Anda di halaman 1dari 10

Nurjannah

Friend Finder Online Dating

Musik

Free Mp3 Uploads at mBoX Drive

Rabu, 23 Oktober 2013


PENELITIAN SASTRA (Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar di
Kecamatan Mariso Kota Makassar)
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Sastra lama disebut juga sastra Nusantara atau sastra daerah yang kini tersebar di seluruh
Nusantara dalam jumlah yang cukup besar. Bahasa-bahasa daerah di Nusantara masih
memiliki sastra lama yang masih tersimpan dalam bahasa-bahasa daerah yang umumnya
berbentuk lisan. Sastra lama ini terancam kepunahannya disebabkan kurangnya perhatian
mastarakat akibat nilai-nilai dan sikap hidup yang telah berubah. Fungsinya yang hidup
berangsur-angsur menipis dan hilang. Hal ini seiring dengan perkembangan zaman yang
selalu menggunakan logika berpikir dan membuktikannya dengan kehebatan ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
Dalam sastra lisan tentukan terdapat bermacam-macam bentuk, fungsi, dan jenis yang
berbeda. Salah satu jenis sastra lama adalah mantra. Mantra merupakan salah satu bentuk
puisi
lama
dianggap
sebagai
bentuk
puisi
tertua
di
Indonesia.
(Badudu,
1984:5-6).
Mantra sebagai bentuk puisi tentunya mempunyai ciri sebagaimana halnya dengan karya
klasik lainnya, antara lain tidak memiliki nama pengarang (anonim). Itulah sebabnya mantra
dikatakan sebagai salah satu jenis sastra puisi yang tertua. Penyebaran sastra lama termasuk
mantra berlangsung secara lisan dengan menggunakan sistem yang ketat.
Mantra mempunyai fungsi yang berbeda-beda yang tergantug pada tujuan yang hendak
dicapai. Misalnya mantra bepergian yang dipakai saat masyarakat berpergian, mantra mandi
untuk
membersihkan
badan
dan
diri,
dan
mantra
tidur.
1.2
Masalah
Berdasarkan dari latar belakang di atas, maka masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini

adalah Bagaimana Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar di Kecamatan Mariso


Kota
Makassar?.
1.3
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan yang menjadi sasaran dalam penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
Mantra Keseharian Masyarakat Bugis Makassar di Kecamatan Mariso Kota Makassar.
1.4
Manfaat
Penelitian
Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah mengetahui Mantra Keseharian
Masyarakat
Bugis
Makassar
di
Kecamatan
Mariso
Kota
Makassar.
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1
Pengertian
Sastra
Secara kata kesusastraan berasal dari kata dasar susastra, terjadi su dan kata dasar sastra.
Su berarti bagus dan indah; sastra dalam bahasa sanskerta sastra berasal dari kata cas sama
dengan belajar, akhiran tra berarti yang harus di (Erna Husnan, 1984 : 4)
Sastra adalah karangan lisan atau tulis yang memiliki keunggulan, keorsinilan, kemudian
dalam isi dan ungkapan (Sudjiman, 1980:71). Bertolak dari beberapa konsep tersebut
beberapa
ahli
memberi
batasan
tentang
sastra
yaitu
sebagai
berikut:
1. Sastra adalah sebuah nama yang diberikan pada sejumlah hasil tertentu dalam suatu
kebudayaan
(Luxemburg,
1984:9).
2. Sastra adalah karya tulis yang memiliki ciri-ciri keunggulan, seperti keaslian,
keartistikan, keindahan, isi dan ungkapannya, jika dibandingkan dengan karya tulis yang lain
(Suprapto,
1993:77).
3. Sastra merupakan pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi
kehidupan manusia (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang
positif
terhadap
kehidupan
manusia
(Esten,
1994).
Berdasarkan arti katanya maka yang disebut kesusastraan itu adalah semua tulisan atau
karangan yang indah, yang bernilai, artinya yang didalam terdapat keseimbangan antara
keindahan isi yang dapat dilahirkan dengan bentuk bahasa yang indah. Lebih lanjut bahwa
arti kesusastraan antara keindahan isi yang diambildari kata itu pada hakekatnya tidak
mencakup apa yang disebut seni sastra ini, sebab seni sastra termasuk pula segala ucapan dan
cerita atau dongeng yang tidak ditulis (lisan). Jadi kesusastraan dalam pengertian yang luas
adalah segala hal kegiatan manusia yang bersifat seni yang memakai bahasa semata-mata
hanya
sebagai
alat.
2.2

Sastra
Lisan
Budaya lisan secara etimologi berasal dari Oral Cultur. Pembicaraan budaya lisan
dipertentangan dengan sastra lisan atau cerita rakyat yang pada umumnya berbentuk lisan.
Muncul istilah sastra lisan yang merupakan terjemahan istilah bahasa asing yaitu oral
literatur. Sastra lisan adalah kesusastraan yang mencakup ekspresi sastra warga suatu
kebudayaan dan diturun-temurunkan secara lisan dari mulut ke mulut (Danandjaja, 1997 :
19). Selanjutnya Atmazaki (1993:82) bahwa sastra lisan adalah sastra yang disampaikan
secara lisan dari mulut ke mulut oleh seorang pencerita atau penyair kepada pembaca atau
kelompok pendengar. Senada dengan hal tersebut Arifin mengemukakan bahwa sastra lisan
merupakan sastra lama yang disampaikan secara lisan (dari mulut ke mulut) umumnya
disampaikan dengan baik dengan music tidak (1990:3). Sastra lisan merupakan suatu unsur

kebudayaan yang sangat menonjol dalam daerah tertentu (Setia, dkk, 1990:3).
Hutomo (Srizul, 2001:9) membagi sastra dalam tiga bagian yaitu sebagai berikut:
1.
Bahasa yang bercorak cerita seperti cerita bahasa dan legenda.
2. Bahasa yang bukan cerita ungkapan, nyanyian, peribahasa, teka-teki, puisi lisan, dan
nyanyian
sedih.
3.
Bahasa yang bercorak latihan seperti latihan drama dan pentas.
Dalam hubungan dengan hal itu, Danandjaja (1997:22) membagi sastra lisan dalam enam
jenis yaitu sebagai berikut: (1) Bahasa rakyat seperti sindiran dan mantra, (2) ungkapan
tradisional seperti pepatah, peribahasa, dan seloka, (3) pertanyaan tradisional seperti tekateki, (4) cerita rakyat seperti mitos, legenda, dan dongeng, (5) puisi rakyat seperti pantun,
syair,
bidal,
dan
gurindam,
(6)
nyanyian
rakyat.
2.3

Puisi
Lama
Puisi lama adalah pancaran masyarakat lama, mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.Merupakan masyarakat yang hidup bersama atau masyarakat gotong royong.
2.Merupakan masyarakat buta huruf. Kalaupun ada tulisan, maka mereka kepandaian tulis
baca itu merupakankepandaian istimewa dan hanya terbatas pada golongan cendekiawan atau
para
pujangga.
Itulah
sebabnya
puisi
lama
mempunyai
ciri-ciri
sebagai
berikut:
a. Puisi lama pada umumnya merupakan puisi rakyatdan tidak dikenal pengarangnya
(anonim). Hal ini juga disebabkan para pujangga tidak mau menonjolkan diri serta
mengabdikan hasil karyanya kepada masyarakat sehingga menjadi milik bersama.
b. Puisi lama pada umumnya disampaikan dari mulut ke mulut, sehingga menjadi sastra
lisan. Setelah terdapat tulisan barulah kita jumpai puisi tertulis seperti syair dan gurindam.
Namun mereka belum dikenal teknik percetakan, maka hasil karya sastra mereka itu tidak
dapat
dibaca
oleh
seluruh
masyarakat.
c. Puisi lama itu sangat terikat oleh syarat-syarat yang mutlak dan tradisional, yaitu jumlah
baris dalam tiap bait, jumlah suku kata dalam tiap baris, sajak serta irama.
Usman (1963:193) mengemukakan bahwa puisi lama merupakan bagian kebudayaaan lama
yang dipancarkan oleh masyarakat lama. Jadi kalau kita hendak mengenali puisi lama itu,
maka pertama mestilah mengenal kebudayaan masyarakat lama itu sendiri.
Dikemukakan pula oleh Sutarno (1967:13-15) bahwa puisi lama ialah puisi yang terikat oleh
syarat-syarat tertentu yang tradisional. Di samping syarat-syarat khusus yang terdapat pada
tiap-tiap jenis, juga terdapat syarat-syarat umum antara lain: (a) Jumlah baris pada bait, (b)
jumlah suku kata pada tiap baris, (c) susunan sajak secara vertikal pada akhir baris, (d)
hubungan
baris-barisnya,
(e)
iramanya
menurut
pola
tertentu.
Dalam dunia kesusastraan termasuk sastra lisan, puisi merupakan salah satu genre sastra yang
intinya mengutamakan pemadatan isi dan mengungkapkan suatu keadaan dengan cara
pensublimasian. Dalam hal pemberian definisi tentang puisi, baik puisi lama maupun puisi
modern sampai saat ini belum diketemukan batasan yang tepatdan memadai, karena konsepkonsep yang diajukan oleh para ahli selalu berorientasi pada pendekatan yang berbeda, yaitu
struktur
fisik
dan
struktur
batin.
Pada umumnya para ahli berpendapat bahwa yang dimaksud dengan puisi lama adalah semua
bentuk puisi yang terikat oleh syarat-syarat tradisional seperti keterikatan jumlah baris dalam
sebait, jumlah suku kata dalam tiap baris, berirama, mempunyai rima, bersifat komunal dan
bersifat
amonim.
Zubair Usman mengemukakan bahwa puisi lama adalah sebagian dari budaya lama yang
dipancarkan oleh masyarakat lama (Usman, 1963 : 139). Hal ini sjalan debgan yang
dikemukakan
oleh
Amabry
(1986
:
20).

2.4
Mantra
Mantra adalah dua istilah yang telah resmi pemakaiannya dalam bahasa Indonesia. Dilihat
dari segi maksud dan tujuannya, mantra belum mempunyai perbedaan yang jelas dengan doa.
Oleh karena itu orang kadang-kadang menyamakan doa dengan mantra. Dalam konteks
penelitian ini, perbedaan yang mendasar antara mantra dan doa adalah pemakaian istilah saja.
Sedangkan perbedaan mendasar lainnya tampak dalam pemakaian bahasanya. Apabila
ditinjau dari segi tinjauan mantra dan doa mempunyai kesamaan, yaitu sama-sama
mengundang arti permohonan terhadap kekuatan yang gaib untuk memenuhi harapan atau
keinginan. Namun demikian kedua kata tersebut belum digolongkan sebagai kata yang
bersinonim.
Kekaburan perbedaan makana antara mantra dengan doa tidak menghalangi orang
mengidentifikasikan mantra maupun doa secara terpisah seperti berikut ini.
Mantra adalah kata-kata yang mengandung khidmat kekuatan gaib, biasanya diucapkan oleh
pawang. Kesalahan dalam mengucapkan mantra dianggap dapat mendatangkan marah bahaya
(Haeruddin, 1995 : 34). Sedangkan Badudu (1984 : 5-6) memberi batasan tentang mantra
sebagai suatu bentuk puisi lama dan dianggap sebagai puisi tertua di Indonesia. Kata dan
kalimatnya tetap merupakan aturan yang tidak bisa ditawar lagi. Kedua pendapat yang
dikemukakan tadi, terangkum dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang mengartikan
mantra sebagai : (a) perkataan atau ucapa yang dapat mendatangkan daya gaib, (b) susunan
kata berunsur puisi (rima, irama) yang dianggap mengandung kekuatan gaib yang lain
(Debdikbud,
1995
:
558)
Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami bahwa
mantra itu berupa ucapan atau perkataan yang dapat mendatangkan kekuatan gaib. Namun
demekian, di dunia yang serba modern ini tidak semua ucapan-ucapan dalam mantra itu
terbukti kekuatannya. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi dari manusia itu sendiri serta
kamajuan
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi.
Mantra merupakan bentuk puisi lama yang erat pula dengan kepercayaan sejak masa purba.
Kata-kata dalam mantra dianggap mengandung kekuatan gaib. Yunut (1981 : 213-216)
mengatakan bahwa mantra ditujukan kepada makhluk gaib, maka kalau dihadapkan kepada
manusia itu menjadi sesuatu yang tidak mudah dipahami dan bahkan tidak mempunyai arti.
Yang dipentingkan dalam sebuah mantra adalah bukannya bagaimana dapat memahaminya,
akan tetapi bagaimana dapat memberikan kontribusi bagi kehidupan manusia. Senada dengan
pendapat tersebut di atas (Suprapto, 1993 : 48) mengatakan bahwa mantra merupakan bentuk
puisi lama yang mempunyai atau dianggap dapat mendatangkan kekuatan gaib yang biasanya
diajarkan atau diucapkan oleh pawing untuk menandingi kekuatan yang lain.
Selanjutnya menurut Djamaris (1990:20) mengatakan bahwa mantra merupakan suatu
gubahan bahasa yang diresapi oleh kepercayaan dunia gaib dan sakti. Dalam Kamus Istilah
Sastra (1986:58) Panuti Sujiman mengatakan bahwa mantra dapat mengandung tantangan
atau kekuatan terhadap sesuatu kekuatan gaib dan dapat berisi bujukan agar kekuatan gaib
tersebut
tidak
berbuat
yang
merugikan.
Demikian berapa pengertian mantra yang dikemukakan para ahli. Dari beberapa pengertian
tersebut telah memberi pemahaman bagi kita bahwa mantra itu berupaucapan atau perkataan
yang
dapat
mendatangkan
kekuatan
gaib.
Mantra merupakan puisi magis, yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dengan cara
yang luar biasa. Oleh karena itu, dalam menggunakan mantra tergantung pada tujuan yang
hendak dicapai. Mastrawijaya (Ikram, 1993 :16) menggolongkan mantra menjadi dua
kelompok, yaitu mantra magi puti dan mantra magi hitam. Mantra magi putih digunakan
untuk
kebaikan
dan
mantra
magi
hitam
digunakan
untuk
kejahatan.
Pada dasarnya mantra adalah ucapan yang tidak perlu dipahami, sehingga ia kadang-kadang

tidak dipahami karena ia lebih merupakan permainan bunyi dan bahasa belaka. Sebagai
sebuah mantra ia mesti mempunyai sifat-sifat yang ada pada sebuah mantra. Bahasa sebuah
mantra bersifat esoterik yang tidak mudah dipahami, bahkan mungkin tidak mempunyai arti
nominal.
Mantra adalah unsur irama yang berpola tetap yang perwujudannya dapat berupa
pertentangan yang berselang seling antara suku yang panjang dengan suku yang tidak
beraksen.
(Kamus
Sastra
Indonesia,
1991
:
79).
Suatu mantra yang diucapkan dengan tidak semestinya, salah lagunya, dan sebagainya, maka
hilang pula kekuatannya. Sebuah mantra pada dasarnya menghubungkan manusia dengan
dunia yang penuh dengan misteri atau gaib untuk atau tidak melakukansesuatu terhadap
manusia yang mengucapkannya.sebuah mantra dinilai dari kemajutannya bukan dari
kejelasan penyampaiannya, yang penting bagi sebuah mantra bukanlah bagaimana orang
dapat memahaminya tapi kenyataannya sebagai sebuah mantra. Kemanjurannya sebagai
sebuah mantra juga tidak meminta untuk dipahami, karena tidak ada persoalan pemahaman.
Mantra adalah karya sastra lama dan dianggap sebagai puisi tertua di Indonesia, yang
berisikan puji-pujian terhadap sesuatu yang gaib atau pun sesuatu yang dianggap harus
dikeramatkan seperti dewa-dewa, roh-roh, binatang-binatang ataupun Tuhan, biasanya
diucapkan oleh dukun dan pawang. Dalam Kamus Istilah Sastra (1986 : 58). Sudjiman
mengatakan bahwa mantra mengandung tantangan atau kutukan terhadap sesuatu kekuatan
gaib dan dapat berisikan bujukan agar kekuatan gaib tersebut tidak berbuat yang merugikan.
Mantra adalah puisi magis, yang merupakan alat untuk mencapai tujuan dengan cara yang
luar biasa. Apabila dalam hidupnya orang menemui permasalahan yang tidak dapat
dipecahkan melalui akal dan pikiran, maka mereka akan mempergunakan mantra-mantra,
dengan
mengharapkan
tujuan
akan
tercapai.
Ada dua pandangan terhadap mantra, yaitu yang menggolongkan sebagai karya sastra dan
yang tidak mengakui mantra sebagai karya sastra. Tentu saja tergantung dari segi mana
memandangnya : tidak selalu semua konvensi sastra dapat dipenuhi sekaligus oleh sebuah
karya sastra. Mantra itu perlu dilihat dari segi struktur atau bentuknya. Bahasa yang terdiri
dari kata-kata yang indah dan diksi yang terpilih mengandung makna yang sangat dalam
sehingga mantra mampu mencapai tujuan dan irama yang rapat dengan rima yang beraneka
ragam. Semuanya itu merupakan ciri estetis yang dimiliki oleh mantra. Sesuai H Ricard ada
dua unsur dalam membangun puisi. Pertama, hakikat puisi yang meliputi makna, rasa, nada
dan amanat (tujuan, maksud). Kedua metode puisi yang terdiri dari diksi, imajinasi, majas,
irama, dan rima. Dengan demekian, dari segi intrinsi mantra merupakan karya sastra (dalam
Ikram,
1993:
17-18).
Mukarovski dan muridnya Vodicka menyodorkan pendapat mengenai karya sastra dan
penikmatnya, bahwa karya sastra sebagai artefak yang mati sebagai tugu, dapat dihidupkan
lewat konkretisasi oleh pembacanya (Teeuw dalam Ikram, 1993:18). Jadi bukan saja mantra,
bahkan karya sastra lainnya pun tanpa dihidupkan oleh pembaca/pendengarnya tidak bearti
apa-apa dan hanya merupakan benda mati belaka. Apabila karya puisi, sudah dibaca pun
masih belum tentu dapat dimengerti. Dilihat dari segi bentuknya mantra sebagai karya sastra
yang sarat dengan rima tersusun secara indah dengan diksi-diksi yang terpilih dan sangat
kuat,
yang
dianggap
mempunyai
kekuatan
gaib.
2.5
Mantra
dalam
Masyarakat
Mantra dan masyarakat mempunyai hubungan yang erat. Artinya, mantra tercipta dari
masyarakat. Mantra tidak mungkin ada jika tidak ada masyarakat pewarisnya. Demikian pula
yang terjadi pada masyarakat tradisional yang berpegang teguh pada adat istiadatnya, tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan mantra. Kepercayaan akan adanya kekuatan gaib selalu
mendorong mereka untuk merealisasikan kekuatan tersebut kedalam wujud nyata untuk

memenuhi
kebutuhannya.
Namun harus diakui pula bahwa keberadaan mantra dewasa iniberbeda dengan mantra
sebelumnya. Hal ini disebabkan terjadinya pegeseran nilai-nilai budaya dalam masyarakat I
tu sendiri. Saat itu hanya sebagian kecil masyarakat perkotaan yang teap mempertahankan
kegiatankegiatan yang bersifat mitos terutama mereka yang tetap meempertahankan
kegiatan-kegiatan yang bersifat mitos terutama mereka yang tetap berpegang teguh pada adat
istiadatnya.
Mantra adalah sesuatu yang lahir dari masyarakat sebagai perwujudan dari keyakinan atau
kepercayaannya. Terutama dalam masyarakat tradisional, mantra bersatu dan terintegrasi
dalam kehidupan sehari-hari. Seorang pawang atau dukun yang ingin menghilangkan wabah
penyakit dapat dilakukan dengan membacakan mantra-mantranya. Masih banyak lagi
kegiatan-kegiatan lain terutama yang berhubungan dengan adat biasanya didahului dengan
mantra. Menurut kepercayaan mereka bahwa dengan mengucapkan mantra itu kegiatan
mereka akan sukses dan mempunyai berkah. Kebiasaan ini berlangsung secara turuntemurun, dan sampai sekarang masih kita temukan dalam mayarakat terutama dalam
masyarakat pedesaan. Oleh karena itu, mantra sebagai karya yang lahir dari masyarakat maka
keberadaannya
tidak
bisa
dipisahkan
dari
kehidupan
masyarakat.
2.6
Mantra
Keseharian
Masyarakat
Bugis
Makassar
Mantra keseharian masyarakat Bugis Makassar yang dimaksud seperti mantra bepergian yang
digunakan saat bepergian, yang dipercaya mencegah musibah dalam perjalanan, mantra
mandi yang digunakan pada saat mandi, umtuk menyucikan diri dan membersikan diri, dan
mantra tidur digunakan pada saat tidur menjaga dari mimpi buruk atau gangguan makhlik
halus pada saat tidur.
BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITAN
3.1
Metode
dan
Jenis
Penelitian
Adapun metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data penelitian ini
adalah metode Deskriptif Kualitatif. Dikatakan Deskriptif karena dalam penelitian ini
mendeskripsikan data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai data yang
ditemukan. Dikatakan kualitatif karena dalam menjelaskan konsep-konsep yang berkaitan
satu sama lain dengan menggunakan kata-kata atau kalimat bukan menggunakan angkaangka
statistik.
Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan. Dikatakan demikian karena peneliti terjun
langsung ke lapangan penelitian untuk mendapatkan data yang representatif untuk menjawab
permasalahan
penelitian.
3.2
Data
dan
Sumber
Data
3.2.1
Data
Data penelitian ini adalah mantra-mantra keseharian yang digunakan oleh masyarakat Bugis
Makassar
di
Kecamatan
Mariso
Kota
Makassar.
3.2.2
Sumber
Data
Sumber penelitian ini adalah dari kakek penulis yang digunakan dalam keseharian
masyarakat
Bugis
di
Dalam
pemilihan
informan
ini
digunakan
kriteria
sebagai
berikut:
(1)
Orang Tua yang sangat berperan atau dipercayai oleh masyarakat.
(2)
Tidak
mengalami
gangguan
kejiwaan.

(3)
(4)

Memiliki cukup waktu untuk memberikan informas yang dibutuhkan.


Bersifat terbuka dan tidak kaku dalam memberikan informasi yang dibutuhkan.

3.2.3
Metode
dan
Teknik
Pengumpulan
Data
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode cakap. Pemakaian metode ini
diharapkan
dapterjadi
kontak
antara
peneliti
dengan
informan.
Sebagai operasionalisasi dari metode cakap digunakanlah teknik pancing, teknik rekam, dan
teknik introspeksi. Penggunaan teknik-teknik tersebut dapat dijelaskan seperti berikut ini.
1. Teknik pancing ini digunakan dengan segenap kecerdikan dan kemampuan peneliti agar
informan dapat memberikan informasi tentang mantra-mantra keseharian yang digunakan
oleh
masyarakat
Bugis.
2. Teknik rekam digunakan untuk merekam mantra-mantra yang berhasil di dapat
berdasarkan
teknik
pancing.
3. Teknik introspeksi digunakan untuk mengecek data-data yang diperoleh: apakah sudah
mencakup
aspek-aspek
yang
diteliti
atau
belum.
3.2.4
Metode
Analisis
Data
Data dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis
data penelitian ini adalah metode Deskriptif Kualitatif. Dikatakan Deskriptif karena dalam
penelitian ini mendeskripsikan data berdasarkan kenyataan-kenyataan secara objektif sesuai
data
yang
ditemukan.
Diposkan oleh Nurjannah PBSID di 05.50
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Label: TUGAS
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Lencana Facebook
Kim Nan-nha Cii Chuby | Buat Lencana Anda

Lencana Facebook

Kim Nan-nha Cii Chuby

Buat Lencana Anda

My Widget

KIM NAN-NHA

Mengenai Saya

Nurjannah PBSID
Lihat profil lengkapku

kursor
kursor
Jam
Kalender
Arsip Blog

2013 (12)
o November (1)
o Oktober (11)

Analisis Struktural Novel Rain Over Me Karya Arini...

MEMBACA LANJUT LAPORAN POWER READING

PENDIDIKAN PENGAJARAN BAHASA INDONESIA

Dasar-dasar Jurnalistik

WARTAWAN

Klausa Verbal dan Jenis Klausa Verbal Berdasarkan ...

PENELITIAN SASTRA (Mantra Keseharian Masyarakat B...

Liburan di Kota Makassar#

PERGERAKAN VS PEMERINTAHAN#

Kebakaran Sekitar Lingkungan Teknik#

ANALISIS PSIKOLOGIS TOKOH NOVEL BATAS YANG KIAN


M...

Label

TUGAS (9)

Laman

Beranda

Google+ Followers
Wikipedia

Translate
Powered by

Translate

animasi
Gambar template oleh merrymoonmary. Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai