Anda di halaman 1dari 26

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Hemofilia merupakan penyakit atau gangguan perdarahan yang bersifat
herediter akibat kekurangan faktor pembekuan VIII dan IX1, 2.
1.2 Epidemiologi
Hemofilia terbagi 2 yaitu, hemofilia A dan hemofilia B. Hemofilia A
merupakan bentuk yang terbanyak dijumpai yaitu sebanyak 80-85 %, dengan
angka kejadian diperkirakan sebanyak 30-100 tiap satu juta dari populasi
dunia, dan sekitar 10-15 % adalah hemofilia B 1. Di Asia Tenggara, angka
kejadian berdasarkan ratio 1 : 10.000 penderita, sedangkan kejadian di
Indonesia secara tepat belum diketahui namun diperkirakan dengan populasi
200 juta lebih terdapat sekitar 10.000 penderita 3. Pada 33 % pasien tidak
mempunyai riwayat dalam keluarga dan hal ini terjadi akibat mutasi spontan1.
1.3 Etiologi
Hemofilia A dan B bersifat sex linked resesif dan bersifat herediter (seperti
terlihat pada Gambar 1)3. Hemofilia A dan B diturunkan secara sex (X) linked
recessive dan gen untuk faktor VIII dan IX terletak pada ujung lengan panjang
(q) kromosom X. Oleh karena itu, perempuan biasanya sebagai pembawa sifat
sedangkan laki-laki sebagai penderita. Perempuan pembawa sifat hemofilia
yang menikah dengan laki-laki normal dapat menurunkan satu atau lebih anak
lelaki penderita hemofilia atau satu / lebih anak perempuan pembawa sifat.
Sedangkan laki-laki penderita hemofilia yang menikah dengan perempuan
normal akan menurunkan anak lelaki yang normal atau anak perempuan
pembawa sifat1.

1.4 Patogenesis
Proses hemostasis tergantung pada faktor koagulasi, trombosit dan
pembuluh darah. Mekanisme hemostasis terdiri dari respons pembuluh darah,
adesi trombosit, agregasi trombosit, pembentukan bekuan darah, stabilisasi
bekuan darah, pembatasan bekuan darah pada tempat cedera oleh regulasi
antikoagulan, dan pemulihan aliran darah melalui proses fibrinolisis dan
penyembuhan pembuluh darah.
Cedera pada pembuluh darah akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah dan terpaparnya darah terhadap matriks subendotelial. Faktor von
Willebrand (vWF) akan teraktifasi dan diikuti adesi trombosit. Setelah proses
ini, adenosine diphosphatase, tromboxane A2 dan protein lain trombosit
dilepaskan granul yang berada di dalam trombosit dan menyebabkan agregasi
trombosit dan perekrutan trombosit lebih lanjut. Cedera pada pembuluh darah

juga melepaskan tissue factor dan mengubah permukaan pembuluh darah,


sehingga memulai kaskade pembekuan darah dan menghasilkan fibrin.
Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan distabilkan oleh faktor XIII.
Kaskade pembekuan darah klasik diajukan oleh Davie dan Ratnoff pada
tahun 1950an dapat dilihat pada Gambar 1. Kaskade ini menggambarkan jalur
intrinsik dan ekstrinsik pembentukan thrombin. Meskipun memiliki beberapa
kelemahan, kaskade ini masih dipakai untuk menerangkan uji koagulasi yang
lazim dipakai dalam praktek sehari-hari.
Pada penderita hemofilia dimana terjadi defisit F VIII atau F IX maka
pembentukan bekuan darah terlambat dan tidak stabil. Oleh karena itu
penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, hanya perdarahan sulit
berhenti. Pada perdarahan dalam ruang tertutup seperti dalam sendi, proses
perdarahan terhenti akibat efek tamponade. Namun pada luka yang terbuka
dimana efek tamponade tidak ada, perdarahan masif dapat terjadi. Bekuan
darah yang terbentuk tidak kuat dan perdarahan ulang dapat terjadi akibat
proses fibrinolisis alami atau trauma ringan.

Gambar 1.1 Kaskade pembekuan darah

Hemofilia A disebabkan oleh defisiensi faktor VIII clotting activity


(F.VIIIC) dapat juga terjadi karena sintesis menurun atau pembentukan faktor
VIII C dengan struktur abnormal.3
Faktor VIII diperlukan dalam pembentukan tenase complex yang akan
mengaktifkan faktor X. Defisiensi faktor VIII mengganggu jalur intrinsik
sehingga

menyebabkan

berkurangnya

pembentukan

fibrin. Akibatnya

terjadilah gangguan koagulasi. Perbedaan proses pembekuan darah yang


terjadi antara orang normal (Gambar 1.2) dengan penderita hemofilia
(Gambar 1.3). Gambar tersebut menunjukkan pembuluh darah yang terluka di

dalam darah tersebut terdapat faktor-faktor pembeku yaitu zat yang berperan
dalam menghentikan perdarahan.

a. Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada


pemuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.
b.

Pembuluh darah mengerut/ mengecil.

c.Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada


pembuluh.
d.Faktor-faktor pembeku darah bekerja membuat anyaman
(benang - benang fibrin) yang akan menutup luka
sehingga darah berhenti mengalir keluar pembuluh.

a.

Ketika mengalami perdarahan berarti terjadi luka pada


pembuluh darah (yaitu saluran tempat darah mengalir
keseluruh tubuh), lalu darah keluar dari pembuluh.

b. Pembuluh darah mengerut/ mengecil.


c. Keping darah (trombosit) akan menutup luka pada
pembuluh.
d. Kekurangan jumlah faktor pembeku darah tertentu,
mengakibatkan anyaman penutup luka tidak terbentuk
sempurna, sehingga darah tidak berhenti mengalir keluar
pembuluh.

Gambar 1.2 Gambaran skematik peranan FVIII


1.5 Klasifikasi

Hemofilia A ( defisiensi faktor VIII/ anti hemophilic factor )

Hemofilia B ( defisiensi faktor IX /Christmas Factor )


Pada keadaan normal kadar faktor VIII atau faktor IX berkisar diantara 50-

150 U/dl atau 50-150%. Diklasifikasikan sebagai hemofilia berat bila kadar faktor
VIII atau IX kurang dari 1 %, hemofilia sedang bila kadarnya diantara 1-5 % dan
hemofilia ringan bila kadarnya diantara 5-30%1.
Pasien dengan hemofilia berat dapat mengalami perdarahan spontan atau
akibat trauma ringan. Pada hemofilia sedang biasanya perdarahan terjadi karena
trauma yang lebih berat, sedangkan pada hemofilia ringan dapat tidak terdeteksi
untuk beberapa waktu sampai pasien mengalami tindakan operasi ringan seperti
cabut gigi atau sirkumsisi1.
1.6 Gejala Klinis dan Diagnosis
Dalam

menentukan

diagnosis

kita

harus

melakukan

anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Secara klinis tanda dan gejala
hemofilia A dan B sulit untuk dibedakan, kecuali dengan pemeriksaan
laboratorium khusus. Tanda dan gejala tersebut adalah perdarahan yang sukar
berhenti/kebiru-biruan baik spontan maupun sesudah trauma ringan/tindakan
seperti hematoma, dan berupa kebiruan, pada berbagai bagian tubuh dan
hemarthrosis atau perdarahan yang sukar berhenti. Hemarthrosis berulang
yang terasa nyeri dan hematom otot mendominasi perjalanan penyakit pada
pasien yang sakit berat dan jika tidak diobati dengan baik, dapat menyebabkan
deformitas sendi yang progresif dan kecacatan. Dapat juga terjadi perdarahan
intrakranial yang terjadi spontan atau akibat trauma1,5.
Manifestasi perdarahan lain misalnya berupa epistaksis atau hematuria dan
perdarahan saluran cerna. Seorang bayi harus dicurigai hemofilia jika
ditemukan bengkak atau hematoma pada saat anak mulai merangkak atau
berjalan. Pada anak yang lebih besar dapat timbul hemarthrosis di sendi lutut,
siku dan pergelangan tangan. Pada neonatus dapat ditemukan perdarahan dari
umbilikal yang sulit berhenti dan hematoma. Terdapatnya riwayat keluarga
dapat mendukung dalam membuat diagnosis hemofilia1,5.
1.7 Pemeriksaan Penunjang

Pada umumnya hasil 1 pemeriksaan darah rutin maupun hemostasis


sederhana pada hemofilia A dan B sama. Pemeriksaan darah rutin biasanya
normal sedangkan masa pembekuan, masa tromboplastin parsial teraktifkan
memanjang dan masa pembentukan tromboplastin abnormal. Sedangkan masa
perdarahan dan masa protrombin umumnya normal. Diagnosis pasti adalah
dengan memeriksa kadar faktor VIII untuk hemofilia A dan faktor IX untuk
hemofilia B1.
Diagnosis molekuler yaitu dengan memeriksa petanda gen hemofilia pada
kromosom X dapat lebih memastikan diagnosis hemofilia. Pemeriksaan ini
juga dapat untuk melakukan diagnosis antenatal1.

1.8 Diagnosis Banding


Hemofilia A /

Hemofilia B /

Penyakit Von

Defisiensi faktor

Defisiensi faktor

Willebrand

VIII

IX

Pewarisan

Terkait jenis

Terkait jenis

Dominan (tidak

Lokasi utama

kelamin
Otot, sendi, paska

kelamin
Otot, sendi, paska

lengkap)
Membran mukosa,

perdarahan

trauma atau paska

trauma atau paska

luka kulit, paska

operasi

operasi

trauma atau paska

Normal
Normal
Normal
Memanjang

operasi
Normal
Memanjang
Normal
Memanjang atau

Jumlah trombosit
Masa perdarahan
Masa protrombin
Masa

Normal
Normal
Normal
Memanjang

tromboplastin
parsial
Faktor VIII
Faktor IX

Normal
Rendah
Normal

Normal

Mungkin

Rendah

berkurang sedang
Normal

VWF
Agregasi

Normal
Normal

Normal
Normal

Rendah
Terganggu

trombosit yang
diinduksi
ristocetin
1.9 Komplikasi
Sekitar 20% penderita hemofilia A akan membentuk antibodi atau
inhibitor terhadap faktor VIII. Inhibitor ini juga timbul bila pada seseorang
penderita yang diberi faktor VIII dengan dosis cukup tidak memperlihatkan
penyembuhan seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena sebagian
faktor VIII yang diberikan, akan dinetralisir oleh inhibitor. Untuk mengatasi
keadaan ini biasanya dosis faktor VIII harus dinaikkan atau faktor VII a untuk
memotong jalur koagulasi. Perdarahan hebat, artritis kronik karena
hemartrosis berulang juga dapat terjadi1,4.
Penyulit setelah terapi adalah infeksi, hepatitis B atau C post tranfusi,
SGOT dan SGPT meningkat, infeksi HIV, timbulnya inhibitor setelah tranfusi
berulang. Sebelum ada uji tapis darah donor, tidak jarang timbul penyakit pada
resipien akibat penularan melalui tranfusi, khususnya bila yang dipakai adalah
kriopresipitat, plasma segar beku ataupun konsentrat faktor pembekuan yang
belum diproses dengan baik1,4.
Penyakit yang potensial yang dapat ditularkan adalah hepatitis dan infeksi
HIV. Dengan adanya penapisan yang memadai , penularan melalui faktor
pembekuan sudah sangat menurun1,4.
1.10

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan penderita hemofilia harus dilakukan secara komprehensif.

Selain mengganti faktor pembekuan yang kurang, perawatan dan rehabilitasi


serta edukasi juga diperlukan bagi penderita maupun keluarganya3.
Mencegah perdarahan dengan cara menghindari trauma, tidak melakukan
tindakan yang dapat menimbulkan perdarahan seperti mencabut gigi atau
sirkumsisi tanpa persiapan merupakan penatalaksaan umum pada hemofilia.
Kegiatan fisik atau olahraga yang memadai dapat tetap dilakukan, dintaranya
adalah berenang, mendayung dan mendaki. Sedangkan yang bersifat atau

menyebabkan kontak fisik seperti bela diri, tinju, gulat dan sepak bola harus
dihindari3,6.
Sedangkan untuk penatalaksanaan hemofilia secara khusus ialah pada
hemofilia A diberikan tranfusi konsentrat faktor VIII atau kriopresipitat dan
pada hemofilia B diberikan tranfusi konsentrat faktor IX. 7. Faktor VIII dan
faktor IX

diberikan untuk persiapan tindakan operatif seperti sirkumsisi,

mencabut gigi dan lain-lain. 8


Prinsip penatalaksanaan hemofilia klasik adalah 9
1. Pengobatan dasar
- Tindakan saat terjadi perdarahan
- Pengobatan pencegahan
- Pengobatan di rumah
2. Perawatan komprehensif
3. Inhibitor terhadap faktor VIII.
4. Deteksi karier dan diagnosis prenatal
1. Pengobatan dasar
Pengobatan yang dimaksud adalah pemberian faktor pembekuan yang
kurang/defisiensi kepada individu secara langsung lewat vena, berarti
mencegah perdarahan atau mengurangi perdarahan serta efek samping.
Tindakan saat terjadi perdarahan
Bila terjadi perdarahan pada sendi dan otot, baik sebelum maupun sesudah
mendapat terapi, langkah-langkah RICE berikut hendaknya diikuti yaitu :
istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka (R), kompres bagian tubuh yang
luka dan daerah sekitar dengan es atau bahan lain yang lembut dan
beku/dingin (I), tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami

10

perdarahan tidak dapat bergerak. Gunakan perban elastis jangan terlalu keras
(C), letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada
dan letakkan diatas benda yang lembut seperti bantal (E). 9
Tindakan tersebut harus segera dilakukan terutama apabila jauh dari pusat
pengobatan. Kemudian dalam waktu 2 jam setelah perdarahan, penderita
hemofilia sudah harus mendapatkan faktor pembekuan yang diperlukan.
Untuk hemofilia A diberikan transfusi kriopresipitat atau konsentrat faktor
VIII dengan dosis 0,5 x BB x kadar yang diinginkan (%). Satu kantong
kriopresipitat mengandung sekitar 80 U faktor VIII. Dapat juga diberikan
dosis rumatan empiris, yaitu untuk faktor VIII 20-25 U/Kg setiap 12 jam.1
Tabel 1.1 kebutuhan faktor VIII
Perdarahan/ tindakan
Kadar faktor VIII (% dari normal)
Hemartrosis ringan
15 20%
Hemartrosis berat/ operasi kecil
20-40%
Operasi besar
60-80%
Perdarahan intrakranial
100%
Tabel diatas juga dapat dipakai sebagai pegangan hemofilia B
Selain untuk pengobatan, faktor VIII juga diberikan untuk persiapan tindakan
operatif seperti sirmuksisi, cabut gigi, dan lain-lain.
Tabel 1.2 TERAPI PERDARAHAN PADA HEMOFILIA A5
Jenis Perdarahan
Hemartrosis

Dosis Konsentrat Faktor VIII


20-40 U/kg atau 15 U/kg bila diberikan
sejak awal. Pemberian diulang setiap
hari

sampai

fungsi

sendi

normal

kembali
Hematom atau perdarahan otot

20 U/kg dapat diberikan secara alternate

Pencabutan gigi
Epistaksis

sampai membaik
20 U/kg dan terapi antifibrinolitik
Tekan selama 15-20 menit, pasang

11

tampon

oli,

terapi

antifibrinolitik,

konsentrat faktor VIII diberikan bila


Bedah

Mayor,

perdarahan

mengancam jiwa

terapi tersebut gagal


yang 50-75 U/kg, kemudian diteruskan infus
kontiniu

2-4

U/kgbb/jam

untuk

mempertahankan kadar faktor VIII >


100 U/dL selama 24 jam , kemudian
diteruskan

infus

kontiniu

2-3

U/kgbb/jam selama 5-7 hari untuk


mempertahankan kadarnya > 50 U/dl
dan 5-7 hari kemudian pada kadar > 30
Perdarahan iliopsoas

U/dl
50 U/kgbb kemudian diteruskan dengan
25

U/kgbb

tiap

12

jam

sampai

asimtomatik, dan diteruskan dengan 20


U/kgbb secara alternate sampai total
Hematuria

pemberian selama 10-14 hari


Istirahat, cairan 1,5 X rumatan , bila
perdarahan

tidak

terkontrol

beri

konsentrat faktor VIII 20 U/kgbb , bila


masih belum terkontrol beri prednison
Profilaksis

( kecuali pada infeksi HIV)


20 U/kgbb setiap 2-3 hari untuk
mencapai kadar lebih atau sama dengan
1%

Tabel 1.3 TERAPI PERDARAHAN PADA HEMOFILIA B5


Jenis Perdarahan
Hemartrosis

Dosis Konsentrat Faktor IX


40 U/kgbb atau 30 U/kgbb
diberikan

sejak

awal.

bila

Pemberian

diulang setiap hari sampai fungsi sendi


normal
pemberian

kembali.
terapi

Pertimbangkan
secara

alternate

selama 7-10 hari. Pertimbangkan terapi

12

rofilaksis
Hematom atau perdarahan otot

40 U/kgbb dapat diberikan setiap 2-3

Pencabutan gigi
Epistaksis

hari sekali sampai membaik


40 U/kg dan terapi antifibrinolitik
Tekan selama 15-20 menit, pasang
tampon

oli,

terapi

antifibrinolitik,

konsentrat faktor IX dengan dosis 30


U/kgbb diberikan bila terapi tersebut
Bedah

Mayor,

perdarahan

mengancam jiwa

gagal
yang 120 U/kgbb, kemudian diteruskan 50-60
U/kgbb

setiap

12-24

jam

untuk

mempertahankan kadar > 50 U/dL


selama 5-7 hari dan kemudian pada
Perdarahan iliopsoas

kadar > 30 U/dL selama 5 hari


120 U/kgbb kemudian diteruskan
dengan 50-60 U/kgbb tiap 12 jam 24
jam untuk mempertahankan kadar > 40
U/dL

sampai

asimtomatik

dan

diteruskan dengan 40-50 U/kgbb secara


alternate sampai total pemberian selama
Hematuria

10-14 hari
Istirahat, cairan 1,5 X rumatan , bila
perdarahan

tidak

terkontrol

beri

konsentrat faktor IX 40 U/kgbb , bila


masih belum terkontrol beri prednison
Profilaksis

( kecuali pada infeksi HIV)


30 U/kgbb setiap 2-3 hari untuk
mencapai kadar lebih atau sama dengan
1%

Lama pemberiannya tergantung pada beratnya perdarahan atau jenis


tindakan. Misalnya untuk pencabutan gigi atau epistaksis, diberikan selama 2-5
hari, sedangkan operasi lebih besar atau laserasi luas 7-14 hari. Pemberian faktor

13

VIII atau IX ini dapat diperpanjang apabila penderita memerlukan rehabilitasi


misalnya pada hemarthosis1.
Selain faktor pembekuan dapat juga diberikan obat antifibrinolitik seperti
asam epsilon amino-kaproat atau asam traneksamat. Pemakaian obat analgetik
yang mengganggu hemostasis seperti aspirin tidak dibenarkan1.
1.11

Prognosis
Semakin

Cepat

Seseorang

penderita

hemofili

terdiagnosis

dan

ditatalaksana dengan baik, akan semakin baik pula prognosisnya. Prognosis


hemofilia juga tergantung komplikasi yang terjadi.1

BAB II
ILUSTRASI KASUS

14

IDENTITAS PASIEN
Nama anak

: M.RE

Jenis kelamin

: Laki-laki

Umur

: 2 tahun 5 bulan

Suku bangsa

: Minangkabau

Alamat

: Padang

ALLO ANAMNESA :

Ibu kandung

Seorang pasien laki-laki umur 2 tahun 5 bulan dirawat di bangsal anak


RSUP Dr, M Djamil Padang tanggal 9 juni 2014 dengan :
KELUHAN UTAMA :
Pasien ingin disunat
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien telah dikenal menderita hemofili A sejak bulan februari tahun


2014, pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan faktor VIII dengan
hasil nilai faktor VIII dibawah normal, ibu kandung pasien tidak ingat
berapa nilainya

Sebelumnya pasien telah dirawat dibangsal anak RSUP DR. M Djamil


sejak 18 februari 2014 dengan keluhan utama gusi berdarah, dan
mendapatkan terapi kriopresipitat dengan loading dose 400 Unit
selanjutnya 200 Unit, kemudian dilakukan pemeriksaan faktor
pembekuan VIII, IX, dan von willebrand di RSCM dan di diagnosis
hemofilia A

Demam tidak ada

Perdarahan gusi, kulit dan saluran cerna tidak ada

15

Batuk, pilek tidak ada

Sesak nafas tidak ada

Buang air kecil warna dan frekuensi biasa

Buang air besar warna dan konsistensi biasa

Anak sebelumnya telah dirawat 2 minggu sebelum masuk rumah sakit


dengan keluhan benjolan dikepala akibat terjatuh saat berjalan dan
telah diberikan terapi kryopresipitat

.RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien sudah dikenal menderita A sejak bulan februari tahun 2014

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pasien adalah anak ketiga dari tiga orang bersaudara, kedua kakak
pasien adalah perempuan

Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit kelainan darah


seperti pasien

RIWAYAT KEHAMILAN IBU

Selama hamil

ibu tidak pernah menderita penyakit berat, kontrol

teratur kebidan. Lama hamil cukup bulan


RIWAYAT KELAHIRAN

Lahir spontan ditolong dokter, langsung menangis, riwayat biru dan kuning
sejak lahir tidak ada. Berat badan lahir 3500 gr dan panjang badan 50 cm.

RIWAYAT MINUMAN DAN MAKANAN

Bayi

Asi

: sejak lahir sampai umur 2 tahun

PASI

: sejak umur 6 bulan

16

Bubur susu

: umur 6 9 bulan

Nasi tim

: umur 8 10 bulan

Nasi lunak

: umur 10 12 bulan

Nasi biasa

: umur 1 tahun sekarang

Anak

Makanan utama: 3x sehari


Daging

: 3x seminggu

Ikan

: 3x seminggu

Telur

:2x seminggu

Sayur mayur: hampir setiap hari


Kesan : kualitas cukup dan kuantitas cukup

RIWAYAT IMUNISASI
BCG
DPT
Polio
Campak
Hepatitis B

: 2 bulan, Skar (+)


: 2 bulan- 4 bulan - 6 bulan
: 2 bulan- 4 bulan - 6 bulan
: tidak ada
: 2 bulan- 4 bulan - 6 bulan

Kesan : imunisasi dasar tidak lengkap


RIWAYAT SOSIAL, EKONOMI, DAN KELUARGA
Pasien merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara, ibu tamat S 1, tidak
bekerja. Ayah tamat D3 dan bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan
Rp 3.000.000 /bulan.
RIWAYAT PERKEMBANGAN FISIK DAN MENTAL
Tengkurap

: 4 bulan

Isap jempol

: tidak ada

Duduk

: 6 bulan

Gigit kuku

: tidak ada

Berdiri

: 9 bulan

Aktif sekali

: tidak ada

Berjalan

: 10 bulan

Apati

: tidak ada

Bicara

: 11 bulan

Membaca & menulis: belum bisa

17

Kesan : perkembangan fisik dan mental normal.


RIWAYAT KEADAAN RUMAH DAN LINGKUNGAN
Rumah tempat tinggal

: Rumah permanen

Sumber Air minum

: Sumur bor

WC

: Didalam rumah

Buang sampah

: Di ambil oleh petugas pembuangan sampah

Kesan : Sanitasi lingkungan baik


PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum

: sakit sedang

Kesadaran

: sadar

Frekuensi nadi

: 94x /menit

Frekuensi nafas

: 26x /menit

Suhu

: 36,8C

Berat badan

: 12 Kg

Tinggi Badan

: 89 cm

BB/U

: 89,55%

TB/U

: 97,8%

BB/TB

: 92,3 %

Status gizi

: keadaan gizi baik (baku median NCHS)

PEMERIKSAAN SISTEMIK
Kulit : teraba hangat
Kelenjar getah bening : tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening
Kepala

:Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut,


hematom diregio frontalis ukuran 4x2x5 cm

Mata

:Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik Pupil isokor,


Reflek cahaya +/+ normal, diameter 2 mm/ 2mm, hematom pada
kedua lingkar mata terutama pada mata kiri

Telinga

: tidak ada kelainan

Hidung

: nafas cuping hidung tidak ada.

18

Tenggorokan : tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis


Gigi dan mulut : mukosa bibir dan mulut basah, oral thrush (-)
Leher : JVP 5 2 cmH2O
Thoraks :
Paru :
Inspeksi

: normochest, simetris kiri dan kanan, retraksi tidak


ada

Palpasi

: fremitus kiri = kanan

Perkusi

: sonor

Auskultasi

: vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung:
Inspeksi

: ictus tidak terlihat

Palpasi

: ictus teraba 1 jari medial LMCS sinistra RIC V

Perkusi

: batas jantung atas : RIC II, kanan : LSD, kiri : 1


jari medial LMCS RIC V

Auskultasi

: bunyi jantung murni, irama teratur, bising tidak


ada.

Abdomen
Inspeksi

: perut tidak membuncit, distensi (-)

Palpasi

: supel, hepar dan lien tidak teraba, turgor baik.

Perkusi

: timpani

Auskultasi

: bising usus (+) normal

Punggung

: tidak ada kelainan

Alat kelamin

: status pubertas A1P1G1

Extremitas

: akral hangat , refilling kapiler baik, edema (-)


Reflek Fisiologik +/+ N, Reflek Patologik -/-

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah

Urin

: Hb

: 11 gr %

Leukosit

: 9500/mm3

DC

: 0/6/0/25/68/1

: warna : Kuning

19

Urobilin: (+)
Protein: (-)
Bilirubin: (-)
Albumin: (-)
Reduksi : (-)
Feses : Makroskopis : kuning, lunak
Mikroskopis : ertrosit (-), leukosit (-), telur cacing (-)
DIAGNOSA KERJA

Hemofili A prosirkumsisi

Hematom ec trauma kapitis

Pertumbuhan dan perkembangan normal

Imunisasi dasar tidak lengkap

Status gizi baik

Terapi
1. Promotif

Edukasi dan dukungan psikososial bagi penderita dan keluarga

Edukasi penatalaksanaan utama kepada orangtua ataupun keluarga


bila terjadi perdarahan akut

Memberikan informasi serta edukasi kepada pihak-pihak tertentu


mengenai kondisi penyakit pasien, seperti kepada : sekolah, dokter di
mana penderita berobat dan teman-teman lingkungan terdekat

2. Preventif

Hindari trauma seperti terbentur ataupun terjatuh

Olahraga teratur. Menghindari olahraga berat dan memakai peralatan


pelindung yang sesuai jika berolahraga

Pemeriksaan kesehatan gigi secara berkala

Menjaga berat badan tidak berlebihan serta mengkonsumsi makanan


dan minuman yang sehat

Menghindari penggunaan obat aspirin

20

Konseling genetik

3. Kuratif

MB 1100 kkal

Koate 2 jam sebelum operasi sirkumsisi 480 IU iv

Asam traneksamat 3x 300 mg po

4. Rehabilitatif

Melatih otot-otot terutama melatih otot pasca perdarahan : pada ahli


rehabilitasi medik

PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek PT dan APTT
FOLLOW UP
Tanggal 16 Juni 2014
S/

Demam tidak ada


Kejang tidak ada
Batuk, pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
Luka bekas operasi terawat baik
Perdarahan hidung, gusi, kulit dan saluran cerna tidak ada

O/

KU
Sedang

Kes
sadar

Nd

Nf

102x/mnt

24x/mnt

T
37C

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Kepala

: Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, hematom


diregio frontalis ukuran 4x2x5 cm

Paru

: Auskultasi vesikuler, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

Jantung

: irama reguler, bising tidak ada

Abdomen

: distensi tidak ada

Genitalia

: luka post sirkumsisi kering, pus tidak ada

21

Kesan : hemofili postsirkumsisi H + 5


Hematom ec trauma kapitis
Terapi
MB 1100 kkal
Asam traneksamat 3 X 300 mg
Koate 300 IU
Tanggal 17 Juni 2014
S/

Demam tidak ada


Kejang tidak ada
Batuk, pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Mual dan muntah tidak ada
Luka bekas operasi terawat baik
Perdarahan hidung, gusi, kulit dan saluran cerna tidak ada

O/

KU
Sedang

Kes
sadar

Nd

Nf

102x/mnt

24x/mnt

T
37C

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Kepala

: Bentuk simetris, rambut hitam, tidak mudah dicabut, hematom


diregio frontalis ukuran 4x2x5 cm

Paru

: Auskultasi vesikuler, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)

Jantung

: irama reguler, bising tidak ada

Abdomen

: distensi tidak ada

Genitalia

: luka post sirkumsisi kering, pus tidak ada

Kesan : hemofili postsirkumsisi H+ 6


Hematom ec trauma kapitis
Terapi
MB 1100 kkal
Asam traneksamat 3 x 300 mg
Koate 300 IU

22

BAB IV
DISKUSI

23

Telah dilaporkan seorang pasien anak laki-laki umur 2 tahun 5 bulan


dengan diagnosis kerja Hemofilia A prosirkumsisi. Diagnosis ditegakkan dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium. Dari anamnesis
ditemukan Pasien telah dikenal menderita hemofili A sejak bulan februari tahun
2014, pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan faktor VIII dengan hasil nilai
faktor VIII dibawah normal, ibu kandung pasien tidak ingat berapa nilainya.
Sebelumnya pasien telah dirawat dibangsal anak RSUP DR. M Djamil sejak 18
februari 2014 dengan keluhan utama gusi berdarah, dan mendapatkan terapi
kriopresipitat dengan loading dose 400 Unit selanjutnya 200 Unit, kemudian
dilakukan pemeriksaan faktor pembekuan VIII, IX, dan von willebrand di RSCM
dan di diagnosis hemofilia A. Berdasarkan literatur, hal ini sesuai dengan gejala
yang ditemukan pada hemofilia A yaitu terjadinnya gangguan perdarahan yang
bersifat herediter yang disebabkan oleh karena kekurangan faktor VIII (antihemophilic factor).
Dari pemerikasaan fisik berat badan penderita adalah 12 kg dan tinggi
badan 89 cm, berdasarkan grafik CDC didapatkan kesan gizi baik. Pada kepala
ditemukan hematom dengan ukuran 4x2x5 cm, yang berdarkan anamnesis trauma
terjadi 2 minggu sebelum masuk rumah sakit dan telah diterapi dengan pemberian
kryopresipitat. Hal ini juga sesuai dengan klinis pada hemofilia dimana terdapat
perdarahan yang dapat disebabkan dengan trauma yang ringan.
Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin tidak ditemukan kelainan,
hal ini sesuai dengan diagnosis dari hemofilia dimana pada pemeriksaan darah
rutin biasanya ditemukan normal sedangkan pada masa pembekuan, masa
tromboplastin parsial teraktifkan akan memanjang dan masa pembentukan

24

tromboplastin abnormal, untuk itu pada pemeriksaan anjuran dianjurkan untuk


melakukan pemeriksaan PT dan APTT.
Pada pasien ini diberikan terapi berupa MB 1100 kkal, koate 2 jam
sebelum operasi sirkumsisi 480 IU iv dan asam traneksamat 3 x 300 mg po.

DAFTAR PUSTAKA
1. Gatot D, 2006. Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak. Ed. 2. IDAI. Hlm. 174177

25

2. Rina Rahardiani, H. S. Moeslichan MZ, Agus Firmansyah. Relation of


bleeding patterns and factor VIII levels in children with hemophilia.
Pediatrica Indonesiana. 2006; 46(7-8); 159-163
3. Bakta IM, 2002. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC. Hlm. 246249.
4. I Dewa Gede Ugrasena, Bambang Permono. Tatalaksana Terkini
Hemofilia Klasik (Recent Advance of Hemophilia A Treatment). Divisi
Hematologi-Onkologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak.
5. Garna H, Melinda D. Nataprawira H, 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-3. Padjajaran. Hlm. 479-482.
6. Hoffbrand AV, 2002. Kapita Selekta Hematologi. Ed. 4. Jakarta : EGC.
Hlm. 245-250.
7. Agi Harliani S. Hemofilia. http://www.hemofilia.or.id./ [diakses tanggal 23
Juni 2014]
8. Pudjiadi AH, Hegar B, Handryastuti S, Idris NS, Gandaputra EP,
Harmonita ED ed, 2009. Pedoman pelayanan medis. Ikatan Dokter Anak
Indonesua. Hlm 92-95
9. Ugrasena DG, Permono B. Tatalaksana terkini hemofilia klasik.
http://www.researchgate.net [diakses tanggal 21 Juni 2014]

26

Anda mungkin juga menyukai