Anda di halaman 1dari 15

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULAN

A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN

2
3
4

BAB II PEMBAHASAN

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.

5
6
6
8
11
13

PENGERTIAN MASYARAKAT MARITIM


5
CIRI MASYARAKAT MARITIM DI SULAWESI SELATAN
KONDISI UMUM DAN KONDISI PERAIRAN DI MAKASSAR
MASALAH YANG DIALAMI MASYARAKAT MARITIM DI MAKASSAR
FAKTOR YANG MEMENGARUHI MASALAH MASYARAKAT MARITIM
DAMPAK DAN SOLUSI PERMASALAHAN MASYARAKAT MARITIM
PROYEK PEMBANGUNAN MASYARAKAT PESISIR

BAB III PENUTUP

15

A. KESIMPULAN
B. SARAN

15
15

DAFTAR PUSTAKA

16

BAB I
PENDAHULUAN

A Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui, Indonesia atau Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) adalah negara berbentuk kepulauan dengan wilayah yang
luas terbentang dari Sabang sampai Merauke. Indonesia merupakan negara
maritim terbesar di dunia, yang memiliki 17.504 pulau yang membentang dari
barat sampai timur dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km serta
luas wilayah laut sekitar 5,9 juta km2.
Indonesia juga terletak pada garis khatulistiwa, posisi silang yang sangat
strategis di antara benua Asia dan Australia dimana di dalamnya terkandung
kekayaan sumber daya alam, energi, mineral, hayati dan hewani yang
beraneka macam. Kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan
menempatkan sektor transportasi laut sebagai jalur utama penghubung pulaupulau di Indonesia. Indonesia memiliki banyak pulau dengan berbagai macam
kebudayaan, suku, ras, agama, dan bahasa didalamnya.
Kondisi komunitas masyarakat di masing-masing wilayah sangat
beragam dan sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Faktor-faktor
tersebut di antaranya letak geografis, kondisi sosial, budaya, ekonomi, sarana
dan prasarana wilayah serta pendidikannya. Masyarakat Indonesia juga sangat
beraneka ragam dalam matapencaharian, banyak diantara mereka yang
bekerja sebagai petani, nelayan, pedagang, peternak, dan lain-lain.
Namun, karena lapangan pekerjaan yang masih minim dan melimpahnya
Sumber Daya Manusia yang ada maka mayoritas Masayarakat Indonesia
bekerja sebagai Nelayan. Hal ini juga didukung oleh wilayah laut di Indonesia
yang sangat luas. Masyarakat yang bekerja sebagai nelayan dan tinggal di
pesisir inilah yang disebut masyarakat maritim.
Tentu saja karena wilayah tempat tinggal dan juga pekerjaan mereka
yang berada di daerah pesisir maka masalah yang dihadapi juga beragam,
seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, dan tekanan ekonomi yang datang
setiap saat. Selain itu keterbatasan akses modal, teknologi dan pasar, juga
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang rendah akibat minimnya
pendidikan yang didapatkan menjadi masalah yang mempengaruhi dinamika
usaha.

Selama ini potensi laut tersebut belum dimanfaatkan dengan baik dalam
meningkatkan kesejahteraan bangsa pada umumnya, dan pemasukan devisa
negara khususnya. Bahkan, sebagian besar hasil pemanfaatan laut selama ini
justru lari atau tercuri ke luar negeri oleh para nelayan asing yang memiliki
perlengkapan modern dan beroperasi hingga perairan Indonesia secara ilegal.
Salah satu daerah yang terkenal dengan perairan yang cukup luas di
Indonesia ialah Pulau Sulawesi, khususnya di Sulawesi Selatan.Di daerah ini
sendiri banyak dari masyarakatnya yang bermata pencaharian sebagai
nelayan. Namun selama ini potensi laut tersebut belum dimanfaatkan dengan
baik dalam meningkatkan kesejahteraan bangsa pada umumnya, dan
pemasukan devisa negara khususnya. Bahkan, sebagian besar hasil
pemanfaatan laut selama ini justru lari atau tercuri ke luar negeri oleh para
nelayan asing yang memiliki perlengkapan modern dan beroperasi hingga
perairan Indonesia secara ilegal.
Dalam konteks inilah kerjasama dalam pengelolaan potensi sumberdaya
tersebut sangat diperlukan, karena yang diinginkan bukan saja peningkatan
hasil pemanfaatan laut, tetapi juga pemerataan hasil pemanfaatan yang
dinikmati seluas-luasnya oleh masyarakat.
B Rumusan Masalah
Adapun dalam makalah ini rumusan masalah yang akan kami bahas antara lain
1
2
3
4

sebagai berikut:
Apa yang dimaksud dengan Masyarakat Maritim?
Bagaimana ciri-ciri masyarakat maritim di Sulawei Selatan?
Bagaimana kondisi umum dan kondisi perairan dari daerah Sulawesi Selatan?
Apa saja masalah yang dihadapi oleh masyarakat maritim di Sulawesi Selatan

berdasarkan lingkungan tempat tinggal mereka?


5 Apa saja faktor yang menyebabkan masalah tersebut terjadi?
6 Bagaimana masalah tersebut berdampak pada kehidupan masyarakat
tersebut?
7 Bagaimana solusi atas permasalahan yang mereka hadapi?
C Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk
1 Memaparkan pengertian dari masyarakat maritim serta ciri-ciri dari masyarakat
martim tersebut.
2 Melihat secara nyata masalah yang dihadapi oleh masyarakat yang tinggal di
daerah pesisir berdasarkan sektor lingkungan tempat tinggal.

3 Mendeskripsikan letak dan kondisi dari daerah Sulawesi Selatan itu sendiri.
4 Memaparkan apa saja faktor yang memengaruhi timbulnya masalah pada
masyarakat maritim di Indonesia
5 Menjelaskan pengaruh dari dampak permasalahan tersebut pada kehidupan
masyarakat maritim.
6 Mengetahui solusi atau cara menangani permasalahan tersebut.

BAB II
PEMBAHASAN
A Pengertian Masyarakat Maritim
Menurut Koentjaraningrat (1980), masyarakat merupakan kesatuan
hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adat-istiadat tertentu
yang bersifat kontinu dan yang terikat oleh suatu rasa identitas bersama.
Kesatuan hidup manusia yang disebut masyarakat ialah berupa kelompok,
golongan, komunitas, kesatuan suku bangsa atau masyarakat Negara bangsa.
Adat istiadat dan identitas ialah kebudayaan masyarakat itu sendiri.
Sedangkan maritim adalah segala aktivitas pelayaran dan
perniagaan/perdagangan yang berhubungan dengan kelautan atau disebut
pelayaran niaga. Jadi, masyrakat maritim adalah sekelompok manusia atau
individu yang hidup dalam suatu sistem adat istiadat dengan aktivitas

kemaritiman yaitu pelayaran, perniagaan dan perdagangan laut. Masyarakat


maritim umumnya adalah penduduk pinggir laut. Mereka memanfaatkan
keadaan lingkungan sekitar yang mana laut adalah sumberdaya tak terbatas
dan tanpa kepemilikan pribadi atau golongan. Setiap warga Negara di Negara
tersebut memiliki hak yang sama dalam memanfaatkan laut, tetapi tentunya
bukan tanpa aturan-aturan.

B Ciri-Ciri Masyarat Maritim Di Sulawesi Selatan


Masyarakat maritim di Sulawesi Selatan khususnya di Makassar
bermatapencaharian di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine
resource based). Masyarakat maritim biasa juga disebut masyarakat pesisir,
karena tempat tinggal mereka yang berada di dekat laut (pesisir pantai).
Mereka memiliki kebudayaan yang khas, yang terkait dengan matapencaharian
mereka yang bergantung pada pemanfaatan sumberdaya pesisir.
Matapencaharian masyarakat maritim tidak hanya sebagai nelayan, juga
sebagai pembudidaya ikan dan rumput laut, pengolah ikan, pedagang ikan.
Matapencaharian ini sangat cocok dengan kondisi / wilayah yang ada di
Sulawesi Selatan.
C Kondisi Umum Dan Kondisi Perairan Di Makassar
Kota Makassar juga memiliki kawasan terumbu karang, mangrove dan
beberapa pulau yang masih dalam kondisi yang baik jika dibandingkan dengan
kota kota lainnya. Luas wilayahnya juga beragam, 909,7 Ha untuk kawasan
terumbu karang, 38 Ha untuk kawasan mangrove dan 12 pulau. Kota Makassar
mempunyai posisi strategis karena berada di persimpangan jalur lalu lintas dari
arah selatan dan utara dalam propinsi di Sulawesi, dari wilayah kawasan Barat
ke wilayah kawasan Timur Indonesia dan dari wilayah utara ke wilayah selatan
Indonesia.
Kota Makassar juga merupakan salah satu kota pesisir yang ada di
Indonesia yang memilki garis pantai sepanjang 32 km dan mencakup 11 pulaupulau kecil. Daerah ini juga diapit oleh sungai besar yaitu Sungai Jeneberang
di Selatan dan Tallo di Utara. Kedua sungai ini dikategorikan sungai alam yang

memiliki karakteristik; tidak terpelihara morfo-loginya, dan memiliki penampang


yang tidak teratur. Pembuangan limbah cair menuju DAS juga tidak teratur, baik
dari segi kualitas dan jarak masuknya.
Penelitian Masrevaniah (2006) melaporkan sungai yang sifatnya sungai
alam telah menjadi sarana penerima limbah padat yang berasal dari sampah
serta limbah cair yang berasal dari industri, pertanian, dan penduduk. Kawasan
hunian dan industri pada umumnya tidak dilengkapi fasilitas sanitasi dan
pengolahan limbah. Hal itu menyebabkan beban polusi pada sungai melampaui
tingkatan membahayakan.
D Masalah Yang Dialami Masyarakat Maritim Di Makassar
Setiap masyarakt tentu mengalami masalahnya masing masing, begitu juga
dengan masyrakat maritim / masyrakat di daerah pesisir. Berikut adalah macam
macam masalah yang dialami oleh masyarakat maritim di Makassar:
a. Potensi maritim belum mendapatkan prioritas penanganan secara
proporsional sehingga berbagai kendala tak pernah dapat diatasi secara
tuntas, terutama yang menyangkut upaya memelihara langkah dan
keterpaduan pembangunan.
b. Penataan yang terkait dengan masalah pengelolaan sumber daya laut
belum terlaksana dengan baik.
c. Belum lengkapnya tata ruang yang mencangkup wilayah pesisir dan laut
nasional yang dapat dijadikan sebagai induk perencanaan bagi daerah
d. Penataan peraturan perundang-undangan disertai upaya penegakkan
peraturan hukum yang belum konsisten
e. Kurangnya manajemen sumber daya dan pembangunan perikanan. Selain
itu kemampuan manajemen pelabuhan juga sangat terbatas sehingga
menimbulkan biaya tambahan padahal dana juga merupakan hal lain yang
menjadi masalah bagi masyarakat maritim. Apalagi di tambah dengan
masalah SDM dan modal yang masih terbatas.
f. Adanya pemanfaatan sumber daya laut secara besar-besaran tanpa
memikirkan dampak / pengaruh yang akan terjadi di masa yang akan
datang. Kelangkaan sumberdaya memang telah menjadi isu global, ketika
sumberdaya ikan dunia hanya tinggal 4% yang belum dieksploitasi, 21%
dieskploitasi pada tingkat sedang, 65% dieskploitasi pada tingkat penuh dan

berlebihan, 9% rusak, dan tidak lebih dari 1% yang pulih. Intensifnya


pemanfaatan sumberdaya ikan tidak hanya meninggalkan permasalahan
akut kelangkaan sumberdaya, tetapi juga krisis ekologi, ekonomi, dan sosial
terutama di daerah-daerah pantai.
g. Maraknya masalah kemiskinan yang melanda masyarakat pesisir. Dalam
perkembangan sekarang ini, justru masyarakat nelayan belum menunjukkan
kemajuan yang berarti dibandingkan kelompok masyarakat lainnya.
Persoalan sosial paling dominan yang dihadapi di wilayah pesisir justru
masalah kemiskinan.
h. Ada juga hal lain dalam sektor kelautan yang menjadi masalah bagi
masyarakat maritim yaitu
1 Perikanan, pada sektor ini belum ada manajemen sumberdaya yang jelas
dan pembangunan perikanan belum didasarkan pada sistem agribisnis
sementara ini.
2 Perhubungan Laut. Pada sektor ini asas sabotase tidak bisa berjalan
dengan baik karena berbagai alasan. Karena berbagai sebab daya saing
pelayaran nasional sangat rendah dan peranannya tiap tahun semakin
terus menurun. Kemampuan manajemen pelabuhan juga sangat terbatas
sehingga menimbulkan biaya tambahan.
3 Industri Maritim. Industry maritim bersifat padat modal, berteknologi
tinggi dan padat karya, namun dipihak lain jangka waktu kembali
modalnya lama. Kondisi global tidak memungkinkan industry maritim
berkembang, dan dalam batas-batas tertentu kita belum menguasai
teknologi untuk menigkatkan daya saing. Pembeli dalam negeri masih
langka mengingat tingkat suku bunga yang tinggi da belum adanya
rangsangan berupa intensif khusus. Dukungan Industri penunjang sangat
penting namun sangat lemah.
E Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Masalah-Masalah Masyarakat Maritim
Jika ada masalah tentu saja ada faktor yang menjadi sumber dari munculnya
permasalahn tersebut. Faktor faktor yang menjadi penyebab munculnya
masalah tersebut antara lain:
1. Adanya sikap keserakahan tanpa tanggung jawab yang menimbulkan
eksploitasi sumberdaya laut.
Maraknya eksploitasi sumber daya alam ini menjadikan objek yang
menjadi satu satunya matapencaharianpara nelayan berkurang dan
7

membuat pemasukan mereka menjadi berkurang. Apalagi para penangkap


liar ini tak bertanggung jawab dalam hal penangkaan sumber daya alam
yang ada. Jika hal ini terus beranjut maka akan sangat merugikan para
masyarakat pesisir ini.
2. Kemiskinan.
Dalam perkembangan, justru masyarakat nelayan belum menunjukkan
kemajuan yang berarti dibandingkan kelompok masyarakat lainnya.
Keberadaan mereka sebagai agen perubahan sosial ternyata tidak ditunjukkan
secara positif dengan kehidupan ekonominya. Persoalan sosial paling dominan
yang dihadapi di wilayah pesisir justru masalah kemiskinan nelayan.
Selain itu berbagai program dari pemerintah Kota Makassar terus
digulirkan dalam mengentaskan masalah kemiskinan. Namun, ternyata belum
mampu mengangkat masyarakat nelayan miskin dari garis kemiskinan. Nelayan
bahkan disebut sebagai masyarakat termiskin dari kelompok masyarakat
lainnya. Sepertinya berbagai progam yang diberikan belum mampu menyentuh
akar permasalahan kemiskinan yang dirasa tidak tepat sasaran. Tidak dapat
dipungkiri pemilik modal juga memiliki kontribusi dalam melanggengkan
kemiskinan nelayan akibat monopoli harga ikan sehingga nelayan dirugikan dari
penurunan segi pendapatan dan malah makin memperkaya pemilik modal
Kemiskinan ini juga pada dasarnya disebabkan oleh beberapa faktor,

antara lain:
sumber daya alam yang rendah
walaupun wilayah laut di daerah Makassar cukup luas namun ada kalanya
sumber daya yang ada di dalamnya akan habis suatu saat nanti jika tak di
rawat. Sumber daya yang akan habis ini jika tak dimanfaatkan dengan baik
maka objek yang menjadi penghasilan utama mereka akan berkurang dan

memberikan dampak negatif bagi para nelayan


teknologi dan unsur pendukung yang rendah
karena tergolong masyarakat yang berada di daerah pinggiran, teknologi akan
sulit untuk menjangkau wilayah tersebut. hal ini membuat banyak masyrakat di
daerah pesisir memiliki ketertinggalan yang sangat jauh jika dibanding para
penangkap ikan yang telah menggunakan teknologi canggih. Walaupun
8

teknologi yang ada dapat menjangkau wilayah tersebut namun masalah dana
akan menjadi masalah yang tetap ada. Seperti yang kita ketahui untuk membeli
dan melakukan perawat untuk teknologi seperti itu membutuhkan biaya yang

cukup tinggi bagi mereka.


sarana dan prasarana termasuk kelembagaan yang belum baik
sarana dan prasarana yang tak mendukung membuat masyarakat daerah
pesisir menjadi kesulitan dalam melakukan aktivitas mereka. Jika kapal dan
peralatan lainnya tak tersedia dengan baik maka akan sulit bagi mereka untuk
menjalankan kegiatan mereka dan tentu saja jika hal ini terus berlanjut maka
akan berdampak buruk bagi masyarakat maritim dan juga bagi konsumen
lainnya.
Nelayan tradisional pun makin terpinggirkan oleh modernisasi perikanan
seperti munculnya kapal-kapal tangkap yang berukuran besar dan berteknologi
modern yang mampu menangkap ikan lebih banyak yang mereka sendiri tidak
mampu dalam menguasai dan memilikinya. Rendahnya motivasi dan etos kerja
nelayan juga ikut mempengaruhi rendahnya tingkat kesejahteraan hidup.
Lembaga seperti koperasi perikanan agaknya juga belum mampu memainkan
peranannya dalam memasarkan produk perikanan, menjamin harga dan
ketersediaan faktor produksi kebutuhan nelayan.
3. Konflik antar nelayan
Setiap pekerjaan tentu saja akan memiliki persaingan ataupun konflik
dengan perkerja yang lain. Begitu ula pada nelayan / masyrakat di daerah
pesisir ini. Karena sumber daya alam yang terbatas maka mereka haru terus
bersaing agar dapat memenuhi kebuttuhan mereka. Berikut adalah beberapa
konflik yang terjadi antara lain:
Pertama, konflik kelas, yaitu konflik yang terjadi antarkelas sosial
nelayan dalam memperebutkan wilayah penangkapan (fishing ground. Ini
terjadi karena nelayan tradisional merasakan ketidakadilan dalam pemanfaatan
sumberdaya ikan akibat perbedaan tingkat penguasaan kapital. Seperti, konflik
yang terjadi akibat beroperasinya kapal trawl pada perairan pesisir yang
sebenarnya merupakan wilayah penangkapan nelayan tradisional.

Kedua, konflik orientasi, adalah konflik yang terjadi antar nelayan yang
memiliki perbedaan orientasi dalam pemanfaatan sumberdaya, yaitu antara
nelayan yang memiliki kepedulian terhadap cara-cara pemanfaatan
sumberdaya yang ramah lingkungan (orientasi jangka panjang) dengan nelayan
yang melakukan kegiatan pemanfaatan yang bersifat merusak lingkungan,
seperti penggunaan bom, potasium, dan lain sebagainya (orientasi jangka
pendek).
Ketiga, konflik agraria, merupakan konflik yang terjadi akibat perebutan
fishing ground, yang bisa terjadi antar kelas nelayan, maupun inter-kelas
nelayan. Ini juga bisa terjadi antara nelayan dengan pihak lain non-nelayan,
seperti antara nelayan dengan pelaku usaha lain, seperti akuakultur, wisata,
pertambangan, yang oleh Charles (2001) diistilahkan sebagai external
allocation conflict.
Keempat, konflik primordial, merupakan konflik yang terjadi akibat
perbedaan identitas, seperti etnik, asal daerah, dan seterusnya. Anatomi konflik
di atas menggambarkan betapa kompleksnya konflik nelayan. Keempat tipe
tersebut terjadi baik sebelum maupun sesudah otonomi daerah. Perebutan
sumberdaya ikan yang semakin langka menjadi salah satu akar konflik
perikanan saat ini, sehingga menuntut kita untuk bepikir ulang tentang cara
mengelola sumberdaya ini. Banyak kepentingan nelayan terkalahkan oleh
kepentingan non nelayan karena nelayan tidak memiliki organisasi dengan
posisi tawar yang kuat. Di era otonomi daerah ini lebih-lebih adanya
kecenderungan Pemda mengejar kepentingan jangka pendek dengan
mengedepankan proyek-proyek yang quick yielding yang seringkali
bersebarangan dengan kepentingan nelayan, kehadiran organisasi nelayan
yang solid menjadi kian mendesak.

F Dampak Dan Solusi Permasalahan Masyarakat Maritim.


Pemberdayaan tentunya diarahkan pada peningkatan ketahanan
ekonomi rumah tangga nelayan. Berbagai bentuk praktek penangkapan ikan

10

secara destruktif ternyata tidak bisa lepas dari perspektif ekonomi. Ketika
nelayan dengan alat tangkap yang sangat terbatas dan menghasilkan
tangkapan ikan yang secara minimal, maka dorongan untuk melakukan praktik
penangkapan secara destruktif menjadi besar. Akibatnya konflik orientasi pun
sering terjadi. Tentu aspek ekonomi ini juga mesti diiringi dengan aspek sosial
budaya yaitu dengan melakukan pengkayaan pengetahuan dan pola sikap para
nelayan terhadap sumberdaya laut yang di beberapa tempat sudah mulai
bergeser.
Untuk dapat menjamin efektifitas pembangunan maritim berbagai
masalah tersebut harus dapat diatasi secara tuntas, paling tidak yang terkait
dengan:
1 Penataan peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan pembangunan
maritim.
2 Pembentukkan wadah untuk penyusunan dan pendekatan mekanisme
perencanaan dan pengawasan terpadu, pengelolaan yang dikoordinasikan
serta pengendalian yang sinkron
3 Penciptaan dan peningkatan sumber daya maritim yang handal dan
professional
4 Penataan peraturan perundang-undangan disertai upaya penegakkan
peraturan hukum yang konsisten
5 Penetapan tata ruang maritim disertai pola pengelolaan, pemanfaatan dan
pendayagunaannya.
6 Sistem pengumpulan dan pengolahan informasi maritim yang dapat diakses
secara luas.
7 Memperbesar kemampuan pengadaan sumber dana yang dapat diserap
dalam upaya pembangunan maritim dengan kemudahannya.
8 Pembentukkan wadah untuk menyuburkan upaya penelitian dan
perngembangan maritim untuk dapat mempermudah penerapan ilmu dan
teknologi kelautan, utamanya bagi nelayan tradisional.
Integrasi perikanan kedalam pembangunan desa perlu didorong untuk
menghindarkan pembangunan yang bersifat sektoral. Berkembangnya usahausaha berbasis kelompok seperti pengolahan dan perdagangan ikan, budidaya
ikan/udang, pertanian lahan pasir, peternakan, dan pariwisata termasuk usaha
berbasis wanita di beberapa wilayah pesisir menjadi modal sosial untuk
mengintegrasikan perikanan ke dalam pembangunan desa. Berbagai upaya ini

11

tentu sangat tergantung pada pemerintah yang saat ini banyak memegang
kendali pengelolaan perikanan.

G Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir


Selain solusi di atas ada juga solusi lain yang dapat diterapkan untuk
beberapa masalah tersebut yaitu mengadakan proyek pembangunan
masyarakat di daerah pesisir. Dengan adanya proyek PMP ini maka
kemisikinan dapat berkurang, pembangunan pun dapat berkembang sehingga
pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir dapat menjadi baik kembali. Tentu
saja sasaran dari proyek ini adalah seluruh masyarakat yang bermukin
didaerah pesisir dan pulau pulau kecil yang berkaitan dengan kegiatan di
sektor kelautan. Dengan kata lain proyek ini diharapkan dapat mengembalikan
infrastruktur, lingkungan dan kinerja para masyarakat di daerah pesisir ini.
Adapun tahap dari proyek ini diawali dengan:
1. Pembentukan tim pengelola kegiatan
Dalam melaksanakan suatu proyek diperlukan suatu tim agar kegiatan ini
dapat disusun dengan baik dan matang sehingga dalam pelaksanaannya
terdapat pihak yang dapat bertanggung jawab atas proyek ini.
2. Merekrut tenaga pendamping dan membentuk kelompok kerja
Untuk melaksanaakan kegiatan ini tentu dibutuhkan tenaga pendamping
yang akan turun ke lapangan untuk melakukan observasi dan membantu
melaksanakan kegiatan tersebut. Selain dibentuk tim pendamping ada juga
kelompok kerja yang akan mengkoordinasi jalannya proyek.
3. Pembentukan kelompok masyrakat pesisir
Masyarakat pesisir akan dikelompokkan menurut fungsinya masing
masing sehingga dalam pelaksanaannya tidak kacau balau.
4. Pengembangan kapasitas masyarakat pesisir melalui pelatihan serta
menyusun rencana pengembangan desa pesisir / pelatihan tenaga
pendamping
5. Menyusun rencana kerja kelompok oleh tenaga pendamping dan kelompok
kerjanya
Tentu saja saat melaksanakan suatu proyek dibutuhkan rencana kerja agar
kedepannya proyek tersebut tidak berjalan tanpa arah tetapi memiliki tujuan
untuk dicapai.
6. Menyusun rencana detail kegiatan

12

Setelah menentukan program kerja dibutuhkan detail yang lebih rinci agar
setiap program kerja dapat terlaksana dengan baik.
7. Penyaluran dan pelaksanaan bantuan langsung kepada masyarakat
Saat proyek ini berlangsung tentu saja dibutuhkan suatu penyaluran
bantuan agar kegiatan tersebut dapat berjalan dengan baik.
8. Memonitoring dan mengevaluasi setiap perkembangan yang ada
Dalam melakukan suatu proyek tentu saja dibutuhkan monitoring agar dapat
melihat perkembangan yang terjadi selama proyek berlangsung. Dan
setelah melakukan suatu proyek dibutuhkan evaluasi untuk melihat apa saja
yang terlaksana dan tidak terlaksana selama proyek berlangsung.
Dengan adanya proyek ini diharapkan agar tatanan kehidupan masyarakat
maritim yang tertinggal dapat pulih kembali dan memenuhi kebutuhan mereka
kembali. Dan juga yang pasti diharapkan agar proyek ini dapat berjalan dengan
lancar dan terus dievaluasi sehingga proyek ini dapat berhasil dalam rangka
menaikkan pertumbuhan ekonomi masyarakat maritim.

BAB III
PENUTUP

13

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami tarik dari penjelasan seputar makalah ini
ialah masyarakat maritim ialah masyarakat yang tinggal di daerah pesisir.
Masyarakat maritim secara keseluruhan bermatapencaharian sebagai nelayan
hal ini disebabkan karena masyarakat maritim sadar bahwa mata pencaharian
mereka sesuai dengan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka. Namun
banyak pula masalah yang dihadapi oleh masyarakat maritim ini dan secara
keseluruhan ialah masalah tentang biaya yang dibutuhkan sebagai modal juga
biaya untuk merawat seluruh sarana dan prasaran yang mereka miliki. Selain
itu ada masalah lain seperti konflik antar warga, adanya para penangkap ikan
liar yang mengeksploitasi sumber daya alam secara tak bertanggung jawab.
Solusi dari masalah tersebut ialah dengan melakukan proyek pembangunan
masyarakat pesisir sehingga para masyarakat pesisir dapat diperhatikan
perkembangannya agar tak luput dari perhatian pemerintah.
B. Saran
Saran kami ialah agar seluruh proyek pembangunan tersebut dijalankan
dengan baik sehingga kehidupan masyarakat maritim tidak lagi terlantarkan.
Dan juga agar perundang undangan mengenai seluruh hal yang berkaitan
dengan masalah sumber daya laut lebih ditegakkan agar tidak adanya lagi
penangkap ikan liar yang dapat mengeksploitasi sumber daya yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

14

Tim Pengajar WSBM. 2012. Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM).


Makassar.
Tim Pengajar WSBM. 2011. Wawasan Sosial Budaya Maritim (WSBM).
Makassar.
Asba, Rasyid. 2006. Citra Maritim Makassar. Makassar.
Berita Online Kompasiana yang ditulis oleh Muh. Jamil
Berita Online Tempo Bisnis Tempo.co
Berita Online SINDOnews
Berita Online Citizen liputan 6 SCTV
Jurnal Pesisir dan Lautan Indonesian Journal of Coastal and Marine Resources
Vol.3 no.3, 2001

15

Anda mungkin juga menyukai