TAKSONOMI HEWAN
PLATYHELMINTHES
OLEH :
NAMA
: MAHADI KRISTIANTO
NIM
: 08111004029
KELOMPOK
: I (SATU)
ASISTEN
: NEDDY FERDIANSYAH
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Platyhelminthes memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia. Cacing pipih
ini merupakan hewan tripoblastik yang tidak mempunyai rongga tubuh (acoelomata).
Hidup biasanya di air tawar, air laut dan tanah lembab. Ada pula yang hidup sebagai
parasit pada hewan dan manusia. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan
silia yang hilang setelah dewasa. Hewan ini mempunyai alat pengisap yang mungkin
disertai dengan kait untuk menempel (Anonima 2013: 1).
Platyhelminthes sudal ada alat-alat atu organ sederhana, misalnya pharynx yang
bersifat muskuler, ocelli dan alat-alat yang lebih kompleks misalnya organa genitalia
dan organa exkretoria, tetapi mereka masih mempunyai sistem gastrovaskular seperti
ditemukan pada Celenterata dengan hanya satu muara keluar yang berfungsi baik
sebagai mulut maupuan sebagai anus (Radiopoetro 1996: 227)
Pada cacing pipih terdiri atas dua saluran eksresi yang memanjang bermuara ke
pori-pori yang letaknya berderet-deret pada bagian dorsal (punggung). Kedua saluran
eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame cell).Sistem
saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian anterior
tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan dari
masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah
posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh (Anonima 2013: 1).
Filum Platyhelminthes terdiri atas 20.000 spesies. Sejumlah besar ini berbentuk
hampir menyerupai pita. Hewan ini simetris bilateral baik pada sisi kiri dan kanannya,
juga pada permukaan dorsal dan ventral Platyhelminthes memiliki ukuran tubuh
beragam, dari yang berukuran hampir microskopis hingga yang panjangnya 20 cm.
Tubuh Platyhelminthes simetris bilateral dengan bentuk pipih. Diantara hewan simetris
bilateral, Platyhelminthes memiliki tubuh yang paling sederhana (Kimbal 1983: 901).
Platyhelminthes (cacing pipih) dibedakan menjadi 3 kelas yaitu Turbellaria,
Trematoda dan Cestoda. Turbellaria, Hewan dari kelas Turbellaria memiliki tubuh
bentuk tongkat atau bentuk rabdit (Yunani : rabdit = tongkat). Hewan ini biasanya
hidup di air tawar yang jernih, air laut atau tempat lembab dan jarang sebagai
parasit. Tubuh memiliki dua mata dan tanpa alat hisap. Hewan ini mempunyai
kemampuan yang besar untuk beregenerasi dengan cara memotong tubuhnya. Contoh
Turbellaria antara lain Planaria dengan ukuran tubuh kira-kira 0,5 1,0 cm dan
Bipalium yang mempunyai panjang tubuh sampai 60 cm dan hanya keluar di malam
hari. Permukaan tubuh Planaria bersilia dan kira-kira di tengah mulut terdapat
proboscis (tenggorok yang dapat ditonjolkan) keluar (Anonima 2013: 1).
Platyhelminthes adalah golongan cacing yang tingkatnya paling rendah,
contohnya Planaria. Hewan ini mempunyai panjang tubuh sekitar 5 sampai 25 mm.
planaria ini hidup di air tawar dalam danau, sungai dan juga rawa. Mereka menghinfari
cahaya matahari dengan cara melekat di bawah permukaan batu atau sepotong kayu.
Cacing ini mudah diperoleh dengan cara memasukkan serekat daging hati kedalam air
sungai atau genangan air selama beberapa jam. Tubuh dari Planaria ini bersifat flexibel,
dapat memanjang atau memendek atau membelok dalam setiap arah. Kepalanya
berbentuk seperti segitiga yang mempunyai dua titik mata adan tiga tonjolan yang
disebut auricula yang berguna sebagai organon taksus. Mulut di bagian ventral dan
sebelah caudalnya terletak porus genitalis (Radiopoetro 1996: 229).
Cacing pipih dibagi ke dalam empat kelas, yaitu Turbellaria yang sebagian besar
adalah cacing pipih yang hidup bebas, Monogenia, Trematoda, dan Cestoidea atau
cacing pita. Caing pipih yang termasuk parasit terkenal karena penyakit yang
disebabkan oleh beberapa spesies dan banyak juga cacing pipih yang memainkan peran
struktur dan funsional dari ekossistem. Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan
atau cairan tubuh inangnya. Habitat Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air
tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembap (Kimbal 1983: 901).
1.2.
Tujuan Praktikum
Untuk mengamati dan mengenal ciri morfologi beberapa spesies anggota filum
Platyhelminthes.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Filum Platyhelminthes (acelomata)
diantaranya hidup parasitik, yaitu trematoda (cacing isap), dan cestoda (cacing pita),
sedangkan turbellaria (cacing getar) hidup bebas. Struktur tubuh yang pipih bersifat pejal,
dengan jaringan mesenchymal parenchym mengisi ruangan antara organ dalam dengan
dinding tubuh. Lubang mulut adalah satu-satunya bukaan menuju saluran pencernaan, jika
ada. Alat ekskresi (protonephridium) terdiri atas sel-sel api (flame cell). Organ
reproduksinya hermaprodit, dengan sperma berflagel dua (Oemarjati 1990: 37).
Pada Platyhelminthes sudah ada alat-alat atau organa sederhana misalnya, pharynx
yang bersifat musculer, ocelli dan alat-alat yang lebih kompleks misalnya organa genitalia
dan organa excretoria. Tetapi mereka masih mempunyai systema gastrovaskuller seperti
ditemukan pada coelenterata dengan hanya satu muara keluar yang berfungsi baik sebagai
mulut maupun sebagai anus. Disamping ectoderm dan endoderm pada Platyhelminthes
sudah ada mesoderm sehingga mereka sudah dapat dimasukan kedalam kelompok
triploblastik (Radiopoetro 1996: 227).
Platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang hidup
bebas memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya seperti sisa
organisme. Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan atau cairan tubuh inangnya. Habitat
Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang
lembap. Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada
siput air, sapi, babi, atau manusia (Anonima 2013: 1).
Platyhelminthes tidak mempunyai skeleton, systema cardiovaskuler, alat respirasi.
Organa excretoria terdiri atas sel-sel berbulu getar (solenocyt) atau protonephridia yang
berhubungan dengan saluran-saluran excresi. Susunan saraf atas 2 (dua) ganglia atau cincin
saraf yang terletak diujung anteriror (di daerah kepala) dan 1 (satu) sampai 3 (tiga) pasang
berkas-berkas transversal. Bersifat hermaprodit, fertilisasi internal, telur-telur mikroskopis,
berkembang secara langsung maupun dengan satu stadium larva atau lebih, reprodukso
monogoni terdapat pada beberapa bentuk (Radiopoetro 1996: 227).
bilateral,
Platyhelminthes
memiliki
tubuh
yang
paling
sederhana
kalanya pada bagian kapala terdapat tonjolan yang berbentuk tentakel atau pelebaran sisi
kepala yang disebut dengan aurikel. Beberapa ahli biologi mengungkapkan bahwa hewan
ini berevolusi dari koloni protozoa yang tumbuh sebagai sebuah bola sel yang berongga
(Oemarjati 1990: 46).
Reproduksi Platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual.Pada reproduksi
seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oleh sperma terjadi di dalam tubuh
(internal). Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan lain.Reproduksi
aseksual tidak dilakukan oleh semua Platyhelminthes. Kelompok Platyhelminthes tertentu
dapat melakukan reproduksi aseksual dengan cara membelah diri (fragmentasi), kemudian
regenerasi potongan tubuh tersebut menjadi individu baru Platyhelminthes memiliki ukuran
tubuh beragam, dari yang berukuran hampir microskopis hingga yang panjangnya 20 cm.
Tubuh Platyhelminthes simetris bilateral dengan bentuk pipih. Diantara hewan simetris
bilateral, Platyhelminthes memiliki tubuh yang paling sederhana (Anonima 2013: 1).
Platyhelminthes sudal ada alat-alat atu organ sederhana, misalnya pharynx yang
bersifat muskuler, ocelli dan alat-alat yang lebih kompleks misalnya organa genitalia dan
organa exkretoria, tetapi mereka masih mempunyai sistem gastrovaskular seperti ditemukan
pada Celenterata dengan hanya satu muara keluar yang berfungsi baik sebagai mulut
maupuan sebagai anus (Radiopoetro 1996: 227).
Sistem eksresi pada kelompok Platyhelminthes tertentu berfungsi untuk menjaga
kadar air dalam tubuh. Kelompok Platyhelminthes tertentu memiliki sistem saraf tangga
tali. Sistem saraf tangga taki terdiri dari sepasang simpul saraf (ganglia) dengan sepasang
tali saraf yang memanjang dan bercabang-cabang melintang seperti tangga. Platyhelminthes
terdapat dalam satu individu sehingga disebut hewan hemafrodit. Alat reproduksi terdapat
pada bagian ventral tubuh (Anonimb 2010: 1).
Kedua saluran eksresi tersebut bercabang-cabang dan berakhir pada sel-sel api (flame
cell). Sistem saraf berupa tangga tali yang terdiri dari sepasang ganglion otak di bagian
anterior tubuh. Kedua ganglia ini dihubungkan oleh serabut-serabut saraf melintang dan
dari masing-masing ganglion membentuk tangga tali saraf yang memanjang ke arah
posterior. Kedua tali saraf ini bercabang-cabang ke seluruh tubuh (Radiopoetro 1996: 228).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1. Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, 6 Maret 2013. Pukul 08.00 WIB
sampai dengan pukul 10.00 WIB. Bertempat di Laboratorium Zoologi, Jurusan
Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya,
Indralaya.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah bak preparat, kaca pembesar, dan pinset. Sedangkan
bahan yang dibutuhkan adalah Planaria sp dan Taenia saginata.
3.3. Cara Kerja
Diamati cacing tersebut secara seksama, dibedakan bagian-bagian tubuhnya
secara morfologi. Hasil digambar dan diberi keterangan, dibuat deskripsi objek yang
diamati, dan dibuat klasifikasinya.
BAB IV
HASIL
Filum
: Platyhelminthes
Kelas
: Turbelaria
Ordo
: Sereata
Famili
: Planaridae
Genus
: Planaria
Spesies
: Planaria sp
Keterangan :
1. Caput
2. Organon visus
3. Truncus
4. Auricula
5. Gastrovaskuler
Deskripsi :
Planaria mempunyai sistem pencernaan yang terdiri dari mulut, faring, usus
(intestine) yang bercabang 3 yakni satu cabang ke arah anterior dan 2 cabang lagi ke bagian
samping tubuh. Percabangan ini berfungsi untuk peredaran bahan makanan dan
memperluas bidang penguapan. Planaria tidak memiliki anus pada saluran pencernaan
makanan sehingga buangan yang tidak tercerna dikeluarkan melalui mulut. Menurut
Anonima (2013: 1) menyatakan bahwa, hewan ini biasanya hidup di air tawar, air laut, dan
tanah lembab. Adapula yang hidup sebagai parasit pada beberapa jenis hewan dan manusia.
b. Taenia saginata
Klasifikasi
Filum
: Platyhelminthes
Kelas
: Cestoda
Ordo
: Cyclopphyuidea
Famili
: Taerudae
Genus
: Taenia
Spesies
: Taenia saginata
Deskripsi :
Cacing ini bersifat parasit dalam tubuh manusia, dalam tubuh manusia terdapat
proglotid yang sudah masak yakni yang mengandung sel telur yang telah siap dibuahi
(embrio). Telur yang berisi embrio ini keluar bersama feses. Bila telur ini termakan sapi dan
sampai pada usus ia akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster yang menembus
usus. Menurut Anonimb (2013: 1) menyatakan bahwa, dalam usus manusia terdapat
proglotid yang sudah masak yakni yang mengandung sel telur yang telah dibuahi (embrio).
Telur yang berisi embrio ini keluar bersama feses. Bila telur ini termakan sapi, dan sampai
pada usus akan tumbuh dan berkembang menjadi larva onkoster. Larva onkoster menembus
usus dan masuk ke dalam pembuluh darah atau pembuluh limpa, kemudian sampai ke otot
lurik dan membentuk kista yang disebut Cysticercus bovis .
BAB V
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil yang telah didapat, maka dapat diambil beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Taenia saginata memiliki tubuh pipih, lunak dan epidermis bersilia.
2. Cacing pipih (Taenia saginata) ini merupakan hewan tripoblastik (hewan yang memiliki
tiga lapisan lembaga, yaitu: ektoderm, mesoderm, dan endoderm) yang tidak mempunyai
rongga tubuh (acoelomata).
3. Cacing parasit ini mempunyai lapisan kutikula dan silia yang hilang setelah dewasa.
4. Taenia saginata mempunyai alat pengisap yang mungkin disertai dengan kait untuk
menempel.
5. Cacing pipih belum mempunyai sistem peredaran darah dan sistem pernafasan,
sedangkan sistem pencernaannya tidak sempurna dengan tanpa anus.
DAFTAR PUSTAKA
Anonima. 2013. Artikel Platyhelminthes. http://www.google.co.id/tag/Platyhelminthes.
Diakses tanggal 4 Maret 2013. Pukul 14.13 WIB.
Anonimb. 2013. Artikel Protozoa. http://id.wikipedia.org/wiki/protozoa. Diakses tanggal
15 Maret 2013. Pukul 14.32 WIB.
Oemarjati, B.S. & Wisnu Wardana. 1990. Taksonomi Avertebrata. UI-Press: Jakarta. VII+
177 hlm.
Radiopoetra. 1996. Zoologi. Erlangga: Jakarta. VIII+ 618 hlm.
ABSTRAK
Lampiran Gambar :