Case Anestesi - GA Hipertensi
Case Anestesi - GA Hipertensi
Pembimbing:
dr. Himawan, Sp.An
dr. Herry Kelana, Sp.An (KIC)
dr. Ignatius Haryanto, Sp.An
Oleh:
Kevin Stanley Halim (2012-061-120)
Debbie Rose Komala (2012-061-121)
BAB I
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
II.
Nama pasien
Umur
Jenis Kelamin
No. RM
Bangsal/ kelas
Tanggal operasi
Diagnosis
Jenis operasi
: Tn. A
: 64 tahun
:Laki-laki
: 805235
: EGI/III
: 16 April 2014
: Epulis gingiva dan luxation gigi 42.32
: Ekstirpasi epulis gingiva dan ekstraksi gigi 42.32
KEADAAN PRABEDAH
ANAMNESIS
Keluhan Utama:
Gigi depan pasien (2 buah) pada rahang bawah dirasakan goyang sejak 2 bulan
SMRS
Keluhan Tambahan:
Benjolan di gusi bagian depan rahang bawah sejak 2 tahun SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan keluhan adanya gigi depan pada rahang bawah yang
dirasakan goyang sejak 2 bulan SMRS. Keluhan ini diawali dengan adanya
benjolan yang mulai timbul pada gusi bagian rahang bawah pasien sejak 2 tahun
SMRS. Saat itu pasien sempat ingin menjalani prosedur pembedahan untuk
mengangkat benjolan tersebut dengan menggunakan pembiusan secara lokal. Pada
saat dilakukan prosedur tersebut, pasien merasa ketakutan ketika harus disuntik,
sehingga muncul gejala-gejala seperti keram pada perut, merasa berdebar-debar,
hingga susah bernapas dan saat dilakukan pemeriksaan, tekanan darahnya mencapai
190/110.Hal ini menyebabkan pasien tidak jadi menjalani prosedur pembedahan dan
memutuskan untuk menundanya. Hingga saat pemeriksaan dilakukan, pasien
mengaku masih merasa takut apabila harus disuntik. Benjolan yang timbul berwarna
merah sedikit lebih tua daripada warna gusi, membesar perlahan-lahan hingga
mencapai diameter 3 cm dalam 2 tahun. Beberapa gigi depan pada rahang bawah
pasien yang berada di tempat adanya benjolan mulai dirasakan goyang sejak 6
bulan yang lalu, hingga tanggal sebanyak 2 buah kira-kira 3 bulan yang lalu.
Benjolan tersebut membuat pasien menjadi sulit makan, sehingga selama 1 bulan
terakhir pasien hanya dapat makan bubur. Keluhan adanya nyeri dan perdarahan
yang berasal dari benjolan tersebut disangkal.
Pasien mengetahui dirinya memiliki riwayat tekanan darah tinggi sejak 3
tahun yang lalu. Pasien menyangkal adanya keluhan seperti sakit kepala, pusing,
penglihatan kabur,nyeri dada ataupun kelemahan pada anggota gerak. BAK dan BAB
pasien lancar dan dirasakan tidak ada kelainan.
Pasien sempat beberapa kali memeriksakan dirinya ke dokter dan biasanya
diberikan obat Herbesser (1 x 1 caps, pagi hari) serta Catapres (1x1 tab sore hari).
Terakhir kali pasien kontrol ke dokter adalah 1 minggu SMRS. Pasien tidak rutin
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan dokter, melainkan hanya sesekali saja.
Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Keluarga :
Riwayat keluarga yang mengalami tekanan darah tinggi, penyakit jantung, diabetes
mellitus, dan asma disangkal.
Riwayat Kebiasaan :
Kebiasaan mengkonsumsi alkohol dan rokok (-), riwayat berolahraga naik sepeda
setiap hari, yaitu pada pagi hari sekitar 15-20 menit.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
: tampak tenang
Kesadaran
: compos mentis
Berat badan
Tinggi badan
: 70 kg
: 172 cm
TTV : TD
Nadi
: 160/90 mmHg
RR
: 16 x/menit
: 80 x/menit
Suhu : 36,80C
Status Generalis
Kepala
Mata
: konjungtiva anemis -/- , sklera ikterik -/pupil isokor, diameter 3 mm/3mm, refleks cahaya langsung dan tidak
langsung +/+
Hidung
Mulut
Airway
- Buka mulut
: >3 cm
- Jarak thyromental
: >3 jari
- Mallampati
:2
Leher
Paru:
Jantung
Abdomen
I: tampak cembung
P: nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
P: timpani pada seluruh kuadran abdomen
A :BU (+) 4x/menit
Genitalia
: Tidak diperiksa
Hasil
Nilai normal
Satuan
13,6
6,3
4,84
39,7
247
13,0 17,0
4,0 11,0
4,50 6,50
40,0 54,0
150 450
g%
103/ul
106/ul
%
103/ul
0,8
0,2
75,9
16,0
7,1
16
12
40 80
20 40
2 10
%
%
%
%
%
82,0
28,1
34,3
13,3
80 96
27 31
32 36
11,6 18,4
fl
pg
g/dl
%
14,0
11,6
11,5 15,5
11,1 14,6
detik
detik
31,7
28,3
27 37
24,6 37,2
detik
Detik
24,0
40,0
0,0 - 38,0
0,0 41,0
U/l
U/l
29
1,20
10 50
0,70 1,20
mg/dl
mg/dl
97
70-110
mg/dl
139
136 145
mmol/l
O
Positif
Kalium
Klorida
IMUNOSEROLOG
I
HBsAg Rapid/Stick
Radiologi (15 April 2014)
3,8
106
3,3 5,4
98 106
Non Reaktif
Non Reaktif
mmol/l
mmol/l
III.
IV.
DURANTE ANESTESI
Mulai anestesi
: Pukul 07.20
Mulai pembedahan
: Pukul 07.30
Lama pembedahan
: 30menit
IV line
Posisi
Premedikasi
Induksi
: Terlentang
:: Propofol 110 mg IV
Airway management
Intubasi
Antiemetik
: Ondansentron 8mg IV
Obat-obatan lain
Pemberian cairan
V.
PASCA OPERASI
1. Ruang pemulihan
a. Masuk ruang pulih : Pukul 08.45
Skor ALDRETTE
Aktivitas (2) Sirkulasi (2) Pernafasan (2) Kesadaran (1) Warna kulit (2)
Total(9)
Tanda-tanda vital:
-
Tekanan darah
Sistolik
Skor ALDRETTE = 10
: Ketorolac 30 mgIV
Infus
Minum
: boleh minum
Antimual
: Ondansentron 8 mg IV
Antibiotik
: -
Pantau TTV
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIPERTENSI
2.1.1 Definisi
Hipertensi dapat didiagnosa apabila terjadi peningkatan tekanan arterial
melebihi tekanan darah normal menurut umur, jenis kelamin dan ras. Menurut Joint
National Committee on Evaluation, Detection and Prevention of High Blood
Pressure, tekanan darah yang optimal pada dewasa adalah kurang dari sama dengan
120 mmHg untuk sistolik dan kurang dari sama dengan 80mmHg untuk tekanan
darah diastolik.
Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi pada dewasa
2.1.2
Epidemiologi
Hipertensi merupakan kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit
seperti penyakit jantung, stroke, gagal ginjal bahkan kematian apabila tidak dideteksi
dan diterapi dengan baik. Prevalensi dari hipertensi ini meningkat seiring dengan
peningkatan usia, lebih dari setengah penderita hipertensi berusia 60 -69 tahun dan
kira kira tiga per empat dari orang berusia lebih dari 70 tahun terkena hipertensi.
Hipertensi terjadi pada kira kira 75 juta orang dewasa di Amerika Serikat.
Sebanyak 30 % orang di antaranya tidak sadar akan penyakit ini, sekitar 40 % orang
yang menderita hipertensi ini tidak mendapatkan terapi.
Secara ras prevalensi meningkat hipertensi pada orang dengan ras kulit hitam
(African American). Orang dengan ras kulit hitam ini,menderita hipertensi lebih
cepat dibandingkan ras lainnya.
2.1.3
Etiologi
Etiologi dari hipertensi dapat primer, yang terjadi akibat hasil dari gaya hidup
atau genetik. Sekunder yang mempunyai etiologi lain seperti ginjal, pembuluh darah,
endokrin, neurogenik, obat dan lain - lain. Penyebab yang berasal dari ginjal seperti
penyakit ginjal polikistik, gagal ginjal kronis, obstruksi traktur urinarius, tumor yang
memproduksi renin dan lain lain. Sedangkan penyebab vaskuler atau yang berasal
dair pembuluh darah seperti koartasio aorta, vaskulitis, dan penyakit kolagen
vaskuler. Penyakit endokrin yang menyebabkan hipertensi terbagi menjadi penyebab
ketidak seimbangan hormon endogen dan eksogen. Penyebab eksogen meliputi
Patofisiologi
Patofisiologi dari hipertensi esensial sangat kompleks dan multi faktorial.
Multi faktorial yang mempengaruhi tekanan darah dapat berasal dari pefusi jaringan
termasuk mediator humoral, viskositas pembuluh darah, cardiac output, stimulasi
neural. Sedangkan kemungkinan patogenesis dari hipertensi esensial ini diduga
berasal dari bermacam macam faktor, seperti predisposisi genetik, konsumsi garam
berlebih, dan tonus adrenergik. Namun mekanisme pasti dari penyakit ini masih
belum diketahui.
Patogenesis pada komplikasi akibat hipertensi dapat terjadi karena laju aliran
pulsasi, disfungsi endotel, dan hipertrofi otot polos.
Perubahan hemodinamik yang terjadi pada hipertensi seperti
-
2.1.5
jantung, gangguan mata, gangguan ginjal, dan gangguan peredaran darah serebral.
Gangguan pada jantung dapat berupa pembesaran ventrikel kiri, aritimia, gagal
jantung kongestif. Gangguan pada ginjal seperti nephropathy hingga gagal ginjal
kronis. Gangguan peredaran darah serebral dapat berupa stroke perdarahan maupun
stroke iskemik.
2.1.6 Diagnosa
Anamnesa
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik ditujukan pada pengukuran tekanan darah sebanyak paling
sedikit 3 kali dengan jarak tiap pemeriksaan sebanyak 2 menit. Pemeriksaan
tekanan darah paling baik menggunakan manometer raksa. Pada kunjungan
pertama tekanan darah sebaiknya diperiksa pada kedua lengan dan pada kaki
untuk menyingkirkan diagnosis koartasio aorta dan stenosis arteri subklavia.
Pasien sebaiknya dibiarkan istirahat selama 5 menit sebelum pemeriksaan
dimulai.
Juga dilakukan pemeriksaan terhadap berat badan, gula darah, pemeriksaan
kolesterol. Hal ini meruapakan komponen dari sindroma metabolik yang dapat
menjadi faktor risiko mayor terhadap penyakit jantung. Selain itu pemeriksaan
untuk mengetahui komplikasi juga dilakukan , seperti pemeriksaan funduskopi
untuk mata, ditemukan gambaran retinopathy hipertensi, seperti perdarhaan
retina, mikroaneurisma dan cotton wool spots. Pemeriksaan fisik jantung juga
sebaiknya dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat komplikasi seperti
pembesaran jantung kiri, bunyi jantung tambahan seperti S4.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjuang yang dapat membantu untuk diagnosa komplikasi
hipertensi
yang
terjadi.
Pada
hipertensi
esensial,
pemeriksaan
seperti
Screening Test
Drug-induced/drug-related hypertension*
Drug screening
Pheochromocytoma
24-hour
urinary
normetanephrine
metanephrine
and
Renovascular hypertension
Sleep apnea
Thyroid/parathyroid disease
Adapted from: Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al, and the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure;
National Heart, Lung, and Blood Institute; National High Blood Pressure Education
2.1.7
Tatalaksana
Tujuan dari terapi antihipertensi adalah untuk mengurangi komplikasi,
o Jika target tekanan darah tidak tercapai dalam waktu 1 bulan terapi,
peningkatan dosis dari agen inisial atau tambahan obat lain diperlukan.
Apabila dengan kombinasi 2 obat tidak berhasil, maka sebaiknya
ditambahkan obat ketiga dari kelas obat yang direkomendasikan.
o Pada pasien dengan target tekanan darah tidak tercapai dengan 3 obat maka
sebaiknya digunakan obat golongan lain diluar 3 golongan obat kombinasi
dan atau dirujuk kepada spesialis hipertensi.
Modifikasi gaya hidup juga penting dalam mencegah peningkatan tekanan darah,
dan merupakan langkah umum yang utama untuk tatalaksana hipertensi. Sebagai
contoh yakni menurunkan berat badan, mengurangi konsumsi alkohol, garam,
makanan berlemak, stop merokok. Selain itu juga diperlukan latihan yang bersifat
aerobik paling sedikit 30 menit per hari.
Apabila secara modifikasi gaya hidup tidak berhasil, maka dapat digunakan obat
untuk menurunkan tekanan darah.
Hipertensi yang tidak terkontrol terkait dengan fluktuasi tekanan darah yang
luas selama induksi anestesi dan intubasi, dan dapat meningkatkan kejadian iskemia
2.2.
PREOPERATIF
Riwayat dan pemeriksaan fisik
Dalam evaluasi preoperatif (dari anamnesis dan pemeriksaan fisik), halhal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut; yaitu: etiologi dan tingkat
keparahan hipertensi, subtipe hipertensi, terapi yang didapatkan saat ini, serta
kerusakan target organ dari hipertensi kronis.
Penyebab yang mendasari hipertensi harus jelas. Mortalitas pembedahan
relatif tinggi pada pasien dengan hipertensi renovaskular. Selain itu, kegagalan
diagnosis feokromositoma preoperatif (meskipun jarang) dapat berakibat fatal
karena zat-zat anestesi diketahui dapat menyebabkan krisis pada pasien tersebut.
Medikasi antihipertensi
Secara umum, saat ini pendapat yang dianut adalah untuk melanjutkan mediaksi
antihipertensi terutama -blocker hingga saatnya menjalani pembedahan.
Penghentian medikasi ini secara mendadak akan memperberat terjadinya iskemia
miokardial. Blokade tidak memperbaiki respons hemodinamik terhadap
perdarahan dan tidak mempengaruhi respons terhadap hipoksia, maka medikasi
ini dapat dilanjutkan. Gejala withdrawal ditandai dengan peningkatan
sensitivitas terhadap stimulasi simpatis dan dipengaruhi beberapa factor, seperti
overaktivitas simpatis dan peningkatan triiodothyronine, tetapi kemungkinan
merupakan hasil dari peningkatan densitas reseptor . Tingkat keamanan dari blockerdan keuntungannya (pencegahan respons hipertensi, disritmia dan
iskemia miokard) telah lama diketahui. Sama halnya terapi dengan Ca channel
blocker, ACE-inhibitor, statin dan diuretik juga dapat diteruskan. Respons
terhadap induksi anestesi akan sedikit berbeda pada pasien yang medapatkan
terapi -blocker, Ca channel blocker, ACE-inhibitor atau diuretik.Withdrawal
Koreksi hipokalemia
Hypokalemia sering ditemukan pada pasien hipertensi yang mendapatkan
terapi diuretic tiazid. Penting untuk menjaga keseimbangan elektrolit normal
pada pasien dengan penyakit jantung koroner. Kalium yang rendah (3,0-3,5
mEq/L pada pasien-pasien ini menyebabkan aritmia, peningkatan sensitivitas
terhadap digitalis dan depresi fungsi neuromuskular. Bila pasien tidak memiliki
risiko komplikasi jantung pada pembedahan atau anestesi, penurunan yang
ringan seperti diatas tidak memerlukan penundaan operasi atau penggantian
kalium segera. Pasien dengan penurunan kalium yang lebih berat (2,9 mEq/L)
sebaiknya diterapi dan/atau menjalani pemeriksaan yang mendalam. Pada
pasien-pasien ini, selama 1 minggu menjelang operasi sebaiknya diberikan
suplemen kalium apabila fungsi ginjal baik. Pada pembedahan emergensi,
kalium dapat diberikan tidak melebihi 0,5 mEq/kgBB/jam. Pemberian sebaiknya
dihentikan selama operasi dan dimulai lagi setelah operasi selesai.
Koreksi hipomagnesemia
Level normal magnesium adalah 1,5-2,5 mEq/L. Ion magnesium penting
untuk fungsi system enzim. Deplesi adalah karakteristikdari hipereksitabilitas
neuromuskular dan system saraf pusat. Tanda-tanda ini mirip dengan defisiensi
kalsium. Abnormalitas kardiovaskular termasuk spasme arteri koroner, gagal
jantung dan disritmia. Pada tahap yang berat, hipomagnesemia dapat memicu
terjadinya kejang, konfusi dan koma. Terapi pengganti sebaiknya diberikan
hanya pada kasus deplesi berat. Magnesium sebaiknya tidak diberikan pada
pasien oliguria dan diberikan secara hati-hati pada pasien dengan insufisiensi
ginjal. Sebaiknya diberikan dosis kecil intravena dengan observasi yang ketat
dari toksisitas (letargi, kelemahan, penurunan refleks tendon).
2.2.2.
INTRAOPERATIF
Selama operasi, pasien yang telah dipasang dengan montior EKG dipantau
hasil EKG, tekanan darah, saturasi oksigen dan suhu. Pemantauan EKG di lead
II mendeteksi apakah terdapat gangguan jantung yang disebabkan oleh
hipertensi, seperti terdapatnya gangguan segmen ST yang menunjukkan adanya
iskemia pada miokardium. Pemantauan tekanan darah yang kontinu penting
karena ketidakstabilan tekanan darah pada pasien.
Pemasangan kateter arteri pulmonal (PAC) juga berguna pada pasien dengan
riwayat gagal jantung kongestif atau infark miokard sebelumnya. PAC sangat
sebagai vasodilator.
Nicardipine, pemberian 1 mg intravena 2 menit sebelum intubasi traekal
mempertahankan stabilitas hemodinamik selama intraoperative. Dosis
0.015 dan 0.03 mg per kg.
Saat ekstubasi dan masa emergence, juga harus diberikan obat untuk
menjaga agar tekanan darah tidak meningkat. Pemberian obat pencegahan ini
dengan dosis rendah saat 2 menit sebelum ekstubasi seperti lidokain 1 mg per kg
atau esmolol atau labetalol 0.1 mg per kg. Jika tekanan darah melebihi level
yang diinginkan, maka dosis tambahan dapat diberikan untuk mengontrol
tekanan darah.
Pemilihan terapi cairan pada pasien hipertensi
Pasien dengan hipertensi esensial biasanya hipovolemia akibat dari
vasokonstriksi dan terapi diuretik. Hidrasipada pasien hipertensive seharusnya
dimulai sebelum induksi dari anesthesia dan untuk meminalkan efek roller
coaster yang biasa terjadi pada pasien hipertensi. Overhidrasi juga harus
dihindari karena berhubungan dengan hipertensi post operatif ketika efek
vasodilatasi dari obat anaestesi telah habis.
Anestesi regional pada pasien hipertensi
Regional anestesi dapat menghindari peningkatan tonus simpatik dan
perubahan hemodinamik yang terjadi saat intubasi dan ekstubasi. Spinal atau
epidural anestesia dipilih untuk pembedahan abdominal bagian bawah. Untuk
2.2.3.
PASCAOPERATIF
Penanganan dari hipertensi pascaoperatif tergantung pada etiologi dari
hipertensi, skenario klinis, dan derajat hipertensi tersebut. Pertama-tama,
penyebab dari hipertensi harus ditentukan dan ditangani segera; antara lain:
nyeri, emergence excitement, hipoksemia, hiperkarbia, reaksi terhadap ETT,
kandung kemih yang penuh, hipotermia, hypervolemia relatif dari pemberian
cairan intraoperatif yang berlebihan, medikasi kronis dan withdrawal.
Penyebab tersering dari hipertensi pascaoperatif adalah nyeri insisi. Saat pasien
sadar, nyeri menimbulkan peningkatan curah katekolamin. Labilitas tekanan
darah yang ekstrim pada sebagian besar pasien hipertensi akan menyebabkan
peningkatan sangat cepat dan kritis untuk dikontrol. Tergantung pada penyebab
hipertensi, analgesia intravena, dan antihipertensi atau diuretik sebaiknya
dititrasi untuk mengontrol hipertensi. Jika baik takikardia maupun hipertensi
terjadi pascaoperatif, Ca channel blocker seperti verapamil, diltiazem atau
nicardipin dan -blocker seperti propranolol, esmolol, labetalol atau metoprolol
merupakan pilihan. Hipertensi yang berasal dari nyeri dapat dicegah atau
dikurangi dengan injeksi anestesi lokal jangka panjang bersamaan dengan insisi
atau untuk melakukan blok saraf lokal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD, editor. Morgan &mikhails: clinical
anesthesiology. Edisi ke-5. New York: McGrawHill; 2013.
2. Yao FF, Malhotra V, Fontes ML, editor. Yao & Artrusio: anesthesiology. Edisi ke7. Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
3. Miller RD, editor. Millers anesthesia. Edisi ke-7. USA: Elsevier; 2010.
4. Paul A James et al. 2014 Evidence Based Guideline for the Management of High
Blood Pressure in Adults. Report from the Panel Members Appointed to the
Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA. February 2014
5. Barbara M. Alving et al. The Seventh Report of the Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure. US
Department of Health and Human Services. August 2004
6. Meena S Madhur et al. Hypertension.Emedicine.medscape. March 2014