Revisi Persentase Pik
Revisi Persentase Pik
TENGGARA
KELOMPOK 3
Abellya Milandha (G1D115062)
Wulandari Irawan (G1D115063)
Khairunnisa (G1D115064)
Des Mirati (G1D115065)
Desvi Lestari (G1D115066)
Richard Aprialdy (G1D115067)
Mesi Lastari (G1D115068)
Shilda Martia Humaira (G1D115069)
Ilham Hidayat (G1D115070)
Fitrah Anggina Pulungan (G1D115071)
JURNAL
1. Korelasi Pengeluaran Kesehatan Dan Bayi Angka Kematian Di Negara-Negara
Asia
Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan salah satu indikator kesehatan yang paling penting.
Sejumlah dampak faktor dan pengaruh AKB. Salah satu yang paling penting adalah belanja
kesehatan publik. belanja kesehatan tidak seragam di seluruh Asia Tenggara dan bervariasi
dari daerah ke daerah.
Data yang diperoleh dari Organisasi Kesehatan Dunia dan Bank Dunia Database yang
digunakan untuk menilai pengaruh pengeluaran kesehatan negara di AKB. Faktor-faktor
seperti pengeluaran per kapita pada kesehatan, proporsi PDB diarahkan pada kesehatan dan
pengeluaran pribadi sebagai persentase dari total pengeluaran kesehatan dan pengaruh
mereka pada IMR juga dipelajari.
Data dari 34 negara-negara Asia termasuk dalam penelitian ini. Singapura memiliki AKB yang
lebih rendah dan per kapita belanja negara yang paling tinggi, sedangkan AKB yang paling
tinggi adalah Myanmar dan Laos. Pendapatan per kapita adalah penentu yang paling penting
dari AKB, dalam penelitian di negara-negara dengan lebih tinggi per kapita pada kesehatan
memiliki tingkat signifikan AKB yang lebih rendah.
Tingkat kesuburan di Asia Tenggara dan Asia Selatan relatif tinggi dibandingkan dengan
daerah lain di dunia, namun tren cenderung menurun dengan cepat. Untuk mengeksplorasi
faktor yang mempengaruhi tingkat kesuburan di Asia Tenggara dan Asia Selatan dengan
menerapkan model ekonometrik dari data panel. Menerapkan metode estimasi fixed effect
pada data panel 2003-2008, studi ini menemukan bahwa tingkat kematian bayi merupakan
faktor penting yang mempengaruhi tingkat kesuburan tinggi di daerah ini. Elastisitas tinggi
angka kematian bayi menunjukkan bahwa orang tua menutupi risiko mereka dari kehilangan
anak-anak dengan memproduksi lebih banyak anak-anak. Tingkat kematian yang lebih tinggi
menunjukkan risiko lebih tinggi untuk kehilangan anak-anak sebelum mereka tumbuh dewasa.
Angka kematian bayi yang tinggi berkorelasi positif dengan gizi buruk anak-anak, rendahnya
jumlah dokter, lahir tanpa pengawasan oleh bidan, akses ke layanan kesehatan untuk daerah
terpencil, orang tua yang tidak berpendidikan, dan kemiskinan. Di daerah terpencil di mana
kebanyakan orang miskin dan tidak berpendidikan hidup, kelahiran biasanya memiliki
karakteristik umum seperti kurangnya akses ke fasilitas kesehatan dan pelayanan bidan yang
persis dimaksud dengan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas. Sebuah angka
kematian bayi yang tinggi kadang-kadang diikuti dengan angka kematian ibu yang tinggi dan
sebaliknya.
Diantara survei Nasional Orang dewasa Thailand, merokok memiliki kematian yang lebih
tinggi terutama kematian yang terkait dengan kardiovaskuler dan jika orang berhenti merokok
resiko kematian lebih rendah. Dan perokok laki-laki di Thailand. Analisis penyebab spesifik
laki-laki lebih mungkin untuk meninggal karena penyakit kardiovaskuler ,cedera, dan dari
penyebab lain dibandingkan orang-orang yang tidak merokok. Berdasarkan data laki-laki
perokok berat (2,5%) lebih mungkin untuk meninggal dibandingkan mantan perokok sedang
(1,7%) dan ringan (0,9%).
Prevalensi merokok antara pria perokok dan wanita perokok di Asia Tenggara adalah angka
tertinggi untuk pria perokok ada di Timor Leste dimana menempat 61% dan yang paling
rendah di Myanmar 30,6 %. Sementara untuk perokok wanita angka tertinggi ditempati oleh
Laos 11,4 % dan yang paling rendah adalah Malaysia 1,3 %.
Secara global, telah terjadi kemajuan yang signifikan dalam melawan angka kematian
disebabkan oleh tembakau. Angka-angka tersebut memperlihatkan dimana negara-negara
mengambil langkah nyata, penggunaan tembakau dapat berkurang secara dramatis, disisi
lain betapa mengerikannya konsekuensi dapat dirasakan jika negara-negara tidak secara
penuh mengadopsi dan mengimplementasikan pengawasan terhadap penggunaan tembakau
secara efektif.
Kelahiran prematur masuk dalam delapan besar penyebab kematian bayi. Menurut data
WHO tahun 2013, prevalensi bayi yang lahir dengan small for gestational age(SGA) di asia
tenggara , angka kejadian SGA aterm adalah sekitar 21% pada tahun 2013, angka SGA
preterm sekitar 3% dan total angka kejadian SGA di asia tenggara tahun 2013 adalah 24%.
Di RSCM , angka kejadian prematuritas dalam 5 tahun terakhir adalah sekitar 28-30%.
Pemantauan pertumbuhan intrauterin penting sekali dilakukan untuk mendeteksi adanya
hambatan pertumbuhan dalam rahim(IUGR). Apabila bayi dengan IUGR/SGA tersebut
dilahirkan karena milleu intrauterine tidak kondusif lagi untuk tumbuh , maka diperlukan
permantauan pertumbuhan dan perkembangan yang baik agar bayi dengan SGA tsb bisa
tumbuh dan berkembang seoptimal mungkin. Pemantauan setelah lahir bisa dilakukan
dengan cara pengukuran berat badan, panjang/tinggi badan, dan lingkar kepala. Dari setiap
15 juta bayi prematur yang lahir setiap tahun di seluruh dunia, satu juta akan meninggal.
Sebenarnya banyak faktor yang menyebabkan mengapa banyak anak lahir dengan kondisi
prematur di Indonesia. Salah satunya, usia ibu yang kurang dari 16 tahun atau lebih dari 35
tahun. Bayi prematur termasuk dalam kelompok bayi berisiko tinggi. Mereka terlahir di usia
kehamilan kurang dari 37 minggu dengan barat badan kurang dari 2.500 gram.
South East Asia Region Dunia Organisasi Kesehatan (WHO) yang terdiri
dari 11 negara-negara berkembang, seperti Bangladesh, Bhutan, Korea
Utara, India,Indonesia, Maladewa, Myanmar, Nepal, Sri Lanka, Thailand
dan Timor Leste, memiliki masyarakat yang sama masalah kesehatan
sehubungan dengan bayi tinggi Angka kematian di wilayah ini, dan itu
terjadiselama sepuluh tahun terakhir (Bhandari 2012;Gokhale et.al 2004;
Ashworth & Waterlow1982).
prevalensi tinggi kematian bayi dinegara-negara Asia Tenggara sebagian
besar disebabkan oleh beberapa faktor umum seperti kurangnya gizi,
kekurangan air bersih, ketimpangan anak dan pelayanan kesehatan ibu,
cakupan rendah imunisasi dan pengobatan antara daerah perkotaan dan
pedesaan (WHO 2013). Namun, pendidikan ibu diasumsikan satu
kemungkinan hambatan utama ke promosi kesehatan bangsa, yang
meningkat prevalensi kematian bayi di wilayah mereka (WHO 2013; Wiryo
2007;Prasilowati 2000).
KESIMPULAN KESELURUHAN
Merokok
Status gizi buruk
Kesehatan Lingkungan
Pendidikan Kesehatan
Bencana alam
TERIMAKASIH