Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Pembelajaran pada dasarnya merupakan suatu proses yang kompleks yang
memerlukan penanganan yang professional, karena tidak hanya dibutuhkan
penguasaan terhadap keterampilan-keterampilan untuk mengajar tetapi juga
penguasaan terhadap apa yang diajarkannya. Hal ini menunjukkan bahwa
pembelajaran bukan merupakan suatu hal yang mudah, karena keberhasilan
pembelajaran ditentukan oleh proses pembuatan dan pelaksanan keputusan.
Pengambilan keputusan dalam memilih strategi, memilih pendekatan materi serta
keputusan untuk melaksanakan apa yang dipilih merupakan proses yang perlu
dilakukan guru.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Hunter (2004) bahwa
pembelajaran didasarkan pada premis bahwa guru adalah pengambil keputusan.
Seorang guru perlu mempertimbangkan banyak hal dan kemudian memutuskan untuk
memilih salah satu yang yang terpenting, baik dalam membuat perencanaan,
melakukan pengajaran dan mengevaluasi hasil pembelajaran yang dilakukan.
Demikian juga dalam proses belajar, seorang pebelajar yang baik akan mengawali
aktifitas belajarnya dengan merencanakan apa yang akan dilakukannya ketika ia
belajar, dan akan memutuskan apakah ia menguasai apa yang telah dipelajarinya.
Pembelajaran yang terjadi meraupakan suatu aktifitas yang melibatkan proses reflektif
terhadap apa yang dilakukan.
Untuk memudakan guru melakukan penilaian terhadap kemampuan siswa, dua
hal penting yang perlu diberdayakan dalam pembelajaran Seiring dengan
perkembangan psikologi anak yaitu mengunakan model pembelajaran RME dan
keterampilan metakognitif . Salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang
mengaitkan pengalaman kehidupan nyata siswa dengan materi matematika adalah
Realistic Mathematics Education (RME). RME di Indonesia dikenal dengan nama
pendidikan matematika realistik dan secara operasional disebut Pembelajaran
Matematika Realistik (PMR). Teori PMR pertama kali diperkenalkan dan
dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal. Teori ini
mengacu pada pendapat Freudenthal (1991) yang menyatakan bahwa matematika
harus dikaitkan dengan realitas dan matematika merupakan aktivitas manusia. Ini

berarti matematika harus dekat dengan anak dan relevan dengan kehidupan nyata
sehari-hari. Matematika sebagai aktivitas manusia berarti manusia harus diberikan
kesempatan untuk menemukan kembali ide dan konsep matematika melalui
bimbingan orang dewasa (Gravemeijer, 1994). Karena itu, prinsip menemukan
kembali ide dan konsep matematika dapat diinspirasi oleh prosedur-prosedur
pemecahan informal.. Upaya tersebut dilakukan melalui penjelajahan berbagai situasi
dan persoalan-persoalan Realistik. Realistik dalam hal ini dimaksudkan tidak hanya
mengacu pada realitas tetapi juga pada sesuatu yang dapat dibayangkan oleh siswa
(Slettenhaar, 2000).
Matematika realistik yang dimaksudkan dalam hal ini adalah matematika
sekolah yang dilaksanakan dengan menemaptkan realitas dan pengalaman siswa
sebagai titik awal pembelajaran. Masalah-masalah realistik digunakan sebagai sumber
munculnya konsep-konsep matematika atau pengetahuan matematika formal.
Pembelajaran matematika realistik di kelas berorientasi pada karakteristik RME,
sehingga siswa mempunyai kesempatan untuk menemukan kembali konsep-konsep
matematika. Dan siswa diberi kesempatan untuk mengaplikasikan konsep-konsep
matematika untuk memecahkan masalah sehari-hari.
Untuk memberdayakan moadel pembelajaran RME deperlukan keterampilan
metakognitif siswa. Metakognitif adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang
diketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol
serta menyesuaikan prilakunya. Seseorang perlu menyadari kekurangan dan kelebihan
yang dimilikinya. Metakognitif adalah suatu bentuk kemampuan untuk melihat pada
diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara optimal.
Metakognitif merupakan konsep penting dalam teori kognitif yang secara sederhana
didefinsikan sebagai memikirkan kembali apa yang telah dipikirkan.Walaupun
pendefinisiannya berbeda, namun secara umum metakognitif merupakan kesadaran
atau pengetahuan seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya (kognitifnya) serta
kemampuannya dalam mengontrol dan mengevaluasi proses kognitif tersebut.
Menurut Flavell (Livingstone(1979), de Soete (2004), Gama (2004), Panoura (2006))
metakognitif terdiri dari pengetahuan metakognitif dan pengalaman atau pengarahan
metakognitif .Pengetahuan metakognitif merupakan interaksi antara tiga variabel
yakni variabel individu (person variable), variabel strategi (strategy variable), dan
variabel tugas (task variable). Beberapa peneliti juga mengelompokkan keyakinan diri
dalam komponen pengetahuan metakognitif dan pengalaman menggunakan proses

kognitif dikelompokkan dalam pengalaman metakognitif, karena pengalaman ini akan


memunculkan kesadaran terhadap apa yang kita pikirkan. Pengalaman metakognitif
sering di sebut juga sebagai strategi metakognitif yang terdiri dari perencanaan,
pemonitoran dan pengevaluasian terhadap proses kognitif kita sendiri.
Dalam hubungannya dengan pembelajaran matematika metakognitif dapat
berperanan dalam membantu siswa menyelesaikan masalah yang dihadapi. Menurut
Schoenfeld (1992) terdapat 3 aspek metakognitif yang berbeda yang relevan dengan
dalam pembelajaran matematika, yaitu:
1. Keyakinan (beliefs). Memiliki Ide-ide tentang matematika yang disiapkan untuk
menyelesaikan matematika dan bagaimana ide-ide tersebut membentuk cara
untuk memecahkan masalah.
2. Pengetahuan seseorang tentang proses berpikirnya, dalam hal ini bagaimana
seseorng menguraikan pemikirannya secara tepat. Di sini dibutuhkan
pemahaman tentang apa yang diketahuinya, dan bagaimana menyelesaikan tugas
3.

yang dibuat.
Kesadaran diri (Self awareness) atau Pengaturan diri (Self Regulation).
Bagaimana seseorang mengontrol apa yang telah dilakukannya, masalah yang
telah diselesaikan dan bagaimana baiknya ia menggunakan hasil pengamatan
untuk menyelesaikan masalahnya.
Berdasarkan kajian secara teoretis tentang metakognisi siswa dalam
pembelajaran dan hasil-hasil penelitian tentang metakognisi siswa dalam
pembelajaran yang dikemukakan diatas maka dapat dikatakan bahwa
metakognisi telah memiliki peranan penting dalam pembelajaran matematika,
khususnya dalam mengatur dan mengontrol aktivitas kognitif siswa dalam
belajar dan berpikir, sehingga belajar dan berpikir yang dilakukan oleh siswa
dalam pembelajaran matematika menjadi lebih efektif dan efisien

B. RUMUSAN MASALAH
Sesuai dengan uraian pada latar belakang masalah di atas, rumusan masalah
penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah:
1. Bagaimana penerapan model pembelajaran Realistic Mathematics Education
(RME) ddalam pemecahan masalah pada pelajaran matematika SMP TAMAN
SISWA MALANG kelas VII

2. Apakah dengan penerapan model pembelajaran Realistic Mathematics Education


(RME) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada
pelajaran matematika SMP TAMAN SISWA MALANG kelas VII
3. Bagaimana meningkatatkan keterampilan metakognitif siswa dalam memecahkan
masalah pada pelajaran matematika SMP TAMAN SISWA MALANG kelas VII.
4. Apakah dengan penerapan kerampilan metakognitif siswa dapat meningkatkan
kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada pelajaran matematika SMP
TAMAN SISWA MALANG kelas VII.
C. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian tindakan kelas (PTK) ini
adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model pembelajaran Realistic
Mathematics Education (RME) dalam pemecahan masalah pada pelajaran
matematika SMP TAMAN SISWA MALANG kelas VII
2. Untuk mengetahui dengan penerapan model pembelajaran Realistic Mathematics
Education (RME) dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan
masalah pada pelajaran matematika SMP TAMAN SISWA MALANG kelas VII
3. Untuk mengetahui Bagaimana meningkatatkan keterampilan metakognitif siswa
dalam memecahkan masalah pada pelajaran matematika SMP TAMAN SISWA
MALANG kelas VII.
4. Untuk mengetahui dengan penerapan kerampilan metakognitif siswa dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam pemecahan masalah pada pelajaran
matematika SMP TAMAN SISWA MALANG kelas VII.
D. MANFAAT PENELITIAN
Adapun manfaat penelitian tindakan kelas (PTK) ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
1) Dapat meningkat kemampuan pemahaman konsep materi peserta didik.
2) Dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam mengerjakan berbagai
model soal baik dalam kelompok maupun individu.
3) Dapat melatih kerja sama peserta didik dengan baik dengan kelompoknya
maupun kelompok lain.
4) Dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik dalam materi segiempat dan
segitiga.
2. Bagi Guru
1) Dapat sebagai bahan refrensi proses pembelajaran kelas dengan menggunakan
model pembelajaran.
2) Dapat meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan suatu model dan
metode pembelajaran.

3) Dapat menciptakan suasana kelas aktif dan mampu menumbuhan pehaman


siswa dalam mengerjakan soal-soal matematika.
3. Bagi Sekolah
1) Diharapkan dengan adanya model belajar yang kreatif dari guru akan mampu
menumbuhkan semangat belajar siswa.
2) Diharapkan dengan guru yang kreatif dapat menjadikan sekolah yang memiliki
siswa yang kreatif dan cerdas serta berprestasi.
4. Bagi Peneliti
1) Mengetahui permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran di kelas.
2) Mengetahui dan memberikan solusi dalam menghadapi permasalahan yang
terjadi di kelas.
3) Memiliki kemampuan dan pemahaman yang lebih tentang cara pengelolaan
kelas.

Anda mungkin juga menyukai