makalah ini akan membahas mengenai penetapan
garis batas wilayah dalam garis batas wilayah laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, dan
landas kontinen menurut hukum laut internasional. Selain itu, akan dibahas juga mengenai
perjanjian garis batas wilayah Negara Indonesia dengan negara-negara tetangga.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulisan ini akan membahas mengenai ;
1. Bagaimana cara penetapan garis batas wilayah laut teritorial, zona ekonomi
eksklusif, dan landas kontinen menurut hukum laut internasional?
2. Bagaimana praktek Negara Indonesia dalam menentukan garis batas wilayah
dengan negara tetangga?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Cara Penetapan Garis Batas Wilayah Laut Teritorial, Zona Ekonomi Eksklusif,
Dan Landas Kontinen Menurut Hukum Laut Internasional.
1. Penetapan Garis Batas Wilayah Laut Teritorial

Penetapan garis batas wilayah laut teritorial terjadi atas keadaan dua negara yang
letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain. Hal ini sama seperti yang diatur
dalam Pasal 15 Konvensi Hukum Laut 1982 yang menyatakan dalam hal pantai dua
negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun di
antaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk
menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya
dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal dari mana lebar laut teritorial masingmasing negara diukur. Tetapi ketentuan di atas tidak berlaku, apabila terdapat alasan hak
historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut
teritorial antara kedua Negara menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan di
atas.1
Dari ketentuan diatas dapat dimpulkan bahwa negara tidak dapat mengklaim garis
batas wilayah perairannya kecuali telah ditentukan oleh perjanjian. Kemudian dalam
ketentuan tersebut terdapat prinsip-prinsip dalam menentukan garis batas wilayah antar
negara. Prinsip-prinsip ini berupa batasan penarikan garis batasnya berupa garis tengah
(median line) yang pengukurannya harus sama jaraknya (equidistance) dari titik-titik
terdekat pada garis pangkal masing-masing negara. Kemudian ditetapkan batas-batasnya
dengan memperhatikan adanya hak historis (historical tittle) atau keadaan khusus lainnya.2
Ketentuan hak historis (historical title) memberikan batas kepada negara-negara
dalam penentuan garis batas yang dilakukan dengan menggunakan garis tengah (median
line) yang garisnya diukur sama jaraknya (equidistance) tidak dapat berlaku. Kemudian
dengan adanya hak historis ini penarikan garis batas harus dilakukan dengan cara yang
berbeda. Seperti yang telah dijelaskan diatas, praktek penerapan garis batas equidistance
1 Syafrinaldi, Hukum Laut Internasional, Edisi Revisi, UIR Press, Pekanbaru, 2009,
hlm 13.
2 http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-muhammadha-22692-32012ta-2.pdf, hlm 6.

terjadi dalam batas laut teritorial antara negara yang saling berdampingan (adjacent
States). Selain itu, penarikan lainnya dalam penetuan batas maritim antara negara yang
berdampingan, ada yang menggunakan cara garis lintang (the line of latitude), yaitu garis
melalui titik dimana batas darat (land boundary) bertemu di laut.3
Dalam hal penetapan batas negara di laut teritorial dengan memperhatikan
keadaan khusus (special circumstances), seperti :
a. adanya pulau di lepas pantai (presence of offshore islands);
b. konfigurasi umum dari sebuah pantai (the general configuration of the
coast); dan
c. klaim terhadap batas negara berdasarkan nilai sejarah (based upon an
historic title).4
Setelah menjelaskan mengenai penarikan batas wilayah laut teritorial, selanjutnya
akan dibahas mengenai penarikan garis batas zona ekonomi eksklusif.
2. Penetapan Garis Batas Zona Ekonomi Eksklusif Dan Landas Kontinen
Penetapan garis batas zona ekonomi eksklusif antar negara yang berhadapan dan
berdampingan diatur dalam Pasal 74 Konvensi Hukum Laut1982. Dalam ketentuan ayat 1
dinyatakan bahwa

penetapan garis batas zona ekonomi eksklusif antar negara yang

berhadapan dan berdampingan harus diadakan dengan persetujuan atas dasar hukum
internasional, sebagaimana ditetapkan Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional, untuk
mencapai suatu pemecahan masalah yang adil.
Ketentuan diatas memberikan pengertian bahwa penentuan garis batas wilayah
zona ekonomi eksklusif harus dilaksanakan dengan perjanjian antar negara dengan
mengacu kepada Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional. Apabila ini dikaitkan dengan
ketentuan Pasal 38 tersebut yaitu, perjanjian ini harus mengacu kepada konvensi-konvensi
internasional baik itu yang bersifat khusus atau umum, kebiasan-kebiasan internasional,
prinsip-prinsi hukum yang telah diakui oleh negara-negara, dan keputusan para hakim atau
para ahli hukum yang diakui.
3Ibid, hlm 17
4 Ibid, hlm 17

Dalam hal tidak dicapainya persetujuan dalam jangka waktu yang pantas, maka
negara-negara yang bersangkutan harus menggunakan prosedur yang terdapat dalam Bab
XV, ketentuan ini diatur dalam Pasal 74 ayat 2 Konvensi Hukum Laut 1982. Kemudian
ayat 3 nya menyatakan Sambil menunggu suatu persetujuan sebagaimana ditentukan
dalam ayat 1, Negara-negara yang bersangkutan, dengan semangat saling pengertian dan
kerjasama, harus melakukan setiap usaha untuk mengadakan pengaturan sementara yang
bersifat praktis dan selama masa peralihan ini, tidak membahayakan atau menghalangi
dicapainya suatu persetujuan akhir. Pengaturan demikian tidak boleh merugikan bagi
tercapainya penetapan akhir mengenai perbatasan.
Setelah menjelaskan mengenai penetapan garis batas zona ekonomi eksklusif,
pembahasan lainnya yang akan dibahas yaitu penetapan garis batas landas kontinen.
Secara umum pengaturan mengenai penetapan garis batas landas kontinen yang terdapat
dalam Pasal 83 mempunyai kesaamaan dengan Pasal 74 dalam pengaturan penetapan garis
batas zona ekonomi eksklusif. Pasal 83 ayat 1 menyatakan Penetapan garis batas landas
kontinen antara Negara yang pantainya berhadapan atau berdampingan harus dilakukan
dengan persetujuan atas dasar hukum internasional, sebagaimana tercantum dalam Pasal
38 Statuta Mahkamah Internasional untuk mencapai suatu penyelesaian yang adil.
Ketentuan Pasal 83 ayat 1 ini mempunyai pengaturan yang sama dengan Pasal 74 ayat 1
Konvensi. Ketentuan yang terdapat dalam ayat 2 dan 3 dari Pasal 83 ini juga mempunyai
pengaturan yang sama dengan isi Pasal 74 ayat 2 dan 3.
Berkaitan dengan Prosedur yang dimaksud dalam Bab XV yaitu cara
penyelesaian sengketa antara negara-negara yang timbul dalam menerapkan atau
menginterpretasi isi ketentuan Konvensi Hukum Laut 1982.

Pedoman yang dapat

dilaksanakan berdasarkan Bab XV ini yaitu penyelesaian sengketa dengan cara damai
sesuai dengan Pasal 2 ayat 3 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan, untuk tujuan ini,

harus mencari penyelesaian dengan cara sebagaimana ditunjukkan dalam Pasal 33 ayat 1
Piagam tersebut, hal ini seperti yang diatur dalam Pasal 279 Konvensi.
Kemudian Pasal 281 Konvensi mengatur prosedur yang dapat ditempuh dalam
hal tidak dicapai penyelesaian oleh para pihak yaitu ;
1. Apabila Negara-negara Peserta yang menjadi pihak dalam sengketa perihal
interpretasi atau penerapan. Konvensi ini telah bersepakat untuk mencari
penyelesaian sengketa tersebut dengan cara damai yang mereka pilih sendiri,
maka prosedur-prosedur yang ditetapkan dalam Bab ini berlaku hanya dalam
hal tidak dicapai penyelesaian dengan menempuh cara demikian dan
kesepakatan antara para pihak tidak menutup kemungkinan adanya prosedur
lanjutan apapun.
2. Apabila para pihak juga telah bersepakat mengenai ketentuan ayat 1 berlaku
hanya setelah berakhirnya batas waktu, maka ketentuan ayat 1 berlaku hanya
setelah berakhirnya batas waktu tersebut.
Selain itu Konvensi juga mengatur mengenai Kewajiban-kewajiban berdasarkan
perjanjian-perjanjian umum, regional atau bilateral. Pengaturannya terdapat dalam Pasal
282 yang menyatakan apabila negara-negara peserta yang menjadi pihak dalam suatu
sengketa perihal interpretasi atau penerapan Konvensi ini telah bersepakat melalui suatu
persetujuan umum, regional atau bilateral atau secara lain, bahwa sengketa demikian, atau
permintaan pihak manapun dalam sengketa, haus ditundukkan pada suatu prosedur yang
menghasilkan keputusan mengikat, maka prosedur tersebut berlaku sebagai pengganti
prosedur yang tertera dalam Bab ini, kecuali para pihak dalam sengketa itu bersepakat
secara lain.
Maksud dari ketentuan diatas yaitu konvensi memberikan peluang kepada para
negara-negara

dalam penyelesaian

sengketanya

dapat dilaksanakan

berdasarkan

persetujuan umum baik itu secara regional ataupun bilateral. Perjanjian ini harus tunduk
kepada suatu prosedur untuk menghasilkan keputusan mengikat. Prosedur ini harus
berlaku sebagai prosedur yang terdapat dalam Bab XV Konvensi. Akan tetapi, hal tersebut
juga dapat berbeda kecuali para pihak dalam bersengketa bersepakat secara lain.

B. Praktek Negara Indonesia Dalam Menentukan Garis Batas Wilayah Dengan


Negara Tetangga.
Setelah menjelaskan mengenai ketentuan umum dan prinsip-prinsip dalam
penarikan garis batas wilayah. Dibawah ini terdapat rincian dari praktek Negara Indonesia
dalam penentuan garis batas wilayah dengan negara tetangga. Selain itu juga terdapat
peraturan perundang-undangan yang mengaturnya.

SUMBER :
DIREKTORAT
PERJANJIAN
POLKAMWIL,
DEPLU (2003)

N
o

Subjek/Judul
Perjanjian

1.

Persetujuan. Garis
Batas

Negara
Pihak

Tempat/tang
gal
penandatan
gan

Malaysia

Kuala Lumpur,

Status
Pemberlakuan
/ Ratifikasi
Keppres No. 89
Tahun 1969

27-10-1969
Landas Kontinen
2.

Perjanjian. Garis
Batas Laut Wilayah.

(05-11-1969).
Malaysia

Kuala Lumpur
17-03-1970

3.

Persetujuan. Garis
Batas Dasar Laut
Tertentu (LK)

Australia

Canberra

UU No. 2 Tahun 1971.


(10-03-1971)
Keppres No: 42
Tahun 1971

18-05-1971
(01-07-1971)

4.

Persetujuan. Batas
Landas Kontinen

Thailand

Bangkok

Keppres No: 21
Tahun 1972

17-12-1971
(11-03-1972)
5.

6.

7.

Persetujuan. Batas
Landas Kontinen

Trilateral

Kuala Lumpur

Malaysia dan
Thailand

21-12-1971

Persetujuan.
Batas-Batas Laut
Tertentu (LK)
Tambahan
Persetujuan 1971

Australia

Jakarta

Perjanjian. Garis
Batas Laut Wilayah.

Singapura

(11-03-1972)

Perjanjian. Garis
Batas Dasar Laut
Tertentu

Keppres No. 66
Tahun 1972

9-10-1972
(04-12-1972)

Jakarta
25-05-1973

8.

Keppres No: 20
Tahun 1972

Australia

Jakarta

(protektor
PNG)

12-02-1973

India

Jakarta

UU No. 7 Tahun 1973


(08-12-1973)
UU No: 6 Tahun 1973.
(08-12-1973)

(versi Inggris)
9.

Persetujuan. Garis
Batas Landas
Kontinen

Keppres No: 51
Tahun 1974

08-08-1974
(25-09-1974)

10.

Persetujuan. Garis
Batas Dasar Laut.

Thailand

Jakarta

Keppres No. 1 Tahun


1977

11-12-1975
(31-01-1977)
11.

Persetujuan.

India

New Delhi

Keppres

No.

26

BAB III
KESIMPULAN
1. Penetapan garis batas wilayah teritorial diatur dalam Pasal 15 Konvensi Hukum Laut
1982 yang menyatakan dalam hal pantai dua negara yang letaknya berhadapan atau
berdampingan satu sama lain, tidak satupun di antaranya berhak, kecuali ada
persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya
melebihi garis tengah yang titik-titiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada
garis-garis pangkal dari mana lebar laut teritorial masing-masing negara diukur. Tetapi
ketentuan di atas tidak berlaku, apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan
khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua
Negara menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan di atas.
2. Ketentuan hak historis (historical title) memberikan batas kepada negara-negara
dalam penentuan garis batas yang dilakukan dengan menggunakan garis tengah
(median line) yang garisnya diukur sama jaraknya (equidistance) tidak dapat berlaku.
3. Dalam hal penetapan batas negara di laut teritorial dengan memperhatikan keadaan
khusus (special circumstances), seperti : adanya pulau di lepas pantai (presence of
offshore islands); konfigurasi umum dari sebuah pantai (the general configuration of

the coast); dan klaim terhadap batas negara berdasarkan nilai sejarah (based upon an
historic title)
4. Ketentuan hukum nasional Indonesia mengenai penarikan batas wilayah terdapat
dalam Undang-Undang No.6 Tahun 1996 dan Peraturan Pemerintah 37 tahun 2008
perubahan Peraturan Pemerintah 38 Tahun 2002.

REFERENSI
BUKU
Syafrinaldi, Hukum Laut Internasional, Edisi Revisi, UIR Press, Pekanbaru, 2009
INTERNET
http://digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-muhammadha-22692-32012ta-2.pdf
DIREKTORAT PERJANJIAN POLKAMWIL, DEPLU (2003)
INSTRUMEN HUKUM
Konvensi Hukum Laut 1982

Anda mungkin juga menyukai